hadapi era globalisasi yang
memiliki implikasi pada disparitas
pendapatan, pemerintah perlu menyiapkan
langkah strategis untuk meredam efek
negatifini . Peran sentral ini hanya bisa
diisi oleh penguatan pendidikan untuk
meningkatkan kualitas human capital (modal
manusia) agar masyarakat negara miskin dan
berkembang dapat mengambil keuntungan
dalam era globalisasi. Rendahnya akumulasi
modal karena keadaan yang serba susah di
negara miskin dan berkembang mendorong
peran strategis pemerintah untuk mengisi
kekurangan likuiditas dan keadaan imperfect
markets. Dengan kontribusi pemerintah
berupa subisidi anggaran pendidikan, tentu
masyarakat akan mampu mencapai titik
optimal kesejahteraan dengan manfaat yang
luas dari pendidikan. Hal inilah yang secara
umum dapat menguntungkan
kehidupannya dimasa depan dengan
peningkatan kualitas hidup dan pendapatan.
negara kita saat ini sedang melakukan
konsolidasi fiskal dalam rangka mencapai
kesinambungan fiskal (fiscal sustainability) dan
pertumbuhan ekonomi yang stabil. Akan
tetapi konsolidasi fiskal ini menghadapi
beban berat berupa utang publik yang cukup
tinggi, subsidi yang semakin meningkat
terutama subsidi BBM dan penerimaan
pajak yang kurang optimal. Kenaikan harga
minyak dunia yang diikuti dengan
penurunan kurs rupiah terhadap dolar AS
serta kenaikan BI rate untuk meredam inflasi
dan penurunan kurs, semakin menambah
beban APBN.
Sebagai gambaran, pada Tabel 1.
perkembangan pengeluaran untuk subsidi
dan pengeluaran sejak 1989/1990 sampai
dengan 2007. Pengeluaran negara meningkat
tajam sejak 1997/1998 dan mencapai
puncaknya pada tahun anggaran 1999/2000
dan 2000. Sampai 2007, pengeluaran subsidi
cenderung fluktuatif dengan nilai tertinggi
dicapai pada tahun 2005. Pada 2006
pemerintah berupaya untuk menekan
pengeluaran, sehingga pengeluaran subsidi
semakin menurun menjadi Rp 107.628 Miliar
dan menurun lagi menjadi Rp 105.154 Miliar
pada 2007.
Kebijakan pemberian subsidi oleh
pemerintah telah berlangsung selama
bertahun-tahun, dengan klasifikasi subsidi
BBM dan non BBM (listrik, pangan, pupuk,
bunga kredit program dan lainnya).
Berdasarkan Tabel 2. di bawah, komponen
terbesar dari subsidi yang dikeluarkan
pemerintah adalah subsidi BBM, sedang
subsidi non BBM yang memiliki porsi
terbesar adalah subsidi listrik, dan subsidi
pangan. Tabel 2. menunjukkan bahwa sejak
2002 secara nominal besarnya subsidi yang
dikeluarkan pemerintah terus meningkat,
namun sebenarnya secara riil jumlah subsidi
tersebut berkurang dari tahun ke tahun
mengingat keterbatasan dana APBN. Saat
ini hampir 30 persen dana APBN telah
dialokasikan untuk membayar angsuran
pokok hutang negara dan bunga, sehingga
tidak mengherankan jika dana subsidi pada
APBN dikurangi oleh pemerintah. Hal ini
dapat ditunjukkan dengan besarnya rasio
total subsidi yang dikeluarkan pemerintah
terhadap produk domestik bruto (PDB)
selama 2005-2007 yang terus mengalami
penurunan.
2. Subsidi: Kerangka Analisis
Menurut konsep ilmu ekonomi, definisi
subsidi adalah jumlah bantuan keuangan dari
pemerintah, seperti grant, tax break, atau trade
barrier, supaya mendorong produksi atau
pembelian barang. Term subsidi juga
mengacu pada bantuan grant kepada yang
lain, misalnya kepada individual, lembaga
swadaya masyarakat (non-government
institution). WTO (World Trade Organisazation)
mendefinisikan subsidi sebagai berikut: (a)
transfer dana langsung termasuk potensial
transfer seperti loan guarantees, (b) pendapatan
yang hilang (foregone revenues), (c) barang dan
jasa yang disediakan pemerintah seperti
infrastruktur umum atau pembelian barang
lainnya oleh pemerintah, dan (d) subsidi yang
spesifik dari pemerintah seperti mekanisme
pembayaran dana.
Subsidi memiliki peranan yang cukup
krusial dalam perekonomian. Subsidi
merupakan suatu instrumen yang dapat
memengaruhi input, output dan harga
bermacam komoditas dalam perekonomian.
Dengan demikian, subsidi juga menjadi satu
instrumen yang krusial dalam mencapai
tujuan-tujuan tertentu dalam pembangunan
ekonomi. Hal ini dicapai dengan
menggerakkan intrumen subsidi sehingga
berpengaruh terhadap elastisitas permintaan
dan penawaran suatu komoditas. Subsidi
akan menggeser kurva permintaan ke atas
untuk konsumsi bersubsidi (subsidized
consumption) atau kurva penawaran ke bawah
untuk produksi bersubsidi (subsidized
production).
Klasifikasi manfaat subsidi berdasarkan
penerimanya (beneficiaries) baik itu konsumen
dan produsen, seperti berikut ini: (1) subsidi
untuk bahan pangan sangat berguna bagi
kaum miskin tapi jika terjadi kebocoran
maka benefit yang diterima si miskin akan
berkurang, (2) subsidi listrik meningkat
untuk sektor pertanian dan sektor domestik
lainnya, biasanya negara yang kaya akan
memberikan subsidi listrik lebih besar
daripada negara yang miskin, (3) subsidi
untuk irigasi diberikan pemerintah
mendorong produksi pertanian, karena
dengan adanya irigasi, pupuk kimia, dan
komponen input lainnya maka marginal
produktivitas akan tinggi, (4) subsidi untuk
pendidikan diberikan dalam rangka
mempersiapkan generasi penerus lebih baik
daripada sebelumnya. Biasanya semakin
tinggi tingkat pendapatan per kapita
masyarakat maka subsidi yang dialokasikan
untuk pendidikan dasar semakin rendah,
dan (5) subsidi untuk kesehatan lebih banyak
dialokasikan untuk kasus curative health
daripada untuk preventive health. Subsidi ini
sangat menguntungkan masyarakat
golongan ekonomi lemah.
Kebijakan pemberian subsidi biasanya
dikaitkan kepada barang dan jasa yang
memiliki positif eksternalitas dengan tujuan
agar untuk menambah output dan lebih
banyak sumberdaya yang dialokasikan ke
barang dan jasaini , misalnya
pendidikan dan teknologi tinggi. Namun,
subsidi juga mememiliki eksternalistas yang
negatif, misalnya: (i) subsidi menciptakan
alokasi sumberdaya yang tidak efisien, karena
konsumen membayar barang dan jasa pada
harga yang lebih rendah daripada harga pasar
maka ada kecenderungan konsumen tidak
hemat dalam mengkonsumsi barang yang
disubsidi. Hal ini disebabkan oleh harga yang
disubsidi lebih rendah daripada biaya
kesempatan (opportunity cost) maka terjadi
pemborosan dalam penggunaan sumber
daya untuk memproduksi barang yang
disubsidi;dan (ii) subsidi menyebabkan
distorsi harga.
Secara umum efek subsidi menurut
teori ekonomi dapat diklasifikasi sebagai
berikut: (1) allocative effect, berkaitan dengan
alokasi sumberdaya, pemerintah
mengalokasikan sumber daya ke sektor
tertentu yang dipandang memerlukan subsidi,
(2) redistributive effect, umumnya tergantung
dari elastisitas permintaan kelompok
masyarakat yang menggunakan barang yang
disubsidi atau tergantung penawaran barang
yang disubsidi, (3) fiscal effect, subsidi biasanya
akan meningkatkan defisit fiscal karena
penerimaan negara dari pajak berkurang, (4)
trade effect, subsidi tidak langsung berupa
peraturan harga yang ditetapkan oleh
pemerintah untuk menaikkan harga bahan
baku tertentu akan mengurangi penawaran
komoditi domestik dan akan meningkatkan
impor. Sebaliknya jika subsidi diberikan
pada pengusaha domestik, maka akan
mengurangi impor dan meningkatkan
ekspor. Kemudian subsidi juga
menimbulkan efek yang tidak diinginkan
seperti terjadi alokasi sumber daya yang
tidak efisien, sehingga mendorong pasar
tidak kompetitif dan ada persaingan tidak
sempurna, misalnya kebijakan pemerintah
untuk mengkontrol harga mendorong
penurunan produksi dan merangsang
tumbuhnya pasar gelap (black market).
Subsidi dalam teori ekonomi tidak
mempunyai makna konotasi yang negatif,
dan bukan pula preskriptif melainkan
deskriptif, artinya adanya subsidi akan
mengkoreksi kegagalan pasar sehingga
pasar menjadi efisien, misalnya subsidi
langsung lebih efisien dibandingkan subsidi
tidak langsung seperti hambatan
perdagangan (trade barrier). Namun bukan
berarti subsidi langsung itu baik, tapi subsidi
langsung lebih efisien dan lebih efektif
sebagai alat untuk mencapai hasil yang
diinginkan. Subsidi sebagai alternatif
kebijakan politik (political choice) yang intinya
adalah mentransfer sebagian dana dari
kelompok masyarakat yang satu ke
kelompok masyarakat lainnya. Beberapa
jenis subsidi antara lain: (a) direct subsidies, (b)
indirect subsidies, (c) labor subsidies, (d) tax subsidy,
(e) production subsidies, (f) regulatory advantages,
(g) infrastructure subsidies, (h) trade protection
(import), (i) export subsidies (trade promotion), (j)
procurement subsidies, (k) consumption subsidies, (l)
tax breaks and corporate welfare, (m) subsidies
due to the effect of debt guarantees.
