Tampilkan postingan dengan label ekonomi internasional 2. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label ekonomi internasional 2. Tampilkan semua postingan

Jumat, 29 Desember 2023

ekonomi internasional 2





harus pula berdasar  atau 
revisi terhadap muatan kesepakatan harus pula 
berdasar  pada kesepakatan kedua belah pihak. 
2.  Prinsip kebebasan memilih cara–cara penyelesaian 
sengketa. 
Principle of free choice of means, prinsip ini termuat 
antara lain dalam pasal 7 THE UNCITRAL Model Law 
on International Commercial Arbitration. Pasal ini 
memuat definisi mengenai perjajian arbitrase, yaitu 
perjanjian penyerahan sengketa kepada arbitrase. 
Menurut pasal ini, penyerahan sengketa kepada 
arbitrase yaitu  kesepakatan atau perjanjian para 
pihak. Artinya, penyerahan suatu sengketa kebadan 
arbitrase haruslah berdasar  pada kebebasan para 
pihak untuk memilihnya. 
3.  Prinsip kebebasan memilih Hukum 
Prinsip kebebasan para pihak untuk menentukan 
sendiri hukum apa yang akan diterapakan. Kebebasan 
para pihak untuk menetukan hukum ini termasuk 
kebebasan untuk memilih kepatutan dan kelayakan (ex 
aequo et bono). Prinsip yang terakhir ini yaitu  sumber 
dimana pengadilan akan memutus sengketa 
berdasar  prinsip keadilan, kepatutan atau kelayakan 
suatu penyelesaian sengketa. Contoh kebebasan 
memilih ini yang harus dihormati oleh badan peradilan 
yaitu  pasal 28 ayat (1) UNCITRAL Model Law on 
International Commercial Arbitration. 
4.  Prinsip Iktikad Baik (Good Faith) 
Dalam penyelesaikan sengketa, prinsip ini 
tercermin dalam dua tahap. Pertama, prinsip iktikad 
baik diisyratkan untuk mencegah timbulnya sengketa 
yang dapat memengaruhi hubungan–hubungan baik 
diantara negara. Kedua, prinsip ini diisyaratkan harus 
ada ketika para pihak menyelesaikan sengketanya 
melalui cara–cara penyelesaian sengketa yang dikenal 
dalam hukum (perdagangan) internasional, yakni 
negoisasi, mediasi, konsiliasi, arbitrase, pengadilan atau 
cara–cara pilihan para pihak lainnya. 
5.  Prinsip Exhaustion of local remedies 
Komisi Hukum Internasional PBB. (International 
Law Commision) memuat aturan khusus mengenai 
prinsip ini dalam pasal 22 mengenai ILC Draft Articles 
on State Responsibility. Menurut prinsip ini, hukum 
kebiasaan internasional menetapkan bahwa sebelum 
para pihak mengajukan sengketanya ke pengadilan 
internasional, langkah–langkah penyelesaian sengketa 
yang tersedia atau diberikan oleh hukum nasional suatu 
negara harus terlebih dahulu ditempuh (exhausted), 
contoh sengketa the Interhandel Case (1959), 
Mahkamah Internasional. 
 
D.  FORUM PENYELESAIAN SENGKETA 
1.  Negosasi 
Kohona mengatakan bahwa negoisasi yaitu  “an 
Efficacious Means of Settling Disputes Relating to an 
Agreement Because They Enable Parties to Arrive at 
Conclusions Having Regard to the Wishes of All 
Disputans“ Kelemahan utama dalam pemakaian cara 
ini dalam menyelesaikan sengketa : 
1. Ketika Para pihak berkedudukan tidak seimbang. 
2. Bahwa proses berlangsungnya negoisasi acap kali 
lambat bisa memakan waktu lama 
3. Ketika suatu pihak terlalu keras dengan 
pendiriannya. 
