Jumat, 29 Desember 2023

pajak 4

     



1. Prof. Dr. P.J.A. Adriani 
“Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh 
yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak 
mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk dan gunanya adalah 
untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas 
negara untuk menyelenggarakan pemerintahan."  
 
2. Mr. Dr. N. J. Feldmann 
“Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada 
penguasa, menurut norma-norma yang ditetapkannya secara umum, tanpa 
adanya kontra-prestasi dan semata-mata dipakai  untuk menutup 
pengeluaran-pengeluaran Umum.” 
 
3. Prof. Dr. M.J.H. Smeets 
“Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma-norma 
umum dan yang dapat dipaksakannya, tanpa adanya kontra-prestasi yang dapat 
ditunjukkan dalam hal yang individual; maksudnya adalah untuk membiayai  
pengeluaran Pemerintah.” 
 

 
4. Dr. Soeparman Soemahamidjaja 
 “Pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang yang dipungut oleh 
penguasa berdasar  norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi 
barang-barang dan jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.” 
 
5. Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH 
 “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasar  Undang-undang 
(yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra-prestasi), 
yang langsung dapat ditunjukkan dan yang dipakai  untuk membayar 
pengeluaran umum.”  
 
Ciri-ciri yang melekat dalam pengertian pajak : 
 
1. Pembayaran pajak harus berdasar  Undang-undang. 
2. Sifatnya dapat dipaksakan. 
3. Tidak ada kontra prestasi (imbalan) yang langsung dapat dirasakan oleh 
sipembayar pajak. 
4. Pemungutan pajak dilakukan oleh negara baik oleh pemerintah pusat maupun 
daerah. 
5. Pajak dipakai  untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah bagi 
kepentingan masyarakat umum. 
 
C. STRUKTUR PERPAJAKAN DI INDONESIA 
 
1. Pajak Pusat/Negara: 
a. Dirjen Pajak : 
1) PPh 
2) PPN 
3) PPn BM 
4) Bea Materai 
5) BPHTB 
b. Dirjen Bea dan Cukai : 
1) Bea Masuk 
2) Cukai 
 
2. Pajak Daerah : 
 
a. Propinsi DT. Tk I : 
1) Pajak Kendaraan Bermotor 
2) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor 
3) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor 
 
b. Kabupaten/Kota DT. Tk. II : 
1) Pajak Bumi Bangunan (PBB) 
2) Pajak Hotel & Restoran (PHR) 
3) Pajak Hiburan 
  
 
4) Pajak Reklame 
5) Pajak Penerangan Jalan 
6) Pajak Pengambilan & Pengolahan Bahan Galian Gol. C 
7) Pajak Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan. 
 
D. TINJAUAN & PENDEKATAN PAJAK DARI BERBAGAI ASPEK 
 
a. Aspek Ekonomi 
Pajak merupakan penerimaan negara yang dipakai  untuk mengarahkan 
kehidupan masyarakat menuju kesejahteraan masyarakat. Pajak sebagai 
sumber motor penggerak kehidupan ekonomi masyarakat. 
 
b. Aspek Hukum 
Pajak merupakan masalah keuangan negara, adapun dasar yang dipakai  
untuk mengatur masalah keuangan negara ini  yaitu pasal 23 (2) UUD 
1945, dan untuk teknis pelaksanaan perpajakan yang mengatur masalah 
perpajakan terdapat UU Perpajakan. 
 
c. Aspek Keuangan 
Pajak dipandang sebagai aspek penting dalam penerimaan negara yang 
menjadikan pajak sebagai primadona penerimaan negara. 
 
d. Aspek Sosiologi 
Pajak sebagai sumber penerimaan negara untuk membiayai pengeluaran rutin 
dan juga dipakai  untuk membiayai pembangunan, berarti pembangunan ini 
dibiayai oleh masyarakat. 
 
E. PERAN & FUNGSI PAJAK  
 
1. Peran Pajak 
Terdapat tiga sumber penerimaan pemerintah dalam penyusunan APBN, yaitu : 
a. Dari Sektor Pajak 
b. Dari Sektor Migas 
c. Dari Sektor Bukan Pajak & Non Migas 
 
2. Fungsi Pajak 
Ada 2 fungsi pajak : 
a. Fungsi Budgeter 
b. Fungsi Regulerend 
c. Fungsi Demokrasi 
d. Fungsi Distribusi 
Fungsi Budgeter 
Adalah fungsi yang letaknya disektor publik yaitu fungsi untuk mengumpulkan 
uang pajak sebanyak-banyaknya sesuai dengan Undang-undang yang berlaku 
yang pada waktunya akan dipakai  untuk membiayai pengeluaran-
pengeluaran negara, yaitu pengeluaran rutin & pengeluaran pembangunan, 
bila ada sisa (surplus) akan dipakai  sebagai tabungan pemerintah untuk 
investasi pemerintah. 
 
Fungsi Regulerend 
Adalah suatu fungsi bahwa pajak-pajak ini  akan dipakai  sebagai suatu 
alat untuk mencapai tujuan-tujuan yang letaknya diluar bidang keuangan. 
 
Fungsi Demokrasi 
Adalah suatu fungsi yang merupakan salah satu penjelmaan atau wujud sistem 
gotong-royong, termasuk kegiatan pemerintahan dan pembangunan demi 
kemaslahatan manusia yang sering dikaitkan dengan hak seseorang jika  
akan memperoleh pelayanan dari pemerintah. 
 
Fungsi Distribusi 
Adalah fungsi yang lebih menekankan pada unsur pemerataan dan keadilan 
dalam masyarakat.  
 
F. PERBEDAAN PAJAK DENGAN JENIS PUNGUTAN LAINNYA 
 
1. Pengertian Retribusi 
Retribusi adalah jenis pungutan yang diberikan atas pembayaran berupa jasa 
atau pemberian izin tertentu yang  disediakan atau diberikan oleh pemerintah 
kepada setiap orang atau badan. 
 
Misalnya : Retribusi atas penyediaan tempat penginapan, retribusi tempat 
pencucian mobil, pembayaran aliran listrik, pembayaran abodemen air minum, 
retribusi tempat penitipan anak, IMB.  
 
Sifat paksanaan pada retribusi lebih mengarah pada hal yang bersifat ekonomis. 
 
1. Jenis-Jenis Retribusi : 
 
a. Retribusi Jasa Umum, terdiri dari : 
1) Pelayanan kesahatan 
2) Pelayanan persampahan/kebersihan 
3) Penggantian biaya cetak kartu tanda penduduk dan akte catatan sipil 
4) Pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat 
5) Parkir ditepi jalan umum 
6) Pasar 
7) Air bersih 
8) Pengujian kendaraan bermotor 
9) Pemeriksaan alat pemadam kebakaran 
10) Penggantian biaya cetak peta 
11) Pengujian kapal perikanan  
 
b. Retribusi Jasa Usaha, terdiri dari : 
1) Pemakaian kekayaan daerah 
  
 
2) Pasar grosir dan atau pertokoan 
3) Terminal 
4) Tempat khusus parkir 
5) Tempat penitipan anak 
6) Tempat penginapan/villa 
7) Penyedotan kakus 
8) Rumah potong hewan 
9) Tempat pendaratan kapal 
10) Tempat rekreasi dan oleh raga 
11) Penyeberangan diatas air 
12) Pengolahan limbah cair 
13) Penjualan produksi usaha daerah 
 
c. Retribusi Perizinan tertentu, terdiri dari : 
1) Izin peruntukan penggunaan tanah 
2) Izin mendirikan bangunan 
3) Izin tempat penjualan minuman beralkohol 
4) Izin gangguan  
5) Izin trayek 
6) Izin pengambilan hasil hutan ikutan 
  
2. Pengertian Sumbangan 
Sumbangan adalah jenis pungutan sukarela yang dilakukan oleh dan untuk 
kepentingan sekelompok masyarakat tertentu dan tidak memerlukan dasar 
hukum. 
 
Misalnya : Sumbangan pembangunan tempat ibadah, sumbangan untuk bencana 
alam, sumbangan swadaya masyarakat untuk perbaikan jalan dilingkungan 
tempat tinggal. 
 
Perbedaan Pajak Dengan Jenis Pungutan Lain 
CIRI-CIRI YANG MELEKAT PAJAK RETRIBUSI SUMBANGAN 
1. Pemungutannya berdasar  UU YA YA TIDAK 
2. Ada kontra prestasi langsung TIDAK YA YA 
3. Dilakukan  oleh  Negara YA YA TIDAK 
4. dipakai  untuk pengeluaran rutin 
dan pembangunan bagi kepentingan 
masyarakat umum. 
YA YA TIDAK 
 
 
 
A. PENGGOLONGAN JENIS PAJAK 
 
1. Menurut Sifatnya 
 
a. Pajak Langsung 
Adalah pajak-pajak yang bebannya harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan 
tidak dapat dilimpahkan kepada orang lain serta dikenakan secara berulang-
ulang pada waktu-waktu tertentu, misalnya PPh. 
 
b. Pajak Tdk Langsung 
Adalah pajak yang bebannya dapat dilimpahkan kepada orang lain dan hanya 
dikenakan pada hal-hal tertentu atau peristiwa peristiwa tertentu saja, 
misalnya, pajak pertambahan nilai. 
 
2. Menurut Sasaran/Objeknya 
 
a. Pajak Subjektif 
 Adalah Jenis pajak yang dikenakan dengan pertama-tama memperhatikan 
keadaan wajib pajak (subjeknya). Setelah diketahui keadaan subjeknya 
barulah diperhatikan keadaan objektifnya sesuai gaya pikul apakah dapat 
dikenakan pajak atau tidak, misalnya, pajak penghasilan.  
 
b. Pajak Objektif 
 Adalah jenis pajak yang dikenakan dengan pertama-tama 
memperhatikan/melihat objeknya baik berupa keadaan perbuatan atau 
peristiwa yang menyebabkan timbulnya kewajiban membayar pajak. Setelah 
diketahui objeknya barulah dicari subjeknya yang mempunyai hubungan 
hukum dengan objek yang telah diketahui,misalnya, pajak pertambahan nilai. 
 
3. Menurut Lembaga Pemungutnya 
 
a. Pajak Pusat 
 Adalah Jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat yang dalam 
pelaksanaannya dilakukan oleh departemen keuangan cq. Departemen 
jendral pajak, hasilnya dikumpulkan dan dimasukkan sebagai bagian dari 
penerimaan APBN.  
 
 
 
 
b. Pajak Daerah 
Adalah Jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah yang dalam 
pelaksanaannya sehari-hari dilakukan oleh dinas pendapatan daerah, 
hasilnya dikumpulkan dan dimasukkan sebagai bagian dari penerimaan 
APBD.  
 
4. Pajak Tertulis dan Tidak Tertulis 
 
a. Pajak Tertulis 
 Adalah pajak-pajak yang pada permulaan tahun atau pada permulaan suatu 
masa telah tersusun suatu daftar yang berisikan data-data tertentu dari para 
wajib pajak. 
 
b. Pajak Tidak Tertulis 
 Adalah pajak-pajak yang umumnya timbul karena suatu kejadian atau 
perbuatan, yang tidak diketahui sebelumnya siapa yang melakukannya, 
sehingga tidak mungkin untuk disusun suatu daftar wajib pajak terlebih 
dahulu. 
 
B. SUBYEK PAJAK 
 
Subjek pajak adalah siapa yang dikenakan pajak. 
Objek pajak adalah apa yang dikenakan pajak. 
 