3. Kriteria Subsidi di Berbagai Negara
3.1. Subsidi di India
Subsidi di India terdiri dari 3 jenis, yaitu
subsidi makanan, subsidi pupuk, subsidi
BBM. Ketiga jenis subsidiini disebut
dengan eksplisit subsidi, karena tercantum
dalam dokumen keuangan Pemerintah India.
Selain eksplisit subsidi, India juga memiliki
implisit subsidi, yang termasuk didalamnya
adalah subsidi transportasi. Tidak berbeda
dengan negara kita , tujuan subsidiini
dapat dikelompokkan menjadi 4, yaitu; (1)
untuk pemerataan; (2) untuk memenuhi
kebutuhan dasar; (3) untuk meningkatkan
pertumbuhan ekonomi; dan (4) untuk
stabilisasi harga. Dari ketiga jenis subsidi
tersebut, subsidi makanan mendapatkan
alokasi subsidi terbesar untuk periode tahun
2000-2007, yaitu sekitar 90 persen dari
keseluruhan subsidi di India. sedang ,
alokasi subsidi terbesar kedua di India
adalah subsidi indigenous (urea) fertiliser.
Subsidi di India secara umum
dibedakan dibagi menjadi tiga kelompok,
yaitu: (1) layanan secara umum, yang berupa
pengeluaran sekretariat untuk layanan sosial
dan ekonomi, (2) layanan yang memberikan
eksternalitas yang besar, yang diperlakukan
sebagai merit goods atau mendekati public goods,
yaitu terdiri dari: (i) merit social services:
pendidikan dasar, kesehatan masyarakat,
sanitasi, informasi dan publikasi,
kesejahteraan tenaga kerja, kesejahteraan
masyarakat, nutrisi, dan (ii) Merit economic
services: konservasi air dan tanah, lingkungan
kehutanan dan binatang liar, penelitian dan
pendidikan pertanian, pengendalian banjir
dan drainase, jalan dan jembatan, scientific
research, ekologi, lingkungan dan meterologi,
serta (3) layanan lainnya.
3.2. Subsidi di Nigeria
Pertanian merupakan sektor vital dan
penting bagi perekonomian Nigeria. Hal ini
disebabkan, adanya prediksi mengenai
kenaikan output pertanian di Nigeria. Alasan
yang melatarbelakangi adanya kenaikan
permintaanini , adalah; (1) populasi
Nigeria yang sekarang berjumlah 120 juta,
dengan tingkat pertumbuhan populasi 3
persen per tahun. Dengan demikian,
populasi Nigeria diperkirakan mencapai 240
juta pada tahun 2030 dan 360 juta pada tahun
2040; (2) permintaan output pertanian di
masa akan datang akan naik sejalan dengan
kenaikan pendapatan disposibel; dan (3)
Adanya permintaan output pertanian dari
negara lain (ekspor). Untuk mengantisipasi
kenaikan permintaan output pertanian
tersebut, maka Pemerintah Nigeria
melakukan kebijakan-kebijakan yang salah
satunya adalah subsidi pupuk.
Pemerintah Nigeria, baik pusat maupun
daerah melakukan subsidi pupuk dan
mengatur distribusinya dengan beberapa
cara. Alasan Pemerintah Nigeria melakukan
subsidi pupuk adalah karena petani tidak
dapat membeli pupuk pada harga pasar.
Banyak pendapat yang menyatakan selain
harga yang tinggi, hambatan yang dihadapi
petani di Nigeria adalah masalah kualitas dan
ketepatan waktu. Oleh karena itu, selain
subsidi, sistem distribusi pupuk juga harus
diatur dengan menghapuskan perantara,
sehingga pupuk bisa datang tepat waktu.
Pada 1999 dan 2001 telah dilakukan
beberapa evaluasi, dan temuan utama dari
evaluasiini menunjukkan bahwa
ternyata banyak stakeholders yang tidak
mendapat subsidi pupuk pada harga yang
disubsidi, pupuk-pupukini banyak
dijual di pasar gelap.
Adapun kriteria penentuan subsidi yang
dilakukan oleh Pemerintah Nigeria yang
berkaitan dengan pupuk dapat dilihat pada
Tabel 4.
. Subsidi di Malaysia
Dibandingkan dengan negara-negara
Asean lain, harga minyak di Malaysia jauh
lebih rendah, hal ini disebabkan karena
adanya subsidi BBM dan penghapusan pajak
yang berlebihan dari Pemerintah Malaysia.
Akibatnya, banyak penduduk Singapura dan
Thailand menerima manfaat dari subsidi
tersebut dengan membeli BBM di Malaysia.
rendahnya harga BBM di Malaysia
disebabkan oleh subsidi dan penghapusan
pajak untuk semua produk BBM. Dengan
kombinasi antara pajak dan subsidiini ,
masyarakat dapat menikmati transportasi
publik yang terjangkau. Subsidi juga
membuat rendahnya biaya operasi untuk
nelayan dan operator dari transportasi
sungai di Sabah dan Sarawak.
Mekanisme harga ini telah
dihubungkan dengan harga pasar
internasional. Harga aktual produk
ditentukan setelah memperhatikan harga
internasional, biaya operasional seperti
distribusi dan biaya pemasaran, dan pajak
penjualan. Subsidi BBM di Malaysia
diberikan langsung ke produsen atau
pengecer. Pemerintah Malaysia berencana
untuk melanjutkan subsidi BBM tetapi
jumlah subsidinya akan diperbaharui dan
ditentukan oleh Pemerintah Malaysia.
Pemerintah Malaysia merencanakan untuk
membuat metode yang lebih efektif agar
subsidi yang diberikan benar-benar tepat
sasaran, sehingga operator transportasi
publik, nelayan, operator transportasi sungai
di Sabah dan Sarawak benar-benar
merasakan manfaatnya.
No. Kriteria Subsidi Deskripsi
1 Tujuan Pemerataan
2 Ketepatan Efektivitas, Distorsi
3 Pengajuan dan Pencairan Tidak Langsung
4 Jenis Subsidi Produsen
5 Dampak Produktivitas, Kemiskinan dan Perdagangan
6 Harga Keekonomian Harga Pasar+Margin+ Distribusi
Tabel 5.
Kriteria Penentuan Subsidi BBM di Malaysia
Bisnis & Ekonomi Politik, Vol. 9 (3), Juli 2008 49
Kajian Kerangka Subsidi di negara kita
Lebih lanjut lagi, Subsidi BBM di
Malaysia berdampak negatif terhadap
perekonomian. Pertama, adanya distorsi pasar
karena harga komoditi tidak
menggambarkan harga aktual. Selain itu,
subsidi BBM merugikan perekonomian
nasional karena adanya peningkatan drastis
dari konsumsi dan terjadinya kecurangan dan
penyelundupan BBM. Kedua, subsidi BBM
di Malaysia juga mengakibatkan adanya
penyelundupan BBM ke negara lain.
Berdasarkan suatu studi, Malaysia mengalami
kerugian, yang diperkirakan sebesar 10
persen atau sekitar 660 juta Ringgit Malaysia
akibat dari penyelundupanini .
Selanjutnya, subsidi juga meningkatkan defisit
anggaran pemerintah.
4. Kerangka Penentuan Subsidi
Subsidi didefinisikan sebagai
pembayaran yang tidak mendapat imbalan
pada saat diberikan (current unrequited payment)
yang dilakukan pemerintah kepada
penerima manfaat (government finance statistic).
Dari identifikasi awal baik secara teoritis
maupun empiris kriteria dibedakan atas 6
kriteria yaitu: (i) tujuan pemberian subsidi
adalah tujuan yang ingin dicapai melalui
pemberian subsidi (ii) ketepatan pemberian
subsidi adalah ketepatan pelaksanaan
pemberian subsidi dengan yang telah
direncanakan (iii) mekanisme pengajuan
dan pencairan alur proses pengajuan
subsidi dan pencairan dana subsidi (iv) jenis
subsidi adalah penerima manfaat langsung
subsidi (v) dampak subsidi adalah efek yang
ditimbulkan dari adanya pemberian subsidi
dan (vi) harga keekonomian adalah nilai
nominal tertentu yang ditentukan dengan
metode tertentu yang akan menjadi salah satu
dasar penentuan besaran subsidi. Pada
masing-masing kriteria subsidi di atas,
terdapat sejumlah sub kriteria seperti telah
digambarkan pada hirarki kriteria di atas.
Untuk lebih memahami dan memperjelas
arah dan penentuan bobot dari kriteria dan
sub kriteria yang ada, masing-masing
kriteria dideskripsikan berdasarkan sub
kriteria, deskripsi sub kriteria, dan acuan
penentuan sub kriteria.