Prosedur – prosedur negoisasi : 
a. Negoisasi dipakai  dipakai  ketika sengketa 
belum lahir (disebut pula sebagai konsultasi). 
b. Negoisasi dipakai  ketika suatu sengketa sudah 
lahir. 
Prosedur negoisasi ini yaitu  proses 
penyelesaian sengketa oleh pihak (dalam arti negoisasi). 
2. Mediasi 
Mediasi yaitu  suatu cara penyelesaian melalui 
pihak ketiga. Pihak ketiga ini  bisa individu 
(pengusaha) atau lembaga atau organisasi profesi atau 
dagang. Mediator ikut serta secara aktif dalam proses 
negoisasi. Biasanya ia, dengan kapasitasnya sebagai 
pihak yang netral, berusaha  mendamaikan para pihak 
dengan memberi  saran penyelesaian sengketa. 
Usulan – usulan penyelesaian melalui mediasi 
dibuat agak tidak resmi (informal). Salah satu fungsi 
utama mediator yaitu  mencari berbagai solusi 
(penyelesaian), mengidentiikasi hal–hal yang dapat 
disepakati para pihak serta membuat usulan–usulan 
yang dapat mengakhiri sengketa. 
3.  Konsiliasi 
Konsiliasi memiliki kesamaan dengan mediasi. 
Kedua cara ini yaitu  melibatkan pihak ketiga untuk 
menyelesaikan sengketanya secara damai. Menurut 
Behrens, ada perbedaan antara kedua istilah yaitu 
konsiliasi lebih format daripada mediasi. Konsiliasi bisa 
juga diselesaikan oleh seorang individu atau suatu 
badan yang disebut dengan badan atau komisi 
konsiliasi. Komisi konsiliasi bisa yang sudah terlembaga 
atau ad hoc (sementara) yang berfungsi untuk 
menetapakan persyaratan–persyaratan penyelesaian 
yang diterima oleh para pihak. namun   putusannya 
tidak mengikat para pihak. 
Persidangan suatu komisi konsiliasi biasanya 
terdiri dari dua tahap yaitu tahap tertulis dan lisan. 
Pertama sengketa (yang diuraikan secara tertulis) 
diserahkan kepada badan konsiliasi. Kemudian, badan 
ini akan mendengarkan keterangan lisan dari para 
pihak. Para pihak. Sekali lagi usulan ini sifatnya tidaklah 
mengikat. Oleh sebab itu, diterima tidaknya usulan 
ini  bergantung sepenuhnya kepada para pihak. 
4.  Arbitrase 
Arbitrase yaitu  penyerahan sengketa secara 
sukarela kepada pihak ketiga yang netral. Pihak ketiga 
ini bisa individu, arbitrase terlembaga atau arbitrase 
sementara (ad hoc). Kelebihan penyelesaian sengketa 
melalui arbitrase yang pertama dan terpenting yaitu  
penyelesaiannya yang relatif lebih cepat daripada proses 
berpekara melalui pengadilan. Keuntungan lainnya dari 
cara ini yaitu  sifat kerahasiaannya dan dimungkinkan 
para arbiter untuk menerapkan sengketanya 
berdasar  kelayakan dan kepatutan (jika  memang 
para pihak menghendaki). 
Dalam penyelesaiaan arbitrase ini para pihak 
memiliki kebebasan untuk memilih hakimnya (arbiter) 
yang menurut mereka netral dan ahli atau spesialis 
mengenai pokok sengketa yang mereka hadapi. Dalam 
hal arbitrase internasional, putusan arbitrasenya relatif 
lebih dapat dilaksanakan di negara lain dibandingkan 
jika  sengketa ini  diselesaikan melalui misalnya 
pengadilan. 
Jenis arbitrase terdiri dari dua macam yaitu : 
1. Arbitrase ad hoc atau arbitrase volunteer, 
yaitu  arbitrase yang dibentuk secara khusus 
untuk menyelesaikan atau memutuskan 
perselisihan tertentu. 
