Tampilkan postingan dengan label politik bisnis 3. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label politik bisnis 3. Tampilkan semua postingan

Kamis, 22 Februari 2024

politik bisnis 3





















 hadapi era globalisasi yang

memiliki implikasi pada disparitas

pendapatan, pemerintah perlu menyiapkan

langkah strategis untuk meredam efek

negatifini . Peran sentral ini hanya bisa

diisi oleh penguatan pendidikan untuk

meningkatkan kualitas human capital (modal

manusia) agar masyarakat negara miskin dan

berkembang dapat mengambil keuntungan

dalam era globalisasi. Rendahnya akumulasi

modal karena keadaan yang serba susah di

negara miskin dan berkembang mendorong

peran strategis pemerintah untuk mengisi

kekurangan likuiditas dan keadaan imperfect

markets. Dengan kontribusi pemerintah

berupa subisidi anggaran pendidikan, tentu

masyarakat akan mampu mencapai titik

optimal kesejahteraan dengan manfaat yang

luas dari pendidikan. Hal inilah yang secara

umum dapat menguntungkan

kehidupannya dimasa depan dengan

peningkatan kualitas hidup dan pendapatan.


negara kita  saat ini sedang melakukan

konsolidasi fiskal dalam rangka mencapai

kesinambungan fiskal (fiscal sustainability) dan

pertumbuhan ekonomi yang stabil. Akan

tetapi konsolidasi fiskal ini menghadapi

beban berat berupa utang publik yang cukup

tinggi, subsidi yang semakin meningkat

terutama subsidi BBM dan penerimaan

pajak yang kurang optimal. Kenaikan harga

minyak dunia yang diikuti dengan

penurunan kurs rupiah terhadap dolar AS

serta kenaikan BI rate untuk meredam inflasi

dan penurunan kurs, semakin menambah

beban APBN.


Sebagai gambaran, pada Tabel 1.

perkembangan pengeluaran untuk subsidi

dan pengeluaran sejak 1989/1990 sampai

dengan 2007. Pengeluaran negara meningkat

tajam sejak 1997/1998 dan mencapai

puncaknya pada tahun anggaran 1999/2000

dan 2000. Sampai 2007, pengeluaran subsidi

cenderung fluktuatif  dengan nilai tertinggi

dicapai pada tahun 2005. Pada 2006

pemerintah berupaya untuk menekan

pengeluaran, sehingga pengeluaran subsidi

semakin menurun menjadi Rp 107.628 Miliar

dan menurun lagi menjadi Rp 105.154 Miliar

pada 2007.

Kebijakan pemberian subsidi oleh

pemerintah telah berlangsung selama

bertahun-tahun, dengan klasifikasi subsidi

BBM dan non BBM (listrik, pangan, pupuk,

bunga kredit program dan lainnya).

Berdasarkan Tabel 2. di bawah, komponen

terbesar dari subsidi yang dikeluarkan

pemerintah adalah subsidi BBM, sedang 

subsidi non BBM yang memiliki porsi

terbesar adalah subsidi listrik, dan subsidi

pangan. Tabel 2. menunjukkan bahwa sejak

2002 secara nominal besarnya subsidi yang

dikeluarkan pemerintah terus meningkat,

namun sebenarnya secara riil jumlah subsidi

tersebut berkurang dari tahun ke tahun

mengingat keterbatasan dana APBN. Saat

ini hampir 30 persen dana APBN telah

dialokasikan untuk membayar angsuran

pokok hutang negara dan bunga, sehingga

tidak mengherankan jika dana subsidi pada

APBN dikurangi oleh pemerintah. Hal ini

dapat ditunjukkan dengan besarnya rasio

total subsidi yang dikeluarkan pemerintah

terhadap produk domestik bruto (PDB)

selama 2005-2007 yang terus mengalami

penurunan.

2. Subsidi: Kerangka Analisis

Menurut konsep ilmu ekonomi, definisi

subsidi adalah jumlah bantuan keuangan dari

pemerintah, seperti grant, tax break, atau trade

barrier, supaya mendorong produksi atau

pembelian barang. Term subsidi juga

mengacu pada bantuan grant kepada yang

lain, misalnya kepada individual, lembaga

swadaya masyarakat (non-government

institution). WTO (World Trade Organisazation)

mendefinisikan subsidi sebagai berikut: (a)

transfer dana langsung termasuk potensial

transfer seperti loan guarantees, (b) pendapatan

yang hilang (foregone revenues), (c) barang dan

jasa yang disediakan pemerintah seperti

infrastruktur umum atau pembelian barang

lainnya oleh pemerintah, dan (d) subsidi yang

spesifik dari pemerintah seperti mekanisme

pembayaran dana.

Subsidi memiliki peranan yang cukup

krusial dalam perekonomian. Subsidi

merupakan suatu instrumen yang dapat

memengaruhi input, output dan harga

bermacam komoditas dalam perekonomian.

Dengan demikian, subsidi juga menjadi satu

instrumen yang krusial dalam mencapai

tujuan-tujuan tertentu dalam pembangunan

ekonomi. Hal ini dicapai dengan

menggerakkan intrumen subsidi sehingga

berpengaruh terhadap elastisitas permintaan

dan penawaran suatu komoditas. Subsidi

akan menggeser kurva permintaan ke atas

untuk konsumsi bersubsidi (subsidized

consumption) atau kurva penawaran ke bawah

untuk produksi bersubsidi (subsidized

production).

Klasifikasi manfaat subsidi berdasarkan

penerimanya (beneficiaries) baik itu konsumen

dan produsen, seperti berikut ini: (1) subsidi

untuk bahan pangan sangat berguna bagi

kaum miskin tapi jika terjadi kebocoran

maka benefit yang diterima si miskin akan

berkurang, (2) subsidi listrik meningkat

untuk sektor pertanian dan sektor domestik

lainnya, biasanya negara yang kaya akan

memberikan subsidi listrik lebih besar

daripada negara yang miskin, (3) subsidi

untuk irigasi diberikan pemerintah

mendorong produksi pertanian, karena

dengan adanya irigasi, pupuk kimia, dan

komponen input lainnya maka marginal

produktivitas akan tinggi, (4) subsidi untuk

pendidikan diberikan dalam rangka

mempersiapkan generasi penerus lebih baik

daripada sebelumnya. Biasanya semakin

tinggi tingkat pendapatan per kapita

masyarakat maka subsidi yang dialokasikan

untuk pendidikan dasar semakin rendah,

dan (5) subsidi untuk kesehatan lebih banyak

dialokasikan untuk kasus curative health

daripada untuk preventive health. Subsidi ini

sangat menguntungkan masyarakat

golongan ekonomi lemah.

Kebijakan pemberian subsidi biasanya

dikaitkan kepada barang dan jasa yang

memiliki positif eksternalitas dengan tujuan

agar untuk menambah output dan lebih

banyak sumberdaya yang dialokasikan ke

barang dan jasaini ,  misalnya

pendidikan dan teknologi tinggi. Namun,

subsidi juga mememiliki eksternalistas yang

negatif, misalnya: (i) subsidi menciptakan

alokasi sumberdaya yang tidak efisien, karena

konsumen membayar barang dan jasa pada

harga yang lebih rendah daripada harga pasar

maka ada kecenderungan konsumen tidak

hemat dalam mengkonsumsi barang yang

disubsidi. Hal ini disebabkan oleh harga yang

disubsidi lebih rendah daripada biaya

kesempatan (opportunity cost) maka terjadi

pemborosan dalam penggunaan sumber

daya untuk memproduksi barang yang

disubsidi;dan  (ii) subsidi menyebabkan

distorsi harga.

Secara umum efek subsidi menurut

teori ekonomi dapat diklasifikasi sebagai

berikut: (1) allocative effect, berkaitan dengan

alokasi sumberdaya, pemerintah

mengalokasikan sumber daya ke sektor

tertentu yang dipandang memerlukan subsidi,

(2) redistributive effect, umumnya tergantung

dari elastisitas permintaan kelompok

masyarakat yang menggunakan barang yang

disubsidi atau tergantung penawaran barang

yang disubsidi, (3) fiscal effect, subsidi biasanya

akan meningkatkan defisit fiscal karena

penerimaan negara dari pajak berkurang, (4)

trade effect, subsidi tidak langsung berupa

peraturan harga yang ditetapkan oleh

pemerintah untuk menaikkan harga bahan

baku tertentu akan mengurangi penawaran

komoditi domestik dan akan meningkatkan

impor. Sebaliknya jika subsidi diberikan

pada pengusaha domestik, maka akan

mengurangi impor dan meningkatkan

ekspor. Kemudian subsidi juga

menimbulkan efek yang tidak diinginkan

seperti terjadi alokasi sumber daya yang

tidak efisien, sehingga mendorong pasar

tidak kompetitif dan ada persaingan tidak

sempurna, misalnya kebijakan pemerintah

untuk mengkontrol harga mendorong

penurunan produksi dan merangsang

tumbuhnya pasar gelap (black market).