1.  Subjek PPh 
 
a. Pengertian Subyek PPh 
1) Orang pribadi dan warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan 
menggantikan yang berhak. 
2) Badan yang terdiri dari Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, 
Perseroan Lainnya, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik 
Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, Persekutuan, 
Perkumpulan, Firma, Kongsi, Koperasi, Yayasan atau organisasi yang 
sejenis, lembaga dana pensiun, dan bentuk badan usaha lainnya. 
3) Bentuk Usaha Tetap (BUT) 
BUT adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang 
tidak bertempat tinggal diIndonesia atau berada diIndonesia tidak lebih 
dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan atau badan yang tidak 
didirikan dan tidak bertempat kedudukan diIndonesia, untuk menjalankan 
usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia. 
  
b. Penggolongan Subjek Pajak 
1) PPh dalam negeri : 
a) Orang pribadi yang bertempat tinggal diIndonesia atau orang pribadi 
yang berada diIndonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 
  
 
bulan, atau orang pribadi yang dalam satu tahun pajak berada 
diIndonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia. 
b) Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia. 
c) Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang 
berhak.  
 
2) Subjek Pajak PPh luar negeri : 
a) Orang pribadi yang bertempat tinggal diIndonesia atau berada 
diIndonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan 
badan yang tidak didirikan dan tidak berkedudukan diIndonesia yang 
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha 
tetap diIndonesia. 
b) Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal diIndonesia atau berada 
diIndonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan 
badan yang tidak didirikan dan tidak berkedudukan diIndonesia yang 
dapat menerima atau memperoleh  penghasilan dari Indonesia bukan 
dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha 
tetap diIndonesia. 
 
c. Saat Mulai dan Berakhirnya PPh  
1) Untuk orang pribadi yang bertempat tinggal diIndonesia atau berada 
diIndonesia lebih dari 183 hari, dimulai saat dilahirkan, berakhir saat 
meninggal dunia atau meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya. 
2) Untuk badan yang didirikan atau berkedudukan diIndonesia, dimulai saat 
badan ini  didirikan atau berkedudukan diIndonesia dan berakhir 
saat dibubarkan atau tidak lagi berkedudukan diIndonesia. 
3) Untuk orang pribadi yang tidak bertempat tinggal diIndonesia atau berada 
diIndonesia tidak lebih dari 183 hari atau badan yang tidak didirikan atau 
tidak berkedudukan diIndonesia yang menjalankan usaha melalui BUT 
diIndonesia, dimulai saat orang pribadi atau badan ini  menjalankan 
usaha atau melakukan kegiatan dan berakhir saat tidak lagi menjalankan 
usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap. 
4) Untuk orang pribadi yang tidak bertempat tinggal diIndonesia atau berada 
diIndonesia tidak lebih dari 183 hari atau badan yang tidak didirikan dan 
tidak berkedudukan diIndonesia yang dapat menerima atau memperoleh 
penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau 
memperoleh penghasilan melakukan kegiatan melalui BUT diIndonesia, 
dimulai saat orang pribadi atau badan ini  memperoleh atau 
menerima penghasilan dari Indonesia dan berakhir saat tidak lagi 
menerima atau memperoleh penghasilan ini . 
5) Untuk warisan yang belum terbagi, dimulai saat timbulnya warisan 
ini  dan berakhir saat warisan ini  selesai dibagi.   
 
  
 
3. Subjek PPN 
Subjek PPN adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP) yaitu pengusaha yang 
melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena 
Pajak yang dikenakan pajak berdasar  UU PPN, tidak termasuk pengusaha 
kecil yang batasannya ditetapkan MenKeu, kecuali pengusaha kecil ini  
memilih untuk dikukuhkan menjadi PKP. 
 
C. OBJEK PAJAK 
 
1. Objek PPh 
Objek PPh adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis 
yang diterima atau diperoleh baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia 
yang dipakai  baik untuk investasi maupun konsumsi. 
 
A. PPh Pasal 21 
a) Penghasilan yang diterima atau diperoleh secara teratur berupa gaji, uang 
pensiun bulanan, upah, honorarium (termasuk honorarium anggota 
dewan komisaris atau anggota dewan pengawas), premi bulanan, uang 
lembur, uang sokongan, uang tunggu, uang ganti rugi, tunjangan istri, 
tunjangan anak, tunjangan kehamilan, tunjangan jabatan, tunjangan 
khusus, tunjangan transport, tunjangan pajak, tunjangan iuran pensiun, 
tunjangan pendidikan anak, bea siswa, hadiah, premi asuransi yang 
dibayar pemberi kerja, dan penghasilan teratur lainnya dengan nama 
apapun. 
b) Penghasilan yang diterima atau diperoleh secara tidak teratur berupa jasa 
produksi, tantiem, gratifikasi, tunjangan cuti, tunjangan hari raya, 
tunjangan tahun baru, bonus, premi tahunan, dan penghasilan sejenis 
lainnya yang sifat tidak tetap. 
c) Upah harian, upah mingguan, upah satuan dan upah borongan. 
d) Uang tebusan pensiun, uang tabungan hari tua atau tunjangan hari tua, 
uang pesangon dan pembayaran lainnya yang sejenis. 
e) Honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam 
bentuk apapun, komisi, bea siswa dan pembayaran lain sebagai imbalan 
sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh 
wajib pajak dalam negeri. 
f) Gaji dan tunjangan-tunjangan lain yang terkait dengan gaji yang diterima 
oleh pejabat negara, pegawai negeri sipil, serta uang pensiun dan 
tunjangan-tunjangan lain yang sifatnya terkait dengan uang pensiun yang 
diterima oleh pensiunan termasuk janda atau duda dan atau anak-
anaknya.    
 
B. PPh Pasal 22 
a) Penyerahan barang dan atau jasa kepada institusi pemerintah. 
b) Kegiatan impor kedalam daerah pabean. 
 
  
 
C. PPh Pasal 23 
1) Deviden. 
2) Bunga, termasuk premium, disconto dan imbalan sehubungan dengan 
jaminan pengembalian hutang. 
3) Royalty. 
4) Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta. 
5) Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi 
dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong PPh Pasal 21, antara lain : 
a) Jasa perancang interior dan jasa perancang pertamanan. 
b) Jasa akuntansi dan pembukuan. 
c) Jasa pembasmian hama dan jasa pembersihan. 
d) Jasa penebangan hutang. 
e) Jasa pengeboran (jasa drilling) dibidang penambangan migas kecuali 
yang dilakukan oleh BUT. 
f) Jasa penunjang dibidang penambangan migas. 
g) Jasa penambangan dan jasa penunjang selain migas. 
h) Jasa perantara. 
i) Jasa Penilai. 
j) Jasa Aktuaris. 
k) Jasa pengisian sulih suaru (dubbing) dan atau mixing film. 
 
D. PPh Pasal 26 
Pasal 26 UU PPh mengatur tentang pemotongan-pemotongan  atas penghasilan yang 
bersumber dari Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar 
negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT). 
Pada dasarnya objek PPh Pasal 26 sama dengan objek PPh 23 hanya saja 
dalam PPh Pasal 26 yang menerima penghasilan ini  adalah Wajib Pajak 
Luar Negeri, sedangkan PPh Pasal 23 yang menerima penghasilan adalah WP 
dalam negeri. Selain itu sifat pemotongan-pemotongan  PPh Pasal 26 adalah besifat final 
(tidak dapat dikreditkan ) sedangkan PPh 23 dapat dikreditkan/ tidak final.  
 
2. Objek PPN 
Objek dalam PPN adalah penyerahan atau kegiatan yang dilakukan oleh 
pengusaha kena pajak, yaitu : 
a. Penyerahan barang kena pajak didalam daerah pabean yang dilakukan oleh 
pengusaha. 
b. Impor barang kena pajak 
c. Penyerahan jasa kena pajak yang dilakukan di dalam daerah  pabean oleh 
pengusaha. 
d. Pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean 
didalam daerah pabean. 
e. Pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean didalam daerah 
pabean. 
f. Ekspor barang kena pajak oleh pengusaha kena pajak. 
 
 
 
3. Objek BPHTB 
Objek BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan yang dapat 
berupa tanah (termasuk tanaman diatasnya), tanah dan bangunan, yang 
meliputi: 
a. Pemindahan hak, terjadi karena adanya : 
1) Jual beli 
2) Tukar menukar 
3) Hibah 
4) Wasiat 
5) Waris 
6) Pemasukan dlm perseroan atau badan hukum lainnya 
7) Pemisahan hak yang mengakibatkan peraliahan 
8) Penunjukkan pembeli dalam lelang 
9) Pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap 
10) Penggabungan usaha 
11) Pemekaran usaha 
12) Hadiah. 
b. Pemberian hak baru, terjadi karena adanya : 
1) Kelanjutan pelepasan hak 
2) Diluar pelepasan hak 
 
4. Objek Bea Materai 
Objek Bea Materai adalah Dokumen. 
Dokumen yang telah disebutkan dalam Undang-Undang seperti : 
a. Surat perjanjian atau surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk 
dipakai  sebagai alat pembuktian. 
b. Akta-akta notaris termasuk salinannya. 
c. Akta-Akta yang dibuat oleh PPAT termasuk rangkap-rangkapnya. 
d. Surat yang memuat jumlah uang, yaitu : 
1) yang menyebutkan penerimaan uang 
2) yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam 
rekening dibank. 
3) Yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank. 
4) Yang berisi pengakuan pelunasan utang 
e. Surat berharga 
f. Efek    
     
4. HAK DAN KEWAJIBAN WAJIB PAJAK 
 
Wajib pajak adalah Orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundang-
undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, 
termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu. 
 
Badan Adalah Sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik 
yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi 
perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha atau 
  
 
daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana 
pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial 
politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk 
badan lainnya. 
 
1) Hak Wajib Pajak  
a. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pengarahan dari fiscus. 
b. Hak untuk membetulkan surat Pemberitahuan (SPT). 
c. Hak untuk memperpanjang waktu penyampaian SPT. 
d. Hak Untuk memperoleh kembali kelebihan pembayaran pajak. 
e. Hak mengajukan keberatan dan banding. 
f. Hak  mengajukan pejabat yang membocorkan rahasia wajib pajak. 
g. Hak mengajukan permohonan untuk mengangsur atau menunda 
pembayaran pajak. 
h. Hak mengurangi penghasilan kena pajak dengan biaya yang telah 
dikeluarkan. 
i. Hak pengurangan berupa PenghasilanTidak Kena Pajak (PTKP). 
j. Hak menggunakan norma penghitungan penghasilan neto. 
k. Hak memperoleh fasilitas perpajakan. 
l. Hak untuk melakukan pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran. 
 
2) Kewajiban Wajib Pajak 
1. Kewajiban untuk mendaftarkan diri. 
2. Kewajiban mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT). 
3. Kewajiban membayar atau menyetor pajak. 
4. Kewajiban membuat pembukuan dan atau pencatatan. 
5. Kewajiban mentaati pemeriksaan pajak. 
6. Kewajiban melakukan pemotongan-pemotongan  atau pemungutan pajak. 
7. Kewajiban membuat faktur. 
8. Kewajiban melunasi Bea Materai. 
 
5. HAK DAN KEWAJIBAN FISKUS 
A. Hak Fiskus 
a. Menerbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan atau mengukuhkan 
Pengusaha Kena Pajak (PKP). 
b. Menerbitkan Surat Ketetapan Pajak. 
c. Menerbitkan Surat Paksa dan Malaksanakan Penyitaan. 
d. Melakukan Pemeriksaan dan Penyegelan. 
e. Menghapuskan atau mengurangi sanksi administrasi. 
f. Melakukan penyidikan. 
 
B. Kewajiban Fiskus 
a. Kewajiban untuk membina wajib pajak. 
b. Menerbitkan surat ketetapan pajak lebih bayar. 
c. Merahasiakan data wajib pajak. 
 
  
 
6. TEORI PEMUNGUTAN PAJAK 
 
1. Teori Asuransi 
 Artinya suatu kepentingan masyarakat yang harus dilindungi oleh negara. 
 
2. Teori Kepentingan 
 Artinya negara yang melindungi kepentingan harta benda dan jiwa warga 
negara dengan memperhatikan pembagian beban pajak yang harus dipungut 
dari seluruh penduduknya. 
 