Prioritas Umum Subsidi BBM Subsidi
Transportasi Subsidi Pupuk
Pertama Tujuan Tujuan Tujuan Tujuan
Kedua Ketepatan Ketepatan Ketepatan Ketepatan
Ketiga Dampak Jenis Pengajuan dan Pencairan
Harga
keekonomian
Keempat Pengajuan dan Pencairan
Pengajuan
dan Pencairan Dampak Dampak
Kelima Harga Keekonomian Dampak
Harga
Keekonomian Jenis
Keenam Jenis Harga Keekonomian Jenis
Pengajuan
dan Pencairan
Prioritas
Subkriteria Umum Subsidi BBM
Subsidi
Transportasi Subsidi Pupuk
Tujuan Pemerataan Pemerataan Pemerataan, Kebutuhan Dasar Pemerataan
Ketepatan Efisiensi, Efektivitas Efisiensi Efisiensi Efektivitas
Pengajuan dan
Pencairan Langsung Kombinasi Langsung Langsung
Jenis Subsidi Produsen Input Input Produsen
Dampak
Belanja Fiskal,
Produktivitas,
Kemiskinan,
Perdagangan
Perdagangan Kemiskinan Kemiskinan
Harga
Keekonomian Biaya Operasional BO + Margin BO + Margin Biaya Operasional
Dari AHP diperoleh hasil kriteria
sebagai berikut: hasil perhitungan AHP di
atas telah merumuskan prioritas kriteria dan
sub kriteria dari subsidi baik subsidi secara
umum maupun subsidi khusus (pupuk,
transportasi dan BBM). Berdasarkan hasil
AHPini ,ada beberapa hal yang
harus dijadikan perhatian, yaitu:
• Kebijakan subsidi ke depan haruslah subsidi yang menekankan pada peningkatan
produktivitas bukan yang sifatnya hanya konsumtif semata.
• Kebijakan subsidi ke depan haruslah memiliki tujuan untuk pemerataan dan
pemenuhan kebutuhan dasar. Sehingga apapun jenis subsidinya haruslah
diperuntukkan bagi masyarakat miskin untuk memenuhi kebutuhan dasar. Jika
karena pertimbangan tertentu subsidi harus dihapuskan maka kompensasi dari
penghapusan subsidiini haruslah bertujuan untuk pengentasan kemiskinan
sehingga pemerataan tercapai dan untuk pemenuhan kebutuhan dasar bagi
masyarakat miskin.
•ada usulan mekanisme pengajuan dan pencairan dalam subsidi sebaiknya
menggunakan mekanisme kombinasi, dimana pada saat pengajuan sebaiknya
melalui departemen teknis karena mereka yang lebih mengetahui permasalahan di
lapangan, sedang pencairan subsidi sebaiknya dilakukan secara langsung dari
departemen keuangan ke produsen atau konsumen, agar keterlambatan dapat
dihindari.
• Besaran subsidi sebaiknya tidak didasarkan hanya pada biaya margin saja, tapi juga
harus didasarkan oleh biaya lain juga. Semakin tinggi cakupan biaya subsidi maka
semakin besar masyarakat miskin dapat menerima manfaat subsidi.
• Pemerintah juga harus benar-benar menghitung harga keekonomian sebagai
acuan pemberian subsidi, sehingga beban pemerintah dapat diminimalkan tanpa
harus menghilangkan manfaat subsidi itu sendiri.
• Pemerintah harus benar-benar melakukan sistem monitoring evaluasi yang baik,
karena apapun kerangka subsidi yang dipilih jika tidak diikuti dengan monitoring
evaluasi yang baik, maka manfaat subsidiini tidak dapat dirasakan secara
optimal.
Subsidi BBM
• Sebaiknya pemerintah mengembangkan subsidi untuk transportasi di perkotaan,
seperti di negara maju, agar urban transportation dapat berkembang sehingga akan
mengurangi konsumsi BBM secara signifikan dan berkurangnya eksternalitas dari
penggunaan kendaraan bermotor di perkotaan.
• Dalam pelaksanaan subsidi transportasi diperlukan monitoring dan evaluasi yang
baik sehingga pelaksanaan subsidi tranportasi sesuai dengan yang direncanakan.
• Subsidi BBM harus dipertimbangkan lebih matang jika ingin tetap dipertahankan
karena selain “salah target” yang terjadi pada subsidiini , juga karena adanya
eksternalitas seperti polusi dan dampak negatif pada lingkungan yang harus
dipertimbangkan. Oleh karena itu,ada beberapa langkah beberapa langkah
efisiensi/substitusi yang layak dilakukan untuk mengurangi ketergantungan
terhadap BBM, antara lain:
i. Meningkatkan efisiensi pemakaian BBM di sektor transportasi dengan
memaksa berlakunya sistem transportasi perkotaan yang lebih efisien
dalam penggunaan energi (yang berarti pula lebih sehat secara
lingkungan).
ii. Menggantikan pemakaian solar di pembangkit-pembangkit tenaga listrik
diesel yang tersebar di seluruh tanah air dengan pembangkit listrik
batubara, panas bumi, gas, atau yang mengandalkan sumber energi
setempat.
iii. Mengurangi/mensubstitusi pemakaian minyak tanah dengan
mengembangkan pemakaian briket batu bara, menyediakan LPG dalam
tabung kecil, mempercepat pemanfaatan dan penyebaran CNG
(compressed natural gas) serta mempercepat pembangunan jaringan
distribusi gas bumi ke rumah-rumah tangga.
iv. Menerapkan strategi pendanaan bagi upaya peningkatan efisiensi,
rehabilitasi, substitusi BBM dan diversifikasi energi.
v. Menerapkan harga BBM yang lebih mahal dibandingkan yang
dipraktekkan sekarang
Jenis Subsidi Poin Penting
Subsidi Transportasi
• Subsidi transportasi disarankan tetap dipertahankan karena subsidi transportasi
yang ada di negara kita adalah subsidi transportasi untuk rakyat kecil dimana nilai
ekonominya sangat kecil, sehingga hal ini tidak menarik bagi swasta untuk
menanganinya.
• Mekanisme pengajuan dan pencairan subsidi transportasi sebaiknya menggunakan
mekanisme kombinasi. Pengajuan subsidi sebaiknya dilakukan tidak langsung,
dimana pengajuan dilakukan melalui departemen teknis, sehingga ketidaksesuaian
antara kebutuhan dan realisasi dapat dihindari. sedang keterlambatan realisasi
subsidi/PSO dapat dihindari dengan pencairan secara langsung dari Departemen
Keuangan ke BUMN.
Subsidi Pupuk
• Subsidi pupuk disarankan tetap dipertahankan karena dapat meningkatkan
produktivitas dari petani yang pada akhirnya meningkatkan output pertanian
dalam negeri.
• Terkait dengan subsidi pupuk, subsidi harus diberikan pada kegiatan pertanian
yang dapat meningkatkan kesejahteraan yang lebih luas dibandingkan dengan
jumlah dana subsidi itu sendiri (prinsip good subsidy). Indikator yang dapat dilihat
sebagai dampak dari pemberian subsidi adalah penciptaan lapangan kerja,
peningkatan output produksi dan penurunan tingkat kemiskinan. Untuk
mencapai indikatorini maka penyaluran subsidi memerlukan persyaratan (a)
memenuhi target produksi, (b) apliksi teknologi baru, dan (c) distribusi output
yang optimal.
• Diperlukan perbaikan dalam kriteria jenis subsidi pupuk kedepan. Pemerintah
sebaiknya mengganti kriteria jenis subsidi dari produsen menjadi konsumen,
sehingga manfaat subsidi benar-benar dirasakan oleh petani. Pemerintah dapat
memberlakukan sistem voucher yang dibagikan kepada petani sebagai target subsidi,
seperti yang akan dilakukan di Nigeria. Adapun, untuk memberlakukan sistem
voucherini diperlukan data yang lengkap dan akurat, sehingga semua petani
yang menjadi target mendapatkan subsidiini . Selain itu, diperlukan
monitoring dan evaluasi agar sistem voucherini berjalan sesuai dengan yang
direncanakan.
• Selain itu, pemerintah dapat mempertimbangkan subsidi input, sehingga masalah
ketersediaan gas dapat diatasi.
• Pemerintah sebaiknya melakukan mekanisme kombinasi dalam pengajuan dan
pencairan subsidi pupuk. Mekanisme kombinasi adalah proses dimana pengajuan
subsidi pupuk dilakukan oleh Departemen Teknis, karena mereka lebih mengerti
kebutuhan di lapangan. sedang pencairan dilakukan oleh Departemen
Keuangan langsung ke BUMN, hal ini untuk menghindari keterlambatan dalam
pencairan.
• Pemerintah juga dapat melakukan subsidi juga di saluran distribusi, seperti yang
dilakukan di Nigeria, sehingga kelangkaan pupuk dapat diatasi.
• Harga keekonomian sebaiknya untuk subsidi pupuk berdasarkan harga pasar plus
margin plus distribusi, sehingga petani dapat membeli pupuk dengan harga yang
terjangkau dan tidak ada kelangkaan pupuk di pasar. Dengan harga keekonomian
yang mencakup harga pasar plus margin plus distribusi, maka berkurangnya
insentif bagi produsen untuk menjual pupuk di pasar luar negeri.