Subsidi dalam teori ekonomi tidak

mempunyai makna konotasi yang negatif,

dan bukan pula preskriptif melainkan

deskriptif, artinya adanya subsidi akan

mengkoreksi kegagalan pasar sehingga

pasar menjadi efisien, misalnya subsidi

langsung lebih efisien dibandingkan subsidi

tidak langsung seperti hambatan

perdagangan (trade barrier). Namun bukan

berarti subsidi langsung itu baik, tapi subsidi

langsung lebih efisien dan lebih efektif

sebagai alat untuk mencapai hasil yang

diinginkan. Subsidi sebagai alternatif

kebijakan politik (political choice) yang intinya

adalah mentransfer sebagian dana dari

kelompok masyarakat yang satu ke

kelompok masyarakat lainnya. Beberapa

jenis subsidi antara lain: (a) direct subsidies, (b)

indirect subsidies, (c) labor subsidies, (d) tax subsidy,

(e) production  subsidies, (f) regulatory advantages,

(g) infrastructure subsidies, (h) trade protection

(import), (i) export subsidies (trade promotion), (j)

procurement subsidies, (k) consumption subsidies, (l)

tax breaks and corporate welfare, (m) subsidies

due to the effect of debt guarantees.


3. Kriteria Subsidi di Berbagai Negara

3.1. Subsidi di India

Subsidi di India terdiri dari 3 jenis, yaitu

subsidi makanan, subsidi pupuk, subsidi

BBM. Ketiga jenis subsidiini  disebut

dengan eksplisit subsidi, karena tercantum

dalam dokumen keuangan Pemerintah India.

Selain eksplisit subsidi, India juga memiliki

implisit subsidi, yang termasuk didalamnya

adalah subsidi transportasi. Tidak berbeda

dengan negara kita ,  tujuan subsidiini 

dapat dikelompokkan menjadi 4, yaitu; (1)

untuk pemerataan; (2) untuk memenuhi

kebutuhan dasar; (3) untuk meningkatkan

pertumbuhan ekonomi; dan (4) untuk

stabilisasi harga. Dari ketiga jenis subsidi

tersebut, subsidi makanan mendapatkan

alokasi subsidi terbesar untuk periode tahun

2000-2007, yaitu sekitar 90 persen dari

keseluruhan subsidi di India. sedang ,

alokasi subsidi terbesar kedua di India

adalah subsidi indigenous (urea) fertiliser.

Subsidi di India secara umum

dibedakan dibagi menjadi tiga kelompok,

yaitu: (1) layanan secara umum, yang berupa

pengeluaran sekretariat untuk layanan sosial

dan ekonomi, (2) layanan yang memberikan

eksternalitas yang besar, yang diperlakukan

sebagai merit goods atau mendekati public goods,

yaitu terdiri dari: (i) merit social services:

pendidikan dasar, kesehatan masyarakat,

sanitasi, informasi dan publikasi,

kesejahteraan tenaga kerja, kesejahteraan

masyarakat, nutrisi, dan (ii) Merit economic

services: konservasi air dan tanah, lingkungan

kehutanan dan binatang liar, penelitian dan



pendidikan pertanian, pengendalian banjir

dan drainase, jalan dan jembatan, scientific

research, ekologi, lingkungan dan meterologi,

serta (3) layanan lainnya.

3.2. Subsidi di Nigeria

Pertanian merupakan sektor vital dan

penting bagi perekonomian Nigeria. Hal ini

disebabkan, adanya prediksi mengenai

kenaikan output pertanian di Nigeria. Alasan

yang melatarbelakangi adanya kenaikan

permintaanini , adalah; (1) populasi

Nigeria yang sekarang berjumlah 120 juta,

dengan tingkat pertumbuhan populasi 3

persen per tahun. Dengan demikian,

populasi Nigeria diperkirakan mencapai 240

juta pada tahun 2030 dan 360 juta pada tahun

2040; (2) permintaan output pertanian di

masa akan datang akan naik sejalan dengan

kenaikan pendapatan disposibel; dan (3)

Adanya permintaan output pertanian dari

negara lain (ekspor). Untuk mengantisipasi

kenaikan permintaan output pertanian

tersebut, maka Pemerintah Nigeria

melakukan kebijakan-kebijakan yang salah

satunya adalah subsidi pupuk.

Pemerintah Nigeria, baik pusat maupun

daerah melakukan subsidi pupuk dan

mengatur distribusinya dengan beberapa

cara. Alasan Pemerintah Nigeria melakukan

subsidi pupuk adalah karena petani tidak

dapat membeli pupuk pada harga pasar.

Banyak pendapat yang menyatakan selain

harga yang tinggi, hambatan yang dihadapi

petani di Nigeria adalah masalah kualitas dan

ketepatan waktu. Oleh karena itu, selain

subsidi, sistem distribusi pupuk juga harus

diatur dengan menghapuskan perantara,

sehingga pupuk bisa datang tepat waktu.

Pada 1999 dan 2001 telah dilakukan

beberapa evaluasi, dan temuan utama dari

evaluasiini  menunjukkan bahwa

ternyata banyak stakeholders yang tidak

mendapat subsidi pupuk pada harga yang


disubsidi, pupuk-pupukini  banyak

dijual di pasar gelap.

Adapun kriteria penentuan subsidi yang

dilakukan oleh Pemerintah Nigeria yang

berkaitan dengan pupuk dapat dilihat pada

Tabel 4.

. Subsidi di Malaysia

Dibandingkan dengan negara-negara

Asean lain, harga minyak di Malaysia jauh

lebih rendah, hal ini disebabkan karena

adanya subsidi BBM dan penghapusan pajak

yang berlebihan dari Pemerintah Malaysia.

Akibatnya, banyak penduduk Singapura dan

Thailand menerima manfaat dari subsidi

tersebut dengan membeli BBM di Malaysia.

rendahnya harga BBM di Malaysia

disebabkan oleh subsidi dan penghapusan

pajak untuk semua produk BBM. Dengan

kombinasi antara pajak dan subsidiini ,

masyarakat dapat menikmati transportasi

publik yang terjangkau. Subsidi juga

membuat rendahnya biaya operasi untuk

nelayan dan operator dari transportasi

sungai di Sabah dan Sarawak.

Mekanisme harga ini telah

dihubungkan dengan harga pasar

internasional. Harga aktual produk

ditentukan setelah memperhatikan harga

internasional, biaya operasional seperti

distribusi dan biaya pemasaran, dan pajak

penjualan. Subsidi BBM di Malaysia

diberikan langsung ke produsen atau

pengecer. Pemerintah Malaysia berencana

untuk melanjutkan subsidi BBM tetapi

jumlah subsidinya akan diperbaharui dan

ditentukan oleh Pemerintah Malaysia.

Pemerintah Malaysia merencanakan untuk

membuat metode yang lebih efektif agar

subsidi yang diberikan benar-benar tepat

sasaran, sehingga operator transportasi

publik, nelayan, operator transportasi sungai

di Sabah dan Sarawak benar-benar

merasakan manfaatnya.

No. Kriteria Subsidi Deskripsi 

1 Tujuan Pemerataan 

2 Ketepatan Efektivitas, Distorsi 

3 Pengajuan dan Pencairan Tidak Langsung 

4 Jenis Subsidi Produsen 

5 Dampak Produktivitas, Kemiskinan dan Perdagangan 

6 Harga Keekonomian Harga Pasar+Margin+ Distribusi 

 

Tabel 5.

Kriteria Penentuan Subsidi BBM di Malaysia

Bisnis & Ekonomi Politik, Vol. 9 (3), Juli 2008 49

Kajian Kerangka Subsidi di negara kita 

Lebih lanjut lagi, Subsidi BBM di

Malaysia berdampak negatif terhadap

perekonomian. Pertama, adanya distorsi pasar

karena harga komoditi tidak

menggambarkan harga aktual. Selain itu,

subsidi BBM merugikan perekonomian

nasional karena adanya peningkatan drastis

dari konsumsi dan terjadinya kecurangan dan

penyelundupan BBM. Kedua, subsidi BBM

di Malaysia juga mengakibatkan adanya

penyelundupan BBM ke negara lain.

Berdasarkan suatu studi, Malaysia mengalami

kerugian, yang diperkirakan sebesar 10

persen atau sekitar 660 juta Ringgit Malaysia

akibat dari penyelundupanini .

Selanjutnya, subsidi juga meningkatkan defisit

anggaran pemerintah.

4. Kerangka Penentuan Subsidi

Subsidi didefinisikan sebagai

pembayaran yang tidak mendapat imbalan

pada saat diberikan (current unrequited payment)

yang dilakukan pemerintah kepada

penerima manfaat (government finance statistic).

Dari identifikasi awal baik secara teoritis

maupun empiris kriteria dibedakan atas 6

kriteria yaitu: (i) tujuan pemberian subsidi

adalah tujuan yang ingin dicapai melalui

pemberian subsidi (ii) ketepatan pemberian

subsidi adalah ketepatan pelaksanaan

pemberian subsidi dengan yang telah

direncanakan (iii) mekanisme pengajuan

dan pencairan alur proses pengajuan

subsidi dan pencairan dana subsidi (iv) jenis

subsidi adalah penerima manfaat langsung



subsidi (v) dampak subsidi adalah efek yang

ditimbulkan dari adanya pemberian subsidi

dan (vi) harga keekonomian adalah nilai

nominal tertentu yang ditentukan dengan

metode tertentu yang akan menjadi salah satu

dasar penentuan besaran subsidi. Pada

masing-masing kriteria subsidi di atas,

terdapat sejumlah sub kriteria seperti telah

digambarkan pada hirarki kriteria di atas.

Untuk lebih memahami dan memperjelas

arah dan penentuan bobot dari kriteria dan

sub kriteria yang ada, masing-masing

kriteria dideskripsikan berdasarkan sub

kriteria, deskripsi sub kriteria, dan acuan

penentuan sub kriteria.

