Tampilkan postingan dengan label perdagangan internasional 2. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label perdagangan internasional 2. Tampilkan semua postingan

Jumat, 29 Desember 2023

perdagangan internasional 2









dolar 
AS/ton, maka sesudah ditambah tarif harganya menjadi 315 
dolar AS/ton untuk konsumen Indonesia. Kenaikan harga ini 
melindungi produsen dalam negeri dari harga yang murah 
namun juga membuat harga secara artifisial tinggi bagi 
pembeli bawang putih di Indonesia.
3. Tariff Rate Quota (TRQ) adalah quota yang ditetapkan untuk 
impor pada tingkat tertentu. Sedangkan untuk impor di atas 
tingkat yang ditentukan akan dikenakan tarif yang lebih tinggi. 
Sedangkan in quota tariff ditentukan rendah atau lebih rendah 
dibandingkan dengan applied tariff.
TRQ mengizinkan pemasukan barang dalam jumlah tertentu 
ke suatu negara dengan tarif yang diturunkan selama jangka 
waktu tertentu. Pada prinsipnya TRQ bukan instrumen untuk 
proteksi akses pasar (impor), tetapi TRQ untuk membuka 
akses pasar dengan cara membuka pada kuantitas tertentu. 
Jangka waktu penerapan TRQ hanya untuk sementara 
(temporary), yaitu saat produksi rendah atau dalam rangka 
memasok intermediate product yang jumlahnya terbatas dan 
dalam rangka mendukung pengembangan industri.
negara kita hanya mencatatkan dua komoditas yang mendapat 
perlakuan TRQ pada Schedule of Consession (SoC), yaitu beras 
dan susu/produk susu. Secara total di WTO ada  1.374 
tariff quotas dari semua negara anggota. negara kita tidak pernah 
memakai  TRQ sejak 1998 (krisis ekonomi) pada saat 
applied tariff negara kita lebih rendah dari in quota tariff TRQ. 
Untuk beras akses minimumnya sebesar 70.000 ton dengan 
tingkatin quota tariff sebesar 90 persen. Sedangkan tarif di luar 
kuota sebesar bound tariff 160 persen. Notifikasi terakhir TRQ 
negara kita tanggal 14 Februari 2013 yang menyatakan bahwa 
pada periode 2009–2011 TRQ tidak pernah dipakai . 
4. ini karena beras impor dipakai  sebagai buffer stock atau 
public stock holding (PSH) yang akan dikelola Bulog untuk 
operasi pasar, bantuan pada saat terjadi bencana dan cadangan 
beras pemerintah. Hanya beras yang sudah didaftarkan di WTO 
sebagai komoditas PSH. Jika negara kita ingin menambahkan 
komoditas lain untuk dijadikan PSH, maka negara kita harus 
melakukan renegosiasi di WTO.    
5. Autonomous Tariff Suspension/ATS (penangguhan tarif) adalah 
tindakan pengecualian dari kondisi normal pengenaan tarif 
bea masuk impor barang. Tujuan ATS adalah agar perusahaan-
perusahaan di negara tertentu dapat memakai  bahan 
baku, barang setengah jadi atau komponen lainnya yang 
tidak tersedia atau tidak diproduksi di dalam negeri untuk 
menstimulasi aktivitas ekonomi. Selain itu juga meningkatkan 
kapasitas kompetisi perusahaan dan mempertahankan atau 
menciptakan lapangan pekerjaan dan memodernisasi struktur 
lapangan pekerjaan yang diciptakan.
Efektivitas Tarif 
Manfaat tarif tidak dapat merata dirasakan warga  di 
negara yang menerapkan tarif. Karena tarif merupakan pajak, 
maka pemerintah akan mendapat kenaikan pendapatan dengan 
masuknya produk impor ke pasar domestik. Industri dalam negeri 
juga mendapat keuntungan dari penurunan persaingan, karena 
harga impor meningkat secara otomatis. Namun demikian harga 
di tingkat konsumen akan meningkat karena harga impor yang 
lebih tinggi. Dengan demikian, tarif dan hambatan perdagangan 
cenderung bersifat pro-produsen dan anti-konsumen.
Pengaruh tarif dan hambatan perdagangan terhadap bisnis, 
konsumen dan pemerintah akan berubah dari waktu ke waktu. 
Dalam jangka pendek, harga barang yang lebih tinggi dapat 
mengurangi konsumsi individual konsumen dan perusahaan, 
sehingga pada akhirnya akan mengurangi volume impor. 
Selama tarif diberlakukan, produsen akan mendapatkan 
keuntungan. Sedangkan, pemerintah akan mendapat peningkatan 
pendapatan dari pajak. Dalam jangka panjang, pengusaha 
mungkin akan mengalami penurunan efisiensi, karena kurang 
persaingan. Tapi mungkin juga melihat pengurangan keuntungan, 
karena munculnya produk pengganti. 
Bagi pemerintah, efek jangka panjang tarif adalah kenaikan 
permintaan akan layanan publik. Selain itu juga kenaikan 
harga, terutama pada bahan makanan, sehingga memicu 
penurunan pendapatan yang dapat dibelanjakan. 
Pada era perdagangan bebas, instrumen tarif sebagai alat 
proteksi sudah jarang dipakai , karena struktur tarif impor 
ditetapkan serendah mungkin (0–5 persen). Hal ini  nyaris 
tidak efektif lagi untuk mengendalikan impor, tapi justru makin 
melancarkan aliran barang impor. 
Sebaliknya, instrumen pengaturan impor secara administratif 
banyak dilakukan negara di dunia dengan alasan melindungi 
kepentingan nasional. Secara sederhana, instrumen yang dipakai 
ada dua macam, yakni regulasi teknis memakai  instrumen 
standar dan pengaturan tata niaga impor. 
Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) RI Nomor 
56/M-DAG/PER/12/2008 tentang Ketentuan Impor Produk 
Tertentu merupakan salah satu kebijakan yang dikeluarkan 
pemerintah dalam rangka melakukan tertib impor, sekaligus 
strategi pengamanan pasar dalam negeri. 
negara kita memiliki wilayah daratan yang sangat luas dan 
memiliki banyak pintu masuk pelabuhan di banyak pulau di 
seluruh Nusantara. Karena itu, agar dapat mengurangi berbagai 
bentuk pelanggaran dari aktivitas impor, pemerintah mengawasi 
dan membatasi beberapa pelabuhan sebagai pelabuhan impor 
produk tertentu. 
Pengendalian Impor melalui Non-Tariff Barriers 
(NTB)
Salah satu alasan negara-negara industri beralih dari tarif ke 
NTB adalah kenyataan bahwa negara maju memiliki sumber 
pendapatan selain tarif. Negara maju tidak dapat bergantung 
pada tarif, sehingga mengembangkan NTB sebagai regulasi pada 
perdagangan internasional. 
Alasan lainnya adalah transisi hambatan tarif ke hambatan 
non-tarif adalah bahwa hambatan non-tarif dapat dipakai  
untuk mendukung industri lemah. Bisa juga sebagai kompensasi 
kepada industri yang telah terpengaruh secara negatif oleh 
kebijakan pengurangan tarif.
Hambatan non-tarif (Non-Tariff Barriers/NTB) sering berbentuk 
persyaratan yang berlaku sebagai pencegah impor, atau yang 
memberlakukan perlakuan tidak adil pada barang impor.
Tindakan non-tarif umumnya didefinisikan sebagai pembatasan 
yang dihasilkan dari larangan, kondisi atau persyaratan pasar 
tertentu yang membuat produk impor menjadi mahal. 
Hambatan ini muncul dari berbagai jenis tindakan yang 
dilakukan pemerintah dan otoritas. Bentuknya dapat berupa, 
undang-undang, peraturan, kebijakan, kondisi, pembatasan atau 
persyaratan khusus, dan larangan yang melindungi industri 
domestik dari persaingan asing. 
Non-Tariff Barriers (NTB) atau disebut juga Non-Tariff Measures 
(NTM) dapat dibagi menjadi hambatan administratif, peraturan 
kesehatan (sanitary and phytosanitary/SPS) dan Technical Barrier 
to Trade (TBT). SPS terdiri atas pembatasan zat dan memastikan 
keamanan pangan untuk mencegah penyebaran penyakit atau 
hama. Sedangkan TBT mencakup semua tindakan penilaian 
kesesuaian yang terkait dengan persyaratan teknis. Seperti, 
sertifikasi, pengujian, dan inspeksi yang mengklasifikasikan 
tindakan-tindakan yang terkait dengan inspeksi pra-pengapalan 
(PSI) dan pabean lainnya. 
Bentuk-bentuk hambatan non-tarif paling sering dipakai  
terkait dengan tindakan teknis yang mempengaruhi perdagangan 
internasional adalah SPS, hambatan teknis untuk perdagangan 
dan inspeksi pra-pengapalan. ini dilakukan untuk melindungi 
kehidupan manusia dari penyakit tanaman atau hewan. 
Hambatan non-tarif juga untuk melindungi hewan atau 
tumbuhan hidup dari hama, penyakit, atau organisme penyebab 
penyakit. Selain itu, untuk mencegah atau membatasi kerusakan 
lain pada suatu negara dari pemasukan, pembentukan, atau 
penyebaran hama dan untuk melindungi keanekaragaman hayati.
Secara umum, penggunaan NTB meningkat lebih cepat di 
negara-negara maju dibandingkan di negara-negara berkembang, 
bahkan dengan kerangka peraturan yang lebih ketat. NTB tidak 
secara langsung ditujukan untuk membatasi perdagangan luar 
negeri, namun lebih terkait pada birokrasi administratif untuk 
membatasi perdagangan. Misalnya, prosedur kepabeanan, standar 
teknis dan norma, standar kebersihan dan kesehatan hewan, dan 
persyaratan untuk pelabelan dan kemasan. 
NTB terdiri atas metode yang secara tidak langsung ditujukan 
untuk membatasi impor. Namun, dampaknya sering memicu  
pembatasan impor. ada  tiga kategori kebijakan NTB yang 
diatur dalam ketentuan impor produk tertentu. Pertama, impor 
dilakukan oleh importir terdaftar (IT). Kedua, impor dilakukan 
melalui pelabuhan laut tertentu dan pelabuhan udara interna-
sional. Ketiga, terhadap barang yang diimpor dilakukan verifikasi 
teknis di pelabuhan muat asal barang. 
Tujuan yang hendak dicapai melalui ketentuan IT adalah 
menciptakan tertib administrasi impor, membangun database 
impor, serta membangun sistem tracking (penelusuran) impor 
dalam rangka pemantauan aktivitas impor. Sedangkan tujuan 
yang ingin dicapai atas ketentuan pelabuhan tertentu adalah 
memudahkan dalam melakukan monitoring masuknya barang ke 
wilayah pabean Indonesia, sehingga dapat mengurangi potensi 
terjadinya impor ilegal. 
Sementara itu, tujuan yang ingin dicapai dengan ketentuan 
verifikasi atau penelusuran teknis impor adalah melakukan 
pengawasan terhadap pelaku dan barang yang diimpor, serta 
membangun database (eksportir, importir, volume barang, jenis 
barang, kode HS, dan negara asal barang).
Bentuk-bentuk Non-Tariff Barrier
negara kita memberlakukan NTB pada sekitar 6.466 tariff lines dari 
total 10.013 tariff lines  yang diperdagangkan secara internasional. 
NTB terutama dikenakan pada tariff lines untuk ternak dan produk 
ternak, produk pangan, dan tekstil. negara kita memberlakukan 
NTB pada sekitar 99 persen dari total 453 tariff lines produk 
pangan. Jumlah tariff lines yang terkena NTB tidak sama dengan 
jumlah NTB, karena satu tariff lines dapat terkena beberapa jenis 
NTB. Berikut ini adalah beberapa NTB yang banyak diberlakukan 
negara-negara anggota WTO.
Pertama, Lisensi adalah hambatan non-tarif yang paling umum 
dipakai  pada peraturan impor langsung. Lisensi diberikan 
pemerintah untuk pengusaha dan memungkinkan pelau usaha 
mengimpor jenis barang tertentu ke negara ini . Hampir 
semua negara industri menerapkan hambatan non-tarif ini. 
Lisensi (sistem perizinan) mensyaratkan sebuah negara 
mengeluarkan izin untuk transaksi perdagangan luar negeri untuk 
komoditas impor yang termasuk dalam daftar barang berlisensi. 
Bentuk perizinan jenis lisensi utama adalah lisensi umum yang 
mengizinkan impor barang tidak dibatasi yang termasuk dalam 
daftar untuk jangka waktu tertentu.Satu kali lisensi untuk importir 
produk tertentu untuk mengimpor. 
Lisensi satu kali (one time license) menunjukkan jumlah barang, 
biayanya, negara asalnya, dan dalam beberapa kasus bea cukai 
menunjukkan barang impor yang harus dikenakan. Penggunaan 
sistem perizinan sebagai prosedur administratif sebagai instrumen 
peraturan perdagangan luar negeri didasarkan pada beberapa 
kesepakatan standar tingkat internasional. Selain itu, sebagai 
prasyarat mengimpor ke dalam wilayah pabean suatu negara.
Contohnya, untuk pembatasan impor daging sapi, lisensi 
akan diberikan kepada perusahaan tertentu dan mengizinkan 
pengusaha ini  bertindak sebagai importir. ini 
menciptakan pembatasan persaingan dan kenaikan harga yang 
dihadapi konsumen.
Kedua, Kuota impor adalah pembatasan yang diberlakukan 
untuk jumlah barang tertentu yang dapat diimpor. Hambatan ini 
sering dikaitkan dengan penerbitan lisensi. Sebuah negara dapat 
memberlakukan kuota, misalnya, pada volume beras impor yang 
diperbolehkan. 
Kuota merupakan perizinan perdagangan luar negeri terkait 
erat dengan pembatasan kuantitatif impor barang tertentu. Kuota 
impor menyaratkan kuantitas atau nilai tetap suatu komoditas 
yang telah mendapat izin untuk diimpor di negara ini  selama 
jangka waktu tertentu. 