3. Teori Gaya Pikul 
 Artinya setiap orang yang dikenakan pajak harus sama beratnya menurut gaya 
pikul seseorang antara besarnya penghasilan dengan pengeluaran seseorang. 
 
4. Teori Daya Beli 
 Artinya gaya beli suatu rumah tangga dalam masyarakat adalah sama dengan 
daya beli suatu rumah tangga negara. 
  
5. Teori Bakti 
 Artinya pembayaran pajak yang dilakukan kepada negara merupakan bakti dari 
masyarakat kepada negara, karena negaralah yang bertugas menyelenggarakan 
kepentingan masyarakatnya. 
 
7. ASAS PEMUNGUTAN PAJAK 
 
a. Asas Tempat Tinggal 
Adalah suatu azas pemungutan pajak berdasar  tempat tinggal atau domisili 
seseorang. 
 
b. Asas Kebangsaan 
Adalah suatu azas pemungutan pajak yang didasarkan pada kebangsaan suatu 
negara. 
 
c. Asas Sumber 
Adalah suatu azas pemungutan pajak yang didasarkan pada sumber atau tempat 
penghasilan berada. 
  
8. HUKUM PAJAK 
Dalam penerapan pajak, pemerintah/fiskus dan wajib pajak diatur dengan hukum. 
 
Hukum Pajak :  
Hukum yang mengatur hubungan antara pemerintah (fiskus) selaku pemungut 
pajak dengan wajib pajak. 
 
  
 
Hukum Pajak Dibedakan Menjadi : 
 
1. Hukum Pajak Materiil 
Hukum yang memuat norma-norma yang menerangkan keadaan, perbuatan, 
peristiwa hukum yang dikenakan pajak/objek, siapa yang dikenakan 
pajak/subjek, berapa pajak yang dikenakan, segala sesuatu tentang timbul dan 
hapusnya utang pajak dan hubungan hukum antara pemerintah dan wajib 
pajak.  
  
2. Hukum Pajak Formal 
Hukum yang memuat bentuk/tata cara untuk mewujudkan hukum materiil 
menjadi kenyataan. 
  
9. SAAT TIMBULNYA UTANG PAJAK 
 
1 Saat diundangkannya Undang-Undang Pajak. 
Artinya bahwa begitu suatu Undang-Undang pajak diundangkan oleh 
pemerintah, maka pada saat itulah timbul utang pajak sepanjang apa yang 
diatur dalam Undang-Undang ini  menimbulkan suatu kewajiban bagi 
seseorang menjadi terutang pajak. 
 
2 Saat dikeluarkannya SKP oleh pemerintah melalui DJP/fiskus. 
Artinya bahwa seseorang baru diketahui mempunyai utang pajak saat fiskus 
menerbitkan SKP atas namanya serta besarnya pajak yang terutang. 
 
10. BERAHIRNYA/ HAPUSNYA UTANG PAJAK 
 
1. Pembayaran 
Utang pajak yang melekat pada wajib pajak akan hapus karena pembayaran 
yang dilakukan ke kas negara. 
 
2. Kompensasi 
Kompensasi terjadi jika  WP mempunyai tagihan berupa kelebihan 
pembayaran pajak. Jumlah kelebihan pembayaran pajak yang diterima WP 
sebelumnya harus dikompensasikan dengan pajak-pajak lainnya yang 
terutang. 
 
3. Daluwarsa 
Hak fiskus untuk melakukan penagihan telah lampau/lewat batas waktu 
jika  telah melebihi sepuluh tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak 
atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak yang 
bersangkutan. 
 
4. Pembebasan 
 Pembebasan diberikan terhadap sanksi administrasi, tidak terhadap 
pokoknya. 
  
 
5. Penghapusan 
 Diberikan karena keadaan wajib pajak yang bisa disebabkan oleh hal-hal 
sebagai berikut : 
a. WP meninggal dunia dengan tidak meninggalkan harta warisan dan tidak 
mempunyai ahli waris tau ahli waris tidak dapat ditemukan. 
b. WP tidak mempunyai harta kekayaan lagi, yang dibuktikan dengan surat 
keterangan dari Pemda setempat. 
c. WP tidak dapat ditemukan lagi atau dokumen tidak dapat ditemukan lagi 
disebabkan kebakaran, bencana alam dsb.  
 
11. PERLAWANAN TERHADAP PAJAK 
 
1. Perlawanan Pasif 
 Perlawanan berupa hambatan yan mempersulit pemungutan pajak  
 
2. Perlawanan Aktif 
 Perlawanan aktif secara nyata terlihat pada semua usaha dan perbuatan yang 
secara langsung ditunjukan kepada pemerintah (Fiscus) dengan tujuan untuk 
menghindari pajak 
 
L.  TINDAK PIDANA PAJAK 
 
Suatu perbuatan yang melanggar ketentuan undang-undang perpajakan yang 
pelakunya dapat dikenakan hukum pidana 
 
Ada 2 sanksi yang dikenakan kepada WP yang melanggar undang-undang pajak,  
yaitu :   
1. Sanksi Administrasi 
2. Sanksi Pidana  
 
Beberapa UU perpajakan yang mencantumkan adanya sanksi pidana : 
1. UU No. 16 T 2000 ttg KUP (Pasal 38 sampai denan pasal 43). 
2. UU No. 12 T 1994 ttg PBB (Pasal 24 dan pasal 25). 
3. UU No. 13 T 1985 ttg Bea Materai (Pasal 13 dan 14). 
4. UU No. 18 T 1997 ttg Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Pasal 37 s/d 40).  
 
Penagihan Pajak 
 
Yang menjadi dasar penagihan pajak adalah ; STP, SKPKB, SKPKBT,  Surat keputusan 
Pembetulan, Surat keputusan Keberatan dan Putusan Banding, yang menyebabkan 
jumlah pajak yang harus dibayar bertambah. 
 
Setelah dalam jangka satu bulan sejak tanggal diterbitkannya Surat Ketetapan tsb 
diatas, WP tetap tidak melunasinya, barulah dilakukan suatu tindakan penagihan aktif 
dengan : 
  
 
1. Surat Teguran 
Dimaksudkan untuk menegur atau memperingatkan WP untuk melunasi utang 
pajaknya. 
2. Surat Paksa 
Adala surat perintah untuk membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak. 
 3 hal yang menyebabkan diterbitkannya Surat Paksa (SP), yaitu : 
a. Penanggung pajak (PP) tidak melunasi utang pajak s/d tanggal jatuh tempo 
dan telah diterbitkan Surat Teguran. 
b. PP telah dilakukan penagihan seketika dan sekaligus. 
c. PP tidak memenuhi ketentuan dalam keputusan persetujuan angsuran atau 
penundaan pembayaran pajak.  
Surat Paksa disampaikan kepada PP paling lambat setelah  lewat waktu 21  hari 
setelah Surat Teguran. 
 
3. Penyitaan 
Adalah suatu tindakan yan dilakukan oleh juru sita pajak untuk menguasai barang 
PP guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak. 
Penyitaan dilakukan setelah Surat Paksa yang hanya   dapat dilakukan setelah 
batas waktu 2 x 24 jam.  
 
4. Pelelangan  
Adalah setiap penjualan  barang dimuka umum yang dipimpin oleh pajabat lelang 
dengan cara penawaran harga secara terbuka/lisan dan atau tertutup/tertulis 
yang didahului dengan pengumumam lelang. 
Lelang dilakukan sekurang-kurangnya 14 hari setelah pengumuman lelang, dan 
pengumuman lelang dilakukan sekurang-kurangnya 14 hari setelah pelaksanaan 
penyitaan. 
 
5. HAk Mendahulu Pajak 
Adalah  memberi kesempatan kepada negara untuk mendapatkan pembagian 
lebih dahulu atas hasil  pelelangan barang milik PP. 
 
6. Penagihan Seketika dan Sekaligus 
Penagihan Seketika yaitu, penagihan yang dilakukan segera tanpa menunggu 
tanggal jatuh tempo pembayaran. 
Penagihan Sekaligus yaitu, penagihan yang meliputi seluruh utang pajak dari 
semua jenis pajak dan tahun pajak. 
 
7. Pencegahan, Penyanderaan dan Gugatan 
Adalah larangan yang bersifat sementara terhadap penanggung pajak tertentu 
untuk keluar dari wilayah negara Republik Indonesia berdasar   alasan 
tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 
Syaratnya : 
a. Syarat kuantitatif, yaitu jika  penanggung pajak mempunyai utang 
sekurang-kurangnya Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah). 
 
 
b. Syarat kualitatif, yaitu syarat mengenai diragukannya itikad baik penanggung 
pajak yang bersangkutan dalam melunasi pajaknya. 
8. Angsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak 
Angsuran dan penundaan pembayaran pajak yang dapat dilakukan oleh wajib 
pajak adalah angsuran atau penundaan dari ketetapan pajak yang tercantum 
dalam STP, SKPKB, SKPKBT, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan 
Keberatan dan Putusan Banding yang disebabkan oleh  kesulitan likuiditas 
dengan membuat surat permohonan untuk mengangsur atau menunda 
pembayaran utang pajaknya kepada KPP dimana WP terdaftar. 
Syarat-syarat permohonan : 
1. Permohonan diajukan sebelum jatuh tempo pembayaran dengan disertai 
alasan dan jumlah pembayaran yang akan diangsur/ditunda. 
2. Menggunakan formulir Surat Permohonan Angsuran/Penundaan 
Pembayaran dengan bukti tanda terima. 
3. WP harus bersedia memberikan jaminan, misalnya Bank garansi, perhiasan, 
BPKB, sertifikat tanah dll. Namun jika  Kepala KPP menganggap tidak 
perlu ada jaminan, permohonan tetap dapat diproses. 
 
Setelah kepala KPP mempertimbangkan alasan-alasan yang diajukan dalam 
permohonan, maka ada 3 kemungkinan  keputusan yang akan dilakukan, yaitu : 
1. menerima seluruhnya 
2. menerima sebagian 
3. menolak permohonan WP  
 
9. Penghapusan Piutang Pajak 
Penghapusan dapat dilakukan karena sebab/alasan sbb: 
a. WP telah meninggal dunia dengan tidak meninggalkan warisan dan tidak 
mempunyai ahli waris; 
b. Ahli waris tidak dapat ditemukan lagi; 
c. WP tidak mempunyai harta kekayaan lagi; 
d. Hak untuk melakukan penagihan sudah daluwarsa; 
e. Sebab lain, misalnya WP tidak ditemukan, dokumen tidak lengkap, keadaan 
yang tidak dapat dihindarkan seperti bencana alam, kebakaran, rusak dimakan 
rayap dsb. 
Sistem Pemungutan Pajak  
 
a. Official Assessment System 
Yaitu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemungut 
pajak/fiskus untuk menentukan besarnya pajak yang dibayar (pajak terutang) 
oleh seseorang. 
 
b. Semi Self Assessment System 
Yaitu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang pada fiskus dan wajib 
pajak untuk menentukan besarnya pajak seseorang yang terutang. 
 
  
 
c. Self Assessment System 
Yaitu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang penuh kepada wajib 
pajak untuk menghitung, memperhitungkan, menyetor dan melaporkan sendiri 
besarnya utang pajak. 
 
d. Withholding System 
Yaitu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang pada pihak ketiga 
untuk memotong/memungut besarnya pajak yang terutang. 
 
Cara Pengenaan Pajak 
 
a. Stelsel Nyata (Riil Stelsel) 
Yaitu pengenaan pajak berdasar  pada objek yang nyata, sehingga 
pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah 
penghasilan yang sesungguhnya telah dapat diketahui. 
 
b. Stelsel Anggapan (Fictive Stelsel) 
Yaitu pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh Undang-
Undang. Sebagai contoh : penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun 
sebelumnya sehingga pada awal tahun pajak telah dapat ditetapkan besarnya 
pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan. 
 
c. Stelsel Campuran 
Yaitu merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada awal 
tahun besarnya pajak dihitung berdasar  suatu anggapan, kemudian pada akhir 
tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan sebenarnya. 
 