Prioritas Umum Subsidi BBM Subsidi 

Transportasi Subsidi Pupuk 

Pertama Tujuan Tujuan Tujuan Tujuan 

Kedua Ketepatan Ketepatan Ketepatan Ketepatan 

Ketiga Dampak Jenis Pengajuan  dan Pencairan 

Harga 

keekonomian 

Keempat Pengajuan  dan Pencairan 

Pengajuan  

dan Pencairan Dampak Dampak 

Kelima Harga Keekonomian Dampak 

Harga 

Keekonomian Jenis 

Keenam Jenis Harga Keekonomian Jenis 

Pengajuan  

dan Pencairan 

 

Prioritas 

Subkriteria Umum Subsidi BBM 

Subsidi 

Transportasi Subsidi Pupuk 

Tujuan Pemerataan Pemerataan Pemerataan, Kebutuhan Dasar Pemerataan 

Ketepatan Efisiensi, Efektivitas Efisiensi Efisiensi Efektivitas 

Pengajuan dan 

Pencairan Langsung Kombinasi Langsung Langsung 

Jenis Subsidi Produsen Input Input Produsen 

Dampak 

Belanja Fiskal, 

Produktivitas, 

Kemiskinan, 

Perdagangan 

Perdagangan Kemiskinan Kemiskinan  

Harga 

Keekonomian Biaya Operasional BO + Margin BO + Margin Biaya Operasional 

 

Dari AHP diperoleh hasil kriteria

sebagai berikut: hasil perhitungan AHP di

atas telah merumuskan prioritas kriteria dan

sub kriteria dari subsidi baik subsidi secara

umum maupun subsidi khusus (pupuk,

transportasi dan BBM). Berdasarkan hasil

AHPini ,ada beberapa hal yang

harus dijadikan perhatian, yaitu:

• Kebijakan subsidi ke depan haruslah subsidi yang menekankan pada peningkatan 

produktivitas bukan yang sifatnya hanya konsumtif semata. 

• Kebijakan subsidi ke depan haruslah memiliki tujuan untuk pemerataan dan 

pemenuhan kebutuhan dasar. Sehingga apapun jenis subsidinya haruslah 

diperuntukkan bagi masyarakat miskin untuk memenuhi kebutuhan dasar. Jika 

karena pertimbangan tertentu subsidi harus dihapuskan maka kompensasi dari 

penghapusan subsidiini  haruslah bertujuan untuk pengentasan kemiskinan 

sehingga pemerataan tercapai dan untuk pemenuhan kebutuhan dasar bagi 

masyarakat miskin. 

•ada usulan mekanisme pengajuan dan pencairan dalam subsidi sebaiknya 

menggunakan mekanisme kombinasi, dimana pada saat pengajuan sebaiknya 

melalui departemen teknis karena mereka yang lebih mengetahui permasalahan di 

lapangan, sedang  pencairan subsidi sebaiknya dilakukan secara langsung dari 

departemen keuangan ke produsen atau konsumen, agar keterlambatan dapat 

dihindari. 

• Besaran subsidi sebaiknya tidak didasarkan hanya pada biaya margin saja, tapi juga 

harus didasarkan oleh biaya lain juga. Semakin tinggi cakupan biaya subsidi maka 

semakin besar masyarakat miskin dapat menerima manfaat subsidi. 

• Pemerintah juga harus benar-benar menghitung harga keekonomian sebagai 

acuan pemberian subsidi, sehingga beban pemerintah dapat diminimalkan tanpa 

harus menghilangkan manfaat subsidi itu sendiri.  

• Pemerintah harus benar-benar melakukan sistem monitoring evaluasi yang baik, 

karena apapun kerangka subsidi yang dipilih jika tidak diikuti dengan monitoring 

evaluasi yang baik, maka manfaat subsidiini  tidak dapat dirasakan secara 

optimal.  

Subsidi BBM 

• Sebaiknya pemerintah mengembangkan subsidi untuk transportasi di perkotaan, 

seperti di negara maju, agar urban transportation dapat berkembang sehingga akan 

mengurangi konsumsi BBM secara signifikan dan berkurangnya eksternalitas dari 

penggunaan kendaraan bermotor di perkotaan. 

• Dalam pelaksanaan subsidi transportasi diperlukan monitoring dan evaluasi yang 

baik sehingga pelaksanaan subsidi tranportasi sesuai dengan yang direncanakan. 

• Subsidi BBM harus dipertimbangkan lebih matang jika ingin tetap dipertahankan 

karena selain “salah target” yang terjadi pada subsidiini , juga karena adanya 

eksternalitas seperti polusi dan dampak negatif pada lingkungan yang harus 

dipertimbangkan. Oleh karena itu,ada beberapa langkah beberapa langkah 

efisiensi/substitusi yang layak dilakukan untuk mengurangi ketergantungan 

terhadap BBM, antara lain:  

i. Meningkatkan efisiensi pemakaian BBM di sektor transportasi dengan 

memaksa berlakunya sistem transportasi perkotaan yang lebih efisien 

dalam penggunaan energi (yang berarti pula lebih sehat secara 

lingkungan).  

ii. Menggantikan pemakaian solar di pembangkit-pembangkit tenaga listrik 

diesel yang tersebar di seluruh tanah air dengan pembangkit listrik 

batubara, panas bumi, gas,  atau yang mengandalkan sumber energi 

setempat.   

iii. Mengurangi/mensubstitusi pemakaian minyak tanah dengan 

mengembangkan pemakaian briket batu bara, menyediakan LPG dalam 

tabung kecil, mempercepat pemanfaatan dan penyebaran  CNG 

(compressed natural gas) serta mempercepat pembangunan jaringan 

distribusi gas bumi ke rumah-rumah tangga.    

iv. Menerapkan strategi pendanaan bagi upaya peningkatan efisiensi, 

rehabilitasi, substitusi BBM dan diversifikasi energi.  

v. Menerapkan harga BBM yang lebih mahal dibandingkan yang 

dipraktekkan sekarang 

 


Jenis Subsidi Poin Penting 

Subsidi Transportasi 

• Subsidi transportasi disarankan tetap dipertahankan karena subsidi transportasi 

yang ada di negara kita  adalah subsidi transportasi untuk rakyat kecil dimana nilai 

ekonominya sangat kecil, sehingga hal ini tidak menarik bagi swasta untuk 

menanganinya. 

• Mekanisme pengajuan dan pencairan subsidi transportasi sebaiknya menggunakan 

mekanisme kombinasi. Pengajuan subsidi sebaiknya dilakukan tidak langsung, 

dimana pengajuan dilakukan melalui departemen teknis, sehingga ketidaksesuaian 

antara kebutuhan dan realisasi dapat dihindari. sedang  keterlambatan realisasi 

subsidi/PSO dapat dihindari dengan pencairan secara langsung dari Departemen 

Keuangan ke BUMN. 

Subsidi Pupuk 

• Subsidi pupuk disarankan tetap dipertahankan karena dapat meningkatkan 

produktivitas dari petani yang pada akhirnya meningkatkan output pertanian 

dalam negeri. 

• Terkait dengan subsidi pupuk, subsidi harus diberikan pada kegiatan pertanian 

yang dapat meningkatkan kesejahteraan yang lebih luas dibandingkan dengan 

jumlah dana subsidi itu sendiri (prinsip good subsidy). Indikator yang dapat dilihat 

sebagai dampak dari pemberian subsidi adalah penciptaan lapangan kerja, 

peningkatan output produksi dan penurunan tingkat kemiskinan. Untuk 

mencapai indikatorini  maka penyaluran subsidi memerlukan persyaratan (a) 

memenuhi target produksi, (b) apliksi teknologi baru, dan (c) distribusi output 

yang optimal. 

• Diperlukan perbaikan dalam kriteria jenis subsidi pupuk kedepan. Pemerintah 

sebaiknya mengganti kriteria jenis subsidi dari produsen menjadi konsumen, 

sehingga manfaat subsidi benar-benar dirasakan oleh petani. Pemerintah dapat 

memberlakukan sistem voucher yang dibagikan kepada petani sebagai target subsidi, 

seperti yang akan dilakukan di Nigeria. Adapun, untuk memberlakukan sistem 

voucherini  diperlukan data yang lengkap dan akurat, sehingga semua petani 

yang menjadi target mendapatkan subsidiini .  Selain itu, diperlukan 

monitoring dan evaluasi agar sistem voucherini  berjalan sesuai dengan yang 

direncanakan.  

• Selain itu, pemerintah dapat mempertimbangkan subsidi input, sehingga masalah 

ketersediaan gas dapat diatasi. 

• Pemerintah sebaiknya melakukan mekanisme kombinasi dalam pengajuan dan 

pencairan subsidi pupuk. Mekanisme kombinasi adalah proses dimana pengajuan 

subsidi pupuk dilakukan oleh Departemen Teknis, karena mereka lebih mengerti 

kebutuhan di lapangan. sedang  pencairan dilakukan oleh Departemen 

Keuangan langsung ke BUMN, hal ini untuk menghindari keterlambatan dalam 

pencairan.   

• Pemerintah juga dapat melakukan subsidi juga di saluran distribusi, seperti yang 

dilakukan di Nigeria, sehingga kelangkaan pupuk dapat diatasi. 

• Harga keekonomian sebaiknya untuk subsidi pupuk berdasarkan harga pasar plus 

margin plus distribusi, sehingga petani dapat membeli pupuk dengan harga yang 

terjangkau dan tidak ada kelangkaan pupuk di pasar. Dengan harga keekonomian 

yang mencakup harga pasar plus margin plus distribusi, maka berkurangnya 

insentif bagi produsen untuk menjual pupuk di pasar luar negeri. 