Hambatan ini dapat dilakukan secara unilateral. Dengan kata 
lain diberlakukan negara pengimpor tanpa negosiasi dengan 
negara pengekspor. Namun dapat juga secara bilateral atau 
multilateral, apabila diterapkan sesudah  negosiasi dan kesepakatan 
dengan negara pengekspor. 
Menurut ketentuan WTO, sistem kuota ini hanya untuk 
melindungi hasil pertanian, menjaga keseimbangan balance of 
payment (neraca pembayaran internasional) dan melindungi 
kepentingan ekonomi nasional. Kuota biasanya menjadi jalan 
tengah, apabila pemerintah ingin melakukan pelarangan 
impor suatu barang, tapi tidak ingin memakai  tarif karena 
dikhawatirkan dapat menaikkan harga dalam negeri. Jadi, kuota 
adalah cara yang ditetapkan untuk membatasi jumlah maksimum 
yang dapat diimpor.
Ketiga, Quantitative restriction (pembatasan kuantitatif) 
terhadap impor merupakan bentuk hambatan administrasi 
langsung dari peraturan pemerintah untuk perdagangan luar 
negeri. Konsekuensi dari hambatan perdagangan ini biasanya 
tercermin dalam kerugian konsumen, karena harga menjadi 
lebih tinggi dan pilihan barang yang terbatas. Sementara, bagi 
perusahaan yang memakai  bahan impor dalam proses 
produksinya akan meningkatkan biaya produksi.
Keempat, Voluntary Export Restraint (VER) adalah pembatasan 
ekspor sukarela. Jenis hambatan perdagangan ini merupakan 
tindakan sukarela karena dibuat oleh negara pengekspor, bukan 
negara pengimpor. Pembatasan ekspor secara sukarela ini biasanya 
dikenakan atas permintaan negara pengimpor dan dapat disertai 
dengan VER timbal balik. 
Misalnya, Brasil dapat menerapkan VER pada ekspor gula 
ke Indonesia, berdasarkan permintaan Indonesia. negara kita 
kemudian dapat menerapkan VER pada ekspor kelapa sawit ke 
Brasil. ini akan meningkatkan harga kelapa sawit dan gula, 
namun melindungi industri dalam negeri. Dalam beberapa 
kasus, negara pengimpor meminta negara pengekspor untuk 
menerapkan pembatasan ekspor secara sukarela.
Kelima, Local Content (persyaratan kandungan lokal) adalah 
kebijakan pemerintah yang meminta agar pada persentase/bagian 
tertentu dari produk dibuat di dalam negeri. Pembatasannya 
dapat berupa persentase dari produk itu sendiri atau persentase 
dari nilai barang yang diproduksi. 
Misalnya, pembatasan impor susu tepung dapat lakukan 
dengan ketentuan bahwa 15 persen dari susu untuk membuat susu 
tepung dibeli di dalam negeri. Jadi, dapat dikatakan 15 persen dari 
nilai produk harus berasal dari produk dalam negeri.
Keenam, Embargo adalah jenis kuota spesifik yang melarang 
perdagangan. Hambatan ini dapat dikenakan pada impor barang 
tertentu yang dipasok ke negara tertentu, atau semua barang 
yang dikirim ke negara tertentu. Meskipun embargo biasanya 
diperkenalkan untuk tujuan politik, konsekuensinya dapat 
menjadi ekonomi.
Ketujuh, Standard adalah hambatan non-tarif yang mengambil 
tempat khusus di antara hambatan non-tarif lainnya. Negara 
biasanya menerapkan standar klasifikasi, pelabelan, dan pengujian 
produk agar dapat dijual di dalam negeri, namun dapat juga 
untuk memblokir penjualan produk impor. Hambatan standar ini 
sering kali diterapkan dengan dalih melindungi keselamatan dan 
kesehatan penduduk lokal.
Kedelapan, Penundaan Administrasi dan Birokrasi 
adalah hambatan non-tarif di pintu masuk (di pelabuhan) 
yang meningkatkan ketidakpastian dan biaya perdagangan. 
Misalnya, meskipun Turki berada di wilayah Bea Cukai Uni 
Eropa, pengangkutan produk-produk dari Turki ke Uni Eropa 
akan dikenai biaya administrasi yang sangat tinggi, sehingga 
diperkirakan akan menghambat pemasukan produk ekspor Turki 
ke Uni Eropa. 
Kesembilan, Control Devisa (pembatasan valuta asing) 
merupakan peraturan transaksi penduduk dan bukan penduduk 
dengan nilai mata uang domestik dan nilai mata uang lainnya. 
Hambatan ini juga merupakan bagian penting dari mekanisme 
pengendalian kegiatan ekonomi asing dengan mata uang asing.
Efektivitas Non-Tariff Barrier
Sebagian besar NTB dapat didefinisikan sebagai tindakan 
proteksionis, kecuali jika terkait dengan kesulitan mekanisme 
pasar. Misalnya, eksternalitas dan asimetri informasi antara 
konsumen dan produsen barang, seperti standar keselamatan dan 
persyaratan pelabelan. 
Kebutuhan untuk melindungi bersifat sensitif terhadap indus-
tri impor, serta berbagai pembatasan perdagangan yang tersedia 
bagi pemerintah negara-negara industri, memaksa negara-negara 
untuk memakai  NTB. Hal itu justru menimbulkan hambatan 
serius dalam perdagangan internasional dan pertumbuhan 
ekonomi dunia. 
Dengan demikian, NTB dapat disebut sebagai bentuk 
perlindungan baru yang telah menggantikan tarif sebagai bentuk 
perlindungan lama. Kelangkaan informasi tentang hambatan non-
tarif merupakan masalah utama bagi daya saing produk-produk 
dari negara-negara berkembang. 
Hambatan non-tarif dilakukan untuk mendukung pemasok 
domestik atas pemasok asing. Namun, juga penting untuk 
mempertimbangkan bahwa instrumen ini  tidak selalu  
mempengaruhi arus perdagangan. Pasalnya, penerapan hambatan 
non-tarif tidak selalu membatasi perdagangan. Selain itu, tidak 
semua kebijakan yang mempengaruhi perdagangan dilaksanakan 
dengan tujuan diskriminatif atau proteksionis. 
Pengendalian Impor melalui Tindakan Safeguard
Pasal XIX GATT 1994 dan persetujuan safeguard membolehkan 
suatu negara mengenakan kuota terhadap suatu produk impor 
yang mengalami lonjakan substansial yang merugikan industri 
dalam negeri. Tindakan safeguard untuk mengamankan balance 
of payment dengan melarang masuknya suatu produk yang 
terbukti mengandung penyakit berbahaya atau penyakit menular 
yang membahayakan kesehatan manusia, hewan, dan tumbuh-
tumbuhan. Namun tindakan safeguard hanya dapat dilakukan 
untuk sementara.
Paradigma pembentukan WTO adalah liberalisasi perdagangan 
yang bertumpu pada persaingan bebas di antara para pelaku 
usaha, termasuk pedagang lintas negara. Namun, WTO juga 
memberi  ruang bagi negara-negara anggotanya melakukan 
tindakan pengamanan (safeguard) untuk melindungi kepentingan-
kepentingan dalam negerinya. 
Secara umum, ada beberapa mekanisme tindakan pengamanan 
yang dibenarkan menurut ketentuan WTO, yaitu; perlindungan 
keadaan darurat (emergency protection), anti-dumping, duty imbalan 
(countervailing duties), perlindungan khusus (special safe guard 
provisions), neraca pembayaran (balance of payments), industri 
“bayi” (infant industries), pembebasan umum (general waivers), 
pengecualian permanen (permanent exceptions), pengecualian  
umum (general exceptions), serta modifikasi skedul dan renegosiasi 
tarif (modification of schedules and tariff renegotiations).
Dalam ketentuan umum Persetujuan Tindak Pengamanan 
(Agrementon Safeguard) dinyatakan bahwa perjanjian safeguard 
menerapkan peraturan untuk pelaksanaan tindakan pengamanan 
yang diatur dalam Article XIX GATT 1994. Ada dua syarat 
penerapan safeguard. Pertama, anggota dapat memohon tindakan 
pengamanan atas suatu produk jika jumlah produk yang diimpor 
dalam jumlah mengancam produk sejenis dalam negeri, sehingga 
memicu  kerugian serius bagi industri dalam negeri 
yang memproduksi produk sejenis. Kedua, tindakan safeguard 
dapat diterapkan pada produk yang diimpor tanpa dilihat dari 
sumbernya.
Secara umum, tindakan pengamanan/perlindungan merujuk 
kepada kewajiban-kewajiban tambahan atau pembatasan atas 
impor yang dikenakan. Misalnya, jika suatu negara menghadapi 
lonjakan impor atau penurunan harga impor yang luar biasa, 
sehingga merugikan atau mengancam industri dalam negeri. 
Sejak berlaku kesepakatan GATT 1947, tindakan pengaman 
ini  telah diadopsi dalam ketentuan yang kemudian disebut 
dengan ketentuan tindakan safeguard. Tindakan pengamanan ini 
merupakan salah satu instrumen kebijakan perdagangan yang 
tidak jauh berbeda dengan kebijakan antidumping dan anti-
subsidi. 
Ketiga instrumen kebijakan ini  diatur dalam kesepakatan 
WTO, yang konsekuensi dari penerapannya dapat berupa 
pengenaan tarif bea masuk tambahan. Ketiga kebijakan ini 
memiliki perbedaan, terutama dalam hal dasar pertimbangan 
pengenaan atau penerapannya. 

Kebijakan antidumping diterapkan atas dasar terjadinya 
praktik dumping yang memicu  terjadinya kerugian 
terhadap industri serupa dalam negeri. Sedangkan kebijakan anti 
subsidi dikenakan atas dasar adanya subsidi dari pemerintah di 
negara asal barang terhadap produsen, sehingga memicu 
munculnya kerugian bagi industri serupa dalam negeri. 
Sementara kebijakan safeguard sama sekali tidak berkaitan 
dengan adanya praktik dumping atau subsidi. Namun kebijakan 
safeguard diterapkan atas dasar adanya peredaran barang impor 
yang masuk ke pasar domestik yang memicu terjadinya 
kerugian bagi industri serupa dalam negeri. Dengan kata lain, 
kebijakan pengamanan (safeguard) diterapkan untuk melindungi 
industri dalam negeri dari tindakan unfair, seperti dumping dan 
subsidi. 
Pengaturan safeguard bertujuan untuk melakukan perlindungan 
terhadap industri dalam negeri dari lonjakan barang- barang 
impor yang merugikan atau mengancam terjadinya kerugian pada 
industri dalam negeri.Sesuai persetujuan safeguard bahwa tindakan 
pengamanan yang diambil pemerintah negara pengimpor untuk 
memulihkan kerugian atau mencegah ancaman serius terhadap 
industri dalam negeri sebagai akibat dari lonjakan impor barang 
sejenis atau barang yang bersaing secara langsung. Tindakan 
ini dipakai  negara anggota WTO untuk melindungi industri 
dalam negeri dan bersifat non-diskriminatif. 
Mekanisme safeguard awalnya diatur dalam Pasal XIX GATT 
1947, yang menyebutkan bahwa syarat untuk melakukan tindakan 
safeguard harus bertujuan untuk melindungi industri dalam negeri 
dan bersifat non diskriminatif. ini berarti bahwa tindakan 
safeguard melalui pembatasan impor diterapkan sesudah  terjadi 
peningkatan produk impor, sehingga menimbulkan kerugian 
(injury) yang serius di dalam negeri. Selain itu, negara pengimpor 
yang menerapkan mekanisme safeguard harus memberi  
kompensasi kepada negara pengekspor. 
Selanjutnya ditentukan pula bahwa instrumen yang dipakai 
dalam mekanisme safeguard adalah instrumen tarif, walaupun 
pembatasan kuantitatif (non-tariff barrier) juga diperbolehkan. 
Karena persyaratannya sangat ketat, sejak perjanjian GATT 1947 
penggunaan mekanisme safeguard dianggap tidak memuaskan. 
Aturan untuk menerapkan safeguard sering tidak efektif, 
sehingga mekanisme ini semakin jarang dipakai . Dengan 
sistem safeguard yang tidak memuaskan, kini semakin banyak 
negara memakai  tindakan di luar kesepakatan GATT untuk 
membendung impor. 
Negara-negara anggota WTO telah melakukan beberapa kali 
putaran perundingan untuk menyempurnakan perjanjian yang 
terkait dengan safeguard. Perundingan lanjutan ini  dimulai 
dengan perundingan di Punta del Este (Uruguay) dari tahun 
1986 sampai 1988, diikuti dengan sidang Mid-Term Review di 
Montreal 1988 dan sidang tingkat Menteri di Brussels 1990. Pada 
perundingan Uruguay Round di Marrakech (Maroko) 15 April 
1994 akhirnya berhasil disepakati perjanjian multilateral di bidang 
safeguard. 
Kebijakan penerapan tindakan pengamanan (safeguard) oleh 
negara pengimpor dilaksanakan melalui beberapa tahapan.
Antara lain, melakukan penyidikan dan pembuktian, menentukan 
adanya kerugian atau ancaman kerugian dan penerapan tindakan 
pengamanan.
Setiap negara anggota dapat menerapkan tindakan penga-
manan sesudah  dilakukan penyelidikan oleh pihak yang berwenang 
sesuai dengan prosedur dan diumumkan sesuai dengan Article 
X GATT 1994. Penyelidikan ini harus mencakup pemberitahuan 
kepada semua pihak yang berkepentingan, sehingga importir, 
eksportir dan pihak-pihak lain yang berkepentingan dapat 
mengajukan bukti dan pandangannya. 