Stelsel Yg dipakai  Kelebihannya Kelemahannya 
a. Stelsel Nyata Pajak yang dikenakan lebih 
realistis 
Pajak baru dapat dikenakan pada 
akhir periode 
b. Stelsel Anggapan Pajak sudah dibayar selama 
th berjalan tanpa harus 
menunggu akhir tahun 
Tidak berdasar  pada keadaan 
yang sesungguhnya 
 
Tarif Pajak 
 
1. Tarif Progresif (Meningkat) 
Adalah tarif pemungutan pajak yang persentasenya semakin besar bila jumlah 
yang dijadikan dasar pengenaan pajak juga semakin besar. 
 
Lapisan Penghasilan Kena Pajak   Tarif 
Sampai dengan Rp. 25 juta    5%  
Diatas Rp. 25 juta s/d Rp. 50 juta   10% 
Diatas Rp. 50 juta s/d Rp. 100 juta   15% 
Diatas Rp. 100 juta s/d Rp. 200 juta  25% 
Diatas Rp. 200 juta     35% 
 
 
 
2. Tarif Degresif (Menurun) 
Adalah tarif pemungutan pajak yang persentasenya semakin kecil bila jumlah 
yang dijadikan dasar pengenaan pajak semakin besar. 
Lapisan Penghasilan kena Pajak    Tarif 
Sampai dengan Rp. 10 juta     30%  
Diatas Rp. 10 juta s/d 50 juta     25% 
Diatas Rp. 50 juta       15% 
 
3. Tarif Proportional (Sebanding) 
Adalah tarif pemungutan pajak yang menggunakan persentase  tetap tanpa 
memperhatikan jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak. Semakin besar 
jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak, akan semakin besar pula jumlah 
pajak yang terutang (yang harus dibayar). Tarif ini diterapkan dalam UU No. 18 
Th 2000 (UU PPN) yang menggunakan tarif proporsional sebesar 10%. 
Jumlah Penjualan  Tarif   Besarnya Pajak 
Rp. 500.000,-   10%   Rp. 50.000,- 
Rp. 1.000.000,-   10%   Rp. 100.000,- 
Rp. 5.000.000,-   10%   Rp. 500.000,- 
 
4. Tarif Tetap 
Adalah tarif pemungutan pajak yang besar nominalnya tetap tanpa 
memperhatikan jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak. Tarif ini 
diterapkan dalam UU No. 13 Th 1985 (UU Bea Materai). 
 
5. Tarif Advalorem 
Adalah suatu tarif dengan persentase tertentu yang dikenakan/diterapkan pada 
harga atau nilai suatu barang. 
 
Misalnya : PT. KITA mengimpor barang jenis X sebanyak 1000 unit dengan harga 
perunit Rp. 100.000,-. Jika tarif Bea Masuk atas impor barang ini  10%, maka 
besarnya Bea Masuk yang harus dibayar adalah : 
Nilai Barang Impor = 1000 x Rp. 100.000,-= Rp. 100.000.000,- 
Tarif Bea Masuk 10% 
Bea Masuknya= 10%xRp. 100.000.000,-= Rp.10.000.000,- 
    
6. Tarif Spesifik 
Adalah tarif dengan suatu jumlah tertentu atas suatu jenis barang tertentu atas 
suatu satuan jenis barang tertentu. 
 
Misalnya : PT. KITA mengimpor barang jenis X sebanyak 1000 unit dengan harga 
Rp. 100.000,-. Jika tarif Bea Masuk atas impor barang Rp. 100.000,- per unit, maka 
besarnya Bea Masuk yang harus dibayar adalah : 
Jumlah Barang Impor  = 1000 unit 
Tarif Rp. 100.000,-, maka 
Bea Masuk yang harus dibayar = Rp.100.000x1000 =Rp. 100.000.000,-  
 
 
 
Tahapan Dalam Pajak 
 
1. Membuat NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) 
NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) adalah nomor yang diberikan kepada WP 
sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipakai  sebagai tanda 
pengenal diri atau identitas WP dalam melaksanakan Hak dan Kewajiban 
perpajakannya. 
 
Fungsi NPWP :  
a. Sebagai tanda pengenal diri atau identitas WP. 
b. Untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan 
administrasi perpajakan. 
 
NPWP terdiri dari 15 digit, 9 digit pertama merupakan kode wajib pajak, 6 digit 
berikutnya merupakan kode administrasi perpajakan. 
Contoh : 04.071.098.0.428.000 
 
Cara memperoleh NPWP : 
a. Mendaftarkan diri, pada KPP wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau 
tempat kedudukan. 
b. Secara Jabatan, jika  berdasar  data yang diperoleh telah memenuhi 
syarat untuk diberikan NPWP. 
 
Penghapusan NPWP : 
a. WP Pribadi meninggal dunia & tidak meninggalkan warisan. 
b. WP Badan yang telah dibubarkan secara resmi berdasar  UU yang berlaku. 
 
Perpindahan WP : 
a. Pindah tempat tinggal 
b. Pindah tempat kedudukan 
c. Pindah tempat kegiatan usaha 
d. Perubahan status perusahaan. 
  
2. Menentukan Stelsel yang akan dipakai  
Dalam hal Wajib Pajak baru atau baru akan mengajukan NPWP, maka WP perlu 
menentukan stelsel yang akan dipakai  dalam memperhitungkan waktu 
pengakuan penghasilan yang akan dijadikan dasar perhitungan pajak dan waktu 
angsuran yang akan dilakukan setiap bulannya maupun setiap tahunnya.. 
    
3. Menghitung sendiri utang pajaknya 
(Dengan menggunakan Self Assessment System) 
 
Cara Menghitung Pajak 
 
Pajak Terutang = Tarif Pajak x Penghasilan Kena Pajak 
  
 Tarif pajak yang dipakai  adalah tarif pajak progresif 
  
 l 
 
 Cara Menentukan Besarnya PKP : 
  
 WP dalam negeri : 
1. Dengan Dasar Pembukuan (melalui siklus akuntansi) 
2. Dengan Dasar Pencatatan (mencatat peredaran bruto) 
 
 WP Luar Negeri : Sebesar Penghasilan bruto 
 
 Ad. 1. Dengan Dasar Pembukuan 
  
WP Badan 
PKP = Penghasilan Sebagai Objek Pajak - Biaya 
  
WP Pribadi 
 PKP = Penghasilan Sebagai Objek Pajak – Biaya - PTKP 
 
PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) per tahun 2015 
- Wajib Pajak =   3.000.000/bln atau 36.000.000/th 
- Kawin =       250.000/bln   atau  3.000.000/th 
- Tanggungan =       750.000/bln   atau  9.000.000/th 
   (Rp. 250.000/org maks 3 org)   
 
Tanggungan  : tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan 
semenda dalam garis keturunan serta anak angkat yang menjadi 
tanggungan sepenuhnya. 
 
Ad. 2. Dengan Dasar Pencatatan 
Bagi WP yang tidak melakukan pembukuan, tetapi hanya melakukan 
pencatatan atas peredaran brutonya dalam menentukan penghasilan kena 
pajaknya boleh dengan menggunakan Norma Penghitungan. 
 
Norma Penghitungan : Persentase yang telah ditetapkan oleh dirjen pajak 
sesuai dengan bidang usaha dan lokasi WP.  
 
4. Menyetorkan utang pajak 
Pembayaran pajak atau setoran pajak dibayar melalui kantor pos & Bank persepsi 
yang ditunjuk pemerintah dengan menggunakan SSP (Surat Setoran Pajak) yang 
dapat diperoleh di KPP atau ditoko buku & dapat pula diperbanyak dengan difoto 
copy. 
 
SSP terdiri dari 5 Rangkap 
1. Arsip WP 
2. Untuk KPP melalui KPKN 
3. U/ dilaporkan ke KPP 
  
 
4. U/ Bank persepsi/Kantor Pos 
5. Arsip WP wajib pungut atau pihak lain 
 
Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran : 
JENIS PAJAK TANGGAL PEMBAYARAN 
PPh 21 Paling lambat tgl 10 bulan berikutnya 
PPh 22 Impor Bersamaan dgn bea masuk/ saat 
penyelesaian dok impor 
PPh 22 DJBC 1 hari setelah pemungutan pajak dilakukan 
PPh 22 Bendaharawan Pada hari yang sama dgn pelaksanaan 
pembayaran 
PPh 22 dari penyerahan oleh 
Pertamina 
Sebelum SPPB ( Delivery Order) ditebus 
PPh 22 yg dipungut oleh 
badan tertentu 
Paling lambat tgl 10 bulan berikutnya 
PPh 23 & 26 Paling lambat tgl 10 bulan berikutnya 
PPh 25 Paling lambat tgl 15 bulan berikutnya 
PPN & PPn BM Paling lambat tgl 15 bulan berikutnya 
PPN & PPn BM Impor Bersamaan dgn saat bea masuk/saat 
penyelesaian dok impor  
PPN & PPn BM DJBC 1 hari setelah pemungutan 
PPN & PPn BM 
Bendaharawan 
Tanggal 7 bulan berikutnya 
Denda terhadap keterlambatan penyetoran sebesar 2% perbulan dari angsuran. 
 
5. Melaporkan SPT Masa & SPT Tahunan 
Selain berkewajiban bayar/setor, WP juga berkewajiban lapor. Karena 
pembayaran/penyetoran tidak secara otomatis dianggap lapor. Dalam hal 
pelaporan, WP menggunakan form pelaporan dengan menggunakan formulir SPT 
( Surat Pemberitahuan). 
 
SPT (Surat Pemberitahuan) 
SPT adalah surat yang oleh wajib pajak dipakai  untuk melaporkan perhitungan 
dan atau pembayaran pajak, objek pajak dan atau bukan objek pajak dan atau 
harta dan kewajiban menurut ketentuan peraturan undang-undang perpajakan. 
 
Pengisian & Penyampaian SPT : 
1. WP Mengambil sendiri SPT 
2. WP Mengisi SPT 
3. WP Menanda tangani SPT 
4. WP Menyampaikan SPT ke KPP 
 
SPT terdiri dari 2 jenis : 
1. SPT Tahunan 
  
 
Disampaikan dalam suatu tahun pajak 
2. SPT Masa   
Disampaikan dalam suatu masa pajak atau suatu saat 
 
Tanggal Jatuh Tempo Pelaporan : 
JENIS PAJAK TANGGAL PEMBAYARAN YG MENYAMPAIKAN SPT 
PPh 21 20 hari setelah masa pajak berakhir Pemotong PPh 21 
PPh 22 Impor 14 hari setelah masa pajak berakhir Bea Cukai 
PPh 22 DJBC 7 hari setelah penyetoran berakhir DJBC 
PPh 22 
Bendaharawan 
14 hari Bendaharawan 
PPh 22 dari 
penyerahan oleh 
Pertamina 
20 hari setelah masa pajak berakhir Pihak yg melakukan 
penyerahan 
PPh 22 yg dipungut 
oleh badan tertentu 
20 hari setelah masa pajak berakhir Pihak yg melakukan 
penyerahan 
PPh 23  20 hari setelah masa pajak berakhir Pemotong PPh 23 
PPh 25 20 hari setelah masa pajak berakhir WP yg mempunyai NPWP 
PPh 26 20 hari setelah masa pajak berakhir Pemotong PPh 26 
PPN & PPn BM 20 hari setelah masa pajak berakhir PKP 
PPN & PPn BM DJBC 7 hari setelah penyetoran berakhir Bea Cukai 
PPN & PPn BM  20 hari setelah masa pajak berakhir Pemungut Pajak selain 
bendaharawan 
 
WP dapat mengajukan perpanjangan penyampaian SPT Tahunan dengan 
mengajukan surat permohonan perpanjangan batas waktu penyampaian SPT 
Tahunan kepada Dirjen Pajak melalui KPP dengan disertai : 
1. Alasan Penundaan 
2. Perhitungan Sementara Pajak Yg terutang 
3. Bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak terutang menurut 
perhitungan sementara  
 
jika  terdapat kekurangan dari perhitungan yang sebenarnya dikenakan 
denda 2% perbulan. Adapun denda terhadap keterlambatan pelaporan untuk SPT 
masa Rp. 50.000, dan SPT Tahunan sebesar RP. 100.000,- 
 
6. Menerima SKP (Surat Ketetapan Pajak) Jika ada 
Jenis-jenis SKP : 
a. STP (Surat Tagihan Pajak) 
b. SKPKB ( Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar) 
c. SKPKBT (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan) 
d. SKPLB (Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar) 
e. SKPN (Surat Ketetapan Pajak Nihil) 
f. SPPT 
 
  
 
7. Dilakukan Penagihan (lihat hal 21)  
a. Karena Kelalaian/Kealpaan 
1. Ketidaktahuan (tidak tahu ketentuan) 
2. Kesalahan (salah hitung) 
3. Kesalahpahaman (salah menafsirkan ketentuan) 
4. Kealpaan ( alpa menyimpan buku/bukti) 
Yang perlu dilakukan yaitu melunasi uatang pajak atau banding & Keberatan.  
 
b. Karena Kesengajaan 
Merupakan tindak pidana pajak dan akan dilakukan penyidikan, penuntutan & 
putusan BPSP. 
 