Bisnis & Ekonomi Politik, Vol. 9 (3), Juli 2008 53
Kajian Kerangka Subsidi di negara kita
5. Kesimpulan dan Rekomendasi
5.1. Kesimpulan
Dari aspek-aspek yang berkait dengan
mekanisme subsidi baik secara umum
maupun secara teknis, maka dari hasil analisis
yang dilakukan ada beberapa hal yang
harus dijadikan perhatian, yaitu bahwa
kebijakan subsidi ke depan haruslah subsidi
yang menekankan pada peningkatan
produktivitas bukan yang sifatnya hanya
konsumtif semata. Kemudian terkait dengan
tujuan susbidi, ke depan hendaknya lebih
diarahkan pada tujuan untuk pemerataan
pendapatan dan pemenuhan kebutuhan
dasar. Sehingga apapun jenis subsidinya
haruslah diperuntukkan bagi masyarakat
miskin untuk memenuhi kebutuhan dasar.
Jika karena pertimbangan tertentu subsidi
pupuk, BBM maupun transportasi harus
dihapuskan maka kompensasi dari
penghapusan subsidiini haruslah
bertujuan untuk pengentasan kemiskinan
sehingga pemerataan tercapai dan untuk
pemenuhan kebutuhan dasar bagi
masyarakat miskin.
Mekanisme pengajuan dan pencairan
dalam subsidi sebaiknya menggunakan
mekanisme kombinasi, dimana pada saat
pengajuan sebaiknya melalui departemen
teknis karena institusi ini yang lebih
mengetahui permasalahan di lapangan,
sedang pencairan subsidi sebaiknya
dilakukan secara langsung dari departemen
keuangan ke produsen atau konsumen, agar
keterlambatan dapat dihindari. Besaran
subsidi juga sebaiknya tidak didasarkan
hanya pada biaya margin saja, tapi juga harus
didasarkan oleh biaya lain juga. Semakin
tinggi cakupan biaya subsidi maka semakin
besar masyarakat miskin dapat menerima
manfaat subsidi. Selain itu, pemerintah harus
benar-benar melakukan sistem
monitoring evaluasi yang baik, karena
apapun kerangka subsidi yang dipilih jika
tidak diikuti dengan monitoring evaluasi yang
baik, maka manfaat subsidiini tidak
dapat dirasakan secara optimal.
Secara umum dapat disimpulkan
bahwa kerangka secara umum kebijakan
subsidi di negara kita boleh saja dirumuskan.
Namun pada akhirnya kebijakan atas
kebijakan subsidi di negara kita perlu secara
spesifik ditentukan baik yang bersifat
mekanisme umum maupun mekanisme
teknisnya. Kajian ini diharapkan dapat
menjadi acuan yang baik bagi penentuan
kebijakan subsidi di negara kita ke depan
maupun bagi dilaksanakan kajian-kajian
yang lebih spesifik yang dapat menjadi acuan
teknis bagi kebijakan tiap-tiap jenis subsidi
yang ada di negara kita .
Diperlukan perbaikan dalam kriteria
jenis subsidi pupuk ke depan. Pemerintah
sebaiknya mengganti kriteria jenis subsidi
dari produsen menjadi konsumen, sehingga
manfaat subsidi benar-benar dirasakan oleh
petani. Pemerintah dapat memberlakukan
sistem voucher yang dibagikan kepada petani
sebagai target subsidi, seperti yang akan
dilakukan di Nigeria. Adapun, untuk
memberlakukan sistem voucherini
diperlukan data yang lengkap dan akurat,
sehingga semua petani yang menjadi target
mendapatkan subsidiini . Selain itu,
diperlukan monitoring dan evaluasi agar sistem
voucherini berjalan sesuai dengan yang
direncanakan. Selain jenis subsidi di atas,
pemerintah dapat mempertimbangkan
subsidi input, sehingga masalah ketersediaan
gas dapat diatasi. Pemerintah juga dapat
melakukan subsidi juga di saluran distribusi,
seperti yang dilakukan di Nigeria, sehingga
kelangkaan pupuk dapat diatasi. Pemerintah
juga harus benar-benar menghitung harga
keekonomian sebagai acuan pemberian
subsidi, sehingga beban pemerintah dapat
diminimalkan tanpa harus menghilangkan
manfaat subsidi itu sendiri. Harga
keekonomian sebaiknya untuk subsidi
pupuk berdasarkan harga pasar plus margin
plus distribusi, sehingga petani dapat
membeli pupuk dengan harga yang
terjangkau dan tidak ada kelangkaan pupuk
di pasar. Dengan harga keekonomian yang
mencakup harga pasar plus margin plus
distribusi, maka berkurangnya insentif bagi
produsen untuk menjual pupuk di pasar luar
negeri.
Pemerintah sebaiknya melakukan
mekanisme kombinasi dalam pengajuan
dan pencairan subsidi pupuk. Mekanisme
kombinasi adalah proses dimana pengajuan
subsidi pupuk dilakukan oleh departemen
teknis, karena mereka lebih mengerti
kebutuhan di lapangan. sedang
pencairan dilakukan oleh Departemen
Keuangan langsung ke BUMN, hal ini untuk
menghindari keterlambatan dalam
pencairan.
Sementara itu subsidi transportasi yang
ada di negara kita adalah subsidi transportasi
untuk rakyat kecil dimana nilai ekonominya
sangat kecil, sehingga hal ini tidak menarik
bagi swasta untuk menanganinya. Subsidi ini
juga menjadi bagian dari tanggung jawab
pemerintah untuk memberikan layanan
publik salah satunya transportasi publik.
Mekanisme pengajuan dan pencairan subsidi
transportasi sebaiknya menggunakan
mekanisme kombinasi. Pengajuan subsidi
sebaiknya dilakukan tidak langsung, dimana
pengajuan dilakukan melalui departemen
teknis, sehingga ketidaksesuaian antara
kebutuhan dan realisasi dapat dihindari.
sedang keterlambatan realisasi subsidi/
PSO dapat dihindari dengan pencairan
secara langsung dari Departemen Keuangan
ke BUMN. Kriteria jenis subsidi transportasi
sebaiknya dengan input subsidi atau subsidi
ke produsen. Ke depan, sebaiknya
pemerintah mengembangkan subsidi untuk
transportasi di perkotaan, seperti di negara
maju, agar urban transportation dapat
berkembang sehingga akan mengurangi
konsumsi BBM secara signifikan dan
berkurangnya eksternalitas dari penggunaan
kendaraan bermotor di perkotaan.
Tekanan harga minyak dunia dan harga
komoditas pangan terus mewarnai
perjalanan perekonomian nasional. Harga
minyak sempat menyentuh level tertinggi
sepanjang sejarah, sebesar 147,27 dollar AS
per barrel -minggu keempat Juli-, sehingga
mendongkrak harga komoditas pangan
dunia. Kedua shokini berujung pada
melesunya perekonomian global dan
langsung memengaruhi perekonomian
domestik. Efek kenaikan harga minyak dunia
telah direspon pemerintah dengan
menyesuaikan harga Bahan Bakar Minyak
(BBM) domestik. Isu kenaikan harga BBM
domestik sebenarnya telah menyeruak jauh
sebelum dilakukannya kenaikan pada 24
Mei. Isu yang berkembang berujung pada
naiknya ekspektasi masyarakat dan secara
langsung mendorong melejitnya harga
berbagai kebutuhan (khususnya bahan
makanan) sebelum kebijakanini resmi
diberlakukan. Pengaruhnya tergambar dari
kenaikan inflasi pada Mei dan Juni. Inflasi
April masih pada posisi 8,96 persen menjadi
10,38 persen dan 11,03 persen pada Mei
dan Juni. Sebagian kalangan menilai, inflasi
Mei masih terkait dengan pengaruh
ekspektasi kenaikan harga BBM sedang
pengaruh kenaikan BBM terpancar pada
inflasi Juni.
Kenaikan harga minyak dunia dan
pesimisme ekonomi global juga menekan
rupiah. Pada April, rupiah sedikit melemah
pada kisaran 0,37 persen (mom) dari Rp
9.174 per dollar menjadi Rp 9.209 per
dollar. Namun, tingkat volatilitas rupiah
pada periodeini relatif membaik,
turun dari 0,6 persen menjadi 0,21 persen
(mom). Nilai rupiah yang relatif terjaga pada
April, tidak berlanjut dibulan Mei. Rupiah
melemah rata-rata 0,78 persen (mom) dari
level Rp 9.209 per dollar menjadi Rp 9.281
per dollar. Pelemahanini diikuti dengan
peningkatan volatilitas dari 0,21 persen
menjadi 0,50 persen (mom). Secara
keseluruhan, kinerja rupiah pada triwulan II
relatif stabil pada level Rp 9.226 per dollar
Bisnis & Ekonomi Politik, Vol. 9 (3), Juli 2008 92
Perkembangan Indikator Ekonomi negara kita Triwulan II 2008
atau melemah tipis 0,07 (qtq), yang diikuti
penurunan volatilitas dari 1,42 persen
menjadi 0,61 persen (qtq).
Berikutnya, BI Rate, yang dipertahankan
pada level 8 persen (April) mengalami
kenaikan 25 basis poin pada Mei dan
kembali naik pada Juni dengan kenaikan
yang sama. Penyesuaian BI Rateini
terkait dengan pengetatan kebijakan (tight
biased policy) yang ditempuh BI untuk
meredam dampak kenaikan BBM. BI Rate
yang stabil pada April masih berpengaruh
pada suku bunga PUAB untuk bergerak
disekitar BI Rate. Selain itu, suku bunga
perbankan turut turun pada beberapa tenor.