79Pengendalian Impor Pangan dalam Perspektif Aturan WTO  |
Pelaksanaan penyidikan terhadap adanya kerugian serius atau 
ancaman kerugian serius terhadap industri dalam negeri akibat 
lonjakan impor dilakukan sebuah komite. Di negara kita disebut 
Komite Pengamanan Perdagangan negara kita (KPPI). Sebelum 
tindakan pengamanan diberlakukan, terlebih dahulu dilakukan 
pembuktian telah terjadinya kerugian serius atau ancaman 
kerugian serius akibat melonjaknya barang impor. 
Penentuan adanya kerugian atau ancaman kerugian 
dimaksud, diatur dalam Article 4 Agreementon Safeguard sebagai 
berikut. Pertama, terjadinya kerugian serius yang diartikan dapat 
menghalangi perkembangan atau keberadaan industri dalam 
negeri. Kedua, adanya ancaman kerugian serius yang harus 
dipahami sebagai kerugian berat yang pasti akan terjadi.
Efektivitas Safeguard
Dari aspek prosedural pengenaan safeguard yang ada selama ini 
memicu  pengenaan safeguard di negara kita tidak efektif. Hal 
ini terjadi karena panjangnya prosedur yang harus dilalui untuk 
dapat menerbitkan safeguard berupa tarif bea masuk. 
Ada dua alternatif yang dapat dilakukan untuk membenahi 
dan mengefektifkan prosedur pengenaan safeguard yang berbentuk 
tarif bea masuk, yaitu menyederhanakan prosedur pengenaannya 
dan menetapkan batasan waktu. Pilihan pada alternatif pertama 
memerlukan perubahan pada kewenangan yang diberikan selama 
ini. Menteri Keuangan sebaiknya sudah dapat menetapkan 
besaran tarif bea masuk dan tidak melalui Menteri Perdagangan 
lagi, sehingga secara prosedural menjadi lebih pendek.
Komite Pengamanan Perdagangan negara kita (KPPI) juga 
harus diberikan kewenangan untuk menetapkan bentuk safeguard 
yang sebaiknya dilaksanakan. Jika dikenakan dalam bentuk tarif 
bea masuk, maka rekomendasi disampaikan kepada Menteri 
80 | Perdagangan Internasional Komoditas Pangan Strategis
Keuangan. Namun, jika bentuk safeguard berupa kuota, maka 
rekomendasi disampaikan kepada Menteri Perdagangan. 
Alternatif kedua memerlukan pembenahan yang lebih 
sederhana, karena hanya menetapkan batasan waktu. Pembatasan 
waktu ini menyangkut penyampaian usulan Menteri Perdagangan 
kepada Menteri Keuangan. Begitu pula pembatasan waktu bagi 
Menteri Keuangan untuk menetapkan peraturan sesudah  menerima 
usulan dari Menteri Perdagangan. 
Produk impor negara kita yang pernah dikenakan safeguard 
sangat sedikit jumlahnya. Ketidakefektifan penggunaan instrumen 
safeguard sejauh ini adalah karena pasifnya pergerakan lembaga 
dalam menjalankan perannya sebagai lembaga penyelidik. Untuk 
melakukan penyelidikan, lembaga penyelidik harus menunggu 
adanya permohonan dari pihak yang berkepentingan. 
Dalam usaha  menjalankan peran dan fungsi sebagai lembaga 
yang mengamankan industri dalam negeri dari kemungkinan 
kerugian serius yang diakibatkan impor, perlu dilakukan usaha -
usaha  yang lebih serius oleh lembaga penyelidik. Yakni, dengan 
cara selalu memantau perkembangan impor yang terjadi dan 
pertumbuhan industri di dalam negeri, serta melakukan interaksi 
yang lebih intensif dengan industri dan asosiasi industri dalam 
negeri. 
Penutup
Pengurangan atau penghapusan hambatan yang bersifat tarif 
atau penetapan bea masuk barang merupakan alat utama untuk 
meliberalisasikan perdagangan. Sebab, dengan rendahnya tarif 
atau bahkan tidak ada tarif sama sekali akan lebih melancarkan 
kegiatan keluar masuk barang antarnegara, sehingga perdagangan 
internasional antarnegara berjalan lancar. 
81Pengendalian Impor Pangan dalam Perspektif Aturan WTO  |
Namun, pada kenyataannya bahwa tingkat produktivitas 
suatu negara berbeda. Karena itu, banyak negara cenderung untuk 
memproteksi masuknya barang luar negeri, dengan harapan 
produk barang dalam negeri dapat berkembang.
Hambatan lisensi dan kuota membatasi ketergantungan 
terhadap impor dengan mempersempit jangkauan negara untuk 
dapat mengimpor komoditas tertentu, mengatur jumlah dan jenis 
barang yang diizinkan untuk diimpor. Namun, sistem perizinan 
dan kuota impor, membuat kontrol yang kuat atas perdagangan 
luar negeri atas barang tertentu. Dalam banyak kasus ternyata lebih 
fleksibel dan efektif daripada instrumen peraturan perdagangan 
luar negeri lainnya. 
ini dapat dijelaskan dengan fakta bahwa sistem perizinan 
dan kuota merupakan instrumen regulasi perdagangan sebagian 
besar negara di dunia. Demikian pula tariff quotas yang merupakan 
komitmen yang binding. Sedangkan autonomous tariff quotas 
merupakan komitmen yang tidak binding. Banyak negara masih 
lebih memilih kebijakan non-tarif atas tarif, karena beranggapan 
bahwa tarif tidak berfungsi secara efektif dalam mengurangi 
impor.
Implementasi hambatan non-tarif (NTB) dalam perundang-
undangan nasional sudah sejalan (konsisten) dengan ketentuan 
GATT. Namun, penggunaan NTB di negara kita pada praktik 
perdagangan belum berjalan efektif, antara lain karena persoalan 
yang berkenaan dengan kelembagaan. Kemampuan negara kita 
untuk menembus pasar negara tujuan utama ekspor sangat 
tergantung pada kemampuan negara kita untuk memenuhi dengan 
kebijakan NTB di negara mitra, terutama yang terkait dengan SPS 
dan TBT.
82 | Perdagangan Internasional Komoditas Pangan Strategis
83Mengendalikan Impor Pangan untuk Kesejahteraan Petani  |
Bab 5. 
 
MENGENDALIKAN 
IMPOR PANGAN UNTUK 
KESEJAHTERAAN PETANI 
Salah satu usaha  pemerintah meningkatkan kesejahteraan petani adalah dengan mengendalikan impor pangan. Berbagai peraturan pun diterbitkan agar produk pangan 
impor tidak membanjiri pasar dalam negeri. Sementara di sisi lain, 
pemerintah juga membuat program pemberdayaan petani agar 
menghasilkan produk yang bisa bersaing dengan pangan impor. 
Dengan usaha  meminimalisasi masuknya pangan impor, 
lalu memperkuat daya saing petani, diharapkan justru produk 
pertanian negara kita yang akan merajai pasar dunia. Hal itu bukan 
sekadar mimpi, tapi sebuah keniscayaan. Bahkan Kementerian 
Pertanian telah mengibarkan bendera negara kita menjadi Lumbung 
Pangan Dunia pada tahun 2045. Saat Indonesiaa merayakan 
Dirgahayu Kemerdekaan ke-100.
84 | Perdagangan Internasional Komoditas Pangan Strategis
Mengintip Pasar Ekspor 
Beras
Jika melihat perkembangan pasar beras global, maka data 
menyebutkan pemasok utama beras (HS 100600) di pasar dunia 
pada tahun 2014-2016 didominasi India, Thailand, Vietnam, 
USA dan Pakistan. Kelima negara ini  merupakan eksportir 
terbesar beras di dunia (Gambar 20). Namun volume ekspor 
beras dari India dan Thailand menunjukkan kecenderungan yang 
semakin menurun, sebaliknya volume ekspor beras dari negara 
pemasok lainnya tampak meningkat, seperti AS dan Uruguay.
          Nilai Ekspor Beras 2014 (Juta US)                    Volume Ekspor Beras 2014 (000 ton)
         Nilai Ekspor Beras 2016 (Juta US)                     Volume Ekspor Beras 2016 (000 ton)
Sumber: UNComtrade (diolah); Kode HS 100600
Gambar 20. Nilai dan volume ekspor beras menurut negara eksportir utama, 
2014 dan 2016
85Mengendalikan Impor Pangan untuk Kesejahteraan Petani  |
Pada periode waktu 2010-2016 negara kita melakukan ekspor 
beras, walaupun dalam nilai dan volume yang relatif kecil. Selama 
periode 2010-2016 ekspor beras negara kita berfluktuasi dengan 
kisaran volume antara 345 ton - 2,5 juta ton/tahun. Namun, 
menunjukkan pertumbuhan yang meningkat dengan laju 0,02 
persen/tahun untuk nilai dan 0,07 persen/tahun untuk volume 
ekspor. 
Ekspor beras negara kita terutama berupa beras organik, 
sehingga harga berasnya relatif lebih tinggi dibandingkan harga 
beras dari negara eksportir lainnya. Beras organik negara kita 
sudah memperoleh sertifikat internasional, tetapi ada sebagian 
yang masih bersertifikat nasional.
Negara tujuan ekspor beras Indonesia, antara lain Singapura, 
Timor Leste, dan Afrika Selatan. Bahkan beberapa tahun terakhir 
negara kita juga mengekspor beras ke Thailand, Filipina, Malaysia, 
dan Jerman. 
Pada tahun 2016, ekspor beras negara kita ke Thailand 
menempati urutan pertama, diikuti ekspor ke Timor Leste, 
Singapura, dan India. Ekspor beras negara kita juga ditujukan ke 
negara-negara yang berbatasan langsung dengan wilayah RI 
(Timor Leste, Malaysia, Papua Nugini, dan Singapura)
ini merupakan peluang untuk meningkatkan volume 
ekspor ke negara-negara di perbatasan Indonesia. Pengembangan 
ekspor beras di wilayah perbatasan merupakan potensi pasar 
yang harus digarap dengan serius untuk meningkatkan perolehan 
devisa negara.
Jagung
Pada tahun 2014-2016, pemasok jagung (HS 100500) ke pasar dunia 
adalah AS, Brasil, Argentina, Rumania, dan Prancis (Gambar 21). 
Kontribusi AS di pasar jagung dunia semakin meningkat, baik dari 
nilai maupun volume ekspornya. Pangsa AS berdasarkan volume 
86 | Perdagangan Internasional Komoditas Pangan Strategis
naik dari 27,85 persen pada 2014 menjadi 50,5 persen pada 2016. 
Demikian pula pangsa negara pemasok utama lainnya cenderung 
meningkat. Kontribusi volume ekspor dari lima negara pengekspor 
utama di pasar jagung dunia meningkat dari 64 persen pada tahun 
2014 menjadi 69 persen pada tahun 2016.
        Nilai Ekspor Jagung 2014 (Juta US)                  Volume Ekspor Jagung 2014 (000 ton)
         Nilai Ekspor Jagung 2016 (Juta US)                 Volume Ekspor Jagung 2016 (000 ton)
Sumber: UNComtrade (diolah); Kode HS 100500
 Gambar 21. Nilai dan volume ekspor jagung menurut negara eksportir 
utama, 2014 dan 2016
Di negara kita sebagian besar kebutuhan jagung dipakai  
untuk memenuhi kebutuhan industri pakan. Perkembangan 
nilai dan volume ekspor jagung (HS 100500) negara kita ke pasar 
dunia selama kurun waktu 2010 - 2016 menunjukkan peningkatan 
dengan laju 0,14 persen/tahun dan 0,24 persen/tahun, masing-
masing untuk nilai dan volume ekspor. 
87Mengendalikan Impor Pangan untuk Kesejahteraan Petani  |
Nilai ekspor jagung negara kita turun dari 11,3 juta dolar AS 
pada tahun 2010 menjadi hanya 5 juta dolar AS pada tahun 2016.  
Sementara itu, volume ekspor turun dari 41,9 ribu ton pada tahun 
2010 menjadi hanya 15,2 ribu ton pada tahun 2016. Pada periode 
yang sama harga mengalami penurunan dengan laju 0,07 persen/
tahun.
Dari data ini , terlihat bahwa laju peningkatan volume 
ekspor jauh lebih tinggi daripada laju peningkatan nilai ekspor 
jagung dunia.  ini antara lain disebabkan pada periode yang 
sama terjadi fluktuasi harga jagung dunia dengan laju perubahan 
yang cenderung menurun, yaitu minus 17,26 persen/tahun pada 
periode waktu 2010 – 2016.
Negara utama tujuan ekspor jagung negara kita adalah Filipina, 
Jepang, Vietnam, Thailand, dan Singapura. Selama periode 
2011-2016, volume ekspor jagung ke Filipina menunjukkan  
kecenderungan meningkat dengan laju 64,8 persen/tahun, atau 
naik dari 8,4 ribu ton pada 2011 menjadi 230,8 ribu ton pada tahun 
2016. Bahkan sampai April 2018, ekspor jagung negara kita ke 
Filipina mencapai 500 ribu ton. 
Demikian pula volume ekspor  jagung  ke Singapura meningkat 
dengan laju 19,13 persen/tahun atau naik dari 353 ton pada 2011 
menjadi 1,2 ribu ton pada tahun 2016. Sebaliknya, volume ekspor 
jagung negara kita ke Jepang, Vietnam, dan Thailand  menunjukkan 
penurunan dengan laju masing-masing sebesar 0,21 persen, 28,94 
persen dan 17,05 persen/tahun pada periode yang sama.
Bawang Merah
Negara eksportir utama bawang merah (HS 070310) adalah 
Belanda, China, India, Mesir, dan AS. Nilai dan volume ekspor 
negara-negara ini  disajikan pada Gambar 23. Kontribusi 
volume ekspor dari lima negara pengekspor utama di pasar 
88 | Perdagangan Internasional Komoditas Pangan Strategis
bawang merah dunia relatif stabil, yaitu 60 persen pada tahun 
2014 menjadi 61 persen pada tahun 2016. 