2. arbitrase institusional, yaitu  suatu lembaga 
atau badan arbitrase yang berifat permanent 
sehingga arbitrase institusional tetap berdiri untuk 
selamanya dan tidak bubar, meskipun perselisihan 
yang yang ditangani sudah selesai diputus. 
Perjanjian Arbitrase 
Terkadang judul klausul menggunakan istilah 
“Choice of Forum atau Choice of Jurisdiction“ Kedua 
istilah ini mengandung pengertian agak berbeda. Istilah 
Choice of Forum berarti pilihan cara untuk mengadili 
sengketa, dalam hal pengadilan atau badan arbitrase. 
Istilah Choice of Jurisdiction berarti pilihan tempat 
dimana pengadilan memiliki kewenangan untuk 
menangani sengketa. Tempat yang dimaksud misalnya 
Inggris, Belanda, negara kita , dan lain  lain. 
Penyerahan sutau sengketa kepada arbitrase dapat 
dilakukan dengan pembuatan Submission Clause, yaitu 
penyerahan kepada arbitrase suatu sengketa yang sudah 
lahir. Alternatif lainnya, atau melalui pembuatan suatu 
klausul arbitrase dalam suatu perjanjian sebelum 
sengketanya lahir ( klausul arbitrase atau arbitration 
clause ). 
Dalam hukum nasional kita, syarat tertuang dalam 
pasal 1 (3) UU Nomor 3 tahun 1999 tentang arbitrase 
dan alternatif penyelesaian sengketa. Dalam instrument 
hukum Internasional, termuat dalam pasal 7 ayat (2) 
UNCITRAL Model Law On Intenational Commercial 
Arbitration 1985 atau pasal II konvensi New York 1958.  
Lembaga – lembaga arbitrase 
Peran arbitrase difasilitasi oleh adanya lembaga–
lembaga internasional terkemuka. Badan–badan 
ini  misalnya yaitu  the London Court of 
International Arbitration (LCIA), the Court of 
Arbitration of the International Chamber of Commerce 
(ICC) dan the Arbitration Institute of the Stockholm 
Chamber of Commerce (SCC). 
Di samping kelembagaan, pengaturan arbitrase 
sekarang ini ditunjang pula oleh adanya suatu aturaan 
berabrbitrase yang menjadi acuan bagi banyak Negara 
didunia, yaitu Model Law on International Commercial 
Arbitration yang dibuat oleh United Nations 
Commisions on Internatioanal Trade Law 
(UNCITRAL). 
5.  Pengadilan ( Nasional dan Internasional ) 
Penyelesaiaan sengketa dagang melalui badan 
peradilan biasanya hanya dipakai  ketika para pihak 
sepakat. Kesepakatan ini tertuang dalam klausul 
penyelesaiaan sengketa dalam kontrak dagang para 
pihak. Dalam klausul ini  biasanya ditegaskan 
bahwa jika timbul sengketa dari hubungan dagang 
mereka, mereka sepakat untuk menyerahkan 
sengketanya kepada suatu pengadilan (negeri) suatu 
negara tertentu. 
Kemungkinan kedua, para pihak dapat 
menyerahkan sengketanya kepada badan pengadilan 
Internasional. namun  , penyerahan sengketa ke 
Mahkamah Internasional, menurut hasil pengamatan 
beberapa sarjana, kurang begitu diminati oleh negara – 
negara. 
 
E.  HUKUM YANG BERLAKU  
Perlu ditegaskan disini bahwa pilihan hukum 
(choice of Law, Proper law atau applicable Law) suatu 
hukum nasional dari suatu negara tertentu tidak berarti 
bahwa badan peradilan negara ini  secara otomatis 
yang berwenang menyelesaikan sengketanya. Yang 
terakhir ini disebut juga choice of forum (pembahasan 
diatas). Artinya, choice of Law tidak sama dengan choice 
of forum. 