Suku bunga deposito 1 bulan dan 3 bulan
masing-masing turun 0,29 persen (mom) dan
0,41 persen (mom) sedang suku bunga
deposito 6 bulan bergerak stabil pada level
7,57 persen (mom). Suku bunga kredit
investasi juga turun 0,95 persen (mom) tetapi
suku bunga kredit modal kerja justru naik
0,38 persen (mom). Namun, penurunan suku
bunga perbankan terhenti -kecuali pada Mei
karena suku bunga kredit modal kerja dan
Investasi masih turun pada kisaran 0,08
persen- pada Mei dan Juni seiring naiknya
BI Rate. Suku bunga deposito (1 bulan) pada
Mei dan Juni masing-masing naik 1,75
persen (mom) dan 3,01 persen (mom). Suku
bunga kredit modal kerja dan suku bunga
kredit investasi pada Juni naik masing-masing
naik sekitar 0,54 persen (mom) dan 1,21
persen (mom).
Kinerja perbankan nasional masih
bergerak moderat karena krisis keuangan
global yang belum mereda. Penghimpunan
dana pada April 0,02 persen (mom). Pada
Mei dan Juni, penghimpunan dana
perbankan masih bergerak masing-masing
1,47 persen (mom) dan 3,52 persen (mom).
Dari sisi penyaluran dana, proporsi
penempatan SBI masih cukup tinggi tetapi
menunjukkan kecenderungan penurunan,
sedang penyaluran kredit semakin
membaik. Pada Maret dan April, proporsi
kredit mencapai 71,95 persen dan 73,28
persen sedang pada Mei dan Juni
masing-masing menjadi 74,90 persen dan
75,95 persen. Risiko penyaluran kredit juga
menunjukkan perbaikan mencapai 4,1
persen pada Juni. Perkembangan rasio
kecukupan modal perbankan (CAR)
menunjukkan kecenderungan penurunan
hingga berada pada level 17,1 persen pada
Juni. Dari sisi pencapaian Loans to Deposit
Ratio (LDR) cukup baik pada kisaran 76,77
pada Juni.
Kinerja pasar obligasi dan pasar saham
belum menunjukkan perkembangan
menggembirakan. Kinerja kedua pasar
tersebut masih terpengaruh kenaikan harga
minyak dunia yang berdampak pada
naiknya eskpektasi inflasi sehingga
meningkatkan risiko fiskal dan berujung
pada tertekannya kinerja SUN. Pada
triwulan II ini, terjadi penurunan volume
harian dari 365,6 triliun menjadi 304,0 triliun.
Selain itu, rata-rata harian frekuensi
perdagangan SUN juga menurun menjadi
sebesar 5,75 persen (qtq) menjadi 300,2 kali.
Disisi lain, kinerja IHSG selain dipengaruhi
kondisi internal juga dipersulit oleh tekanan
eksternal seperti tren pelemahan bursa
global, terutama pemasalahan tenaga kerja
dan pasar kredit AS serta tingginya inflasi di
China, India dan AS. Halini
menyebakan kinerja IHSG pada triwulan II
ini turun 4,01 persen (qtq) menjadi 2.349.
Kinerja transaksi internasional masih
menunjukkan surplus yang bersumber dari
transaksi berjalan. Membaiknya kinerja
transaksi internasional juga didukung oleh
penurunan defisit transaksi finansial dan
modal akibat penerbitan obligasi valas
pemerintah di luar negeri (global bond) sekitar
2,2 miliar dollar pada Juni. Secara
keseluruhan, neraca pembayaran negara kita
pada triwulan ini mencatat surplus 2,6 miliar
dollar sehingga cadangan devisa nasional
naik menjadi 59,9 miliar dollar. Nilai
cadangan devisaini setara dengan 5,1
bulan impor dan pembayaran Utang Luar
Negeri pemerintah.
Selanjutnya kinerja perekonomian
nasional pada triwulan ini cukup
menggembirakan - tumbuh 6,39 persen (yoy)
atau 2,4 persen (qtq) ditengah-tengah tekanan
harga minyak dunia dan harga pangan dunia
yang belum mereda. Untuk memetakan
berbagai langkah strategis ke depan maka
perlu dilakukan evaluasi kinerja
perekonomian. Tulisan ini akan
mendeskripsikan berbagai perkembangan
indikator perekonomian nasional pada
periode berjalan. Bagian awal akan dimulai
dengan penggambaran pertumbuhan
ekonomi dilanjutkan pemaparan kondisi
sektor moneter dan perbankan. Uraian
tentang pencapaian perekonomian pada
triwulan ini akan diakhiri dengan gambaran
kinerja transaksi internasional.
1. Pertumbuhan Ekonomi
Dengan berbagai tekanan khususnya
dari harga minyak dunia, yang diikuti dengan
penyesuaikan harga BBM domestik,
perekonomian nasional masih tumbuh 6,39
persen (yoy). Jika dihitung berdasarkan
pertumbuhan triwulan, pertumbuhan
perekonomian nasional mencapai 2,4 persen
(qtq). Data BPS (2008) mencatat, terdapat
tiga sektor yang mengalami pertumbuhan
tertinggi (qtq) yaitu sektor pertanian, sektor
pengangkutan dan sektor telekomunikasi,
serta sektor listrik, gas dan air bersih, masing-
masing tumbuh 5,1 persen (qtq); 4,1 persen
(qtq) dan 3,6 persen (qtq). Namun,
pertumbuhan ekonomi pada triwulan ini
secara nyata belum mampu berkontribusi
terhadap penyerapan tenaga kerja. Hal
tersebut disebabkan oleh tingginya
pertumbuhan pada sektor-sektor padat
modal sedang sektor-sektor padat karya
masih cenderung merana.
Secara struktural, industri pengolahan
masih menjadi kontributor utama terhadap
PDB nasional, diikuti sektor pertanian dan
sektor perdagangan, hotel dan restoran.
Sektor industri pengolahan setidaknya
berkontribusi 27,3 persen sedang sektor
pertanian 14,7 persen dan sektor
perdagangan, hotel dan restoran 14,3 persen
(Tabel 1).
Secara keseluruhan, sektor pertanian
menjadi sektor yang paling tinggi kenaikan
kontribusi terhadap PDB. Tercatat,
kontribusi sektor ini naik 0,6 persen (qtq)
lebih tinggi daripada sektor pertambangan
dan penggalian serta sektor industri
pengolahan yang juga mengalami kenaikan
kontribusi selama periode berjalan.
Melejitnya kontribusi sektor pertanian
terhadap PDB terkait dengan naiknya harga
komoditas pertanian di pasar internasional
khususnya untuk komoditas crude palm oil
Tabel 1.
Dari sisi kontribusi terhadap PDB,
pengeluaran konsumsi rumah tangga
berkontraksi 0,8 persen (qtq) sedang
pengeluaran konsumsi pemerintah tumbuh
1,2 persen (qtq). Konstribusi Pembentukan
Modal Tetap Bruto (PMTB) bergerak stabil
sedang kontribusi ekspor dan impor
masing-masing naik 1,4 persen (qtq) dan 1,2
persen (qtq).
Pertumbuhan pengeluaran konsumsi
rumah tangga yang bergerak moderat dan
mengalami penurunan kontribusi terhadap
PDB tergambar dari Indeks Keyakinan
Konsumen (IKK). Indeks ini masih
menggambarkan berlanjutnya fase kontraksi.
Pada Juni IKK hanya 79,1 persen turun dari
82,4 pada Mei. Penurunan IKK terkait
dengan terkoreksinya Indeks Kondisi
Ekonomi Saat ini (IKE) dan Indeks
Ekspektasi Konsumen (IEK) masing-
masing 7,5 persen dan 0,9 persen menjadi
72,9 dan 85,2.
Dari survei tentang kondisi ekonomi
saat ini dibandingkan 6 bulan lalu,
tergambarnya kondisi yang sama, dimana
beberapa indikator juga menunjukkan
penurunan. Menurun surveiini ,
responden berpendapat bahwa penghasilan
pada Juni cenderung menurun
dibandingkan beberapa bulan sebelumnya.
Memang penurunan penghasilan masyarakat
telah terjadi sejak awal 2008. Pada Desember
Bisnis & Ekonomi Politik, Vol. 9 (3), Juli 2008 96
Perkembangan Indikator Ekonomi negara kita Triwulan II 2008
indeks ini menunjukkan angka 116,
sedang pada Januari, Februari serta Maret
masing-masing 114,5; 110,8 dan 109,8.
Perbaikan indeksini hanya terjadi pada
April (111,5) dan kembali turun menjadi
109,6 dan 105,7 pada Mei dan Juni. Selain
itu, pada sisi ekspektasi konsumen dalam 6
bulan ke depan juga menunjukkan fesimistik.
Dari tiga indikator, hanya indikator
ekspektasi ekonomi yang naik sekitar 3,5
persen, sedang ekspektasi penghasilan,
ekspektasi ketersediaan lapangan masing-
masing turun 2,5 persen (Tabel 3).
Sisi dunia usaha menujukkan
perkembangan relatif baik tetapi belum
berpengaruh signifikan dalam menarik
investasi. Survei kegiatan dunia usaha
(SKDU) oleh Bank negara kita pada 2.435
perusahaan menyimpulkan bahwa kegiatan
usaha pada periode ini relatif membaik
dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal
tersebut tergambar Saldo Bersih Tertimbang
(SBT) yang mencapai 16,55 persen naik dari
5,70 persen pada triwulan sebelumnya.
Peningkatan ekspansi kegiatanini
terkait dengan meningkatkan permintaan
akan barang dan semakin membaiknya
kondisi pasar nasional serta munculnya faktor
musiman seperti liburan sekolah.