Pemasok terbesar bawang merah ke pasar dunia pada tahun 
2014 adalah Belanda (20,3 persen), diikuti India (16,1 persen) 
dan China (9,8 persen). Namun, pada tahun 2016 India menjadi 
eksportir terbesar dengan kontribusi sekitar 25,4 persen, diikuti 
Belanda 22,3 persen dan China sebesar 9,3 persen.
 Nilai Ekspor Bawang Merah 2014 (Juta US)     Volume Ekspor Bawang Merah 2014 (000 ton)
 Nilai Ekspor Bawang Merah 2016 (Juta US)     Volume Ekspor Bawang Merah 2016 (000 ton)
Sumber: UNComtrade (diolah); Kode HS 070310
 Gambar 22. Nilai dan volume ekspor bawang merah menurut negara 
eksportir utama, 2014 dan 2016
Perkembangan ekspor bawang merah (HS 070310) negara kita 
ke pasar dunia tahun 2011–2016 mengalami penurunan yang 
drastis, baik dalam nilai maupun volume ekspor. Masing-masing 
menurun dengan laju penurunan sebesar 19,5 persen/tahun dan 
89Mengendalikan Impor Pangan untuk Kesejahteraan Petani  |
32,4 persen/tahun. Nilai ekspor bawang merah negara kita turun 
dari 6,6 juta dolar AS pada tahun 2011 menjadi hanya 0,4 juta dolar 
AS pada tahun 2016.  
Sementara itu, volume ekspor turun dari 13,8 ribu ton pada 
tahun 2011 menjadi hanya 0,7 ribu ton pada tahun 2016. Pada 
periode yang sama harga mengalami peningkatan dengan laju 8,4 
persen/tahun. Penurunan ekspor bawang merah antara lain karena 
terjadi kenaikan harga bawang merah yang signifikan di tingkat 
petani sejak pemerintah memberlakukan kebijakan Rekomendasi 
Impor Produk Hortikultura (RIPH) pada tahun 2013.
Meskipun demikian pada tahun 2017, ekspor bawang 
merah mulai meningkat, yaitu mencapai 7,75 ribu ton. Negara 
tujuan utama ekspor bawang merah negara kita adalah Malaysia, 
Singapura, Thailand, dan Vietnam. Kondisi ini berbeda dengan 
periode 2011-2016, volume ekspor bawang merah ke Malaysia 
fluktuatif dengan kecenderungan yang menurun dengan laju 19,8 
persen/tahun. 
Volume ekspor  bawang merah ke Malaysia naik dari 559 ton 
pada 2011 menjadi 1,4 ribu ton pada 2012, tetapi kemudian turun 
menjadi hanya 400 kg pada tahun 2016. Demikian pula volume 
ekspor bawang merah negara kita ke Singapura, Thailand, dan 
Vietnam menurun drastis, masing-masing sebesar 19,9 persen, 
39,5 persen, dan 29,8 persen/tahun.
Strategi Memperluas Pasar Ekspor
Selain mengidentifikasi eksportir pesaing utama di pasar dunia atau 
potensi pasar ekspor, strategi memperluas pasar ekspor juga perlu 
mengidentifikasi negara pengimpor yang permintaannya besar 
dengan laju pertumbuhan yang tinggi. Selain itu, mengidentifikasi 
struktur pasar komoditas terkait. 
Hasil analisis dengan memakai  Herfindahl Index dan 
rasio konsentrasi menunjukkan bahwa struktur pasar beras di 
90 | Perdagangan Internasional Komoditas Pangan Strategis
pasar internasional merupakan struktur pasar oligopoli dengan 
konsentrasi pasar yang sedang. Pasar internasional jagung 
menunjukkan struktur pasar yang cenderung ke monopoli dengan 
konsentrasi pasar yang sedang. 
Sedangkan struktur pasar internasional bawang merah 
mengarah ke persaingan monopolistik dengan konsentrasi pasar 
yang sedang. Dengan demikian, persaingan di pasar jagung dan 
pasar bawang merah lebih ketat dibandingkan dengan di pasar 
beras.  
Beras
Hal penting yang perlu disiapkan negara kita untuk dapat bersaing 
dengan negara eksportir utama beras dunia adalah faktor kualitas 
dan harga beras negara kita yang akan diekspor. Untuk itu, efisiensi 
biaya produksi dan kehilangan hasil merupakan dua hal penting 
yang perlu diperhatikan. 
Pada tahun 2010, dari sepuluh negara importir utama beras 
dunia, lima negara dengan volume impor terbesar berturut-turut 
adalah Filipina, Saudi Arabia, Iran, Malaysia, dan Meksiko (tahun 
2010). Namun di tahun-tahun berikutnya, negara kita masuk ke 
dalam lima negara importir terbesar beras dunia. 
Mengingat negara kita telah bertekad menjadi lumbung pangan 
dunia di tahun 2045, Filipina, Saudi Arabia, Iran, dan Malaysia 
dapat menjadi pasar yang potensial untuk beras Indonesia. Hal 
ini dilihat dari besaran volume impor (sebagai proksi kebutuhan) 
dari negara-negara importir beras ini .
Berdasarkan rata-rata besaran volume dan laju pertumbuhan 
impor dari masing-masing negara menunjukkan bahwa peluang 
pasar ekspor beras negara kita perlu diarahkan ke China dan Saudi 
Arabia. Rata-rata volume impor dan laju pertumbuhan impor 
beras China paling tinggi (lebih dari 10 persen/tahun selama 2014 
-2016). Sedangkan ke Saudi Arabia, walaupun rata-rata volume 
91Mengendalikan Impor Pangan untuk Kesejahteraan Petani  |
impornya tidak sebesar China, namun laju pertumbuhan impor 
beras pada periode tiga tahun terakhir mendekati 8 persen/tahun.
Jagung
Negara Jepang, Meksiko, Korea, Spanyol, dan Belanda merupakan 
lima negara importir utama jagung dunia selama periode 2011-
2015. Volume impor jagung Jepang tampak menurun dengan laju 
sebesar 0,68 persen/tahun atau turun dari 15,3 juta ton pada tahun 
2011 menjadi 14,7 juta ton pada 2016. 
Sementara volume impor jagung negara importir lainnya 
pada periode yang sama menunjukkan peningkatan yang tinggi. 
Meksiko sebesar 6,40 persen, Korea Selatan 7,93 persen, Spanyol 
7,75 persen, dan Belanda 8,46 persen/tahun.
Jepang sudah menjadi pasar tujuan ekspor jagung Indonesia, 
meski volumenya mengalami kecenderungan yang menurun, 
terutama sesudah tahun 2013. Ekspor jagung negara kita ke Jepang 
mencapai 3,3 ribu ton pada tahun 2013, namun kemudian turun 
menjadi hanya 1,8 ribu ton pada tahun 2016. 
Negara importir besar lainnya, seperti Meksiko, Korea, Spanyol, 
dan Belanda belum menjadi pasar tujuan ekspor jagung Indonesia. 
Karena itu, pasar ekspor jagung negara kita perlu diarahkan ke 
negara-negara ini . Karena itu, diperlukan usaha  dukungan 
kebijakan untuk meningkatkan kapasitas produksi jagung 
nasional, sehingga mampu memanfaatkan peluang pasar ekspor. 
Pada tahun 2006-2008 Pemerintah Provinsi Gorontalo, misal-
nya mengekspor jagung ke berbagai negara, seperti Malaysia, 
Filipina dan Korea Selatan. Kebijakan Pemprov Gorontalo untuk 
merangsang petani meningkatkan produksi adalah memberi  
jaminan harga jual yang relatif menguntungkan. Bahkan Pemprov 
Gorontalo juga memberi  sanksi kepada pedagang pengumpul 
yang tidak membeli sesuai harga dasar. 
92 | Perdagangan Internasional Komoditas Pangan Strategis
Insentif juga diberikan kepada seluruh pegawai dari tingkat 
provinsi, kabupaten hingga desa/kelurahan terkait produksi 
jagung di wilayah masing-masing. Infrastruktur jalan di tingkat 
usaha tani, antarkabupaten, dalam kabupaten hingga pelabuhan 
dibenahi. 
Bahkan Provinsi Gorontalo juga menampung produksi 
jagung dari provinsi di sekitarnya untuk diekspor, karena lebih 
menguntungkan daripada menjual ke pabrik pakan ternak dalam 
negeri. Awal tahun 2018 Provinsi Gorontalo mulai mengekspor 
jagung, yang diikuti Provinsi Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara 
Barat.
Bawang Merah
Negara-negara importir utama bawang merah dunia adalah Rusia, 
Malaysia, AS, Inggris, dan Jepang. Jika negara kita menargetkan 
menjadi eksportir bawang di pasar dunia, maka diperlukan 
pendekatan bilateral di bidang ekonomi dan perdagangan dengan 
negara-negara importir utama bawang merah. 
Karakteristik bawang merah yang dibutuhkan, baik jenisnya, 
varietas, kualitas, ukuran dan atribut produk lainnya, oleh negara-
negara importir bawang merah dunia merupakan informasi 
penting dan perlu direspons dengan baik oleh Indonesia. Malaysia 
sudah menjadi pasar utama tujuan ekspor bawang merah 
Indonesia, namun ekspornya terus menurun. 
Ke depan, pasar ekspor bawang merah perlu diarahkan ke 
negara lain, seperti Rusia dan Amerika Serikat. Sebab, rata-rata 
volume impor bawang merah kedua negara ini  menunjukkan 
peningkatan, masing-masing sebesar 3,46 persen dan 2,07 persen. 
Sebaliknya, permintaan bawang merah dari Jepang dan Inggris 
menunjukkan penurunan, masing-masing sebesar 11,38 persen 
dan 1,25 persen, selama periode 2014 – 2016.
93Mengendalikan Impor Pangan untuk Kesejahteraan Petani  |
Peluang Ekspor dari Perbatasan 
Berbagai produk pangan di wilayah perbatasan sesungguhnya 
memiliki potensi ekspor yang sangat besar apabila dikelola dengan 
baik. Memanfaatkan potensi ekspor komoditas pangan di wilayah 
perbatasan sangat penting dalam usaha  mendorong pertumbuhan 
perekonomian wilayah perbatasan, meningkatkan pendapatan 
warga , penyerapan tenaga kerja, dan penghasilan devisa. 
Bagaimana peluang ekspor komoditas pangan di wilayah 
perbatasan? Sebelum melihat sejauh mana peluang ini , perlu 
diketahui seperti apa pola perdagangan lintas batas yang selama 
ini terjadi di wilayah perbatasan.  
Berbicara tentang “Perdagangan Lintas Batas”, yang terlintas 
adalah adanya suatu kegiatan perdagangan yang dilakukan 
warga  yang tinggal di daerah perbatasan guna memperbaiki 
atau meningkatkan kesejahteraan mereka. Perdagangan lintas 
batas di wilayah perbatasan sudah terjadi sejak dahulu, meskipun 
dalam jumlah yang terbatas. 
Perlu diketahui, selama ini produk-produk pangan dari 
wilayah perbatasan negara kita sangat diminati dan disukai 
negara tetangga, seperti Malaysia, Filipina, Timur Leste, dan 
Papua Nugini. Di Negeri Jiran, Malaysia, produk-produk pangan 
negara kita seperti beras Raja Uncak (Kapuas Hulu), beras hitam 
(Bengkayang), beras merah (Sanggau), pisang, dan lainnya sampai 
kini terus diperdagangkan ke Sarawak-Malaysia secara tradisonal.
Sebaliknya dari Malaysia barang yang terbesar dibawa masuk ke 
perbatasan negara kita dengan memakai  fasilitas Kartu Izin 
Lintas Batas (KILB), khususnya melalui perbatasan Aruk adalah 
kebutuhan pokok seperti gula, beras, minyak, telur dan gas.
Perdagangan lintas batas antardua negara, terutama antara 
negara kita dan Malaysia selama ini mengacu kepada aturan Bilateral 
Agreement yang diatur pada Border Crossing Agreement (BCA) dan 
94 | Perdagangan Internasional Komoditas Pangan Strategis
Border Trade Agreement (BTA) yang yang mengatur kesepakatan 
perdagangan antara dua negara ini . Kedua kesepakatan ini, 
walaupun ada  perbedaan ranah cakupannya, BCA terkait 
dengan pengaturan pergerakan lintas batas orang, sedangkan BTA 
ada hubungannya dengan pengaturan pergerakan barang yang 
bersifat lintas batas antar negara. Namun di sisi lainnya ada  
persamaan dalam hal sama-sama sudah kedaluwarsa (out of date). 
BCA terakhir yang telah disepakati antara Indonesia-Malaysia 
adalah pada tanggal 12 Juni 2006 di Bukit Tinggi, Sumatera 
Barat, sehingga merujuk pasal (article) 14 ayat (2) BCA dimaksud, 
disebutkan bahwa 5 tahun sesudah  ditetapkannya kesepakatan 
harus dilakukan peninjauan ulang (review). Berarti, pada tahun 
2011 BCA seharusnya sudah ditinjau ulang. Kenyataannya, 
sampai dengan tahun 2017 belum dihasilkan kesepakatan BCA 
yang baru atau dengan kata lainnya sudah kedaluwarsa lebih dari 
4 tahun. Sementara BTA Indonesia-Malaysia, sejak disepakatinya 
pada tanggal 24 Agustus 1970 di Jakarta sampai kini belum pernah 
ditinjau ulang, berarti sudah kedaluwarsa hampir 47 tahun. 
Walaupun BCA tahun 2006 dan BTA tahun 1970 sudah 
kedaluwarsa, tapi masih tetap menjadi rujukan Indonesia-
Malaysia, karena mungkin ada kaitannya dengan kesepahaman 
bahwa sebagai bangsa yang serumpun, semua masalah dapat 
dibicarakan secara informal, selama masalah ini  tidak bersifat 
prinsip yang dapat mengganggu hubungan kedua negara. 