 

Bisnis & Ekonomi Politik, Vol. 9 (3), Juli 2008 53

Kajian Kerangka Subsidi di negara kita 

5. Kesimpulan dan Rekomendasi

5.1. Kesimpulan

Dari aspek-aspek yang berkait dengan

mekanisme subsidi baik secara umum

maupun secara teknis, maka dari hasil analisis

yang dilakukan ada beberapa hal yang

harus dijadikan perhatian, yaitu bahwa

kebijakan subsidi ke depan haruslah subsidi

yang menekankan pada peningkatan

produktivitas bukan yang sifatnya hanya

konsumtif semata. Kemudian terkait dengan

tujuan susbidi, ke depan hendaknya lebih

diarahkan pada tujuan untuk pemerataan

pendapatan dan pemenuhan kebutuhan

dasar. Sehingga apapun jenis subsidinya

haruslah diperuntukkan bagi masyarakat

miskin untuk memenuhi kebutuhan dasar.

Jika karena pertimbangan tertentu subsidi

pupuk, BBM maupun transportasi harus

dihapuskan maka kompensasi dari

penghapusan subsidiini  haruslah

bertujuan  untuk pengentasan kemiskinan

sehingga pemerataan tercapai dan untuk

pemenuhan kebutuhan dasar bagi

masyarakat miskin.

Mekanisme pengajuan dan pencairan

dalam subsidi sebaiknya menggunakan

mekanisme kombinasi, dimana pada saat

pengajuan sebaiknya melalui departemen

teknis karena institusi ini yang lebih

mengetahui permasalahan di lapangan,

sedang  pencairan subsidi sebaiknya

dilakukan secara langsung dari departemen

keuangan ke produsen atau konsumen, agar

keterlambatan dapat dihindari. Besaran

subsidi juga sebaiknya tidak didasarkan

hanya pada biaya margin saja, tapi juga harus

didasarkan oleh biaya lain juga. Semakin

tinggi cakupan biaya subsidi maka semakin

besar masyarakat miskin dapat menerima

manfaat subsidi. Selain itu, pemerintah harus

benar-benar melakukan sistem

monitoring evaluasi yang baik, karena

apapun kerangka subsidi yang dipilih jika

tidak diikuti dengan monitoring evaluasi yang

baik, maka manfaat subsidiini  tidak

dapat dirasakan secara optimal.

Secara umum dapat disimpulkan

bahwa kerangka secara umum kebijakan

subsidi di negara kita  boleh saja dirumuskan.

Namun pada akhirnya kebijakan atas

kebijakan subsidi di negara kita  perlu secara

spesifik ditentukan baik yang bersifat

mekanisme umum maupun mekanisme

teknisnya. Kajian ini diharapkan dapat

menjadi acuan yang baik bagi penentuan

kebijakan subsidi di negara kita  ke depan

maupun bagi dilaksanakan kajian-kajian

yang lebih spesifik yang dapat menjadi acuan

teknis bagi kebijakan tiap-tiap jenis subsidi

yang ada di negara kita .


Diperlukan perbaikan dalam kriteria

jenis subsidi pupuk ke depan. Pemerintah

sebaiknya mengganti kriteria jenis subsidi

dari produsen menjadi konsumen, sehingga

manfaat subsidi benar-benar dirasakan oleh

petani. Pemerintah dapat memberlakukan

sistem voucher yang dibagikan kepada petani

sebagai target subsidi, seperti yang akan

dilakukan di Nigeria. Adapun, untuk

memberlakukan sistem voucherini 

diperlukan data yang lengkap dan akurat,

sehingga semua petani yang menjadi target

mendapatkan subsidiini .  Selain itu,

diperlukan monitoring dan evaluasi agar sistem

voucherini  berjalan sesuai dengan yang

direncanakan. Selain jenis subsidi di atas,

pemerintah dapat mempertimbangkan

subsidi input, sehingga masalah ketersediaan

gas dapat diatasi. Pemerintah juga dapat

melakukan subsidi juga di saluran distribusi,

seperti yang dilakukan di Nigeria, sehingga

kelangkaan pupuk dapat diatasi. Pemerintah

juga harus benar-benar menghitung harga

keekonomian sebagai acuan pemberian

subsidi, sehingga beban pemerintah dapat

diminimalkan tanpa harus menghilangkan

manfaat subsidi itu sendiri. Harga

keekonomian sebaiknya untuk subsidi

pupuk berdasarkan harga pasar plus margin

plus distribusi, sehingga petani dapat

membeli pupuk dengan harga yang

terjangkau dan tidak ada kelangkaan pupuk

di pasar. Dengan harga keekonomian yang

mencakup harga pasar plus margin plus

distribusi, maka berkurangnya insentif bagi

produsen untuk menjual pupuk di pasar luar

negeri.

Pemerintah sebaiknya melakukan

mekanisme kombinasi dalam pengajuan

dan pencairan subsidi pupuk.  Mekanisme

kombinasi adalah proses dimana pengajuan

subsidi pupuk dilakukan oleh departemen

teknis, karena mereka lebih mengerti

kebutuhan di lapangan. sedang 

pencairan dilakukan oleh Departemen

Keuangan langsung ke BUMN, hal ini untuk

menghindari keterlambatan dalam

pencairan.

Sementara itu subsidi transportasi yang

ada di negara kita  adalah subsidi transportasi

untuk rakyat kecil dimana nilai ekonominya

sangat kecil, sehingga hal ini tidak menarik

bagi swasta untuk menanganinya. Subsidi ini

juga menjadi bagian dari tanggung jawab

pemerintah untuk memberikan layanan

publik salah satunya transportasi publik.

Mekanisme pengajuan dan pencairan subsidi

transportasi sebaiknya menggunakan

mekanisme kombinasi. Pengajuan subsidi

sebaiknya dilakukan tidak langsung, dimana

pengajuan dilakukan melalui departemen

teknis, sehingga ketidaksesuaian antara

kebutuhan dan realisasi dapat dihindari.

sedang  keterlambatan realisasi subsidi/

PSO dapat dihindari dengan pencairan

secara langsung dari Departemen Keuangan

ke BUMN. Kriteria jenis subsidi transportasi

sebaiknya dengan input subsidi atau subsidi

ke produsen. Ke depan, sebaiknya

pemerintah mengembangkan subsidi untuk

transportasi di perkotaan, seperti di negara

maju, agar urban transportation dapat

berkembang sehingga akan mengurangi

konsumsi BBM secara signifikan dan

berkurangnya eksternalitas dari penggunaan

kendaraan bermotor di perkotaan.


Tekanan harga minyak dunia dan harga

komoditas pangan terus mewarnai

perjalanan perekonomian nasional. Harga

minyak sempat menyentuh level tertinggi

sepanjang sejarah, sebesar 147,27 dollar AS

per barrel -minggu keempat Juli-, sehingga

mendongkrak harga komoditas pangan

dunia. Kedua shokini  berujung pada

melesunya perekonomian global dan

langsung memengaruhi perekonomian

domestik. Efek kenaikan harga minyak dunia

telah direspon pemerintah dengan

menyesuaikan harga Bahan Bakar Minyak

(BBM) domestik. Isu kenaikan harga BBM

domestik sebenarnya telah menyeruak jauh

sebelum dilakukannya kenaikan pada 24

Mei. Isu yang berkembang berujung pada

naiknya ekspektasi masyarakat dan secara

langsung mendorong melejitnya harga

berbagai kebutuhan (khususnya bahan

makanan) sebelum kebijakanini  resmi

diberlakukan. Pengaruhnya tergambar dari

kenaikan inflasi pada Mei dan Juni. Inflasi

April masih pada posisi 8,96 persen menjadi

10,38 persen dan 11,03 persen pada Mei

dan Juni. Sebagian kalangan menilai, inflasi

Mei masih terkait dengan pengaruh

ekspektasi kenaikan harga BBM sedang 

pengaruh kenaikan BBM terpancar pada

inflasi Juni.

Kenaikan harga minyak dunia dan

pesimisme ekonomi global juga menekan

rupiah. Pada April, rupiah sedikit melemah

pada kisaran 0,37 persen (mom) dari Rp

9.174 per dollar menjadi Rp 9.209 per

dollar. Namun, tingkat volatilitas rupiah

pada periodeini  relatif membaik,

turun dari 0,6 persen menjadi 0,21 persen

(mom). Nilai rupiah yang relatif terjaga pada

April, tidak berlanjut dibulan Mei. Rupiah

melemah rata-rata 0,78 persen (mom) dari

level Rp 9.209 per dollar menjadi Rp 9.281

per dollar. Pelemahanini  diikuti dengan

peningkatan volatilitas dari 0,21 persen

menjadi 0,50 persen (mom). Secara

keseluruhan, kinerja rupiah pada triwulan II

relatif stabil pada level Rp 9.226 per dollar

Bisnis & Ekonomi Politik, Vol. 9 (3), Juli 2008 92

Perkembangan Indikator Ekonomi negara kita  Triwulan II 2008

atau melemah tipis 0,07 (qtq), yang diikuti

penurunan volatilitas dari 1,42 persen

menjadi 0,61 persen (qtq).

Berikutnya, BI Rate, yang dipertahankan

pada level 8 persen (April) mengalami

kenaikan 25 basis poin pada Mei dan

kembali naik pada Juni dengan kenaikan

yang sama. Penyesuaian BI Rateini 

terkait dengan pengetatan kebijakan (tight

biased policy) yang ditempuh BI untuk

meredam dampak kenaikan BBM. BI Rate

yang stabil pada April masih berpengaruh

pada suku bunga PUAB untuk bergerak

disekitar BI Rate. Selain itu, suku bunga

perbankan turut turun pada beberapa tenor.