Dari sisi ekonomi regional, Jawa masih
menjadi kontributor utama terhadap PDB
nasional disusul Sumatera, Kalimantan dan
Sulawesi. Pulau Jawa, setidaknya
berkontribusi sekitar 57,7 persen, Sumatera
24,2 persen dan Kalimantan 9,9 persen,
Sulawesi 4,1 persen sedang Wilayah
negara kita Timur 4,3 persen. Kontributor
utama pertumbuhan ekonomi nasional pada
periode ini adalah DKI Jakarta, Jawa Timur
dan Jawa Barat, dengan kontribusi 44,8
persen. Berikutnya, konstributor utama
pertumbuhan ekonomi Jawa adalah DKI
Jakarta (27,7 persen), Jawa Timur (25,4
persen), Jawa Barat (24,8 persen), Jawa
Tengah (15,6 persen), Banten dan DI
Yogyakarta masing-masing 5 persen dan 1,5
persen. Sementara pertumbuhan ekonomi
di Sumatera masing-masing dikontribusikan
oleh Riau (29,8 persen), Sumatera Utara (15,6
persen), Sumatera Selatan (13,6 persen).
Selanjutnya, penyumbang utama
pertumbuhan di Kalimantan adalah
Kalimantan Timur (68,9 persen) dan di
Sulawesi adalah Sulawesi Selatan (50,1
persen).
2. Perkembangan Sektor Moneter
a. Inflasi1
Inflasi IHK April menunjukkan
peningkatan dari 8,17 persen (yoy) per Maret
menjadi 8,96 persen (yoy). Kenaikan inflasi
pada April terkait dengan tersendatnya
distribusi minyak tanah dan elpiji di
beberapa daerah yang menyebabkan
tekanan inflasi administered price. Selain itu
pengaruh kenaikan harga BBM domestik
semakin memperdalam pengaruh inflasi
yang diatur pemerintah ini. Sementara itu,
tekanan inflasi administered price lainnya
muncul dari kenaikan tarif air minum
PAM, harga Bahan Bakar Khusus, tarif
angkutan udara, dan harga rokok terkait
penyesuaian tarif spesifik rokok dan ad
volarum per 1 Januari 2008. Dorongan
kenaikan pada beberapa barangini
berdampak pada naiknya sumbangan inflasi
administered price dari 0,16 persen per Maret
menjadi 0,34 persen per April. Jenis inflasi
ini menjadi penyumbang utama terhadap
inflasi umum 0,62 persen dengan inflasi 2,84
persen (Tabel 4).
Inflasi volatite food juga relatif tinggi
akibat masih naiknya harga komoditas
pangan internasional, sedang inflasi inti
masih dipengaruhi tekanan inflasi dari sisi
impor dan ekspektasi inflasi. Pada April dan
1 Mulai 1 Juli 2008, penghitungan Indeks Harga
Konsumen (IHK) bulan Juni 2008 menggunakan
tahun dasar 2007 = 100 (sebelumnya 2002 = 100)
yang didasarkan pada hasil Survei Biaya Hidup (SBH)
2007. Cakupan kota bertambah dari 45 menjadi 66
kota, sedang paket komoditas naik dari 744 pada
tahun 2002 menjadi 774 tahun 2007. Bobot komoditas
makanan turun dari 43,38 persen menjadi 36,12 persen
Mei kelompok bahan makanan masih
mengalami kenaikan tertinggi masing-masing
15,73 persen (yoy) dan 18,18 persen (yoy) yang
diikuti sektor listrik, air dan gas masing-
masing 7,32 (yoy) persen dan 8,63 persen
(yoy). Disamping itu, peningkatan ekspektasi
inflasi juga terus terjadi. Survei Bank
negara kita (2008) menunjukkan ekspektasi
masyarakat akan kenaikan harga cukup tinggi
khususnya pada Mei. Untuk harga umum
pada Mei -kategori ekspektasi harga 3 bulan-
diekspektasi masyarakat naik 3,84 persen
(mom) dan diekspektasi turun pada Juni
sekitar 1,29 persen. Tingginya ekspektasi
kenaikan harga pada Mei dipengaruhi oleh
kenaikan harga BBM, walaupun kenaikan
harga BBMini direalisasikan pada akhir
Mei. sedang untuk periode 6 bulan,
diekspektasi naik 3,60 persen pada Mei dan
turun 2,51 pada Juni.
Secara keseluruhan indeks ekspertasi
tertinggi terjadi pada bahan makanan. Pada
April, Mei dan Juni -untuk kategori
ekspektasi harga 3 bulan- indeks kelompok
ini hampir mencapai 187, sedang pada
kategori 6 bulan mencapai 188. Namun,
kenaikan ekspektasi tertinggi untuk kategori
3 bulan (April ke Mei) adalah kelompok
transpor, komunikasi dan jasa keuangan
mencapai 8,19 persen (mom) disusul
kesehatan 5,73 persen (mom), sedang
bahan makanan hanya 4,06 persen (mom).
Sejalan dengan itu, pada kategori 6 bulan,
kenaikan ekspektasi tertinggi juga terjadi
pada kelompok transpor, komunikasi dan
jasa keuangan mencapai 6,68 persen (mom),
disusul kelompok sandang dan kesehatan
masing-masing naik 5,63 persen (mom) dan
5,00 persen (mom). Berbeda dengan Mei,
pada Juni, indeks ekspektasi masyarakat
cenderung menurun pada kisaran di bawah
5 persen baik untuk kategori 3 bulan maupun
6 bulan. Penurunan ekspektasi tertinggi
terjadi pada kelompok perumahan, listrik,
gas dan bahan bakar sekitar 4,25 persen
(mom) (Tabel 5).
Dari sisi sumbangan kelompok
pengeluaran, kelompok perumahan, air,
listrik, gas dan bahan bakar menjadi
penyumbang utama inflasi per April,
sedang pada Mei adalah kelompok
bahan makanan yang didorong peningkatan
ekspektasi masyarakat terhadap kenaikan
harga BBM. Berbeda dengan dua bulan
sebelumnya, pada Juni kelompok transport,
komunikasi dan jasa keuangan menyumbang
inflasi tertinggi sebesar 1,55 persen.
Kenaikan sumbangan inflasi kelompok
transport, komunikasi dan jasa keuangan
memang telah terjadi sejak Mei. Setidaknya
kelompok ini mengalami peningkatan
sumbangan 0,52 persen (April-Mei) dan
1,22 persen (Mei-Juni). Kenaikan inflasi pada
kelompok transpor, komunikasi dan jasa
keuangan melebihi kenaikan inflasi umum
(Mei-Juni) (Tabel 6).
Selain itu, terjadi penurunan
sumbangan kelompok bahan makanan
0,16 persen (Mei-Juni) padahal pada April-
Mei naik 0,34 persen atau menjadi
kelompok penyumbang inflasi tertinggi
kedua setelah transport, komunikasi dan jasa
keuangan. Penurunan sumbangan inflasi
juga muncul dari kelompok perumahan, air,
listrik, gas, dan bahan bakar dalam porsi
yang relatif besar 0,15 persen (Mei-Juni)
naik dari 0,01 persen (April-Mei).
Perkembanganini menjelaskan bahwa
kenaikan harga BBM pada Mei lebih
berpengaruh kepada sektor transport,
komunikasi dan jasa keuangan dibanding
sektor lainnya.
b. Nilai Tukar
Kinerja nilai tukar rupiah pada triwulan
II masih dipengaruhi pesimisme terhadap
ekonomi domestik akibat kenaikan harga
minyak dan komoditas pangan.
Menyeruaknya kedua kondisiini -
khususnya harga minyak dunia-
memunculkan sentimen negatif terhadap
sustainibilitas fiskal. Halini didasari
oleh munculnya isu pembengkakakan
subsidi BBM yang akan menggoyang
ketahanan fiskal. Selain itu, tingginya
ekspektasi inflasi masyarakat akan kenaikan
harga minyak dunia serta meningkatnya
permintaan valas untuk kebutuhan impor
minyak turut menekan rupiah pada
berbagai perdagangan. Implikasinya, rupiah
melemah pada kisaran 0,37 persen (mom)
dari Rp 9.174 per dollar menjadi Rp 9.209
(April). Namun, tingkat volatilitas rupiah
(April) relatif membaik dengan penurunan
dari 0,6 persen menjadi 0,21 persen (mom).
Pada Mei, rupiah melemah lebih besar yakni
0,78 persen dari level Rp 9.209 per dollar
menjadi Rp 9.281 per dollar. Pelemahan juga
diikuti dengan peningkatan volatilitas dari
0,21 persen menjadi 0,50 persen. Gejolak
nilai tukar pada Mei masih terkait dengan
harga minyak yang memberikan tekanan
pada mata uang regional. Pelemahan mata
uang regional turut menekan rupiah akibat
trade defisit yang terjadi selama periode
berjalan. Lebih lanjut perkembangan nilai
tukar ditampilkan pada Grafik 1.
c. Suku Bunga
BI Rate pada April yang dipertahankan
di posisi 8 persen terdorong naik karena
kurang kondusifnya fundamental
perekonomian akibat kenaikan harga minyak
dan pangan dunia. Gejolak kenaikan harga
minyak dunia yang direspon dengan
kenaikan harga BBM domestik
menyebabkan naiknya BI Rate pada Mei
sebesar 25 basis poin. BI Rate kembali naik
pada Juni sebesar kenaikan Mei sehingga
berada pada level 8,5 persen. Kestabilan BI
Rate dari Januari-April diikuti dengan
penurunan suku bunga perbankan -kecuali
suku bunga kredit modal kerja pada April-
dalam level yang berbeda. Koreksi suku
bunga deposito maupun suku bunga kredit
yang terjadi pada beberapa bulan, tidak
berlanjut pada bulan berikunya. Kenaikan
BI rate yang menjadi acuan perbankan
mendorong penyesuaikan suku bunga yang
terus berlanjut.