Peran Choice of law disini yaitu  hukum  yang 
akan dipakai  oleh badan peradilan (pengadilaan atau 
arbitrase) untuk : 
a. Menentukan keabsahan suatu kontrak dagang. 
b. Menafsirkan suatu kesepakatan – kesepakatan 
dalam kontrak. 
c. Menentukan sudah dilaksanakan atau tidaka 
dilaksanakannya suatu prestasi (pelaksanaan suatu 
kontrak dagang) dan, 
d. Menetukan akibat–akibat hukum dari adanya 
pelanggaran terhadap kontrak. 
Hukum yang akan berlaku ini dapat mencakup 
beberapa macam hukum. Hukum–hukum ini  
yaitu  : 
1. Hukum yang akan diterapakan terhadap pokok 
sengketa (applicable substantive law lex causae) 
2. Hukum yang akan berlaku untuk persidangan 
(procedural law) 
2.  Kebebasan Para Pihak. 
Kebebasan dalam memilih hukum yang berlaku ini 
(lex causae) sudah barang tentu ada batas–batasnya. Hal 
yang paling umum dikenal yaitu  bahwa kebebasan 
memilih hukum ini  yaitu  :  
1. Tidak bertentangan dengan UU atau ketertiban 
umum. 
2. Kebebasan tersebur harus dilaksanakan dengan 
iktikad baik 
3. Hanya berlaku untuk hubungan dagang 
6 5  
4. Hanya berlaku dalam hukum bidang hukum 
kontrak (dagang) 
5. Tidak berlaku untuk menyelesaikan sengketa tanah 
dan 
6. Tidak untuk menyelundupkan hukum. 
 
F.  PELAKSANAAN PUTUSAN SENGKETA DAGANG 
1.  Pelaksanaan Putusan APS 
Penyelesaian melalui Alternatif Penyelesaian 
Sengketa (APS) memiliki resiko yang cukup tinggi 
dalam hal pihak yang kalah tidak mau melaksanakan 
putusan yang dikeluarkan. 
2.  Pelaksanaan putusan Arbitrase (asing) 
Masalah ini pula yang menjadi kelemahan utama 
dari cara penyelesaian melalui pengadilan atau hakim 
partikelir ini. Seperti sudah ini  dimuka, umumnya 
yang menjadi kendala dalam masalah ini yaitu  
pelaksanaan (eksekusi) putusan oleh pihak yang kalah. 
3.  Pelaksanaan putusan pengadilan  
Pengadilan yaitu  refleksi kedaulatan negara 
dalam mengadili suatu sengketa. Oleh sebab itu, 
utusan pengadilan tidak secara otomatis dapat 
dilaksanakan di wilayah kedaulatan negara lain. 
a. Konvensi Brussel 
The Convention on Jurisdiction and the 
Enforcement of Judgment in Civil and Commercial 
Matters (kon – vensi Brussel) 27 september 1968. 
konvensi Brussel ini beranggotakan Belgia, 
Belanda, Luksemburg, perancis, Jerman, Italia). 
Selanjutnya, negara – negara yang bergabung 
yaitu  Inggris, Irlandia, dan Denmark (1978), 
Spanyol dan Portugal (26 mei 1989) 
Konvensi Brussel bertujuan :  
1. Mengatur yuridiksi pengadilan dinegara – 
negara anggotanya. 
2. Memperkenalkan prosedur sederhana untuk 
pengakuan dan pelaksanaan putusan dan 
3. Mengatur pengakuan terhadap dokumen – 
dokumen otentik dari negara–negara 
anggotanya. 
b. Konvensi Lugano 1988 
The Convention on Jurisdiction and the 
Enforcement of Judgment in Civil and Commercial 
Matters ( Konvensi Lugano) ditandatangani di 
Lugano, 16 september 1988. Negara anggota 
konvensi ini yaitu  dua belas negara warga  
Eropa dan enam negara anggota European Free 
Trade Area (EFTA) yaitu Finlandia, Islandia, 
Norwegia, Austria, Swedia, dan Swiss. 