Suku bunga deposito 1 bulan dan 3 bulan

masing-masing turun 0,29 persen (mom) dan

0,41 persen (mom) sedang  suku bunga

deposito 6 bulan bergerak stabil pada level

7,57 persen (mom). Suku bunga kredit

investasi juga turun 0,95 persen (mom) tetapi

suku bunga kredit modal kerja justru naik

0,38 persen (mom). Namun, penurunan suku

bunga perbankan terhenti -kecuali pada Mei

karena suku bunga kredit modal kerja dan

Investasi masih turun pada kisaran 0,08

persen- pada Mei dan Juni seiring naiknya

BI Rate. Suku bunga deposito (1 bulan) pada

Mei dan Juni masing-masing naik 1,75

persen (mom) dan 3,01 persen (mom). Suku

bunga kredit modal kerja dan suku bunga

kredit investasi pada Juni naik masing-masing

naik sekitar 0,54 persen (mom) dan 1,21

persen (mom).

Kinerja perbankan nasional masih

bergerak moderat karena krisis keuangan

global yang belum mereda. Penghimpunan

dana pada April 0,02 persen (mom). Pada

Mei dan Juni, penghimpunan dana

perbankan masih bergerak masing-masing

1,47 persen (mom) dan 3,52 persen (mom).

Dari sisi penyaluran dana, proporsi

penempatan SBI masih cukup tinggi tetapi

menunjukkan kecenderungan penurunan,

sedang  penyaluran kredit semakin

membaik. Pada Maret dan April, proporsi

kredit mencapai 71,95 persen dan 73,28

persen sedang  pada Mei dan Juni

masing-masing menjadi 74,90 persen dan

75,95 persen. Risiko penyaluran kredit juga

menunjukkan perbaikan mencapai 4,1

persen pada Juni. Perkembangan rasio

kecukupan modal perbankan (CAR)

menunjukkan kecenderungan penurunan

hingga berada pada level 17,1 persen pada

Juni. Dari sisi pencapaian Loans to Deposit

Ratio (LDR) cukup baik pada kisaran 76,77

pada Juni.

Kinerja pasar obligasi dan pasar saham

belum menunjukkan perkembangan

menggembirakan. Kinerja kedua pasar

tersebut masih terpengaruh kenaikan harga

minyak dunia yang berdampak pada

naiknya eskpektasi inflasi sehingga

meningkatkan risiko fiskal dan berujung

pada tertekannya kinerja SUN. Pada

triwulan II ini, terjadi penurunan volume

harian dari 365,6 triliun menjadi 304,0 triliun.

Selain itu, rata-rata harian frekuensi

perdagangan SUN juga menurun menjadi

sebesar 5,75 persen (qtq) menjadi 300,2 kali.

Disisi lain, kinerja IHSG selain dipengaruhi

kondisi internal juga dipersulit oleh tekanan

eksternal seperti tren pelemahan bursa

global, terutama pemasalahan tenaga kerja

dan pasar kredit AS serta tingginya inflasi di

China, India dan AS. Halini 

menyebakan kinerja IHSG pada triwulan II

ini turun 4,01 persen (qtq) menjadi 2.349.

Kinerja transaksi internasional masih

menunjukkan surplus yang bersumber dari

transaksi berjalan. Membaiknya kinerja

transaksi internasional juga didukung oleh

penurunan defisit transaksi finansial dan

modal akibat penerbitan obligasi valas

pemerintah di luar negeri (global bond) sekitar

2,2 miliar dollar pada Juni. Secara

keseluruhan, neraca pembayaran negara kita 

pada triwulan ini mencatat surplus 2,6 miliar

dollar sehingga cadangan devisa nasional

naik menjadi 59,9 miliar dollar. Nilai

cadangan devisaini  setara dengan 5,1

bulan impor dan pembayaran Utang Luar

Negeri pemerintah.

Selanjutnya kinerja perekonomian

nasional pada triwulan ini cukup

menggembirakan - tumbuh 6,39 persen (yoy)

atau 2,4 persen (qtq) ditengah-tengah tekanan

harga minyak dunia dan harga pangan dunia

yang belum mereda. Untuk memetakan

berbagai langkah strategis ke depan maka

perlu dilakukan evaluasi kinerja

perekonomian. Tulisan ini akan

mendeskripsikan berbagai perkembangan

indikator perekonomian nasional pada

periode berjalan. Bagian awal akan dimulai

dengan penggambaran pertumbuhan

ekonomi dilanjutkan pemaparan kondisi

sektor moneter dan perbankan. Uraian

tentang pencapaian perekonomian pada

triwulan ini akan diakhiri dengan gambaran

kinerja transaksi internasional.

1. Pertumbuhan Ekonomi

Dengan berbagai tekanan khususnya

dari harga minyak dunia, yang diikuti dengan

penyesuaikan harga BBM domestik,

perekonomian nasional masih tumbuh 6,39

persen (yoy). Jika dihitung berdasarkan

pertumbuhan triwulan, pertumbuhan

perekonomian nasional mencapai 2,4 persen

(qtq). Data BPS (2008) mencatat, terdapat

tiga sektor yang mengalami pertumbuhan

tertinggi (qtq) yaitu sektor pertanian, sektor

pengangkutan dan sektor telekomunikasi,

serta sektor listrik, gas dan air bersih, masing-

masing tumbuh 5,1 persen (qtq); 4,1 persen

(qtq) dan 3,6 persen (qtq). Namun,

pertumbuhan ekonomi pada triwulan ini

secara nyata belum mampu berkontribusi

terhadap penyerapan tenaga kerja. Hal

tersebut disebabkan oleh tingginya

pertumbuhan pada sektor-sektor padat

modal sedang  sektor-sektor padat karya

masih cenderung merana.

Secara struktural, industri pengolahan

masih menjadi kontributor utama terhadap

PDB nasional, diikuti sektor pertanian dan

sektor perdagangan, hotel dan restoran.

Sektor industri pengolahan setidaknya

berkontribusi 27,3 persen sedang  sektor

pertanian 14,7 persen dan sektor

perdagangan, hotel dan restoran 14,3 persen

(Tabel 1).

Secara keseluruhan, sektor pertanian

menjadi sektor yang paling tinggi kenaikan

kontribusi terhadap PDB. Tercatat,

kontribusi sektor ini naik 0,6 persen (qtq)

lebih tinggi daripada sektor pertambangan

dan penggalian serta sektor industri

pengolahan yang juga mengalami kenaikan

kontribusi selama periode berjalan.

Melejitnya kontribusi sektor pertanian

terhadap PDB terkait dengan naiknya harga

komoditas pertanian di pasar internasional

khususnya untuk komoditas crude palm oil

Tabel 1.


Dari sisi kontribusi terhadap PDB,

pengeluaran konsumsi rumah tangga

berkontraksi 0,8 persen (qtq) sedang 

pengeluaran konsumsi pemerintah tumbuh

1,2 persen (qtq). Konstribusi Pembentukan

Modal Tetap Bruto (PMTB) bergerak stabil

sedang  kontribusi ekspor dan impor

masing-masing naik 1,4 persen (qtq) dan 1,2

persen (qtq).

Pertumbuhan pengeluaran konsumsi

rumah tangga yang bergerak moderat dan

mengalami penurunan kontribusi terhadap

PDB tergambar dari Indeks Keyakinan

Konsumen (IKK). Indeks ini masih

menggambarkan berlanjutnya fase kontraksi.

Pada Juni IKK hanya 79,1 persen turun dari


82,4 pada Mei. Penurunan IKK terkait

dengan terkoreksinya Indeks Kondisi

Ekonomi Saat ini (IKE) dan Indeks

Ekspektasi Konsumen (IEK) masing-

masing 7,5 persen dan 0,9 persen menjadi

72,9 dan 85,2.

Dari survei tentang kondisi ekonomi

saat ini dibandingkan 6 bulan lalu,

tergambarnya kondisi yang sama, dimana

beberapa indikator juga menunjukkan

penurunan. Menurun surveiini ,

responden berpendapat bahwa penghasilan

pada Juni cenderung menurun

dibandingkan beberapa bulan sebelumnya.

Memang penurunan penghasilan masyarakat

telah terjadi sejak awal 2008. Pada Desember

Bisnis & Ekonomi Politik, Vol. 9 (3), Juli 2008 96

Perkembangan Indikator Ekonomi negara kita  Triwulan II 2008

indeks ini menunjukkan angka 116,

sedang  pada Januari, Februari serta Maret

masing-masing 114,5; 110,8 dan 109,8.

Perbaikan indeksini  hanya terjadi pada

April (111,5) dan kembali turun menjadi

109,6 dan 105,7 pada Mei dan Juni. Selain

itu, pada sisi ekspektasi konsumen dalam 6

bulan ke depan juga menunjukkan fesimistik.

Dari tiga indikator, hanya indikator

ekspektasi ekonomi yang naik sekitar 3,5

persen, sedang  ekspektasi penghasilan,

ekspektasi ketersediaan lapangan masing-

masing turun 2,5 persen (Tabel 3).


 

Sisi dunia usaha menujukkan

perkembangan relatif baik tetapi belum

berpengaruh signifikan dalam menarik

investasi. Survei kegiatan dunia usaha

(SKDU) oleh Bank negara kita  pada 2.435

perusahaan menyimpulkan bahwa kegiatan

usaha pada periode ini relatif membaik

dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal

tersebut tergambar Saldo Bersih Tertimbang

(SBT) yang mencapai 16,55 persen naik dari

5,70 persen pada triwulan sebelumnya.