Sejalan dengan berjalannya waktu, banyak hal yang telah 
berubah yang mengharuskan perlunya penyesuaian BTA tahun 
1970. Terutama, nilai perdagangan, dan cakupan area (access of 
area) pada setiap exit/entry point yang telah disepakati pada BCA. 
negara kita dan Malaysia telah sepakat memperbarui perjanjian 
perdagangan wilayah perbatasan atau BTA dalam usaha  untuk 
normalisasi perdagangan ekspor-impor guna meningkatkan 
hubungan dagang kedua negara, khususnya melalui pintu 
Entikong-Tebedu, yang selama ini sempat terhenti. 
95Mengendalikan Impor Pangan untuk Kesejahteraan Petani  |
Sebenarnya peluang ekspor komoditas pangan di wilayah 
perbatasan cukup besar. Apalagi dengan berlakunya beberapa 
perjanjian internasional, terutama dengan negara tetangga, 
seperti ASEAN Community, negara kita Malaysia Singapore Growth 
Triangle (IMS-GT), Brunei, Indonesia, Malaysia and Philippines-East 
ASEAN Growth Area (BIMP-EAGA), negara kita Malaysia Thailand-
Growth Triangle (IMT-GT) dan Australian-negara kita Development 
Area (AIDA). Perjanjian itu menjadikan peluang ekspor komoditas 
pertanian ke negara tetangga akan semakin besar. 
ASEAN Community atau Komunitas ASEAN awalnya dibentuk 
berdasarkan komitmen para pemimpin ASEAN dengan ditanda-
tangani ASEAN Vision 2020 di Kuala Lumpur pada tahun 1997.  
Komuniatas ASEAN mencita-citakan ASEAN sebagai suatu 
komunitas yang berpandangan maju, hidup dalam lingkungan 
yang damai, stabil dan makmur, serta lebih mempererat integrasi 
ASEAN dalam menghadapi perkembangan konstelasi politik 
internasional. 
Tekad membentuk Komunitas ASEAN kemudian dipertegas 
lagi pada KTT ke-9 ASEAN di Bali pada tahun 2003 dengan 
ditandatanganinya ASEAN Concord II. ASEAN Concord II menegas-
kan bahwa ASEAN akan menjadi sebuah komunitas yang aman, 
damai, stabil, dan sejahtera pada tahun 2020. Namun, pada KTT 
ke-12 ASEAN di Cebu, Filipina, pada Januari 2007, komitmen 
untuk mewujudkan Komunitas ASEAN dipercepat dari tahun 
2020 menjadi 2015 dengan ditandatanganinya Cebu Declaration 
on The Acceleration of The Establishment of an ASEAN Community by 
2015. 
IMS-GT atau Indonesia, Malaysia, Singapore-Growth Triangle 
dibentuk pada 1994 untuk memperkuat jaringan ekonomi ketiga 
negara pada region yang ditentukan. Terutama dalam rangka 
mengoptimalisasikan ekonomi regional di antara tiga negara. 
Wilayah ini  meliputi Singapura, Johor, dan sebagian Provinsi 
96 | Perdagangan Internasional Komoditas Pangan Strategis
Riau dan Provinsi Kepulauan Riau (Kepri). IMS-GT dikenal 
dengan istilah “Sijori”.
IMS-GT juga dimaksudkan untuk mengombinasikan kekuatan 
kompetitif pada tiga area yang ditetapkan dalam rangka mening-
katkan daya tarik investasi, terutama dalam cakupan regional dan 
internasional. Lebih spesifiknya adalah dengan cara menciptakan 
konektivitas infrastruktur, modal, dan keahlian yang dimiliki 
Singapura, dengan sumber daya alam dan manusia yang dimiliki 
Johor dan Riau.
IMT-GT atau negara kita Malaysia Thailand-Growth Triangle 
adalah inisiatif kerja sama subregional, Pemerintah RI, Malaysia, 
dan Thailand yang dibentuk tahun 1993 untuk mempercepat 
transformasi ekonomi di provinsi yang kurang berkembang. 
Sektor swasta telah memainkan dan akan terus memainkan peran 
kunci dalam mempromosikan kerja sama ekonomi dalam IMT-GT. 
Pembentukan IMT-GT telah berkembang dalam lingkup geografis 
dan kegiatan yang mencakup lebih dari 70 juta orang yang terdiri 
atas 14 provinsi di Thailand Selatan, 8 negara bagian Semenanjung 
Malaysia dan 10 provinsi Sumatera di Indonesia. 
Kerja sama BIMP-EAGA atau Brunei Darussalam negara kita 
Malaysia Philippines-East ASEAN Growth Area dibentuk secara 
resmi pada Pertemuan Tingkat Menteri (PTM) ke-1 di Davao 
City, Filipina pada 26 Maret 1994. Kerja sama itu bertujuan 
untuk meningkatkan kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi 
warga  di daerah perbatasan negara-negara BIMP-EAGA. 
Para pelaku usaha diharapkan menjadi motor penggerak 
kerja sama dimaksud, sedangkan pemerintah bertindak sebagai 
regulator dan fasilitator. Wilayah negara kita yang menjadi anggota 
BIMP-EAGA adalah Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, 
Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Sulawesi Utara, Sulawesi 
Tenggara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, 
Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat. 
97Mengendalikan Impor Pangan untuk Kesejahteraan Petani  |
Selanjutnya, kerja sama AIDA atau Australia negara kita 
Development Area adalah kerja sama antara Pemerintah RI dengan 
Pemerintah Northern Territory of Australia (NT). Kerja sama itu 
disepakati melalui Memorandum Kesepahaman antara Pemerintah 
RI dengan pemerintah NT tentang Kerja Sama Pengembangan 
Ekonomi yang ditandatangani di Jakarta pada 21 Januari 1992. 
Kedua pemerintah berkeinginan untuk mendukung hubungan 
perdagangan yang telah berjalan antara Indonesia, khususnya 
dengan NT. Kerja sama ini  bertujuan untuk meningkatkan 
ekonomi di Kawasan Timur Indonesia. 
Berlakunya beberapa kesepakatan kerja sama internasional 
seharusnya dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan ekspor 
komoditas pangan dan pertanian di wilayah perbatasan. Apalagi 
beberapa komoditas pangan negara kita sudah diekspor ke beberapa 
negara yang berbatasan langsung dengan Indonesia. Karena itu, 
Menteri Pertanian, Amran Sulaiman membuat program terobosan 
untuk membangun wilayah perbatasan menjadi lumbung pangan 
berorientasi ekspor. 
ini sejalan dengan kebijakan utama pembangunan 
yang tertuang dalam Nawa Cita poin ketiga, yaitu membangun 
negara kita dari pinggiran dengan memperkuat wilayah perbatasan 
dalam kerangka NKRI. ini juga sejalan dengan Nawa Cita poin 
keenam dan ketujuh, yaitu meningkatkan produktivitas rakyat dan 
daya saing di pasar internasional, serta mewujudkan kemandirian 
ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi 
dan domestik.
Membangun lumbung pangan di wilayah perbatasan sebagai 
usaha  meningkatkan kapasitas produksi pangan di wilayah 
perbatasan guna memenuhi kebutuhan sendiri. Sedangkan jika 
ada kelebihan produksi bisa diekspor ke negara tetangga seperti 
Malaysia, Singapura, Brunei, Filipina, Papua Nugini, dan Timor 
Leste. 
98 | Perdagangan Internasional Komoditas Pangan Strategis
Pengembangan lumbung pangan di wilayah perbatasan juga 
menjadi salah satu solusi dalam mengurangi impor pangan ilegal. 
Karena itu, sasaran awal pengembangan lumbung pangan di 
wilayah perbatasan adalah mewujudkan sistem produksi pangan 
eksisting yang andal. Sedangkan sasaran jangka menengah dan 
jangka panjangnya adalah mewujudkan sistem produksi pangan 
modern, inklusif berkelanjutan, adaptif perubahan iklim, dan 
tidak menggradasi sumber daya dan lingkungan. 
Ekspor pangan di wilayah perbatasan, tidak hanya ditujukan 
ke negara-negara tetangga, tapi juga ke negara-negara lainnya 
seperti Australia, Arab Saudi, dan negara-negara Afrika. Karena 
itu, pengembangan komoditas pangan harus sesuai dengan 
kebutuhan lokal dan ekspor sesuai dengan persyaratan dari 
negara tujuan.
Ekspor pangan dari wilayah perbatasan dapat ditempuh 
melalui beberapa strategi dan skenario. Pertama, peningkatan 
volume ekspor pangan dari wilayah perbatasan yang selama ini 
sudah berjalan secara tradisional. Kedua, peningkatan produksi 
dan perdagangan komoditas potensial baru untuk diekspor. 
Ketiga, pengembangan wilayah katalisator ekspor (kabupaten atau 
provinsi tetangga wilayah perbatasan) yang potensial.
Memperkuat Hilirisasi Komoditas Pangan
Berbagai istilah “hilirisasi” telah banyak dipakai  di antaranya 
adalah downstreaming, beneficiation, value-adding, dan lain-lain. 
Dalam tulisan ini, yang dimaksudkan hilirisasi merupakan 
kegiatan transformasi hasil produksi primer menjadi produk 
antara dan akhir.
Berbagai tahapan dalam proses produksi yang dilakukan 
dalam hilirisasi melibatkan pengolahan bahan baku (primer) di 
hulu menjadi produk jadi dan setengah jadi (hilir), untuk kemudian 
menjual produk ini  kepada pelanggan. Kegiatan hilirisasi ini 
99Mengendalikan Impor Pangan untuk Kesejahteraan Petani  |
ditujukan sebagai usaha  meredam ekspor bahan mentah, serta 
mendorong industri pangan domestik untuk memakai  bahan 
ini  dalam usaha  mengendalikan impor produk olahan, 
meningkatkan nilai tambah domestik, dan menciptakan lapangan 
kerja. 
Karena itu, Kementerian Pertanian terus mendorong 
pengembangan hilirisasi komoditas pangan dalam mewujudkan 
kedaulatan pangan. Kegiatan hilirisasi ini memiliki kontribusi 
penting dalam proses industrilisasi pertanian dan peningkatan 
pendapatan petani, terutama di wilayah pedesaan.
Apalagi permintaan terhadap produk-produk hilirisasi 
pertanian cenderung mengalami peningkatan. Di samping itu, 
pergeseran pola konsumsi global akan terjadi seiring dengan 
peningkatan pendapatan warga . Karena itu, usaha  
memperkuat industri hilir komoditas pangan tidak saja dalam 
rangka meningkatkan jumlah pangan dan jenis produk pangan di 
pasar, tetapi juga menurunkan jumlah impor pangan olahan dan 
meningkatkan ekonomi perdesaan. 
Harus diakui bahwa negara kita merupakan negara pengekspor 
dan sekaligus sebagai negara pengimpor produk pertanian. 
Sebagian besar ekspor produk pertanian negara kita hingga saat ini 
merupakan bahan mentah. Mirisnya juga, negara kita mengimpor 
produk olahan, baik di komoditas pangan, hortikultura, perke-
bunan, dan peternakan. 
Tentunya, negara kita dirugikan karena nilai tambah produk 
ini  diambil alih oleh negara lain. Karena itu, usaha  
memperkuat industri hilir komoditas pangan menjadi penting 
dalam usaha  meningkatkan nilai tambah dan mendorong ekspor 
pangan nasional. 
ada  berbagai pertimbangan perlunya memperkuat 
industri hilirisasi komoditas pangan. Di antaranya, karena 
negara kita merupakan negara yang kaya sumber daya alam dan 
100 | Perdagangan Internasional Komoditas Pangan Strategis
menyebar secara merata di seluruh penjuru tanah air, sehingga 
perlu mendorong industri pangan domestik untuk meningkatkan 
nilai tambah dan ekspor. Selain itu, memperkuat industri 
hilirisasi komoditas pangan diyakini berdampak pada penciptaan 
kesempatan kerja seluas-luasnya sekaligus menciptakan peme-
rataan pembangunan. 
Diakui atau tidak, pengembangan industri hilirisasi komoditas 
pangan di negara kita masih menghadapi beberapa permasalahan, 
antara lain kemampuan yang rendah dalam transformasi produk. 
Teknologi yang dipakai  sebagai teknologi industri pengolahan 
juga masih sangat terbatas, terutama mencakup teknologi 
perlakuan pascapanen dan teknologi pengolahan. 
Rendahnya produktivitas ditunjukkan dari masih banyaknya 
bahan baku impor, serta terbatasnya bahan baku yang berkualitas 
sesuai kebutuhan kegiatan industri hilirisasi. Demikian halnya 
ketersediaan sarana dan prasarana yang mendukung belum 
maksimal berjalan sesuai harapan yang diinginkan industri dan 
pengusaha. Karena itu, perkembangan nilai ekspor hasil olahan 
pertanian masih relatif lambat dibandingkan industri lainnya. 
Produk olahan beras misalnya, dibandingkan impornya, 
ekspor beras dan produk olahan beras tergolong sangat kecil, baik 
volume maupun nilainya. Volume ekspor beras pada tahun 2012 
tercatat 900 ton dengan nilai 1.2 juta dolar AS, meningkat menjadi 
1.000 ton pada tahun 2016 dengan total nilai 0,9 juta dolar AS. 
Pada tahun 2016, negara kita mengekspor beras ke beberapa 
negara antara lain, Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, Timor 
Leste, India, Amerika Serikat dan beberapa Negara Eropa lainnya. 
Menurut informasi beras yang diekspor negara kita ke Amerika 
Serikat dan beberapa negara Eropa (Italia dan Belgia) adalah beras 
organik dalam kemasan. 
Meskipun volume ekspor produk olahan beras fluktuatif 
selama periode 2012-2016, namun nilai ekspornya mengalami 
101Mengendalikan Impor Pangan untuk Kesejahteraan Petani  |
peningkatan, yakni dari 0,2 juta dolar AS tahun 2012 meningkat 
menjadi 0,5 juta dolar AS tahun 2014 dan 0,7 juta dolar AS tahun 
2016 (Tabel 6). Pada tahun 2016, negara tujuan ekspor produk 
olahan beras negara kita antara lain Hong Kong, Taiwan, Malaysia, 
India, Saudi Arabia, Timor Leste, Jerman, dan Swiss. Tidak 
diperoleh informasi jenis produk olahan beras yang diekspor oleh 
Indonesia.