 
 
PAJAK PENGHASILAN UMUM  
 
 
A.   UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN  
 
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang perubahan keempat atas 
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang pajak penghasilan mengatur 
mengenai Pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi 
atau badan. Undang-Undang ini mengatur pengenaan pajak penghasilan 
terhadap subjek pajak berkenaan dengan penghasilan yangditerima atau 
diperolehnya dalam satu tahun pajak.  
Subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan, dalam 
Undang-Undang ini disebut Wajib Pajak. Wajib Pajak dikenai pajak atas 
penghasilan yang diterima ataudiperolehnya selama satu tahun pajak atau 
dapat pula dikenai pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak jika  
kewajiban pajak subjektifnya dimulai atau berakhir dalam tahun pajak.  
 
B.   EMPAT KELOMPOK PENGHASILAN  
 
1. Penghasilan dari pekerjaan, jasa dan kegiatan.  
2. Penghasilan dari usaha.  
3. Penghasilan dari modal, jasa dan sewa atau penggunaan harta.  
4. Penghasilan lain-lain.  
 
C.   SUBJEK PAJAK PENGHASILAN (Pasal 2)  
 
Yang menjadi subjek pajak adalah:  
1. Orang Pribadi 
2. Warisan Yang Belum Terbagi 
3. Badan 
4. Bentuk Usaha Tetap (BUT) 
 
Subjek Pajak Penghasilan dibedakan menjadi Subjek Pajak Dalam Negeri (orang 
pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 
bulan atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan 
mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia) dan Subjek Pajak Luar 
Negeri (orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam 
jangka waktu 12 bulan). 
 

 
D.   TIDAK TERMASUK SUBJEK PAJAK PENGHASILAN (Pasal 3) 
 
1. Kantor Perwakilan Negara Asing 
2. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat 
lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka 
yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka, dengan 
syarat bukan Warga Negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau 
memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya ini , 
serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuaan timbal balik. 
3. Organisasi Internasional yang ditetapkan Menteri Keuangan, dengan syarat: 
a. Indonesia menjadi anggota organisasi ini . 
b. Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh 
penghasilan dari Indonesia.  
4. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan Menteri 
Keuangan dengan syarat bukan Warga Negara Indonesia dan tidak 
menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh 
penghasilan dari Indonesia. 
  
E.   PENGHASILAN YANG TERMASUK OBJEK PAJAK PENGHASILAN (Pasal 4 ayat1)  
 
Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan 
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang 
berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk 
konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, 
dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk: 
1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang 
diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, 
bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali 
ditentukan lain dalam Undang-undang. 
2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan.  
3. Laba usaha 
4. Keuntungan dari penjualan atau pengalihan harta Penerimaan kembali dari 
pembayaran pajak 
5. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan 
pengembalian utang. 
6. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari 
perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha 
koperasi. 
7. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak. 
8. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta. 
Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala. 
9. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah 
tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. 
10. Keuntungan selisih kurs mata uang asing. Selisih lebih karena penilaian 
kembali aktiva. Premi asuransi. 
11. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang 
  
 
terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas. 
12. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum 
dikenakan pajak. 
13. Penghasilan dari usaha berbasis syariah. 
14. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang 
mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan. 
15. Surplus Bank Indonesia. 
 
F.   PENGHASILAN YANG DIKENAI PAJAK BERSIFAT FINAL (Pasal 4 ayat 2) 
 
1. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi 
dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi 
kepada anggota koperasi orang pribadi. 
2. Penghasilan berupa hadiah undian. 
3. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif 
yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau 
pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima 
oleh perusahaan modal ventura. 
4. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau 
bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah 
dan/atau bangunan. Penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau 
berdasar  Peraturan Pemerintah. 
 
G.    PENGHASILAN YANG TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK PENGHASILAN (Pasal 4 
ayat 3) 
1. Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat dan harta hibahan. 
2. Warisan. 
3. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan. 
4. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang 
diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari 
wajib pajak atau pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan wajib pajak, 
wajib pajak yang dikenakan pajak secara final atau wajib pajak yang 
menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit). 
5. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan 
dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi 
dwiguna, dan asuransi bea siswa. 
6. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas 
sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi, BUMN, atau BUMD, dari 
penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat 
kedudukan di Indonesia dengan syarat-syarat tertentu. 
7. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah 
disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun 
pegawai. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun 
sebagaimana dimaksud sebelumnya, dalam bidang-bidang tertentu yang 
ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. 
8. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer 
  
 
yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, 
firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi 
kolektif. 
9. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa 
bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan 
usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat-syarat tertentu. 
10. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur 
lebih lanjut dengan atau berdasar  Peraturan Menteri Keuangan. 
11. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang 
bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan 
pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, 
yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan 
pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu 
paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih ini , yang 
ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasar  Peraturan Menteri 
Keuangan. 
12. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan 
Sosial kepada wajib pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut 
dengan atau berdasar  Peraturan Menteri Keuangan. 
 
12. PENGHASILAN KENA PAJAK / PKP (Pasal 6)  
 
Bagi Wajib Pajak Dalam Negeri (WPDN), pada dasarnya terdapat 2 (dua) cara 
untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak, yaitu :  
1) Cara biasa (Cara Pembukuan), yaitu penghasilan bruto dikurangi dengan 
biaya-biaya yang diperkenankan antara lain :  
a) Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan  
b) Biaya Penyusutan dan Amortisasi 
c) Iuran kepada dana Pensiun yang pendiriaanya disahkan oleh Menteri 
Keuangan  
d) Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta Kerugian karena selisih 
kurs mata uang asing 
e) Natura di daerah tertentu 
f) Biaya lain, seperti biaya perjalanan, biaya administrasi, biaya litbang yang 
dilakukan di Indonesia, magang, dan pelatihan. 
2) Dengan Norma Penghasilan Neto  
Besarnya persentase norma ditentukan berdasar  keputusan dirjen 
pajak, norma perhitungan penghasilan neto boleh dipakai  wajib pajak 
yang peredaran brutonya kurang dari Rp 4.800.000.000 setahun dengan 
syarat memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 
3 (tiga) bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan (Pasal 14).  
 
 
  
 
13. PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK (PTKP) 
 
No. 
Jenis 
Penghasilan 
 Tidak Kena 
Pajak 
s.d.2014 2015 Setelah 2015 
Setahun Sebulan Setahun Sebulan Setahun Sebulan 
1. Untuk Wajib 
Pajak Sendiri 
 Rp.24.300.000  Rp. 2.025.000 Rp.36.000.000  Rp. 3.000.000 Rp.54.000.000  Rp. 4.500.000 
2. Tambahan 
Untuk Wajib 
Pajak Kawin 
 Rp.  2.025.000  Rp.    168.750 Rp.  3.000.000  Rp.    250.000 Rp.  4.500.000  Rp.    375.000 
3. Tambahan untuk 
istri yang 
penghasilannya 
di gabung 
dengan suami 
 Rp.24.300.000  Rp. 2.025.000 Rp.36.000.000  Rp. 3.000.000 Rp.54.000.000  Rp. 4.500.000 
4. Tambahan untuk 
setiap anggota 
keluarga 
sedarah, 
semenda dalam 
garis keturunan  
lurus  (vertikal),  
serta  anak 
angkat yang 
menjadi 
tanggungan 
sepenuhnya, 
maksimal 3 
(tiga) orang 
 Rp.  2.025.000  Rp.    168.750 Rp.  3.000.000  Rp.    250.000 Rp.  4.500.000  Rp.    375.000 
  
Catatan: 
 
Dalam hal karyawati kawin (bekerja pada satu pemberi kerja), PTKP yang 
dikurangkan adalah hanya untuk dirinya sendiri. (asumsi: suami memiliki 
penghasilan). 
Dalam hal tidak kawin pengurang PTKP selain untuk dirinya ditambah 
dengan PTKP yang menjadi tanggungan sepenuhnya yaitu untuk setiap anggota 
sedarah, semenda dalam garis keturunan lurus (vertikal) serta anak angkat yang 
menjadi tanggungan sepenuhnya paling banyak 3 (tiga) orang yang masing-
masing besarnya Rp.3.000.000 setahun atau Rp. 250.000 sebulan. 
Bagi karyawati kawin yang menunjukan keterangan tertulis dari 
pemerintah daerah setempat (serendah-rendahnya dari kecamatan) bahwa 
suaminya tidak menerima atau memperoleh penghasilan, diberikan tambahan 
PTKP sebesar Rp. 3.000.000 setahun atau Rp. 250.000 sebulan, dan ditambah 
PTKP untuk keluarga yang menjadi tanggungannya, paling banyak 3 orang, 
masing-masing Rp 3.000.000 setahun atau Rp. 250.000 sebulan 
Penghitungan besarnya PTKP ditentukan menurut keadaan wajib pajak 
pada awal tahun pajak atau pada awal bagian tahun pajak 
 31 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Contoh: 
 
1) Jika Gede Siji adalah seorang karyawan berstatus kawin dengan dua 
tanggungan, besarnya PTKP setahun untuk tahun 2015 adalah 
Jawab : 
a) Keadaan Gede Siji : (1) status kawin, (2) laki-laki. 
b) Status K/2, artinya Gede Siji status kawin dengan tanggungan 2 orang 
c) PTKP : Wajib pajak sendiri  = Rp.   36.000.000 
Status kawin = Rp.     3.000.000 
Tanggungan 2 Orang = Rp.     6.000.000 + 
= Rp.   45.000.000 
2) Pada tanggal 1 Januari 2016 Ketut Papat berstatus kawin dengan tanggungan 
dua orang anak, jika  anak yang ketiga lahir setelah tanggal 1 Januari 2016 
maka besarnya PTKP yang diberikan kepada Ketut Papat untuk tahun pajak 
2016tetap dihitung berdasar  status kawin dengan 2 (dua) orang anak. 
 