Peningkatan ekspansi kegiatanini 

terkait dengan meningkatkan permintaan

akan barang dan semakin membaiknya

kondisi pasar nasional serta munculnya faktor

musiman seperti liburan sekolah.

Dari sisi ekonomi regional, Jawa masih

menjadi kontributor utama terhadap PDB

nasional disusul Sumatera, Kalimantan dan

Sulawesi. Pulau Jawa, setidaknya

berkontribusi sekitar 57,7 persen, Sumatera

24,2 persen dan Kalimantan 9,9 persen,

Sulawesi 4,1 persen sedang  Wilayah

negara kita  Timur 4,3 persen. Kontributor

utama pertumbuhan ekonomi nasional pada

periode ini adalah DKI Jakarta, Jawa Timur

dan Jawa Barat, dengan kontribusi 44,8

persen. Berikutnya, konstributor utama

pertumbuhan ekonomi Jawa adalah DKI

Jakarta (27,7 persen), Jawa Timur (25,4

persen), Jawa Barat (24,8 persen), Jawa

Tengah (15,6 persen), Banten dan DI

Yogyakarta masing-masing 5 persen dan 1,5

persen. Sementara pertumbuhan ekonomi

di Sumatera masing-masing dikontribusikan

oleh Riau (29,8 persen), Sumatera Utara (15,6

persen), Sumatera Selatan (13,6 persen).

Selanjutnya, penyumbang utama

pertumbuhan di Kalimantan adalah

Kalimantan Timur (68,9 persen) dan di

Sulawesi adalah Sulawesi Selatan (50,1

persen).

2. Perkembangan Sektor Moneter

a. Inflasi1

Inflasi IHK April menunjukkan

peningkatan dari 8,17 persen (yoy) per Maret

menjadi 8,96 persen (yoy). Kenaikan inflasi

pada April terkait dengan tersendatnya

distribusi minyak tanah dan elpiji di

beberapa daerah yang menyebabkan

tekanan inflasi administered price. Selain itu

pengaruh kenaikan harga BBM domestik

semakin memperdalam pengaruh inflasi

yang diatur pemerintah ini. Sementara itu,

tekanan inflasi administered price lainnya

muncul dari  kenaikan tarif air minum

PAM, harga Bahan Bakar Khusus, tarif

angkutan udara, dan harga rokok terkait

penyesuaian tarif spesifik rokok dan ad

volarum per 1 Januari 2008. Dorongan

kenaikan pada beberapa barangini 

berdampak pada naiknya sumbangan inflasi

administered price dari 0,16 persen per Maret

menjadi 0,34 persen per April. Jenis inflasi

ini menjadi penyumbang utama terhadap

inflasi umum 0,62 persen dengan inflasi 2,84

persen (Tabel 4).

Inflasi volatite food juga relatif  tinggi

akibat masih naiknya harga komoditas

pangan internasional, sedang  inflasi inti

masih dipengaruhi tekanan inflasi dari sisi

impor dan ekspektasi inflasi. Pada April dan

1 Mulai 1 Juli 2008, penghitungan Indeks Harga

Konsumen (IHK) bulan Juni 2008 menggunakan

tahun dasar 2007 = 100 (sebelumnya 2002 = 100)

yang didasarkan pada hasil Survei Biaya Hidup (SBH)

2007. Cakupan kota bertambah dari 45 menjadi 66

kota, sedang  paket komoditas naik dari 744 pada

tahun 2002 menjadi 774 tahun 2007. Bobot komoditas

makanan turun dari 43,38 persen menjadi 36,12 persen

Mei kelompok bahan makanan masih

mengalami kenaikan tertinggi masing-masing

15,73 persen (yoy) dan 18,18 persen (yoy) yang

diikuti sektor listrik, air dan gas masing-

masing 7,32 (yoy) persen dan 8,63 persen

(yoy). Disamping itu, peningkatan ekspektasi

inflasi juga terus terjadi. Survei Bank

negara kita  (2008) menunjukkan ekspektasi

masyarakat akan kenaikan harga cukup tinggi

khususnya pada Mei. Untuk harga umum

pada Mei -kategori ekspektasi harga 3 bulan-

diekspektasi masyarakat naik 3,84 persen

(mom) dan diekspektasi turun pada Juni

sekitar 1,29 persen. Tingginya ekspektasi

kenaikan harga pada Mei dipengaruhi oleh

kenaikan harga BBM, walaupun kenaikan

harga BBMini  direalisasikan pada akhir

Mei. sedang  untuk periode 6 bulan,

diekspektasi naik 3,60 persen pada Mei dan

turun 2,51 pada Juni.


Secara keseluruhan indeks ekspertasi

tertinggi terjadi pada bahan makanan. Pada

April, Mei dan Juni -untuk kategori

ekspektasi harga 3 bulan- indeks kelompok

ini hampir mencapai 187, sedang  pada

kategori 6 bulan mencapai 188. Namun,

kenaikan ekspektasi tertinggi untuk kategori

3 bulan (April ke Mei) adalah kelompok

transpor, komunikasi dan jasa keuangan

mencapai 8,19 persen (mom) disusul

kesehatan 5,73 persen (mom), sedang 

bahan makanan hanya 4,06 persen (mom).

Sejalan dengan itu, pada kategori 6 bulan,

kenaikan ekspektasi tertinggi juga terjadi

pada kelompok transpor, komunikasi dan

jasa keuangan mencapai 6,68 persen (mom),

disusul kelompok sandang dan kesehatan

masing-masing naik 5,63 persen (mom) dan

5,00 persen (mom). Berbeda dengan Mei,

pada Juni, indeks ekspektasi masyarakat

cenderung menurun pada kisaran di bawah

5 persen baik untuk kategori 3 bulan maupun

6 bulan. Penurunan ekspektasi tertinggi

terjadi pada kelompok perumahan, listrik,

gas dan bahan bakar sekitar 4,25 persen

(mom) (Tabel 5).

Dari sisi sumbangan kelompok

pengeluaran, kelompok perumahan, air,

listrik, gas dan bahan bakar menjadi

penyumbang utama inflasi per April,

sedang  pada Mei adalah kelompok

bahan makanan yang didorong peningkatan

ekspektasi masyarakat terhadap kenaikan


harga BBM. Berbeda dengan dua bulan

sebelumnya, pada Juni kelompok transport,

komunikasi dan jasa keuangan menyumbang

inflasi tertinggi sebesar 1,55 persen.

Kenaikan sumbangan inflasi kelompok

transport, komunikasi dan jasa keuangan

memang telah terjadi sejak Mei. Setidaknya

kelompok ini mengalami peningkatan

sumbangan 0,52 persen (April-Mei) dan

1,22 persen (Mei-Juni). Kenaikan inflasi pada

kelompok transpor, komunikasi dan jasa

keuangan melebihi kenaikan inflasi umum

(Mei-Juni) (Tabel 6).

Selain itu, terjadi penurunan

sumbangan kelompok bahan makanan

0,16 persen (Mei-Juni) padahal pada April-

Mei naik 0,34 persen atau menjadi

kelompok penyumbang inflasi tertinggi

kedua setelah transport, komunikasi dan jasa

keuangan. Penurunan sumbangan inflasi

juga muncul dari kelompok perumahan, air,

listrik, gas, dan bahan bakar dalam porsi

yang relatif besar 0,15 persen (Mei-Juni)

naik dari 0,01 persen (April-Mei).

Perkembanganini  menjelaskan bahwa

kenaikan harga BBM pada Mei lebih

berpengaruh kepada sektor transport,

komunikasi dan jasa keuangan dibanding

sektor lainnya.

b. Nilai Tukar

Kinerja nilai tukar rupiah pada triwulan

II masih dipengaruhi pesimisme terhadap


ekonomi domestik akibat kenaikan harga

minyak dan komoditas pangan.

Menyeruaknya kedua kondisiini  -

khususnya harga minyak dunia-

memunculkan sentimen negatif terhadap

sustainibilitas fiskal. Halini  didasari

oleh munculnya isu pembengkakakan

subsidi BBM yang akan menggoyang

ketahanan fiskal. Selain itu, tingginya

ekspektasi inflasi masyarakat akan kenaikan

harga minyak dunia serta meningkatnya

permintaan valas untuk kebutuhan impor

minyak turut menekan rupiah pada

berbagai perdagangan. Implikasinya, rupiah

melemah pada kisaran 0,37 persen (mom)

dari Rp 9.174 per dollar menjadi Rp 9.209

(April). Namun, tingkat volatilitas rupiah

(April) relatif membaik dengan penurunan

dari 0,6 persen menjadi 0,21 persen (mom).

Pada Mei, rupiah melemah lebih besar yakni

0,78 persen dari level Rp 9.209 per dollar

menjadi Rp 9.281 per dollar. Pelemahan juga

diikuti dengan peningkatan volatilitas dari

0,21 persen menjadi 0,50 persen. Gejolak

nilai tukar pada Mei masih terkait dengan

harga minyak yang memberikan tekanan

pada mata uang regional. Pelemahan mata

uang regional turut menekan rupiah akibat

trade defisit yang terjadi selama periode

berjalan. Lebih lanjut perkembangan nilai

tukar ditampilkan pada Grafik 1.

c. Suku Bunga

BI Rate pada April yang dipertahankan

di posisi 8 persen terdorong naik karena

kurang kondusifnya fundamental

perekonomian akibat kenaikan harga minyak

dan pangan dunia. Gejolak kenaikan harga

minyak dunia yang direspon dengan

kenaikan harga BBM domestik

menyebabkan naiknya BI Rate pada Mei

sebesar 25 basis poin. BI Rate kembali naik

pada Juni sebesar kenaikan Mei sehingga

berada pada level 8,5 persen. Kestabilan BI

Rate dari Januari-April diikuti dengan

penurunan suku bunga perbankan -kecuali

suku bunga kredit modal kerja pada April-

dalam level yang berbeda. Koreksi suku

bunga deposito maupun suku bunga kredit

yang terjadi pada beberapa bulan, tidak

berlanjut pada bulan berikunya. Kenaikan

BI rate yang menjadi acuan perbankan

mendorong penyesuaikan suku bunga yang

terus berlanjut.