Impor beras berfluktuasi tetapi cenderung menurun selama 
periode 2012-2016. Pada tahun 2012, negara kita mengimpor beras 
1,8 juta ton dengan nilai 946 juta dolar AS. Namun, menurun pada 
tahun 2016 menjadi 1,3 juta ton dengan nilai 0,582 juta dolar AS. 
Pada tahun 2016, impor beras negara kita terbesar berasal dari 
Thailand (558 ribu ton), disusul dari Vietnam (536 ribu ton) dan 
Pakistan (135 ribu ton). negara kita juga mengimpor beras dari 
China, India, dan Jepang. 
Impor produk olahan beras dalam periode 2012-2016 sangat 
kecil dan cenderung menurun. ini dapat diartikan bahwa 
hilirisasi beras cukup berhasil, sehingga dapat memenuhi 
kebutuhan produk olahan beras domestik, sekaligus untuk tujuan 
ekspor. 
Meskipun demikian kegiatan hilirisasi beras selama ini 
diketahui belum mampu memberi  nilai tambah secara optimal. 
Kondisi ini disebabkan pelaku usaha pengolahan beras memiliki 
beberapa keterbatasan. Pertama, keterbatasan modal, sementara 
kegiatan hilirisasi beras memerlukan sarana dan fasilitas dengan 
nilai investasi yang tidak kecil. 
Kedua, keterbatasan kemampuan tata kelola. Sebagian besar 
pelaku usaha tidak memiliki pengetahuan dan pengalaman 
yang cukup untuk melakukan kegiatan hilirisasi beras secara 
efisien. Ketiga, keterbatasan informasi, terutama terkait teknologi 
pengolahan dan pasar. Keempat, keterbatasan dalam pemasaran 
produk hilirisasi beras. Pelaku usaha umumnya hanya berorientasi 
pada pasar domestik. 
Dengan berbagai permasalahan ini , pengembangan 
hilirisasi beras di negara kita masih dihadapi dengan banyak 
tantangan. Di antaranya adalah terbatasnya akses permodalan, 
terbatasnya pengembangan teknologi hilirisasi, minimnya 
kelengkapan infrastruktur pendukung, serta regulasi yang belum 
sepenuhnya mendukung usaha  meningkatkan kinerja kegiatan 
hilirisasi beras. Kondisi itu memicu  daya saing berbagai 
produk turunan beras menjadi rendah dan belum mampu bersaing 
dengan produk-produk dari negara lainnya. 
Berbeda dengan produk beras, volume, dan nilai ekspor 
jagung segar negara kita menurun cukup tajam pada periode 2012-
2016 dengan laju penurunan masing-masing 12,8 persen dan 
23,1 persen/tahun (Tabel 7). Pada tahun 2016 terjadi penurunan 
volume ekspor 22,7 ribu ton atau penurunan nilai ekspor 8,3 juta 
dolar AS. Nilai ekspor jagung olahan juga cenderung menurun 
selama periode 2012-2016, dari 17,2 juta dolar AS menjadi hanya 
8,3 juta dolar AS. Filipina, Jepang, Thailand, Korea, dan Malaysia 
103Mengendalikan Impor Pangan untuk Kesejahteraan Petani  |
merupakan lima negara tujuan ekspor utama jagung negara kita 
pada tahun 2016.

Meningkatnya permintaan jagung untuk kebutuhan industri 
dan pakan ternak memicu impor jagung, khususnya jagung 
olahan juga naik. Terlihat dari nilai impornya yang meningkat dari 
66,5 juta dolar AS (2012) menjadi 73,8 juta ton dolar AS (2016). 
Sedangkan menurunnya ekspor jagung diperkirakan juga 
sebagai akibat dari terus meningkatnya permintaan jagung di 
pasar domestik. Pada tahun 2016, negara asal impor jagung segar 
utama adalah Brasil, AS, Argentina, dan Thailand dengan nilai 
impor masing-masing 103,6 juta dolar AS, 62,7 juta dolar AS, 59,9 
juta dolar AS, dan 3,4 juta dolar AS. 
Sementara negara asal impor jagung olahan lebih bervariasi. 
Lima di antaranya yang terbesar adalah China dengan nilai 28,6 
104 | Perdagangan Internasional Komoditas Pangan Strategis
juta dolar AS, Turki (10,7 juta dolar AS), AS (5,8 juta dolar AS),  
Ukraina (5,0 juta dolar AS) dan Brasil sebesar 4,7 juta dolar AS. 
Meskipun demikian mulai tahun 2017 negara kita tidak lagi 
mengimpor jagung untuk pakan ternak. Bahkan sampai April 
2018, justru negara kita tercatat sudah mampu mengekspor jagung 
ke Filipina sebanyak 500.000 ton. 
Sementara untuk produk-produk industri berbahan jagung 
diakui masih sangat terbatas. ini tidak terlepas karena produk-
produk industri dari bahan jagung umumnya memakai  
teknologi tinggi, sehingga teknologi ini  belum bisa terjangkau 
warga  umum, terutama petani. 
Padahal dalam perkembangan globalisasi, pengolahan jagung 
sebagai bahan pangan sudah mulai beragam. Di antaranya, 
pengolahan jagung menjadi kerupuk jagung, kue kering, 
tortilla, grits, dan lainnya. Sementara produk industri yang telah 
berkembang di negara kita adalah pembuatan kerupuk jagung dan 
pembuatan kue semprit atau kue kering. 
Selanjutnya untuk ekspor dan impor cabai merah olahan 
meningkat cukup pesat selama 2012-2016, baik volume maupun 
nilainya. Nilai ekspor cabai merah olahan meningkat dengan laju 
20,5 persen/tahun, sedangkan nilai impornya juga naik dengan laju 
30,8 persen/tahun (Tabel 8). Karena sifatnya yang mudah rusak 
cabai merah segar terbatas untuk diperdagangkan lintas negara, 
sebaliknya cabai olahan akan lebih banyak diperdagangkan. 
Produk cabai olahan negara kita di ekspor ke beberapa negara 
Asia, Eropa, Timur Tengah, Afrika, dan Amerika. Pada tahun 
2016 total nilai ekspornya mencapai 34,5 juta dolar AS. Sepuluh 
negara tujuan ekspor utama cabai merah olahan dari negara kita 
adalah Saudi Arabia dengan total nilai ekspor 11,1 juta dolar AS. 
Selanjutnya, Nigeria (5,4 juta dolar AS), India (4,3 juta dolar AS), 
Malaysia (2,8 juta dolar AS), Taiwan (1,4 juta dolar AS), Hong 
Kong (1,1 juta dolar AS), Australia (976 ribu dolar AS), AS (919 ribu 
105Mengendalikan Impor Pangan untuk Kesejahteraan Petani  |
dolar AS), Uni Arab Emirates (900 ribu dolar AS), dan Thailand 
(789 dolar AS). 

Kebutuhan produk cabai olahan di pasar domestik juga terus 
meningkat.Terbukti dengan meningkatnya total nilai impor cabai 
olahan dari 23,1 juta dolar AS tahun 2012 menjadi 39,5 juta dolar 
AS pada tahun 2016, atau meningkat dengan laju rata-rata 30,4 
persen/ tahun. 
Lima negara asal impor utama adalah India (32 juta dolar AS), 
China (5,1 juta dolar AS), Malaysia (763 ribu dolar AS), Thailand 
(547 ribu dolar AS) dan Vietnam (233 ribu dolar AS). Peningkatan 
impor cabai olahan diperkirakan terkait dengan bertumbuhnya 
industri pengolahan makanan, restoran, dan jasa boga yang 
menyajikan hidangan dari berbagai negara asal impor ini .
Meskipun permintaan produk cabai olahan di pasar domestik 
terus meningkat, namun kegiatan hilirisasi cabai merah belum 
berkembang secara optimal karena adanya berbagai permasalahan. 
Pertama, kemampuan teknologi industri hilirisasi cabai merah 
masih terbatas. Kedua, industri pengolahan cabai merah 
umumnya berskala rumah tangga yang memiliki kelemahan 
seperti,rendahnya pengetahuan dan keterampilan SDM dalam 
pengolahan produk turunan cabai merah, serta terbatasnya modal 
usaha.
Ketiga, belum menerapkan standar produk yang mampu 
berdaya saing. Keempat, pemanfaatan pasar ekspor masih sangat 
terbatas karena produk yang dihasilkan kurang memiliki daya 
saing dibandingkan dengan produk yang sama dari negara lain. 
Dengan berbagai permasalahan ini , pengembangan 
hilirisasi komoditas cabai merah di negara kita juga menghadapi 
banyak tantangan. Di antaranya, tingginya fluktuasi harga bahan 
baku cabai, kapasitas produksi untuk pengolahan masih terbatas, 
terbatasnya permodalan, terbatasnya pengembangan teknologi 
hilirisasi, minimnya kelengkapan infrastruktur pendukung, 
serta regulasi yang belum sepenuhnya mendukung usaha  
meningkatkan kinerja kegiatan hilirisasi cabai merah.  
Gambaran industri hilirisasi untuk beberapa komoditas pangan 
ini  menunjukkan bahwa produk hilirisasi pangan cukup 
beragam dengan keunggulan komparatif produksi pertanian yang 
cukup besar. Meskipun demikian untuk mengembangkan industri 
hilirisasi pangan yang mampu memanfaatkan peluang ekspor 
masih menghadapi berbagai tantangan berat, terutama terkait  
iklim persaingan dalam dunia industri yang semakin tajam.
Penerapan kebijakan yang bersifat protektif untuk mendorong 
tumbuhnya dan berkembangnya kegiatan hilirisasi, sudah tidak 
dimungkinkan dilakukan, karena terikat berbagai kesepakatan 
FTA regional dan global. usaha  memperkuat industri hilirisasi 
107Mengendalikan Impor Pangan untuk Kesejahteraan Petani  |
komoditas pangan memerlukan strategi kebijakan khusus, di 
antaranya: 
1. Meningkatkan kemampuan teknologi industri hilirisasi 
pangan. ini mengingat, secara umum pengelola industri 
hilirisasi pangan belum mengembangkan teknologi yang 
layak, karena terbatasnya akses informasi dan akses modal 
sehingga usaha  peningkatan mutu produk masih terkendala.
2. Melakukan industrial upgrading secara bertahap dengan 
meningkatkan struktur endowment (modal dan tenaga 
kerja). Modal (capital) harus terakumulasi lebih cepat dari 
pertumbuhan tenaga kerja dan SDA. Akumulasi modal dapat 
diperoleh salah satunya melalui investasi FDI.
3. Mengembangkan hilirisasi yang bersifat Comparative Advantage 
Following (CAF), yaitu mengeksplorasi comparative advantage 
dengan learning and innovation.
4. Mengembangkan industri kecil dan menengah (IKM). 
Dalam hal ini, secara alami IKM memiliki kelemahan dalam 
menghadapi ketidakpastian pasar, mencapai skala ekonomi, 
dan memenuhi sumber daya yang diperlukan. Karena itu, 
pemerintah perlu membantu IKM dalam mengatasi per-
masalahan yang muncul akibat dari kelemahan ini .
5. Menerapkan standar keamanan produk di industri hilirisasi 
agar lebih berdaya saing di kancah global, sehingga akan 
mendorong perluasan pasar ekspor.
6. Menyusun Standar Kompetensi Kerja Nasional negara kita 
(SKKNI), pengembangan lembaga pendidikan dan pelatihan, 
termasuk pengembangan pendidikan vokasi, sehingga 
dihasilkan SDM yang lebih terampil dan profesional sesuai 
kebutuhan dunia industri.
7. Mendorong investasi asing masuk di sektor hilirisasi, 
terutama yang membutuhkan intensif kapital dan advance 
108 | Perdagangan Internasional Komoditas Pangan Strategis
technology untuk membawa sektor hilirisasi masuk ke pasar 
internasional, membangun SDM, serta melakukan transfer 
ilmu pengetahuan.
Memberantas Praktik Mafia Pangan
Keberadaan mafia pangan sampai saat ini terus berkeliaran 
dan memiliki banyak tempat bersandar. Para mafia pangan ini 
cenderung menghalalkan segala cara guna menarik keuntungan 
besar dalam waktu singkat. Praktik seperti menimbun bahan-
bahan kebutuhan pokok dan melakukan kartelisasi menjadi cara-
cara para mafia pangan berkerja guna mendongkrak harga agar 
memperoleh margin yang lebih besar. Praktik kecurangan seperti 
ini tidak bisa terus dibiarkan, karena merugikan petani, peternak, 
dan produsen pangan, serta industri kecil dan menengah (IKM). 
Mafia pangan tidak muncul sendiri, keterlibatan korporasi 
dan oknum pemerintah yang cenderung korup membuka akses 
masuknya para pelaku kartel untuk mengintervensi besaran harga 
atas barang. Praktik-praktik mafia pangan begitu menguasai 
perdagangan komoditas pangan, seperti gula, terigu, beras, 
minyak goreng dan hampir semua komoditas pangan. 
Perilaku mafia ini sudah sangat terbuka, namun menangkap 
basah pelaku kartel ini ternyata tidak semudah merasakan 
keberadaannya. Kemampuan para mafia pangan mengatur harga-
harga pangan dan komoditas bisnis bisa dirasakan langsung 
warga . Bahkan sangat mengganggu tujuan pemerintah yang 
ingin melakukan efisiensi dan meningkatkan produktivitas, serta 
daya saing di sektor pangan.
Sudah menjadi pengetahuan umum bila pasar pangan di 
negeri ini memang telah lama dibelit para mafia dan kartel pangan. 
Para ‘pemain’ inilah yang mengendalikan harga pangan. Karena 
itu, hampir setiap tahun terjadi gejolak harga pangan di tingkat 
109Mengendalikan Impor Pangan untuk Kesejahteraan Petani  |
konsumen, terutama menjelang Hari Besar Keagamaan Nasional 
(HBKN).