14. TARIF PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN  
 
Tarif Progresif 
Tarif pajak yang prosentasenya semakin besar jika  penghasilannya 
juga semakin besar. Dasar pengenaan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 36 
Tahun 2008 (Pasal 17) yaitu dengan lapisan-lapisan pengenaan pajak 
penghasilan sebagai berikut : 
 
1.  Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi (Perorangan) 
 
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif 
Sampai dengan Rp. 50.000.000 5% 
Di atas Rp  50.000.000 s/d Rp 250.000.000 15% 
Di atas Rp 250.000.000 s/d Rp 500.000.000 25% 
Di atas Rp 500.000.000 30% 
 
2.  Untuk Wajib Pajak Badan 
Tarif umum untuk badan adalah 25% sejak tahun 2010. 
 
 
 
 
K.   PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN 
 
1. Cara Pembukuan (Cara Biasa)  
a. Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi (Perseorangan) 
Peredaran Usaha Rp xxx   
Harga Pokok Penjualan Rp xxx -  
Penghasilan Bruto Rp xxx   
Biaya yang diperkenankan Rp xxx -  
Penghasilan Neto Usaha Rp xxx   
Penghasilan Lain-lain Rp xxx + 
Penghasilan Netto Dalam Negeri Rp xxx   
Penghasilan Netto Luar Negeri Rp xxx + 
Penghasilan Netto Rp xxx   
Kompensasi Kerugian (Max 5 Thn) Rp xxx -  
Penghasilan Netto setelah Kompensasi Rp xxx   
PTKP Rp xxx -  
PKP Rp xxx   
PPh Terutang = PKP x Tarif Pasal 17    
 
Contoh 
 
Bapak Winada (K/2) adalah seorang pengusaha ukiran di Bali. Data 
penjualan ukiran di tahun 2013 menurut pembukuan yang dibuat adalah 
sebesar Rp. 650.000.000 dengan harga pokok penjualan sebesar Rp. 
300.000.000. Biaya-biaya untuk memproduksi semua jenis ukiranmeliputi 
biaya operasional Rp. 15.000.000 dan biaya administrasi Rp. 17.500.000. 
Pada tahun 2013 Bapak Widana juga menerima penghasilan dari ruko yang 
disewakannya sebesar Rp. 20.000.000. Hitunglah berapa besarnya pajak 
penghasilan yang terutang jika  masih terdapat sisa kerugian tahun 2010 
sebesar Rp. 25.000.000 ? 
 
Perhitungan PPh Terhutang:    
Peredaran Usaha Rp 650.000.000  
Harga Pokok Penjualan Rp 300.000.000 - 
Penghasilan Bruto Rp 350.000.000  
Biaya yang diperkenankan    
(Biaya Opr dan Adm) Rp   32.500.000 - 
Penghasilan Neto Usaha Rp 317.500.000  
Penghasilan Lain-lain Rp   20.000.000 + 
Penghasilan Netto Dalam Negeri Rp 337.500.000  
Penghasilan Netto Luar Negeri Rp     0  +  + 
Penghasilan Netto     
Kompensasi Kerugian (Max 5 Thn) 
Rp 337.500.000  
Rp   25.000.000 - 
Penghasilan Netto setelah Kompensasi Rp 312.500.000  
PTKP  (K/2) Rp   30.375.000 - 
PKP Rp 282.125.000  
 Pajak Penghasilan Terhutang :   
 5 % x Rp  50.000.000 = Rp 2.500.000 
  
 
 15 % x Rp 200.000.000 = Rp 30.000.000 
 25%  x Rp  32.125.000 = Rp  8.031.250 + 
 Rp 40.531.250 
b.   Untuk Wajib Pajak Badan   
Peredaran Usaha   Rp xxx 
Harga Pokok Penjualan   Rp xxx  - 
Penghasilan Bruto   Rp xxx 
Biaya yang diperkenankan  Rp xxx  - 
Penghasilan Neto Usaha  Rp xxx 
Penghasilan Lain-lain   Rp xxx + 
Penghasilan Netto Dalam Negeri Rp xxx 
Penghasilan Netto Luar Negeri  Rp xxx + 
Penghasilan Netto   Rp xxx 
Kompensasi Kerugian (Max 5 Thn) Rp xxx  - 
PKP   Rp xxx 
 
PPh Terutang = PKP x Tarif Pasal 17 
 
Contoh 
PT. Jalan Maju adalah perusahaan yang bergerak di bidang penjualan sparepart 
komputer. Berikut ini adalah data keuangan pada kegiatan usaha tahun 2013: 
Penerimaan bruto Rp 70.000.000.000, persediaan per 1 Januari 2012 sebesar 
Rp 15.000.000.000, persediaan per 31 Desember 2012 Rp 12.500.000.000, 
pembelian selama tahun 2012 Rp 20.000.000.000, dan biaya administrasi & 
operasional Rp 750.000.000. 
Di luar kegiatan usahanya, PT. Jalan Maju memperoleh penghasilan dari 
penyewaan mesin milik perusahaan sebesar Rp 50.000.000. Hitunglah berapa 
besarnya pajak penghasilan terutang jika masih terdapat sisa kerugian tahun 
2009 senilai Rp 200.000.000! 
 
Penghitungan PPh Terhutang:   
Peredaran Usaha Rp 70.000.000.000 
Harga Pokok Penjualan Rp 22.500.000.000- 
Penghasilan Bruto Rp 47.500.000.000 
Biaya yang diperkenankan   
(Biaya Opr dan Adm) Rp      750.000.000 - 
Penghasilan Neto Usaha Rp 46.750.000.000 
Penghasilan Lain-lain Rp    50.000.000 
Penghasilan Netto Dalam Negeri Rp 46.800.000.000 
Penghasilan Netto Luar Negeri     Rp                         0 + 
Penghasilan Netto Rp 46.800.000.000 
Kompensasi Kerugian (Max 5 Thn) Rp          200.000.000 - 
PKP Rp 46.600.000.000 
25%  x  Rp 46.600.000.000 =  Rp 11.650.000 
 
  
 
2. Cara Norma Perhitungan Penghasilan Netto  
Contoh  
Selain membuka praktek di rumahnya yang berada di daerah Kuta, dokter 
Karna (K/3) memiliki bisnis perdagangan handphone. Diketahui penghasilan 
brutonya sebagai seorang dokter selama tahun 2013 adalah sebesar              
Rp 100.000.000 dan dari bisnis penjualan handphone sebesar Rp 45.000.000. 
Berapakah pajak penghasilan yang terutang berdasar  norma perhitungan 
jika diketahui prosentase norma untuk dokter 40% dan penjualan 
handphone 12%?  
 
Penghitungan dengan norma perhitungan penghasilan neto : 
Penghasilan Neto : 
Kegiatan Dokter :  40 % x Rp 100.000.000 = Rp 40.000.000  
Penjualan Handphone :  12 % x Rp  45.000.000 = Rp  5.400.000+ 
Jumlah Penghasilan Neto  = Rp 45.400.000  
PTKP (K/3)  = Rp 32.400.000 - 
Penghasilan Kena Pajak  = Rp 13.000.000  
Pajak Penghasilan yang Terutang :   
5 % x Rp 13.000.000 = Rp 650.000   
 


PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 
 
 
 
 
 
A.  PENGERTIAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21  
 
Pajak penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan 
yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi, yaitu pajak atas penghasilan 
berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama 
apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan sebagai 
mana dimaksud dalam pasal 21 Undang-Undang No 7 Tahun 1983 tentang 
Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang 
No.17 tahun 2000 dan diubah terakhir dengan PER No. 57 Tahun 2009.  
 
B.  PEMOTONG PAJAK PENGHASILAN PASAL 21  
 
Pemberi kerja terdiri dari orang pribadi atau badan, baik induk maupun 
cabang. Bendaharawan pemerintah. 
Dana pensiun, badan penyelenggara JAMSOSTEK, serta badan-badan lain yang 
membayar uang pensiun, Tabungan Hari Tua atau Tunjangan Hari Tua (THT). 
Yayasan, lembaga, perhimpunan, organisasi dalam segala bidang kegiatan. 
BUMN / BUMD, perusahaan / badan pemberi imbalan kepada wajib pajak luar 
negeri. 
 
C.   DIKECUALIKAN SEBAGAI PEMOTONG PAJAK 
 
Kantor perwakilan negara asing dengan asas timbal balik memberikan 
perlakuan yang sama bagi perwakilan Indonesia di negara ini . Organisasi 
internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan. 
 
D.   WAJIB PAJAK 
 
Pegawai, karyawan tetap, komisaris, dan 
pengurus. Pegawai lepas. 
Penerima pensiun. 
Penerima honorarium, komisi atau imbalan lainnya, uang saku, beasiswa atau 
hadiah. Penerima upah harian, mingguan, borongan, satuan. 
 
 
 
Catatan: 
  
 
PPh Pasal 21 dipotong atas penghasilan yang diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi 
Dalam Negeri (WPDN), yaitu WNI dan WNA yang tinggal di Indonesia > 183 hari. 
Sedangkan untuk Wajib Pajak Orang Pribadi Luar Negeri (WPLN) dipotong PPh Psl 26. 
 
E.  YANG TIDAK TERMASUK WAJIB PAJAK 
 
Pejabat perwakilan diplomatik atau pejabat negara asing. 
Orang-orang yang diperbantukan kepada pejabat ini  yang bekerja dan 
bertempat tinggal bersama mereka. 
 
Pejabat perwakilan organisasi Internasional dengan keputusan Menteri Keuangan 
dengan syarat : 
a) Bukan Warga Negara Indonesia (WNI).  
b) Tidak menerima / memperoleh penghasilan lain diluar jabatannya di Indonesia.  
c) Negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.  
 
F.  OBJEK PAJAK  
1. Penghasilan teratur, terdiri dari :  
 Gaji, upah, honorarium Uang pensiun bulanan  
Premi asuransi bulanan yang dibayarkan oleh pemberi kerja Tunjangan–
tunjangan 
Hadiah, beasiswa 
Uang lembur, uang sokongan, uang tunggu Penghasilan teratur lainnya 
dengan nama apapun  
 
2. Penghasilan Tidak Teratur, terdiri dari :  
Bonus, gratifikasi, tantiem 
Jasa produksi 
Tunjangan Hari Raya (THR), tunjangan cuti 
Premi tahunan 
Penghasilan sejenis lainnya yang sifatnya tidak teratur 
 
3. Penerima upah, terdiri dari :  
Upah harian 
Upah 
mingguan 
Upah satuan 
Upah borongan  
 
4. Penghasilan yang bersifat final, terdiri dari:  
Tenaga ahli seperti pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan 
Pemain musik, MC, penyanyi, bintang film 
Olahragawan 
Penasehat, pengajar, pelatih, penceramah, moderator, dll 
Agen iklan 
Peserta perlombaan 
  
 
Petugas dinas luar asuransi 
Petugas penjaja barang dagangan (sales) 
Peserta pendidikan, pelatihan dan pemagangan 
Distributor perusahaan MLM direct selling 
 
G.   YANG TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK  
 
1. Pembayaran asuransi dari perusahaan asuransi kesehatan, asuransi 
kecelakaan, asuransi dwiguna dan asuransi beasiswa.  
2. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan kecuali, penghasilan yang 
dipotong PPh Pasal 21 termasuk pula penerimaan dalam bentuk natura dan 
kenikmatan lainnya dengan bentuk apapun yang diberikan oleh Bukan Wajib 
Pajak.  
3. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah 
disahkan Menteri Keuangan dan penyelenggara taspen dan jamsostek yang 
dibayar oleh pemberi kerja.  
 
H.   PENGURANG PENGHASILAN BRUTO  
 
Untuk menentukan berapa besarnya penghasilan neto pegawai tetap, maka 
penghasilan bruto dikurangi: 
 
1. Biaya Jabatan, yang besarnya 5% dari penghasilan bruto, dengan jumlah 
maksimum yang diperkenankan Rp. 6.000.000 setahun atau Rp. 500.000 
sebulan.  
2. Iuran yang terkait dengan gaji yang dibayar oleh pegawai kepada badan dana 
pensiun yang pendiriannya telah disahkan menteri keuangan dan badan 
penyelenggara Tabungan Hari Tua (THT) atau Jaminan Hari Tua (JHT) yang 
dipersamakan dengan dana pensiun.  
 