Pada Mei, kenaikan suku bunga

deposito (1 bulan) sekitar 1,75 persen belum


memberikan signal bagi perbankan untuk

menyesuaikan suku bunga pinjamannya.

Tercatat, suku bunga kredit modal kerja dan

kredit investasi masih bertengger pada level

12,92 persen dan 12,36 persen atau

terkoreksi 0,08 persen (mom) dan 0,88 persen

(mom). Namun, kenaikan BI Rate yang terus

berlanjut dan diikuti kenaikan suku bunga

deposito pada Juni, langsung mendongkrak

suku bunga kredit modal kerja ke level 12,99

persen dan kredit investasi 12,51 persen atau

masing-masing melejit 0,54 persen (mom) dan

1,21 persen (mom) (Tabel 7).

Penurunan suku bunga deposito

tertinggi terjadi pada tenor 1 bulan sebesar

1,70 persen (mom) sedang  pada suku

bunga pinjaman terjadi pada kredit investasi

sebesar 1,5 persen (mom). Penurunan suku

bunga simpanan direspon lebih rendah oleh

penurunan suku bunga pinjaman khususnya

suku bunga kredit modal kerja. Suku bunga

simpanan (1 bulan) sempat turun 1,67 persen

(mom) dan 1,70 persen (mom) pada Januari

dan Februari hanya direspon sekitar 0,08

persen (mom) dan 0,23 persen (mom) pada

suku bunga kredit modal kerja serta 1,54

persen (mom) dan 0,78 persen (mom) pada

suku bunga investasi. Moderatnya

penurunan suku bungaini  masih

terkait dengan tingginya risiko penyaluran

kredit khususnya kredit modal kerja.

Penurunan suku bunga simpanan dan

kredit turut mempengaruhi spread

perbankan. Spread merupakan selisih antara

suku bunga pinjaman dengan simpanan dan

menjadi sumber pendapatan bagi bank.

Pada Desember 2007, spread perbankan

untuk kredit modal kerja mencapai 5,81

persen dan terus meningkat hingga mencapai

6,07 persen pada April. sedang  untuk

jenis kredit investasi relatif lebih kecil dimana

pada Desember 2007 mencapai 5,82 persen

dan cenderung menurun hingga pada tingkat

5,61 persen dibulan April.

3. Perkembangan Sektor Perbankan

a. Intermediasi Perbankan

Perkembangan sektor perbankan masih

tumbuh moderat. Penghimpunan dana pada

April hanya tumbuh 0,02 persen (mom)  lebih

rendah dari periode yang sama 2007 sebesar

0,46 persen. Secara rata-rata pertumbuhan

penghimpunan dana perbankan (Januari-

April) mencapai 0,25 persen lebih rendah

dari periode yang sama 2007 sebesar 0,26

persen. Pada Mei dan Juni, pertumbuhan

penghimpunan dana perbankan lebih baik

daripada April  dimana masing-masing

tumbuh 1,47 persen (mom) dan 3,52 persen

(mom).

Dari sisi penyaluran dana, proporsi

penempatan SBI masih cukup tinggi tetapi

menunjukkan kecenderungan penurunan.

Rata-rata penempatan pada SBI diperiode

Januari-April mencapai 12,85 persen yang

dipengaruhi peningkatan pada Januari 15,38

persen (mom). Berbeda dengan beberapa

bulan sebelumnya, pada Mei dan Juni,

proporsi penempatan dana perbankan pada

SBI cenderung menurun masing-masing

menjadi 9,88 persen -turun 1,38 persen dari

April- dan 7,55 persen. Penurunan proporsi

SBI pada portofolio perbankan berdampak

pada meningkatnya penyaluran kredit

perbankan. Rata-rata (Januari-April)

proporsi kredit pada portofolio perbankan

mencapai 70,72 persen dengan

kecenderungan peningkatan. Januari

proporsi kredit mencapai 68,55 persen dan

meningkat 0,56 persen pada Februari.

Peningkatan proporsi kredit terus terjadi

pada Maret hingga Juni. Pada Maret dan

April, proporsi kredit mencapai 71,95

persen dan 73,28 persen sedang  pada

Mei dan Juni masing-masing menjadi 74,90

persen dan 75,95 persen. Lebih lanjut,

perkembangan indikator perbankan

ditampilkan pada Tabel 8.

Perkembangan risiko perbankan juga

relatif terjaga pada level 4,4 persen (April)

dan terus membaik sampai Juni. Non

Performing Loan untuk Mei dan Juni masing-

masing 4,3 persen dan 4,1 persen atau

masing-masing turun 0,1 persen (mom) dan

0,2 persen (mom). Hal ini diharapkan menjadi

stimulus penting bagi perbankan untuk

memerbaiki kinerja kreditnya. Berikutnya,

pertumbuhan kredit perbankan yang relatif

baik berdampak pada pergerakan laba

operasional perbankan. Pada Januari-April

laba operasional tumbuh rata-rata 64,54

persen sedang  pada April-Juni rata-rata

tumbuh 25,98 persen, dengan peningkatan

tertinggi pada periode Januari-Februari

sebesar 120,58 persen. Disisi lain, kinerja laba

nonoperasional juga menunjukkan

pergerakan yang cukup baik dengan

pertumbuhan rata-rata 32,19 persen pada

Januari-April, sedang  April-Juni hanya

tumbuh rata-rata 5,67 persen. Perkembangan

tersebut tidak diikuti oleh kinerja NIM

karena pada April mengalami kontraksi 4,44

persen menjadi 8,6 triliun rupiah. Namun

kontraksi NIM yang terjadi pada April

menunjukkan perbaikan pada Mei dan Juni

masing-masing tumbuh 3,49 persen (mom)

dan 7,87 persen (mom).

Perkembangan rasio kecukupan modal

perbankan (CAR) menunjukkan

kecenderungan penurunan. Awal 2008,

CAR perbankan masih berada pada level

21,30 persen tetapi terus menurun pada

bulan berikutnya. Pada April, CAR

perbankan hanya berada pada level 19,39

persen atau turun 5,50 persen (mom)

sedang  pada Mei dan Juni masing-

masing turun 1,79 persen (mom) dan 0,5

persen (mom) menjadi 17,6 persen dan 17,1

persen. Dari sisi pencapaian Loans to Deposit

Ratio (LDR) perbankan, masih berada dalam

kisaran 74 persen (April) dengan tendensi

ke arah peningkatan. Angkaini 

membaik dari posisi 73,66 persen, 70,93

persen dan 70,08 persen masing-masing

pada Maret, Februari dan Januari. Perbaikan

LDR terus berlanjut pada Mei menjadi 76,77

persen atau naik sekitar 2 persen (mom). Posisi

LDR pada Juni sedikit terkoreksi menjadi

76,60 persen akibat kurang signifikannya

pertumbuhan kredit. Namun, secara

keseluruhan, kinerja LDR memiliki tendensi

peningkatan tetapi masih lebih rendah dari

sebelum krisis ekonomi.

b. Perkembangan Pasar Obligasi dan

Pasar Saham

Kenaikan harga minyak dunia dan

penyesuaian harga BBM domestik

berdampak pada naiknya ekspektasi inflasi.

Kondisiini  menyebabkan naiknya

penilaian pelaku pasar akan risiko domestik

khususnya risiko fiskal. Keadaan yang

demikian terus menekan SUN pada

berbagai perdagangan. Keputusan

pemerintah (BI) untuk tetap

mempertahankan BI Rate pada level 8

persen (April) -menyebabkan melebarnya

interest rate differential­- belum mampu

menggerakkan transaksi SUN. Yield SUN

kembali naik 0,78 persen menjadi 11,77

persen. Pelaku pasar menilai bahwa kenaikan

tersebut menggambarkan naiknya risiko

SUN sehingga berdampak pada pelemahan

harga pada hampir diseluruh jenis dan tenor

SUN khususnya jenis Fixed Rate.

Pada Mei, kinerja pasar obligasi

terdongkrak karena mulai membaiknya

faktor risiko khususnya risiko domestik. Hal

tersebut tergambar dari penurunan yield SUN

terutama untuk jangka menengah. Perbaikan

tersebut juga tergambar dari rata-rata volume

harian perdagangan SUN yang naik Rp 0,69

triliun (mom) menjadi Rp 5,65 triliun.

Perbaikan volume harian perdangan SUN

tidak diikuti frekuensi perdagangan SUN.

Tercatat, frekuensi perdagangan SUN justru

menurun dari 447 kali (April) menjadi 273

kali. Selain dukungan membaiknya risiko

domestik, kinerja SUN juga tertolong oleh

perbaikan risiko fiskal serta arah kebijakan

ekonomi ke depan. Membaiknya arah

kebijakan ekonomi tergambar dari

peningkatan BI Rate 25 poin sebagai

keseriusan pemerintah dalam menjaga

ekspektasi inflasi. Selain itu, penurunan suku

bunga The Fed 25 basis poin juga berdampak

pada pelebaran interest rate differential sehingga

mendorong minat investor untuk

bertransaksi pada SUN. Disisi lain,

perbaikan SUN juga terkait dengan

menurunnya risiko emerging market selama

Mei.