Pada Mei, kenaikan suku bunga
deposito (1 bulan) sekitar 1,75 persen belum
memberikan signal bagi perbankan untuk
menyesuaikan suku bunga pinjamannya.
Tercatat, suku bunga kredit modal kerja dan
kredit investasi masih bertengger pada level
12,92 persen dan 12,36 persen atau
terkoreksi 0,08 persen (mom) dan 0,88 persen
(mom). Namun, kenaikan BI Rate yang terus
berlanjut dan diikuti kenaikan suku bunga
deposito pada Juni, langsung mendongkrak
suku bunga kredit modal kerja ke level 12,99
persen dan kredit investasi 12,51 persen atau
masing-masing melejit 0,54 persen (mom) dan
1,21 persen (mom) (Tabel 7).
Penurunan suku bunga deposito
tertinggi terjadi pada tenor 1 bulan sebesar
1,70 persen (mom) sedang pada suku
bunga pinjaman terjadi pada kredit investasi
sebesar 1,5 persen (mom). Penurunan suku
bunga simpanan direspon lebih rendah oleh
penurunan suku bunga pinjaman khususnya
suku bunga kredit modal kerja. Suku bunga
simpanan (1 bulan) sempat turun 1,67 persen
(mom) dan 1,70 persen (mom) pada Januari
dan Februari hanya direspon sekitar 0,08
persen (mom) dan 0,23 persen (mom) pada
suku bunga kredit modal kerja serta 1,54
persen (mom) dan 0,78 persen (mom) pada
suku bunga investasi. Moderatnya
penurunan suku bungaini masih
terkait dengan tingginya risiko penyaluran
kredit khususnya kredit modal kerja.
Penurunan suku bunga simpanan dan
kredit turut mempengaruhi spread
perbankan. Spread merupakan selisih antara
suku bunga pinjaman dengan simpanan dan
menjadi sumber pendapatan bagi bank.
Pada Desember 2007, spread perbankan
untuk kredit modal kerja mencapai 5,81
persen dan terus meningkat hingga mencapai
6,07 persen pada April. sedang untuk
jenis kredit investasi relatif lebih kecil dimana
pada Desember 2007 mencapai 5,82 persen
dan cenderung menurun hingga pada tingkat
5,61 persen dibulan April.
3. Perkembangan Sektor Perbankan
a. Intermediasi Perbankan
Perkembangan sektor perbankan masih
tumbuh moderat. Penghimpunan dana pada
April hanya tumbuh 0,02 persen (mom) lebih
rendah dari periode yang sama 2007 sebesar
0,46 persen. Secara rata-rata pertumbuhan
penghimpunan dana perbankan (Januari-
April) mencapai 0,25 persen lebih rendah
dari periode yang sama 2007 sebesar 0,26
persen. Pada Mei dan Juni, pertumbuhan
penghimpunan dana perbankan lebih baik
daripada April dimana masing-masing
tumbuh 1,47 persen (mom) dan 3,52 persen
(mom).
Dari sisi penyaluran dana, proporsi
penempatan SBI masih cukup tinggi tetapi
menunjukkan kecenderungan penurunan.
Rata-rata penempatan pada SBI diperiode
Januari-April mencapai 12,85 persen yang
dipengaruhi peningkatan pada Januari 15,38
persen (mom). Berbeda dengan beberapa
bulan sebelumnya, pada Mei dan Juni,
proporsi penempatan dana perbankan pada
SBI cenderung menurun masing-masing
menjadi 9,88 persen -turun 1,38 persen dari
April- dan 7,55 persen. Penurunan proporsi
SBI pada portofolio perbankan berdampak
pada meningkatnya penyaluran kredit
perbankan. Rata-rata (Januari-April)
proporsi kredit pada portofolio perbankan
mencapai 70,72 persen dengan
kecenderungan peningkatan. Januari
proporsi kredit mencapai 68,55 persen dan
meningkat 0,56 persen pada Februari.
Peningkatan proporsi kredit terus terjadi
pada Maret hingga Juni. Pada Maret dan
April, proporsi kredit mencapai 71,95
persen dan 73,28 persen sedang pada
Mei dan Juni masing-masing menjadi 74,90
persen dan 75,95 persen. Lebih lanjut,
perkembangan indikator perbankan
ditampilkan pada Tabel 8.
Perkembangan risiko perbankan juga
relatif terjaga pada level 4,4 persen (April)
dan terus membaik sampai Juni. Non
Performing Loan untuk Mei dan Juni masing-
masing 4,3 persen dan 4,1 persen atau
masing-masing turun 0,1 persen (mom) dan
0,2 persen (mom). Hal ini diharapkan menjadi
stimulus penting bagi perbankan untuk
memerbaiki kinerja kreditnya. Berikutnya,
pertumbuhan kredit perbankan yang relatif
baik berdampak pada pergerakan laba
operasional perbankan. Pada Januari-April
laba operasional tumbuh rata-rata 64,54
persen sedang pada April-Juni rata-rata
tumbuh 25,98 persen, dengan peningkatan
tertinggi pada periode Januari-Februari
sebesar 120,58 persen. Disisi lain, kinerja laba
nonoperasional juga menunjukkan
pergerakan yang cukup baik dengan
pertumbuhan rata-rata 32,19 persen pada
Januari-April, sedang April-Juni hanya
tumbuh rata-rata 5,67 persen. Perkembangan
tersebut tidak diikuti oleh kinerja NIM
karena pada April mengalami kontraksi 4,44
persen menjadi 8,6 triliun rupiah. Namun
kontraksi NIM yang terjadi pada April
menunjukkan perbaikan pada Mei dan Juni
masing-masing tumbuh 3,49 persen (mom)
dan 7,87 persen (mom).
Perkembangan rasio kecukupan modal
perbankan (CAR) menunjukkan
kecenderungan penurunan. Awal 2008,
CAR perbankan masih berada pada level
21,30 persen tetapi terus menurun pada
bulan berikutnya. Pada April, CAR
perbankan hanya berada pada level 19,39
persen atau turun 5,50 persen (mom)
sedang pada Mei dan Juni masing-
masing turun 1,79 persen (mom) dan 0,5
persen (mom) menjadi 17,6 persen dan 17,1
persen. Dari sisi pencapaian Loans to Deposit
Ratio (LDR) perbankan, masih berada dalam
kisaran 74 persen (April) dengan tendensi
ke arah peningkatan. Angkaini
membaik dari posisi 73,66 persen, 70,93
persen dan 70,08 persen masing-masing
pada Maret, Februari dan Januari. Perbaikan
LDR terus berlanjut pada Mei menjadi 76,77
persen atau naik sekitar 2 persen (mom). Posisi
LDR pada Juni sedikit terkoreksi menjadi
76,60 persen akibat kurang signifikannya
pertumbuhan kredit. Namun, secara
keseluruhan, kinerja LDR memiliki tendensi
peningkatan tetapi masih lebih rendah dari
sebelum krisis ekonomi.
b. Perkembangan Pasar Obligasi dan
Pasar Saham
Kenaikan harga minyak dunia dan
penyesuaian harga BBM domestik
berdampak pada naiknya ekspektasi inflasi.
Kondisiini menyebabkan naiknya
penilaian pelaku pasar akan risiko domestik
khususnya risiko fiskal. Keadaan yang
demikian terus menekan SUN pada
berbagai perdagangan. Keputusan
pemerintah (BI) untuk tetap
mempertahankan BI Rate pada level 8
persen (April) -menyebabkan melebarnya
interest rate differential- belum mampu
menggerakkan transaksi SUN. Yield SUN
kembali naik 0,78 persen menjadi 11,77
persen. Pelaku pasar menilai bahwa kenaikan
tersebut menggambarkan naiknya risiko
SUN sehingga berdampak pada pelemahan
harga pada hampir diseluruh jenis dan tenor
SUN khususnya jenis Fixed Rate.
Pada Mei, kinerja pasar obligasi
terdongkrak karena mulai membaiknya
faktor risiko khususnya risiko domestik. Hal
tersebut tergambar dari penurunan yield SUN
terutama untuk jangka menengah. Perbaikan
tersebut juga tergambar dari rata-rata volume
harian perdagangan SUN yang naik Rp 0,69
triliun (mom) menjadi Rp 5,65 triliun.
Perbaikan volume harian perdangan SUN
tidak diikuti frekuensi perdagangan SUN.
Tercatat, frekuensi perdagangan SUN justru
menurun dari 447 kali (April) menjadi 273
kali. Selain dukungan membaiknya risiko
domestik, kinerja SUN juga tertolong oleh
perbaikan risiko fiskal serta arah kebijakan
ekonomi ke depan. Membaiknya arah
kebijakan ekonomi tergambar dari
peningkatan BI Rate 25 poin sebagai
keseriusan pemerintah dalam menjaga
ekspektasi inflasi. Selain itu, penurunan suku
bunga The Fed 25 basis poin juga berdampak
pada pelebaran interest rate differential sehingga
mendorong minat investor untuk
bertransaksi pada SUN. Disisi lain,
perbaikan SUN juga terkait dengan
menurunnya risiko emerging market selama
Mei.