Tujuan Konvensi ini yaitu  sama dengan 
Konvensi Brussel, yaitu mendorong pengakuan dan 
pelaksanaan putusan pengadilan diantara negara 
anggotanya. Fungsi ini umumnya berkaitan dengan 
hal – hal yang tidak diatur dalam Konvensi Brussel. 

Kontrak (perjanjian) yaitu  suatu "peristiwa di mana 
seorang berjanji kepada orang lain atau di mana dua orang 
itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal." (Subekti, 
1983:1). Melalui kontrak terciptalah perikatan atau 
hubungan hukum yang menimbulkan hak dan kewajiban 
pada masing-masing pihak yang membuat kontrak. Dengan 
kata lain, para pihak terikat untuk mematuhi kontrak yang 
sudah mereka buat ini . Dalam hal ini fungsi kontrak 
sama dengan perundang-undangan, tetapi hanya berlaku 
khusus terhadap para pembuatnya saja. Secara hukum, 
kontrak dapat dipaksakan berlaku melalui pengadilan. 
Hukum memberi  sanksi terhadap pelaku pelanggaran 
kontrak atau ingkar janji (wanprestasi). 
Pengaturan tentang kontrak diatur terutama di dalam 
KUH Perdata (BW), tepatnya dalam Buku III, di samping 
mengatur mengenai perikatan yang timbul dari perjanjian, 
juga mengatur perikatan yang timbul dari undang-undang 
misalnya tentang perbuatan melawan hukum. Dalam KUH 
Perdata ada aturan umum yang berlaku untuk semua 
perjanjian dan aturan khusus yang berlaku hanya untuk 
perjanjian tertentu saja (perjanjian khusus) yang namanya 
sudah diberikan undang-undang. 
Contoh perjanjian khusus: jual beli, sewa menyewa, 
tukar-menukar, pinjam-meminjam, pemborongan, 
pemberian kuasa dan perburuhan. Selain KUH Perdata, 
masih ada sumber hukum kontrak lainnya di dalam berbagai 
produk hukum. Misalnya : Undang-undang Perbankan dan 
Keputusan Presiden tentang Lembaga Pembiayaan. Di 
samping itu, juga dalam jurisprudensi misalnya tentang sewa 
beli, dan sumber hukum lainnya. 
Suatu asas hukum penting berkaitan dengan berlakunya 
kontrak yaitu  asas kebebasan berkontrak. Artinya pihak-
pihak bebas untuk membuat kontrak apa saja, baik yang 
sudah ada pengaturannya maupun yang belum ada 
pengaturannya dan bebas menentukan sendiri isi kontrak. 
namun  , kebebasan ini  tidak mutlak sebab ada 
pembatasannya, yaitu tidak boleh bertentangan dengan 
undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan. 
Aspek-aspek kebebasan berkontrak dalam Pasal 1338 
KUH Perdata (BW), yang menyiratkan adanya 3 (tiga asas) 
yang seyogyanya dalam perjanjian : 
1. Mengenai terjadinya perjanjian 
Asas yang disebut konsensualisme, artinya menurut BW 
perjanijan hanya terjadi jika  sudah adanya 
persetujuan kehendak antara para pihak (consensus, 
consensualisme). 
2. Tentang akibat perjanjian 
Bahwa perjanjian mempunyai kekuatan yang mengikat 
antara pihak-pihak itu sendiri. Asas ini ditegaskan 
dalam Pasal 1338 ayat (1) BW yang menegaskan bahwa 
perjanjian dibuat secara sah diantara para pihak, berlaku 
sebagai Undang-Undang bagi pihak-pihak yang 
melakukan perjanjian ini . 