Catatan: 
Untuk menentukan besarnya penghasilan neto penerima pensiun, maka 
penghasilan bruto berupa uang pensiun dikurangi biaya pensiun yang besarnya 
5% dari penghasilan bruto pensiun dengan jumlah maksimum Rp. 2.400.000 
setahun atau Rp. 200.000 sebulan. 
Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak (PKP) dari seorang 
pegawai, maka penghasilan netonya terlebih dahulu dikurangi dengan 
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). 
 
 
CONTOH PERHITUNGAN pemotongan-pemotongan  PPh Pasal 21 
 
 Contoh masalah gawat  1: 
 
Perhitungan PPh Pasal 21 untuk pegawai tetap yang memperoleh gaji bulanan 
  
 
Durna adalah seorang pegawai di perusahaan PT. Nanggung, berstatus menikah 
dan belum memiliki anak. Ia memperoleh gaji sebulan Rp 3.000.000, tunjangan 
transportasi Rp 500.000, dan tunjangan makan Rp 750.000. PT. Nanggung 
mengikuti program jamsostek (BPJS) dimana premi jaminan kecelakaan kerja 
dan premi jaminan kematian dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-
masing 0,5% dan 0,4% dari gaji dan juga setiap bulannya menanggung iuran 
pensiun untuk Durna sebesar Rp 100.000, serta iuran jaminan hari tua sebesar 
3,7% dari gaji. Setiap bulan Durna membayar iuran Jaminan Hari Tua sebesar 2% 
dari gajinya dan iuran pensiun sebesar Rp 50.000. Berapakah besarnya PPh Pasal 
21 yang terutang atas penghasilan Durna di tahun 2015 tiap bulannya? 
 
Perhitungan PPh Pasal 21 yang Terhutang:    
Penghasilan gaji sebulan    Rp 3.000.000  
Tunjangan makan      Rp 750.000  
Tunjangan transport      Rp 500.000  
Premi Jaminan Kecelakaan Kerja    Rp 15.000  
Premi Jaminan Kematian      Rp 12.000 + 
Total Penghasilan Bruto    Rp       4.277.000  
Pengurang :          
Biaya Jabatan (5% x Rp 4.277.000)        
(maksimal diperkenankan) Rp 213.850    
Iuran JHT   Rp 60.000     
Iuran Pensiun   Rp 50.000  +     
Jumlah pengurang      Rp 323.850 - 
Penghasilan neto sebulan    Rp 3.953.150   
Penghasilan neto setahun    Rp     47.437.800  
PTKP (K/0)          
Wajib Pajak = Rp 24.300.000      
Status Kawin = Rp   2.025.000      
Tanggungan 0 =    0 +      
      Rp 26.325.000 - 
Penghasilan Kena Pajak      Rp 21.112.800  
 
PPh Pasal 21 setahun : 5 %  x Rp 21.112.800 = Rp 1.055.640 
PPh Pasal 21 sebulan : Rp 1.055.640 / 12 = Rp 87.970 
 
Catatan: 
 
Untuk masalah gawat  seorang karyawan Indonesia (WPDN) yang memiliki kewajiban 
subjektifnya sejak awal tahun, tetapi baru mulai atau berhenti bekerja pada 
pertengahan tahun atau dalam tahun berjalan maka perhitungan PPh pasal 21 
atas penghasilannya tidak perlu disetahunkan, hanya dikalikan dengan 
banyaknya bulan bekerja dari karyawan yang bersangkutan. 
Sementara untuk karyawan asing (WPLN) yang memiliki kewajiban subjektifnya 
sejak awal tahun, tetapi baru mulai atau berhenti bekerja pada pertengahan 
  
 
tahun atau dalam tahun berjalan maka atas penghasilannya ini  harus 
disetahunkan terlebih dahulu. 
 
 Untuk lebih jelasnya lihat contoh berikut: 
 
Contoh masalah gawat  2: 
 
Perhitungan PPh Pasal 21 untuk pegawai tetap yang mulai / berhenti pada 
pertengahan tahun 
 
Tn. Manca (K/2) bekerja pada PT Takdirnya pada bulan April 2013.                 
PT Takmaurugi setiap bulannya membayar gaji untuk Tn. Manca sebesar       
Rp 4.000.000, tunjangan transportasi dan tunjangan makan masing-masing 
Rp 350.000 dan Rp 1.750.000. Premi asuransi kecelakaan kerja dan premi 
asuransi kematian dibayar oleh pemberi kerja masing-masing sebesar             
Rp 55.000 dan Rp 35.000. Setiap bulan Tn. Manca membayar iuran THT 
sebesar Rp 200.000 dan iuran pensiun sebesar Rp 225.000. Berapakah 
besarnya PPh Pasal 21 yang terutang atas penghasilan Tn. Manca setiap 
bulannya? 
 
Perhitungan PPh Pasal 21 yang Terhutang:    
Penghasilan gaji sebulan   Rp 4.000.000  
Tunjangan makan   Rp 1.750.000  
Tunjangan transport   Rp 350.000  
Premi asuransi kecelakaan kerja  Rp 55.000  
Premi asuransi kematian   Rp 35.000 + 
Total Penghasilan Bruto   Rp 6.190.000  
Pengurang :      
Biaya jabatan (5% x Rp 6.190.000)    
(maksimal diperkenankan) Rp 309.500    
Iuran THT  Rp 200.000    
Iuran pensiun  Rp 225.000 +    
Jumlah pengurang   Rp 734.500 - 
Penghasilan neto sebulan   Rp   5.455.500  
Penghasilan neto setahun 9 x Rp 5.455.500 Rp  49.099.500  
 
PTKP (K/2)      
Wajib Pajak = Rp 24.300.000    
Status Kawin = Rp 2.025.000    
Tanggungan 2 = Rp 4.050.000 +    
   Rp 30.375.000 - 
Penghasilan Kena Pajak   Rp 18.724.500  
PPh Pasal 21 selama 9 bulan : 5 % x Rp 18.724.500 = Rp 936.225 
PPh Pasal 21 sebulan  : Rp 936.225 / 9  = Rp 104.025 
  
 
  
Contoh masalah gawat  3: 
 
Perhitungan PPh Pasal 21 untuk pegawai yang menerima gaji bulanan bagi orang asing 
yang menjadi WPDN yang mulai / berhenti bekerja pada pertengahan tahun 
 
Tn Smith (K/0) adalah warga negara Inggris yang mulai bekerja di Indonesia tanggal 2 
Juni 2013 pada PT Tanda Tanya dan mendapat gaji sebulan sebesar Rp 3.000.000, 
tunjangan jabatan Rp 400.000, dan tunjangan keluarga Rp 200.000. Perusahaan 
menanggung premi asuransi kecelakaan kerja dan premi kematian masing-masing 
sebesar Rp 75.000 dan Rp 50.000, sementara itu setiap bulan Tn Smith membayar 
iuran THT sebesar Rp 5% dari gaji pokoknya dan iuran pensiun sebesar Rp 100.000. 
Berapakah PPh Pasal 21 yang terutang atas penghasilan Tuan Smith di tahun 2013? 
 
Perhitungan PPh Pasal 21 yang Terhutang:    
Penghasilan gaji sebulan    Rp 3.000.000  
Tunjangan Jabatan    Rp 400.000  
Tunjangan Keluarga    Rp 200.000  
Premi asuransi Kecelakaan Kerja  Rp 75.000  
Premi Asuransi Kematian   Rp 50.000 + 
Total Penghasilan Bruto    Rp 3.725.000  
Pengurang :       
Biaya Jabatan (5% x Rp 3.725.000) Rp 186.250    
Iuran THT   Rp 150.000    
Iuran Pensiun   Rp 100.000 +    
Jumlah pengurang    Rp         436.250 -  
Penghasilan neto sebulan    Rp 3.288.750  
Penghasilan neto setahun 12 x Rp 3.288.750 Rp   39.465.000  
PTKP (K/0)       
Wajib Pajak = Rp 24.300.000    
Status Kawin = Rp 2.025.000 +    
    Rp   26.325.000 - 
Penghasilan Kena Pajak    Rp   13.140.000  
PPh Pasal 21 selama setahun : 5 % x Rp  13.140.000 = Rp 657.000  
PPh Pasal 21 sebulan  : Rp 657.000 / 12 = Rp   54.750  
 
Catatan : 
 
Ada beberapa perusahaan yang menanggung PPh Pasal 21 dari penghasilan 
karyawannya dan ada yang memberikan tunjangan Pajak. Perbedaannya adalah : 
 
Bila perusahaan memberikan tunjangan pajak, maka tunjangan pajak ini  
merupakan penghasilan karyawan yang bersangkutan dan harus ditambahkan 
kedalam penghasilan brutonya sebelum dilakukan perhitungan PPh Pasal 21 atas 
penghasilan karyawan ini . 
  
 
 
Bila perusahaan menanggung PPh Pasal 21 dari karyawannya maka PPh Pasal 21 
yang ditanggung perusahaan ini  bukan merupakan penghasilan dari 
karyawan yang bersangkutan sehingga tidak ditambahkan kedalam penghasilan 
bruto karyawan ini . Dengan syarat bahwa PPh Pasal 21 karyawan yang 
ditanggung perusahaan itu juga tidak boleh dianggap sebagai biaya bagi 
perusahaan. 
  
Contoh masalah gawat  4: 
 
Perhitungan PPh Pasal 21 atas karyawan yang memperoleh gaji bulanan dan sekalian
tunjangan pajak 
 
Tn. Bona masih bujangan dan tinggal bersama ayahnya yang seorang tunadaksa. Ia 
bekerja pada PT. Kiranya dengan gaji sebesar Rp 4.500.000 dan tunjangan pajak 
sebesar Rp 50.000 per bulan. Iuran pensiun yang dibayar Tn. Bona setiap bulannya 
sebesar Rp 75.000. Berapakah PPh Pasal 21 yang ditanggung Tn.  Bona? 
 
Perhitungan PPh Pasal 21 yang Terhutang:    
Penghasilan gaji sebulan  Rp 4.500.000  
Tunjangan Pajak  Rp 50.000 + 
Total Penghasilan Bruto  Rp 4.550.000  
Pengurang :     
Biaya Jabatan (5% x Rp 4.550.000)    
(maksimal diperkenankan) Rp 227.500    
Iuran Pensiun Rp  75.000 +    
  Rp         302.500 - 
Penghasilan neto sebulan  Rp 4.247.500  
Penghasilan neto setahun 12 x Rp 4.247.500 Rp       50.970.000  
PTKP (TK/1)     
Wajib Pajak Rp 24.300.000    
Tanggungan 1 Rp  2.025.000 +   
  Rp   26.325.000 - 
Penghasilan Kena Pajak  Rp    24.645.000  
PPh Pasal 21 selama setahun : 5 % x 24.645.000 = Rp 1.232.250  
PPh Pasal 21 sebulan : Rp 1.232.250 / 12 = Rp   102.687,50  
 
Selisih pajak terutang dengan tunjangan pajak sebesar Rp 52.687,50 (Rp 102.687,50 – 
Rp 50.000) ditanggung oleh pegawai ini  dengan dipotongkan dari 
penghasilannya per bulan. 
 
 
 
 
Contoh masalah gawat  5: 
 
Perhitungan PPh Pasal 21 atas karyawan yang PPh Pasal 21-nya ditanggung pemberi 
kerja 
 
Bapak Dana (K/2) bekerja pada PT Tamu Tami dengan gaji per bulan sebesar Rp 
5.000.000, tunjangan makan Rp 200.000, dan pajak penghasilan ditanggung oleh 
pemberi kerja. Iuran pensiun dan iuran THT yang dibayar Bapak Dana per bulannya 
masing-masing sebesar Rp 100.000 dan Rp 150.000. Berapa PPh Pasal 21 yang 
ditanggung Bapak Dana? 
 