Secara keseluruhan, pada triwulan II
terjadi penurunan volume harian dari 365,6
triliun menjadi 304,0 triliun. Sejalan dengan
itu, rata-rata harian frekuensi perdagangan
SUN selama triwulan II-2008 juga menurun
5,75 persen (qtq) menjadi 300,2 kali. Lebih
lanjut, perkembangan transkasi SUN
ditampilkan pada Grafik 2.
Kondisi pasar saham juga belum
menunjukkan perkembangan yang
menggembirakan. Secara keseluruhan
kinerja pasar saham pada triwulan ini relatif
lebih buruk dibanding triwulan sebelumnya,
sebagai dampak peningkatan faktor risiko
domestik dan regional. Momentum
kestabilan BI Rate dan mulai reboundnya pasar
keuangan global belum mampu
memperbaiki kinerja IHSG. Tercatat, akhir
April IHSG melemah 5,8 persen (mom)
sehingga ditutup pada level 2.304,5.
Pelemahanini masih terkait dengan
tekanan inflasi dan risiko fiskal akibat
kenaikan subsidi BBM yang semakin tinggi.
Namun pada Mei, kinerja IHSG
menunjukkan perbaikan akibat membaiknya
persepsi pelaku pasar akan kondisi
perekonomian ke depan. Halini
mengangkat IHSG ke level 2.444 diakhir
Mei atau naik 6,07 persen (mom). Respon
positifini terkait dengan
perkembangan perekonomian nasional
pada paruh pertama yang relatif baik
khususnya pertumbuhan PDB serta
munculnya respon positif dari kebijakan
BBM domestik yang secara langsung
mengakhiri spekulasi tentang arah kebijakan
dan faktor risiko global. Pada Mei, IHSG
juga sempat mengalami rebound , yang
merupakan rebound tertinggi diantara bursa
lainnya.
Namun demikian, secara keseluruhan
kinerja IHSG pada triwulan II masih
meninggalkan kontraksi sekitar 4,01 persen
(qtq) menjadi 2.349. Selain berbagai hal di
atas, kinerja IHSG juga terpengaruh oleh
munculnya potensi hit and run pelaku asing
menjadikan offset kerugian akibat subprime
mortgage, yang terjadi antara dua pasar yaitu
pasar komoditas dan pasar keuangan
menyebabkan tekanan terhadap kinerja
IHSG semakin dalam. Tekanan semakin
dalam juga muncul karena terjadi tren
pelemahan bursa global, pemasalahan
tenaga kerja dan pasar kredit AS serta
tingginya inflasi di China, India dan AS.
Lebih lanjut, perkembangan IHSG
ditampilkan pada Grafik 3.
4. Sektor Luar Negeri
Kinerja transaksi internasional masih
menunjukkan surplus yang bersumber dari
transaksi berjalan. Kinerja transaksi berjalan
masih membaik karena berlanjutnya
kenaikan harga komoditas internasional
khususnya komoditas pertanian.
Disamping itu, transaksi finansial dan
modal turut menunjukkan pergerakan
positif sebagai outcome kondisi fundamental
makroekonomi. Kebijakan pemerintah
menerbikan obligasi valas pemerintah di
luar negeri (global bond) sekitar 2,2 miliar
dollar pada Juni, berkontribusi besar
terhadap perbaikan kinerja transaksi
finansial dan modal. Secara keseluruhan,
kinerja neraca pembayaran negara kita pada
triwulan ini mencatat surplus 2,6 miliar dollar
sehingga cadangan devisa nasional naik
menjadi 59,9 miliar doolar. Nilai cadangan
devisaini setara dengan 5,1 bulan
impor dan pembayaran Utang Luar Negeri
pemerintah.
Dari sisi kinerja ekspor masih fluktuatif,
dimana pada April mengalami kontraksi
7,78 persen (mom) menjadi 10,97 miliar
dollar. Kontraksi nilai eksporini terkait
dengan terkoreksinya nilai ekspor nonmigas
sekitar 7,08 persen (mom) menjadi 8,49 miliar
dollar. Namun, kinerja ekspor kembali
membaik pada Mei dan Juni. Tercatat, nilai
ekspor pada Mei mencapai 12,89 miliar
dollar atau naik 17,5 persen (mom) sedang
pada Juni tumbuh 0,06 persen (mom) menjadi
12,90 miliar dollar. Sejalan dengan itu,
peningkatan pada kedua periodeini
didorong oleh melejitnya kinerja ekspor
nonmigas yang masing-masing tumbuh
13,94 persen (mom) dan 2,50 persen (mom).
Kinerja ekspor nonmigas pada Juni lebih
didonasikan oleh komoditas lemak dan
minyak hewa/nabati mencapai 153,6 juta
dollar sedang kontraksi tertinggi terjadi
pada komoditas kertas/karton sekitar 45,9
juta dollar. Jika dikumulatifkan, nilai ekspor
negara kita sejak Januari-Juni mencapai US$
70,45 miliar atau naik 30,80 persen
dibanding periode yang sama tahun 2007
sedang ekspor nonmigas mencapai US$
54,38 miliar atau meningkat 23,20 persen
(Tabel 9).
Secara keseluruhan, Amerika Serikat
masih menjadi tujuan utama ekspor
nonmigas negara kita , disusul Jepang dan
Singapura dengan market share masing
masing sebesar 24,36 persen, 24,10 persen
dan 19,34 persen. Sementara pertumbuhan
ekspor nonmigas tertinggi berada pada
kasawan Uni Eropa Lainnya sedang
kawasan ASEAN hanya tumbuh 0,19
persen. Pada Juni, nilai ekspor nonmigas
negara kita ke kawasan ASEAN mengalami
kontraksi 2,19 persen akibat menurunnya
pertumbuhan ekspor nonmigas negara kita
ke negara utama yaitu Singapura, sekitar
12,69 persen (mom). Dari sisi
pertumbuhannya, Jerman menempati
urutan pertama rata-rata 9,02 persen disusul
Taiwan 9,14 persen dan Inggris 7,53 persen
sedang Amerika Serikat hanya tumbuh
7 persen dan Jepang malah kontraksi 0,74
persen (Tabel 10).
Impor negara kita pada April
menunjukkan peningkatan 14,86 persen
(mom) , menjadi 11,50 miliar dollar.
Peningkatan ini terjadi baik pada kasawan
berikat maupun nonkawasan berikat,
masing-masing 0,60 persen (mom) dan 18,65
(mom) persen. Kenaikan impor berlanjut
pada Mei dengan angka yang relatif kecil
yakni 1,41 persen (mom). Peningkatan
tersebut mendorong nilai impor menjadi
11,66 miliar dollar. Pada Mei peningkatan
impor kawasan nonberikat relatif lebih
rendah dibanding kawasan berikat masing-
masing 3,30 persen (mom) dan 6,96 persen
(mom). Komoditas mesin/pesawat mekanik
menjadi impor utama komoditas nonmigas
(April-Mei) yang berasal dari Jepang, China
dan Singapura masing-masing 5,73 miliar
dollar AS, 5,71 miliar dollar dan 4,74 miliar
dollar. Secara keseluruhan, impor negara kita
disuplai oleh Jepang dengan pertumbuhan
hampir 6 persen (Maret-Juni), disusul
ASEAN 0,63 persen dan Amerika Serikat
19,61 persen. Disamping itu, pada periode
Maret-Juni terjadi penurunan impor
beberapa negara seperti Thailand 2,34
persen, Perancis 20,74 persen dan China
1,60 persen.
Pada Juni, nilai impor negara kita
kembali naik sekitar 3,13 persen (mom)
menjadi 12,02 miliar dolar. Kenaikan
tersebut berasal dari impor nonmigas
sekitar 8,44 miliar dollar atau 70,18 persen
dari total impor. Selanjutnya, impor
kawasan berikat juga naik sekitar 11,34
persen (mom) menjadi 2,19 miliar dollar,
sedang untuk kawasan nonberikat
menjadi 9,83 miliar dollar atau naik 1,46
persen (mom). Sama seperti bulan
sebelumnya, komoditas impor nonmigas
tertinggi adalah mesin/pesawat mekanik
dengan nilai 8,66 miliar dollar atau 17,91
persen dari total impor. Negara pemasok
utama komoditas impor adalah Jepang
disusul Cina dan Singapura, masing-
masing 7,06 miliar dollar; 7,05 miliar dollar
dan 5,66 miliar dollar. Ketiga pemasok
tersebut menguasai pangsa impor nasional
sekitar 41 persen dimana Jepang
menguasai sekitar 14,60 persen, Cina 14,58
persen dan Singapura 11,70 persen. Selain
beberapa negaraini , impor nonmigas
negara kita juga berasal dari ASEAN sekitar
23,71 persen dan Uni Eropa sebesar 10,12
persen.
Neraca perdagangan negara kita pada
beberapa negara/kawasan masih
menunjukkan surplus. Tercatat, surplus
tertinggi masih dari Uni Eropa Lainnya
sebesar 494,50 juta dollar, disusul Uni
Eropa dan Amerika Serikat masing-
masing 483,83 juta dollar dan 417,58 juta
dollar. sedang defisit tertinggi pada
China 496,63 juta dollar disusul Negara
utama lainnya dan Austalia masing-masing
367,28 juta dollar dan 257,60 juta dollar
(Tabel 11).