3. Tentang isi perjanjian 
Sepenuhnya diserahkan kepada para pihak 
(contractsvrijheid atau partijautonomie) yang 
bersangkutan.Dengan kata lain selama perjanjian itu 
tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku, 
kesusilaan, mengikat kepentingan umum dan 
ketertiban, maka perjanjian itu diperbolehkan. 
Berlakunya asas kebebasan berkontrak dijamin oleh 
oleh Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, yang menentukan 
bahwa: "setiap perjanjian yang dibuat secara sah berlaku 
sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya". 
Jadi, semua perjanjian atau seluruh isi perjanjian, 
asalkan pembuatannya memenuhi syarat, berlaku bagi para 
pembuatnya,sama seperti perundang-undangan. Pihak-pihak 
bebas untuk membuat perjanjian apa saja dan menuangkan 
apa saja di dalam isi sebuah kontrak. 
 
B. Syarat Sahnya Kontrak 
Dari bunyi Pasal 1338 ayat (1) jelas bahwa perjanjian 
yang mengikat hanyalah perjanjian yang sah. Susaha  sah 
pembuatan perjanjian harus mempedomani Pasal 1320 KUH 
Perdata. Pasal 1320 KUH Perdata menentukan empat syarat 
sahnya perjanjian yaitu harus ada kesepakatan, kecakapan, 
hal tertentu dan sebab yang diperbolehkan. 
1. Kesepakatan 
 Yang dimaksud dengan kesepakatan di sini yaitu  
adanya rasa ikhlas atau saling memberi dan menerima 
atau sukarela di antara pihak-pihak yang membuat 
perjanjian ini . Kesepakatan tidak ada jika  
kontrak dibuat atas dasar paksaan, penipuan atau 
kekhilafan. 
2. Kecakapan 
 Kecakapan di sini artinya para pihak yang membuat 
kontrak haruslah orang- orang yang oleh hukum 
dinyatakan sebagai subyek hukum. Pada dasarnya 
semua orang menurut hukum cakap untuk membuat 
kontrak. Yang tidak cakap yaitu  orang-orang yang 
ditentukan hukum, yaitu anak-anak, orang dewasa yang 
ditempatkan di bawah pengawasan (curatele), dan orang 
sakit jiwa. Anak-anak yaitu  mereka yang belum 
dewasa yang menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 
1974 tentang Perkawinan belum berumur 18 (delapan 
belas) tahun. Meskipun belum berumur 18 (delapan 
belas) tahun, jika  seseorang sudah atau pernah kawin 
dianggap sudah dewasa, berarti cakap untuk membuat 
perjanjian. 
3. Hal tertentu 
Hal tertentu maksudnya objek yang diatur kontrak 
ini  harus jelas, setidak-tidaknya dapat ditentukan. 
Jadi tidak boleh samar-samar. Hal ini penting untuk 
memberi  jaminan atau kepastian kepada pihak-
pihak dan mencegah timbulnya kontrak fiktif. Misalnya 
jual beli sebuah mobil, harus jelas merk apa, buatan 
tahun berapa, warna apa, nomor mesinnya berapa, dan 
sebagainya. Semakin jelas semakin baik. Tidak boleh 
misalnya jual beli sebuah mobil saja, tanpa penjelasan 
lebih lanjut. 
4. Sebab yang dibolehkan 
Maksudnya isi kontrak tidak boleh bertentangan dengan 
perundang-undangan yang sifatnya memaksa, 
ketertiban umum, dan atau kesusilaan. Misalnya jual 
beli bayi yaitu  tidak sah sebab bertentangan dengan 
norma-norma ini . KUH Perdata memberi  
kebebasan berkontrak kepada pihak-pihak membuat 
kontrak secara tertulis maupun secara lisan. Baik tertulis 
maupun lisan mengikat, asalkan memenuhi syarat-
syarat yang diatur dalam Pasal 1320 KHU Perdata. Jadi, 
kontrak tidak harus dibuat secara tertulis. 