Perhitungan PPh Pasal 21 yang Terhutang:   
Penghasilan gaji sebulan Rp 5.000.000   
Tunjangan makan Rp 200.000  + 
Total Penghasilan Bruto    Rp  5.200.000 
Pengurang :     
Biaya Jabatan (5% x Rp 5.200.000) 
(maksimal diperkenankan) Rp 260.000    
Iuran Pensiun  Rp 100.000    
Iuran THT  Rp 150.000  +    
Jumlah pengurang   Rp 510.000  - 
Penghasilan neto sebulan   Rp  4.690.000  
Penghasilan neto setahun 12 x Rp 4.690.000 Rp 56.280.000 
PTKP (K/2)      
Wajib Pajak = Rp 24.300.000    
Status Kawin = Rp 2.025.000    
Tanggungan 2 = Rp 4.050.000 +    
   Rp 30.375.000 - 
Penghasilan Kena Pajak      Rp 25.905.000 
PPh Pasal 21 selama setahun : 5 % x 25.905.000 = Rp 1.295.250 
PPh Pasal 21 sebulan  : Rp 1.295.250 / 12 = Rp 107.937,50 
 
PPh Pasal 21 sebesar Rp 107.937,50 ini bukan merupakan penghasilan bagi pegawai 
(Bapak Dudidam) sehingga tidak boleh mengurangi penghasilan dari pemberi kerja. 
 
Pegawai / Karyawan yang memperoleh Gaji / Upah Bulanan dan Mendapat Bonus  
 
Perhitungan Pajak penghasilan atas bonus, gratifikasi, THR, dan pemberian lain yang 
bersifat tidak tetap dan biasanya diberikan sekali dalam setahun dapat dilihat pada 
contoh berikut:  
 
Contoh masalah gawat  6 : 
 
Perhitungan PPh Pasal 21 atas pegawai yang memperoleh Gaji dan Bonus 
 
Bapak Suar (K/3) memperoleh gaji sebulan sebesar Rp 5.000.000 dan mendapat 
  
 
tunjangan jabatan serta tunjangan keluarga masing-masing Rp 500.000. Premi 
asuransi kecelakaan kerja dan premi asuransi kematian dibayarkan oleh pemberi 
kerja masing-masing Rp 350.000 dan Rp 250.000. Setiap bulan Bapak Suar harus 
membayar iuran THT dan iuran pensiun masing-masing sebesar Rp 30.000 dan         
Rp 50.000. Pada bulan Juli ia mendapat bonus sebesar Rp10.000.000. Berapa 
besarnya pajak yang terutang atas gaji dan bonus yang diterima Bapak Suar? 
(Diasumsikan Bapak Suar adalah seorang pegawai tetap) 
 
Perhitungan PPh Pasal 21 atas Gaji dan Bonus 
Penghasilan gaji sebulan Rp 5.000.000 
Tunjangan Jabatan  Rp 500.000 
Tunjangan 
Keluarga  Rp 500.000 
Premi asuransi Kecelakaan Kerja Rp 350.000 
Premi Asuransi Kematian Rp 250.000  + 
Penghasilan Bruto Sebulan Rp 6.600.000 
Penghasilan Bruto Setahun  Rp 79.200.000 
Bonus   Rp 10.000.000  + 
Penghasilan Bruto Gaji dan 
Bonus  Rp 89.200.000 
Pengurang :    
Biaya Jabatan (5% x Rp 89.200.000)  
(maksimal diperkenankan) Rp 4.460.000 
Iuran THT   (12 x 25.000) Rp 360.000 
Iuran Pensiun (12 x 50.000) Rp 600.000 + 
Jumlah pengurang   Rp  5.420.000 - 
Penghasilan neto setahun  Rp 83.780.000 
PTKP (K/3)    
Wajib Pajak = Rp 24.300.000  
Status Kawin = Rp 2.025.000  
Tanggungan 3 = Rp 6.075.000 +  
   Rp 32.400.000  - 
Penghasilan Kena Pajak     Rp 51.380.000 
PPh Pasal 21 yang terutang atas Gaji dan Bonus : 
5 % x 50.000.000 = Rp  2.500.000 
15% x 1.380.000 = Rp     207.000 + 
= Rp 2.707.000  
 
Perhitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Tenaga Ahli  
 
pemotongan-pemotongan  pajak penghasilan atas penghasilan sehubungan dengan 
pekerjaan tenaga ahli atau persekutuan tenaga ahli, antara lain :  
* Pengacara * Notaris 
* Akuntan * Penilai 
* Arsitek * Aktuaris 
* Konsultan * Tenaga ahli lain pemberi jasa profesi 
  
 
 
Sebagai imbalan atas jasa yang dilakukan di Indonesia, diterapkan tarif pasal 
17 dari perkiraan penghasilan neto dari masing-masing tenaga ahli dengan 
menggunakan norma perhitungan sebesar 50% untuk semua jenis pekerjaan 
tenaga ahli (Tarif pasal 17 x (50% x Penghasilan Bruto) 
 
Contoh masalah gawat  7: 
 
Perhitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan yang dibayarkan kepada tenaga ahli 
 
Prof. Danang adalah seorang peneliti yang juga berprofesi sebagai 
pengacara.Pada bulan Maret 2013 ia menerima fee Rp100.000.000 dari 
kliennya sebagai imbalan pemberian jasa yang telah dilakukan dan pada bulan 
September di tahun yang sama menerima pelunasan fee sebesar Rp75.000.000. 
 
  
Dasar 
Dasar   
 
 Penghasilan pemotongan-pemotongan   PPh Pasal 21   pemotongan-pemotongan  Tarif  
Bulan Bruto PPh Pasal Terutang  
PPh Pasal 21 Pasal   (Rupiah) 21Kumulatif (Rupiah)   (Rupiah)     (Rupiah)         
 
(1) (2) (3) = (2) x 50% (4) (5) (6) = (3)x(5) 
 
Maret 100.000.000 50.000.000 50.000.000 5% 2.500.000 
 
September 75.000.000 37.500.000 87.500.000 15% 5.625.000 
 
Jumlah 175.000.000 87.500.000   8.125.000 
 
 
 l
PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 
 
 
 
 
A. PENGERTIAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22  
 
Pajak yang dipungut atas penyerahan barang, impor, dan bidang usaha lain.  
 
B. PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN PASAL 22  
 
1. Dirjen Anggaran, Bendaharawan Pemerintah (Pusat dan daerah) BUMN & 
BUMD yang melakukan pembayaran atas pembelian barang dan dananya 
berasal dari belanja negara dan/atau daerah.  
 
Atas pembelian barang sebesar 1,5% dari Harga Beli / Penyerahan Barang 
(Tidak termasuk PPN)  
Bendaharawan dan BUMN / BUMD  
a. Ditjen Anggaran / Bendaharawan Pemerintah baik Pusat maupun 
Daerah, yang melakukan pembayaran atas pembelian barang.  
b. BUMN / BUMD yang melakukan pembelian barang dengan dana yang 
bersumber dari belanja negara (APBN) / belanja daerah (APBD).  
 
Mekanisme Pemungutan: 
1) PPh Pasal 22 disetor oleh pemungut menggunakan SSP atas nama Wajib 
Pajak yang dipungut (penjual).  
2) PPh Pasal 22 ini  harus disetor oleh pemungut pada hari yang sama 
saat pembayaran dengan menggunakan SSP atas nama Wajib Pajak yang 
dipungut (penjual). Pemungut juga wajib melaporkan atas seluruh 
pemungutan yang dilakukan paling lambat 14 hari sejak masa pajak 
berakhir.  
 
2. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atas Barang Impor  
a. Subjek PPh Pasal 22  
Setiap Wajib Pajak yang melakukan impor, kecuali yang mendapat 
fasilitas pembebasan (memperoleh surat keterangan bebas).  
 
b. Tarif PPh Pasal 22  
1) Yang menggunakan Angka Pengenal Impor (API), sebesar 2,5% dari 
Nilai Impor.  
2) Yang tidak menggunakan API, sebesar 7,5% dari Nilai Impor.  
3) Yang tidak dikuasai 7,5% dari Harga Jual Lelang.  
  
 
 
Nilai Impor  
Nilai Impor/NI adalah nilai yang berupa uang yang menjadi dasar 
penghitungan bea masuk yaitu Cost Insurance and Freight (CIF) 
ditambahkan dengan Bea Masuk dan Pungutan Lainnya yang dikenakan 
berdasar  ketentuan peraturan perundang–undangan pabean bidan g 
impor.  
Untuk menghitung Nilai Impor dipakai  kurs berdasar  Keputusan 
Menteri Keuangan. 
 
 NI = CIF + Bea Masuk + Pungutan Lainnya 
 
c. Tidak Dikenakan PPh Pasal 22  
1) Impor barang / penyerahan barang di dalam negeri yang berdasar  
peraturan perundang – undangan tidak terutang pajak penghasil an, 
dinyatakan dengan SKB.  
2) Impor barang yang dibebaskan dari Bea Masuk dan atau Pajak 
Pertambahan Nilai, yaitu terdiri dari (dilaksanakan oleh DJBC), 
contoh: Barang perwakilan negara asing dan pejabatnya yang 
bertugas di Indonesia berdasar  asas timbal balik.  
3) Impor sementara yang semata–mata untuk diekspor kem bali 
(dilaksanakan oleh DJB).  
4) Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 2.000.000 dan tidak 
merupakan pembayaran yang terpecah–pecah (tanpa SKB ).  
5) Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air 
minum / PDAM dan benda–benda pos (tanpa SKB).  
6) Emas batangan yang akan di proses untuk menghasilkan barang 
perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor, dinyatakan dengan SKB.  
7) Pembayaran untuk pembelian gabah atau beras oleh BULOG  
 
d. Saat Terhutangnya Pajak  
 
1) Pajak penghasilan Pasal 22 atas impor barang terutang dan dilunasi 
bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk: dalam hal 
pembayaran Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, maka Pajak 
Penghasilan Pasal 22 terutang dan dilunasi pada saat penyelesaian 
dokumen Pemberitahuaan Impor Barang (PIB).  
2) Dirjen Bea dan Cukai akan menghitung dan menetapkan PPh Pasal 22 
atas impor yang dilakukan oleh importir, kecuali bagi yang 
mendapatkan fasilitas pembebasan.  
3) Atas perhitungan ini  importir membayar PPh Pasal 22 ke Bank 
Persepsi. SSP yang diterima merupakan Kredit Pajak diakhir Tahun 
Pajak.  
4) Mulai tahun 2003 setoran Pajak dan Bea Cukai bisa dijadikan satu 
  
 
(digabung) dengan menggunakan SSPBC (Surat Setoran Pajak dan Bea 
Cukai).  
 
3 Badan Usaha Lainnya Atas Penyerahan Produk–Produk T ertentu  
 
· Badan Usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri Semen, Rokok, 
Industri Kertas, Industri Baja, dan Industri Otomotif, yang ditunjuk oleh 
Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam 
negeri.  
 
· Pertamina serta badan usaha lainnya yang bergerak dalam bidang bahan 
bakar minyak jenis premix, super TT dan gas atas penjualan hasil 
produksinya.  
 
· Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, 
dan perikanan yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas 
pembeliaan bahan– bahan untuk keperluan industri atau ekspor m ereka dari 
pedagang pengumpul.  
 
Contoh Perhitungan: 
 
a. PPh Pasal 22 Bea Cukai 
 
Seorang importir pada awal tahun 2013 memasukkan barang ke wilayah 
pabean Indonesia dengan Cost sebesar US$80.000. Biaya angkut dari luar 
negeri ke pelabuhan tujuan sebesar US$5.000 dan premi asuransi perjalanan 
yang d
Share:
TRANSLATE
English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Translate

viewer

SEARCH

widget translate
English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Archive