Secara keseluruhan, pada triwulan II

terjadi penurunan volume harian dari 365,6

triliun menjadi 304,0 triliun. Sejalan dengan

itu, rata-rata harian frekuensi perdagangan

SUN selama triwulan II-2008 juga menurun

5,75 persen (qtq) menjadi 300,2 kali. Lebih

lanjut, perkembangan transkasi SUN

ditampilkan pada Grafik 2.

Kondisi pasar saham juga belum

menunjukkan perkembangan yang

menggembirakan. Secara keseluruhan

kinerja pasar saham pada triwulan ini relatif

lebih buruk dibanding triwulan sebelumnya,

sebagai dampak peningkatan faktor risiko

domestik dan regional. Momentum

kestabilan BI Rate dan mulai reboundnya pasar

keuangan global belum mampu

memperbaiki kinerja IHSG. Tercatat, akhir

April IHSG melemah 5,8 persen (mom)

sehingga ditutup pada level 2.304,5.

Pelemahanini  masih terkait dengan

tekanan inflasi dan risiko fiskal akibat

kenaikan subsidi BBM yang semakin tinggi.

Namun pada Mei, kinerja IHSG

menunjukkan perbaikan akibat membaiknya

persepsi pelaku pasar akan kondisi

perekonomian ke depan. Halini 

mengangkat IHSG ke level 2.444 diakhir

Mei atau naik 6,07 persen (mom). Respon

positifini  terkait dengan

perkembangan perekonomian nasional

pada paruh pertama yang relatif baik

khususnya pertumbuhan PDB serta

munculnya respon positif dari kebijakan

BBM domestik yang secara langsung

mengakhiri spekulasi tentang arah kebijakan

dan faktor risiko global. Pada Mei, IHSG


juga sempat mengalami rebound , yang

merupakan rebound tertinggi diantara bursa

lainnya.

Namun demikian, secara keseluruhan

kinerja IHSG pada triwulan II masih

meninggalkan kontraksi sekitar 4,01 persen

(qtq) menjadi 2.349. Selain berbagai hal di

atas, kinerja IHSG juga terpengaruh oleh

munculnya potensi hit and run pelaku asing

menjadikan offset kerugian akibat subprime

mortgage, yang terjadi antara dua pasar yaitu

pasar komoditas dan pasar keuangan

menyebabkan tekanan terhadap kinerja

IHSG semakin dalam. Tekanan semakin

dalam juga muncul karena terjadi tren

pelemahan bursa global, pemasalahan

tenaga kerja dan pasar kredit AS serta

tingginya inflasi di China, India dan AS.

Lebih lanjut, perkembangan IHSG

ditampilkan pada Grafik 3.

4.   Sektor Luar Negeri

Kinerja transaksi internasional masih

menunjukkan surplus yang bersumber dari

transaksi berjalan. Kinerja transaksi berjalan

masih membaik karena berlanjutnya

kenaikan harga komoditas internasional

khususnya komoditas pertanian.

Disamping itu, transaksi finansial dan

modal turut menunjukkan pergerakan

positif sebagai outcome kondisi fundamental


makroekonomi. Kebijakan pemerintah

menerbikan obligasi valas pemerintah di

luar negeri (global bond) sekitar 2,2 miliar

dollar pada Juni, berkontribusi besar

terhadap perbaikan kinerja transaksi

finansial dan modal. Secara keseluruhan,

kinerja neraca pembayaran negara kita  pada

triwulan ini mencatat surplus 2,6 miliar dollar

sehingga cadangan devisa nasional naik

menjadi 59,9 miliar doolar. Nilai cadangan

devisaini  setara dengan 5,1 bulan

impor dan pembayaran Utang Luar Negeri

pemerintah.

Dari sisi kinerja ekspor masih fluktuatif,

dimana pada April mengalami kontraksi

7,78 persen (mom) menjadi 10,97 miliar

dollar. Kontraksi nilai eksporini  terkait

dengan terkoreksinya nilai ekspor nonmigas

sekitar 7,08 persen (mom) menjadi 8,49 miliar

dollar. Namun, kinerja ekspor kembali

membaik pada Mei dan Juni. Tercatat, nilai

ekspor pada Mei mencapai 12,89 miliar

dollar atau naik 17,5 persen (mom) sedang 

pada Juni tumbuh 0,06 persen (mom) menjadi

12,90 miliar dollar. Sejalan dengan itu,

peningkatan pada kedua periodeini 

didorong oleh melejitnya kinerja ekspor

nonmigas yang masing-masing tumbuh

13,94 persen (mom) dan 2,50 persen (mom).

Kinerja ekspor nonmigas pada Juni lebih

didonasikan oleh komoditas lemak dan

minyak hewa/nabati mencapai 153,6 juta

dollar sedang  kontraksi tertinggi terjadi

pada komoditas kertas/karton sekitar 45,9

juta dollar. Jika dikumulatifkan, nilai ekspor

negara kita  sejak Januari-Juni mencapai US$

70,45 miliar atau naik 30,80 persen

dibanding periode yang sama tahun 2007

sedang  ekspor nonmigas mencapai US$

54,38 miliar atau meningkat 23,20 persen

(Tabel 9).




Secara keseluruhan, Amerika Serikat

masih menjadi tujuan utama ekspor

nonmigas negara kita , disusul Jepang dan

Singapura  dengan market share masing

masing sebesar 24,36 persen, 24,10 persen

dan 19,34 persen. Sementara pertumbuhan

ekspor nonmigas tertinggi berada pada

kasawan Uni Eropa Lainnya sedang 

kawasan ASEAN hanya tumbuh 0,19

persen. Pada Juni, nilai ekspor nonmigas

negara kita  ke kawasan ASEAN mengalami

kontraksi 2,19 persen akibat menurunnya

pertumbuhan ekspor nonmigas negara kita 

ke negara utama yaitu Singapura, sekitar

12,69 persen (mom). Dari sisi

pertumbuhannya, Jerman menempati

urutan pertama rata-rata 9,02 persen disusul

Taiwan 9,14 persen dan Inggris 7,53 persen

sedang  Amerika Serikat hanya tumbuh

7 persen dan Jepang malah kontraksi 0,74

persen (Tabel 10).


 


Impor negara kita  pada April

menunjukkan peningkatan 14,86 persen

(mom) , menjadi 11,50 miliar dollar.

Peningkatan ini terjadi baik pada kasawan

berikat maupun nonkawasan berikat,

masing-masing 0,60 persen (mom) dan 18,65

(mom) persen. Kenaikan impor berlanjut

pada Mei dengan angka yang relatif kecil

yakni 1,41 persen (mom). Peningkatan

tersebut mendorong nilai impor menjadi

11,66 miliar dollar. Pada Mei peningkatan

impor kawasan nonberikat relatif lebih

rendah dibanding kawasan berikat masing-

masing 3,30 persen (mom) dan 6,96 persen

(mom). Komoditas mesin/pesawat mekanik

menjadi impor utama komoditas nonmigas

(April-Mei) yang berasal dari Jepang, China

dan Singapura masing-masing 5,73 miliar

dollar AS, 5,71 miliar dollar dan  4,74 miliar

dollar. Secara keseluruhan, impor negara kita 

disuplai oleh Jepang dengan pertumbuhan

hampir 6 persen  (Maret-Juni), disusul

ASEAN 0,63 persen dan Amerika Serikat

19,61 persen. Disamping itu, pada periode

Maret-Juni terjadi penurunan impor

beberapa negara seperti Thailand 2,34

persen, Perancis 20,74 persen dan China

1,60 persen.

Pada Juni, nilai impor negara kita 

kembali naik sekitar 3,13 persen (mom)

menjadi 12,02 miliar dolar. Kenaikan

tersebut berasal dari impor nonmigas

sekitar 8,44 miliar dollar atau 70,18 persen

dari total impor. Selanjutnya, impor

kawasan berikat juga naik sekitar 11,34

persen (mom) menjadi 2,19 miliar dollar,

sedang  untuk kawasan nonberikat

menjadi 9,83 miliar dollar atau naik 1,46

persen (mom). Sama seperti bulan

sebelumnya, komoditas impor nonmigas

tertinggi adalah mesin/pesawat mekanik

dengan nilai 8,66 miliar dollar atau 17,91

persen dari total impor. Negara pemasok

utama komoditas impor adalah Jepang

disusul Cina dan Singapura, masing-

masing 7,06 miliar dollar; 7,05 miliar dollar

dan 5,66 miliar dollar. Ketiga pemasok

tersebut menguasai pangsa impor nasional

sekitar 41 persen dimana Jepang

menguasai sekitar 14,60 persen, Cina 14,58

persen dan Singapura 11,70 persen. Selain

beberapa negaraini , impor nonmigas

negara kita  juga berasal dari ASEAN sekitar

23,71 persen dan Uni Eropa sebesar 10,12

persen.

Neraca perdagangan negara kita  pada

beberapa negara/kawasan masih

menunjukkan surplus. Tercatat, surplus

tertinggi masih dari Uni Eropa Lainnya

sebesar 494,50 juta dollar, disusul Uni

Eropa dan Amerika Serikat masing-

masing  483,83 juta dollar dan 417,58 juta

dollar. sedang  defisit tertinggi pada

China 496,63 juta dollar disusul Negara

utama lainnya dan Austalia masing-masing

367,28 juta dollar dan 257,60 juta dollar

(Tabel 11).

Share:
TRANSLATE
English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Translate

viewer

SEARCH

widget translate
English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Archive