Misalnya pada Febuari 2017, kenaikan harga cabai rawit 
merah di pasar menembus pada angka Rp120.000/kg. Padahal 
pada Maret produksi cabai mencapai 75.465 ton dengan asumsi 
konsumsi sebesar 68.472 ton. 
Hal yang sama terjadi pada komoditas bawang merah. 
Produksi pada Maret sebesar 99.435, dengan asumsi kebutuhan 
sebesar 98.639 ton, berarti ada kelebihan produksi. Namun di 
pasar harganya mencapai Rp50.000/kg, naik tinggi dari harga 
normal Rp28.000/kg. 
Lebih mirisnya lagi, kenaikan harga bawang merah tak 
dinikmati petani. Justru yang terjadi petani bawang merah di 
Brebes dihadapi dengan harga yang jatuh ke angka Rp4.000/kg, 
saat harga di konsumen Rp28.000/kg. Artinya ada selisih harga di 
tingkat petani dan konsumen hingga 500 persen. Mahalnya harga 
bawang merah di tingkat konsumen ini  tidak dirasakan 
petani sebagai pihak yang memproduksi.  
sesudah  harga cabai dan bawang berangsur turun ke harga 
normal, giliran harga bawang putih yang melonjak tajam dipasar 
mencapai Rp48.000/kg dari harga normal Rp22.000/kg. Bahkan di 
beberapa daerah harga bawang putih hingga Rp60.000/kg.
Begitu juga dengan harga beras medium. Sebelum dan sesudah 
pemerintah menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) melalui 
payung hukumnya Permendag Nomor 57 Tahun 2017 yang 
dikeluarkan 24 Agustus 2017, harga beras medium terus bergerak 
naik. Dalam Permendag ini , pemerintah menetapkan HET 
beras medium di Jawa, Lampung, dan Sumatera Selatan Rp9.450/
kg. 
Permendag tak mampu menurunkan harga beras yang hingga 
kini berkisar antara Rp11.000 – 12.000/kg. Lonjakan harga ini  
yang mungkin mendasari Menteri Perdagangan RI, Enggartiasto 
Lukita menerbitkan izin impor beras 500.000 ton dari Vietnam dan 
Thailand. Beras impor ini  mulai masuk ke tanah air sekitar  
Febuari 2018. Padahal sejatinya bila tidak ada mafia pangan, harga 
beras medium itu harusnya berkisar Rp9.450/kg. Sayangnya lagi, 
importasi dilakukan saat petani tengah panen raya di berbagai 
daerah dan umumnya surplus.
Persoalan juga menyelimuti produk peternak. Harga telur 
ayam naik sejak November hingga jelang Tahun Baru 2018 yang 
mencapai Rp29.000/kg, padahal biasanya hanya berkisar antara 
Rp21.000 - 22.000/kg. Sementara produksinya tercatat surplus. Hal 
ini terlihat dari rekomendasi ekspor yang dikeluarkan Kementerian 
Pertanian dan kemudian disetujui Kemendag untuk mengekspor 
telur ayam, termasuk ayamnya ke beberapa negara.
Demikian halnya minyak goreng harganya sering labil, dan 
lebih sering naik ketimbang turun. Padahal negara kita dikenal 
sebagai produsen utama dan eksportir terbesar sawit nomor 
dua di dunia sesudah  Malaysia. Dengan total produksi CPO saat 
ini sekitar 32 juta ton atau setara 27 juta ton minyak goreng, 
kebutuhan dalam negeri hanya 4 juta ton, negara kita seharusnya 
tidak akan pernah kekurangan minyak goreng. Tetapi realitanya, 
harga minyak goreng tinggi di tingkat konsumen. 
Untuk mengatasi gejolak harga minyak goreng, Menteri 
Perdagangan mengeluarkan Permendag Nomor 27 Tahun 2017 
tentang Penetapan Harga Acuan Pembelian Komoditas Pertanian 
di Tingkat Petani dan Harga Acuan Penjualan untuk Konsumen. 
Dalam Permendag ini , pemerintah menetapkan harga 
minyak goreng dalam kemasan sederhana sebesar Rp11.000/kg. 
Namun nyatanya di pasar masih cukup tinggi. Contohnya di Pasar 
Senen pada 12 Januari 2018 menurut data IPJ sebesar Rp12.500/kg.
Demikian halnya dengan masalah kelangkaan komoditas 
jagung. Di satu sisi, pelaku industri kesulitan mencari bahan baku 
untuk produksi pakan ternak. Di sisi lain, produksi jagung di dalam 
negeri cukup besar. Kondisi itu mengakibatkan, ketergantungan 
industri pakan ternak terhadap jagung impor cukup tinggi, 
mencapai 3,5 juta ton/tahun atau setara dengan nilai Rp12 triliun 
devisa negara tergerus. Dengan terus mendorong peningkatan 
produksi jagung dalam negeri dan kerja sama dengan industri 
pakan ternak, akhirnya sejak tahun 2017, pemerintah tak lagi 
mengeluarkan izin  impor jagung.
Untuk mengatasi gejolak harga pangan, pemerintah kemudian 
mendengungkan usaha  pemberantasan mafia pangan. Hal itu 
sebagai bagian dalam pengamanan stok pangan dan stabilisasi 
harga. Kementerian Pertanian, bahkan telah merevisi Rekomendasi 
Impor Produk Hortikultura (RIPH) Nomor 83 Tahun 2013 menjadi 
Permentan Nomor 16 Tahun 2017 yang isinya mewajibkan importir 
bawang putih untuk menanam 5 persen dari total impor setahun.
Sementara Kementerian Perdagangan menyiapkan regulasi 
baru terkait izin impor, yaitu setiap importir wajib menyebutkan 
jumlah stok, posisi gudang, dan tujuan distribusi. Sedangkan di sisi 
lain, Polri juga mengerahkan seluruh Kapolda yang berkoordinasi 
dengan Dinas Pertanian dan Dinas Perdagangan di provinsi dalam 
memerangi para kartel pangan. 
Satuan Tugas atau Satgas Pangan yang merupakan sinergi 
antara Polri, Kemendag, Kemendagri, KPPU, Bulog, dan Kementan 
juga terus diperkuat fungsinya. Satgas Pangan ini juga dibentuk 
di setiap daerah untuk memudahkan dalam mengawasi stabilitas 
harga pangan. Tim satgas pangan daerah dipimpin Direktur 
Reserse Kriminal Khusus Polda dengan anggota terdiri atas Dinas 
Pertanian, Dinas Perdagangan, dan instansi terkait lainnya. 
Koordinasi antarlembaga dan pembentukan satgas ini  
merupakan perwujudan dari perintah Presiden Joko Widodo yang 
meminta beberapa menterinya agar menstabilkan harga sembako. 
Karena itu, satgas ini bertugas melakukan pengawasan harga dan 
ketersediaan pangan di pasar-pasar yang akan dievaluasi hasilnya 
pada tiap dua pekan. 
Satgas juga melakukan penegakan hukum terhadap kartel 
dan mafia pangan. Sejak dibentuk awal Mei 2017 hingga 5 Juli 
2017, Tim Satgas Pangan berhasil mengungkap 212 praktik kartel.
Terdiri atas 105 kasus terkait bahan kebutuhan pokok, sedangkan 
sisanya merupakan kasus bahan kebutuhan nonpokok.
Salah satu kasus yang mengundang perhatian banyak pihak 
adalah penggerebekan pabrik beras milik PT Indo Beras Unggul 
(PT IBU), anak perusahaan PT Tiga Pilar Sejahtera (TPS) di 
Bekasi yang memproduksi beras merk Maknyuss dan Ayam Jago. 
Penggerebekan dilakukan Bareksrim Mabes Polri yang tergabung 
dalam Satgas Pangan pada tanggal 20 Juli 2017. 
Fakta di lapangan ditemukan PT IBU melakukan pembelian 
gabah ditingkat petani Rp4.900/kg di atas harga pembelian 
pemerintah, sehingga diduga dapat mematikan pelaku usaha 
lain. ini bisa dikarenakan mayoritas petani pasti menjual gabah 
ke PT IBU. Hasil pembelian gabah petani selanjutnya diproses 
dan dikemas PT IBU dengan merk Maknyus dan Ayam Jago yang 
kemudian dijual dengan harga masing-msing Rp13.700/kg dan 
Rp20.400/kg. Dari kasus ini, Mabes Polri akhirnya menetapkan 
Direktur Utama PT IBU, Trisnawan Widodo sebagai tersangka, 
karena praktik bisnis perusahaan yang dipimpinnya diduga 
curang dan tidak sehat.
Dengan dibentuknya Tim Satgas Pangan terbukti efektif karena 
pergerakan harga pangan saat Ramadan dan Lebaran tahun 2017 
relatif stabil dibandingkan tahun sebelumnya. Relatif stabilnya 
harga kebutuhan pangan selama Ramadan dan menjelang Idul Fitri 
ini   membuat Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengapresiasi 
kinerja tim Satgas Pangan. Apresiasi ini disampaikan Jokowi 
saat memimpin Sidang Kabinet Paripurna Rapat Evaluasi terkait 
harga-harga bahan pokok dan antisipasi mudik Lebaran di Istana 
Merdeka, pada 22 Juni 2017. 
Stabilnya harga ini  terlihat dari harga daging sapi segar 
saat Lebaran tahun sebelumnya (2016) bisa mencapai Rp150.000/
kg, tetapi pada Lebaran tahun 2017 harganya relatif stabil di angka 
Rp120.000/kg untuk daging segar kualitas terbaik. Sedangkan 
harga daging sapi beku tetap stabil di posisi Rp80.000/kg sesuai 
ketentuan HET. 
Harga gula di pasar-pasar ritel juga stabil sesuai HET senilai 
Rp12.500/kg. Padahal, tahun sebelumnya sempat menyentuh 
Rp18.000/kg. Demikian halnya dengan harga minyak goreng tetap 
sesuai HET, yaitu Rp11.000/kg, bahkan ada yang Rp10.000/kg di 
pasar tradisional untuk minyak kemasan sederhana. Padahal saat 
Lebaran tahun 2016 naik hingga Rp23.000/kg (Suyanto, 2017).
Stabilnya harga komoditas pangan secara langsung akan 
berdampak pada penurunan laju inflasi nasional. Total inflasi pada 
periode Ramadan dan Lebaran 2017 (Mei–Juni) sebesar 1,08 persen 
yang merupakan total inflasi terendah dibandingkan dengan total 
inflasi selama Ramadan dan Lebaran tahun-tahun sebelumnya. 
Pada tahun 2016, total inflasi pada periode Ramadan dan 
Lebaran (Juni-Juli) adalah sebesar 1,35 persen. Sementara untuk 
tahun 2015 dan 2014 (Juni-Juli) sebesar 1,47 dan 1,36 persen. 
Dengan inflasi yang rendah akan memberi  prospek ekonomi 
yang lebih baik dengan tumbuhnya ekspektasi positif dari para 
investor di pasar bursa saham.
Penutup
Peningkatan produksi beras dalam negeri mampu menekan 
impor beras. Bahkan akhir-akhir ini negara kita mengekspor beras, 
khususnya beras premium dan organik. Impor jagung, khususnya 
untuk pakan, juga telah jauh menurun. Umumnya impor jagung 
saat ini lebih ditujukan untuk industri dan hanya sedikit untuk 
bahan pangan. negara kita terus melakukan eskpor jagung dan 
cenderung meningkat dari tahun ke tahun. 
Ekspor bawang merah terus dilakukan dengan semakin 
meningkatnya produksi dalam negeri. Penurunan ekspor bawang 
merah karena peningkatan harga bawang merah di dalam negeri. 
Peluang memperluas pasar ekspor ke negara tetangga maupun 
negara lain masih terbuka luas. Khususnya, perluasan ekspor ke 
negara tetangga maupun negara lain yang memiliki perjanjian 
multilateral maupun bilateral dengan Indonesia. 
Produksi dalam negeri untuk beras, jagung dan bawang 
merah perlu terus ditingkatkan, baik volume maupun kualitasnya. 
Pengolahan pangan di tingkat industri hilir (hilirisasi) dapat 
meningkatkan nilai tambah dan mengurangi ekspor dalam bentuk 
bahan baku atau produk tidak diolah. 
Pemerintah perlu tegas memberantas mafia pangan yang 
mengambilkan keuntungan secara tidak wajar. Mafia pangan 
mengimpor produk pertanian yang harganya jauh lebih murah, 
sehingga petani tidak bergairah meningkatkan produksi. Harga 
produk pertanian harus menguntungkan bagi petani, tetapi tetap 
terjangkau konsumen dalam negeri.

Kebijakan pangan Kementerian Pertanian di bawah komando Menteri Andi Amran Sulaiman dalam mengen-dalikan impor untuk mewujudkan kedaulatan pangan 
dan kesejateraan petani dinilai tepat. Pasalnya, negara kita dengan 
penduduk yang jumlah besar (262 juta jiwa) membutuhkan 
kedaulatan pangan. Ketergantungan pada impor pangan 
berisiko besar terhadap ketahanan pangan dan akan mengancam 
kedaulatan pangan. 
Bagi Indonesia, dengan semakin membanjirnya produk pangan 
impor akan memicu petani semakin tidak memiliki daya 
saing, baik dari sisi harga maupun mutu. Kemudian berdampak 
pada melemahnya daya beli warga , terutama petani. Dengan 
melemahnya daya beli, akhirnya kesejahteraan petani pun semakin 
tidak membaik.
Perdagangan internasional, di mana negara kita juga ikut di 
dalamnya, membuat tantangan baru bagi petani Indonesia. Negara 
maju mampu memakai  terknologi untuk menurunkan 
biaya produksi dan meningkatkan produktivitas. Sementara di 
negara kita sebagian besar mengandalkan tenaga manual. 
Negara-negara maju membuat standar ganda. Berbagai aturan 
yang diberlakukan negara maju untuk mendorong peningkatan 
produktivitas dan menurunkan biaya produksi tidak digolongkan 
dalam subsidi. Sebaliknya, bantuan Pemerintah negara kita kepada 
petani selalu dipersoalkan karena dianggap sebagai subsidi.
Kondisi ini  membuat harga komoditas pangan di pasar 
internasional hampir selalu lebih rendah dari harga di dalam 
negeri. Hal itu kemudian menjadi daya tarik pedagang untuk 
mengimpor dan menjadi alasan mendapatkan izin impor. 
Selama ini banyak pihak selalu menganggap harga komoditas 
pangan di negara kita terlalu mahal. Ini menjadi tantangan yang 
harus dapat diatasi, agar produk negara kita mampu bersaing di 
pasar internasional. 
Negara maju dalam memasarkan surplus produk pertaniannya 
dilakukan dalam bentuk bantuan ke negara penerima bantuan. 
Misalnya, dengan menjual lebih murah, pinjaman dengan bunga 
rendah dan ada tenggang waktu untuk pembayaran cukup lama. 
Ini sangat menarik bagi negara yang tidak mampu mengimpor 
melalui pasar internasional. Di satu pihak, negara penerima 
pinjaman murah ini  merasa tertolong dengan berbagai 
kemudahan ini , namun di pihak lain (petani) dirugikan dan 
semakin tidak berdaya. 
Kedaulatan Pangan dan Kesejahteraan Petani
Keberpihakan pemerintah terhadap rakyat untuk menjaga 
ketahanan pangan, mewujudkan kedaulatan pangan, serta 
kesejahteraan petani adalah sebuah keharusan. negara kita harus 
berdaulat pangan dengan cara mencukupi pangan dari produksi 
sendiri, mengatur kebijakan pangan secara mandiri, serta 
melindungi dan menyejahterakan petani dan rakyatnya. 
Negara-negara lain juga selalu menjaga pangan dan melin-
dungi petani dan rakyatnya sesuai rambu-rambu perdagangan 
internasional yang telah disepakati dalam perundingan WTO. 
Demikian halnya dengan pemerintahan Jokowi-JK melalui visinya 
yang tertuang dalam Nawa Cita menaruh komitmen dan perhatian 
serius pada sektor pertanian, yaitu menitikberatkan pada usaha  
mewujudkan Kedaulatan Pangan dan Kesejahteraan Petani. 
Pemerintahan Jokowi-JK telah menetapkan kedaulatan pangan 
dan kesejahteraan petani sebagai single goal dalam pembangunan 
pertanian. Bahkan dalam berbagai kesempatan Menteri Pertanian, 
Andi Amran Sulaiman selalu mengatakan bahwa negara kita bukan 
negara antiimpor, bahkan senantiasa menjaga hubungan antar-
negara saling menguntungkan. Impor hanya dilakukan sesuai 
kebutuhan, bukan berdasarkan keinginan. ini dilakukan atas 
dasar amanat Undang-Undang Pangan. 
Untuk mencukupi kebutuhan konsumsi dan menekan impor 
pangan, Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman telah membuat 
perubahan paradigma kebijakan dan program Pembangunan 
Pertanian. Pertama, merevisi Perpres 172 Tahun 2014 mengenai 
tender penyediaan benih dan pupuk menjadi penunjukkan 
langsung atau e-katalog, sehingga realisasinya tepat waktu 
menjelang masa tanam.
Kedua, refocusing anggaran 2015 hingga 2017 sebesar Rp12,2 
triliun dari perjalanan dinas, rapat, rehabilitasi gedung direvisi 
menjadi rehabilitasi irigasi, alat mesin pertanian, cetak sawah, dan 
lainnya untuk petani. Ketiga, bantuan benih yang disalurkan ke 
petani tidak lagi di lahan existing, sehingga bantuan berdampak 
pada luas tambah tanam. Keempat, pengembangan inovasi 
teknologi mulai dari benih unggul, teknis budi daya, mekanisasi, 
pascapanen, dan lainnya. 
118 | Perdagangan Internasional Komoditas Pangan Strategis
Kelima, deregulasi perizinan dan investasi dengan menginven-
tarisasi dan mengidentifikasi, serta usaha  simplifikasi seluruh 
regulasi internal pada lingkup Kementerian Pertanian, terutama 
terkait dengan perizinan dan investasi. Keenam, kebijakan 
pengendalian impor dan mendorong ekspor sebagai salah satu 
instrumen strategis untuk pencapaian swasembada pangan secara 
berkelanjutan. 
Di samping itu, penataan SDM dan Manajemen di lingkup 
Kementerian Pertanian juga dilakukan selama tiga tahun ini. 
Pertama, melakukan lelang jabatan dan demosi/mutasi berbasis 
kompetensi dan kinerja secara transparan dan kompetitif, sehingga 
diperoleh birokrat yang memiliki visi dan kompetensi yang bisa 
meningkatkan profesionalisme. 
Kedua, pengawalan program usaha  Khusus (UPSUS) dan 
evaluasi harian dengan mengerahkan sumber daya yang tersedia 
di Kementerian Pertanianuntuk pengawalan dan pendampingan 
UPSUS Padi, Jagung dan Kedelai (Pajale) di lapangan. Kegiatan itu 
didukung jajaran TNI mulai dari persiapan pertanaman sampai 
pengawalan benih dan pupuk. 
Ketiga, melepaskan ego-sektoral dalam penataan regulasi, 
perencanaan anggaran maupun implementasi berbagai 
program pembangunan dengan melakukan berbagai koordinasi 
dan sinkronisasi secara intensif. Keempat, memberantas aksi 
pungli dengan membentuk Tim Sapu Bersih Pungli di lingkup 
Kementerian Pertanian. Dengan demikian, seluruh pejabat dan 
pelaksana di Kementerian Pertanian benar-benar bekerja sesuai 
dengan aturan dalam usaha  meningkatkan kepercayaan dan 
produktivitas. 
Kelima, menempatkan Satgas KPK, Kejagung, Polri, dan BPKP 
berkantor di Kementerian Pertanian dalam usaha  pengawasan, 
pencegahan, dan penindakan kejahatan tindak pidana korupsi di 
lingkungan Kementerian Pertanian. Keenam, menyiapkan grand 
desain dan langkah-langkah strategis pengembangan komoditas 
pertanian menuju Lumbung Pangan Dunia 2045.
Berpijak pada paradigma kebijakan baru ini , kinerja sektor 
pertanian di era pemerintahan Jokowi-JK telah menghasilkan 
karya besar. Dari mulai peningkatan produksi, ekspor maupun 
kesejahteraan petani yang diukur dari meningkatnya daya beli.
Bahkan dengan fondasi pembangunan pertanian yang semakin 
kuat, negara kita mampu melewati ancaman El Nino 2015 dan La 
Nina 2016. Keberhasilan beradaptasi terhadap kedua peristiwa 
ini  memicu  tidak ada lagi paceklik dan produksi 
pangan terus meningkat. 
Kenaikan produksi pangan selama tiga tahun (2014-2017) 
untuk padi dari 70,84 juta ton menjadi 81,38 juta ton gabah kering 
giling (GKG) atau naik 15 persen dan jagung dari 19,0 juta ton 
menjadi 27,95 juta ton atau naik 32,0 persen.
Untuk komoditas hortikultura yakni, bawang merah naik dari 
1,23 juta ton menjadi 1,42 juta ton atau naik 15,3 persen, cabai dari 
1,87 juta ton menjadi 1,90 juta ton atau naik 1,5 persen. Sedangkan 
produksi daging sapi naik dari 0,49 juta ton menjadi 0,53 juta ton 
atau naik 8,1 persen. 
Sejak tahun 2016 negara kita sudah swasembada padi, cabai, 
bawang merah dan pada 2017 swasembada jagung. Bahkan 
ditargetkan pada tahun 2018 akan swasembada kedelai. Demikian 
pula untuk swasembada bawang putih dan gula ditargetkan akan 
dicapai pada tahun 2019. 
Kinerja ekspor impor juga terus meningkat yang ditunjukkan 
dengan tidak adanya impor beras sepanjang tahun 2016-2017, 
bahkan ekspor beras naik 43,7 persen. Demikian dengan impor 
jagung turun 66,6 persen pada tahun 2016, padahal sebelumnya 
jumlah impor jagung tercatat 3,5 juta ton. Bahkan pada 14 Februari 
tahun 2018 dilakukan ekspor perdana jagung hasil pertanian dari 
120 | Perdagangan Internasional Komoditas Pangan Strategis
Provinsi Gorontalo ke Filipina dengan total pengiriman sebanyak 
57.650 ton. Tercatat, sampai April 2018 negara kita sudah mampu 
mengekspor jagung ke Filipina sebanyak 500.000 ton. 
negara kita tidak hanya mampu menurunkan impor bawang 
merah sebesar 93 persen, tetapi juga mengekspor bawang merah 
sebanyak 7.750 ton keenam negara tetangga pada tahun 2017. 
Dalam konteks pengembangan Lumbung Pangan Dunia 2045, 
negara kita juga melakukan ekspor perdana beras ke Sarawak 
Malaysia dan Papua Nugini pada tahun 2017.
Ekspor ini  merupakan inisiatif awal untuk membuka 
pintu ekspor melalui pelabuhan darat, baik di Entikong Kabupaten 
Sanggau Kalimantan Barat maupun Merauke. negara kita juga 
membuka kerja sama ekspor dengan negara tetangga Republik 
Demokratik Timur Leste (RDTL). Kegiatan ini  ditandai 
dengan launching ekspor bawang merah ke Timor Leste yang 
digelar secara simbolis di Mota Masin, Kabupaten Malaka pada 
tahun 2017. 
Capaian lainnya adalah peningkatan kesejahteraan petani 
yang diukur dari penurunan kemiskinan di desa sebesar 0,01 
persen, peningkatan Nilai Tukar Petani (NTP) sebesar 101,7 
dan peningkatan Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP) 109,8. 
Data Global Food Security Index (GFSI) yang dirilis The Economist 
Intelligence Unit (EIU) pada 9 Juni 2016 juga menunjukkan bahwa 
peringkat ketahanan pangan negara kita meningkat signifikan dari 
74 pada tahun 2015 menjadi 71 pada tahun 2016 dari 113 negara 
yang diobservasi. 
Pada tahun 2016, negara kita tercatat sebagai salah satu negara 
yang meraih peningkatan ketahanan pangan terbesar di antara 
negara yang diobservasi. Peningkatan ketahanan pangan ini  
dilihat dari tiga aspek yakni, keterjangkauan (affordability), 
ketersediaan (availability), serta kualitas dan keamanan (quality and 
safety). 
Pada aspek ketersediaan peringkat negara kita mencapai 66, di 
atas peringkat keseluruhan ketahanan pangan. Pada aspek keter-
jangkauan, negara kita mendapat nilai 50,3, naik dari sebelumnya 
46,8. Ketersediaan juga meningkat menjadi 54,1 dari sebelumnya 
51,2. Sementara kualitas dan keamanan naik tipis ke-42 dari 
sebelumnya 41,9.
Peran sektor pertanian semakin besar dalam mendorong 
pertumbuhan ekonomi. Pada kuartal II tahun 2016, kontribusi 
pertanian terhadap perekonomian nasional mencapai 14,32 persen, 
termasuk kehutanan dan perikanan. Dalam periode ini , 
industri bergerak positif, baik dari sisi migas maupun nonmigas. 
Secara total, industri menyumbang 21 persen terhadap 
pertumbuhan ekonomi. Ketika pertanian tumbuh pesat, industri 
tumbuh pesat, barang yang diperdagangkan juga menjadi lebih 
banyak. Kontribusi ini bisa menjadi pemantik untuk mengatasi 
persoalan kesenjangan dan kemiskinan yang banyak ada  di 
daerah-daerah. 
Capaian-capaian dalam mewujudkan kedaulatan pangan 
dan kesejahteraan petani di era pemerintahan Jokowi-JK diakui 
beberapa pihak. Asisten Director General FAO, Kundhawi 
Kadiresan memberi  apresiasi pencapaian swasembada pangan 
Indonesia, yang disampaikan ketika pertemuan Menteri Pertanian, 
Andi Amran Sulaiman dengan FAO pada 12 Maret 2017 di Jakarta. 
Deputi Deputi Perdana Menteri Uzbekistan saat berkunjung ke 
negara kita pada 21 Agustus 2017 juga menyampaikan keinginannya 
mencontoh negara kita yang sudah swasembada. 
Keseluruhan kinerja dan apresiasi ini  merupakan 
konsekuensi terimplementasinya berbagai program utama untuk 
mewujudkan kedaulatan pangan dan kesejateraan petani, yaitu 
pembangunan irigasi dan mekanisasi pertanian. Program kunci 
lainnya ialah perluasan lahan pertanian, mendorong investasi, 
percepatan inovasi, penyediaan dan fasilitasi akses benih dan 
pupuk, penyediaan insentif dan perlindungan usaha, pemerataan 
pembangunan, dan penataan institusi. 
Program yang dilakukan diarahkan, sehingga mencakup 
seluruh faktor kunci untuk perkembangan pangan dan pertanian. 
Keseluruhan program aksi yang dilaksanakan Kementerian 
Pertanian bermuara pada pembangunan faktor-faktor kunci 
penopang atau pilar pembangunan pangan dan pertanian:
1. Infrastruktur:  irigasi, pasar pertanian, jalan usaha tani
2. Investasi: lahan pertanian, populasi ternak, alat dan mesin 
pertanian, modal kerja
3. Inovasi: benih/bibit unggul, teknologi budi daya (Paket 
Teknologi Terpadu), pola pertanaman
4. Input: penyediaan dan jaminan akses input utamanya pupuk
5. Insentif: harga input, harga output, perlindungan risiko usaha 
(asuransi)
6. Inklusi: pemerataan penerima bantuan, lumbung pangan di 
wilayah perbatasan perbatasan
7. Insitusi: penguatan kelembagaan petani, pembangunan 
klaster, tata kelola pembangunan  

Share:
TRANSLATE
English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Translate

viewer

SEARCH

widget translate
English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Archive