 
C. PENYUSUNAN KONTRAK  
Untuk menyusun suatu kontrak bisnis yang baik 
diperlukan adanya persiapan atau perencanaan terlebih 
dahulu. Idealnya sejak negosiasi bisnis persiapan ini  
sudah dimulai. Penyusunan suatu kontrak bisnis meliputi 
bebrapa tahapan sejak persiapan atau perencanaan sampai 
dengan pelaksanaan isi kontrak. 
Tahapan-tahapan ini  yaitu  sebagai berikut : 
1.  Prakontrak 
a. Negosiasi; 
b. Memorandum of Undersatnding (MoU); 
c. Studi kelayakan; 
d. Negosiasi (lanjutan). 
2.  Kontrak  
a. Penulisan naskah awal; 
b. Perbaikan naskah; 
c. Penulisan naskah akhir; 
d. Penandatanganan. 
3.  Pascakontrak  
a. Pelaksanaan; 
b. Penafsiran; 
c. Penyelesaian sengketa. 
Sebelum kontrak disusun atau sebelum transaksi bisnis 
berlangsung, biasanya terlebih dahulu dilakukan negosiasi 
awal. Negosiasi yaitu  suatu proses usaha  untuk 
mencapai kesepakatan dengan pihak lain. Dalam negosiasi 
inilah proses tawar menawar berlangsung.  Tahapan 
berikutnya pembuatan Memorandum of Understanding 
(MoU). MoU yaitu  pencatatan atau 
pendokumentasian hasil negosiasi awal ini  dalam 
bentuk tertulis. 
MoU walaupun belum yaitu  kontrak, penting 
sebagai pegangan untuk dipakai  lebih lanjut di dalam 
negosiasi lanjutan atau sebagai dasar untuk melakukan studi 
kelayakan atau pembuatan kontrak. 
Sesudah pihak-pihak memperoleh MoU sebagai pegangan 
atau pedoman sementara, baru dilanjutkan dengan tahapan 
studi kelayakan (feasibility study, due diligent) untuk melihat 
tingkat kelayakan dan prospek transaksi bisnis ini  dari 
berbagai sudut pandang yang diperlukan misalnya ekonomi, 
keuangan, pemasaran, teknik, lingkungan, sosial budaya dan 
hukum. Hasil studi kelayakan ini diperlukan dalam menilai 
apakah perlu atau tidaknya melanjutkan transaksi atau 
negosiasi lanjutan. jika  diperlukan, akan diadakan 
negosiasi lanjutan dan hasilnya dituangkan dalam kontrak. 
Dalam penulisan naskah kontrak di samping diperlukan 
kejelian dalam menangkap berbagai keinginan pihak-pihak, 
juga memahami aspek hukum, dan bahasa kontrak. 
Penulisan kontrak perlu mempergunakan bahasa yang baik 
dan benar dengan berpegang pada aturan tata bahasa yang 
berlaku. Dalam pemakaian bahasa, baik bahasa negara kita  
maupun bahasa asing harus tepat, singkat, jelas dan 
sistematis. 
Walaupun tidak ditentukan suatu format baku di dalam 
perundang-undangan, dalam praktek biasanya penulisan 
kontrak bisnis mengikuti suatu pola umum yang yaitu  
anatomi dari sebuah kontrak, sebagai berikut : 
(1)  Judul; 
(2)  Pembukaan; 
(3)  Pihak-pihak; 
(4)  Latar belakang kesepakatan (Recital); 
(5)  Isi;  
(6)  Penutupan. 
Judul harus dirumuskan secara singkat, padat, dan jelas 
misalnya Jual Beli Sewa, Sewa Menyewa, Joint Venture 
Agreement atau License Agreement. Berikutnya pembukaan 
terdiri dari kata-kata pembuka, misalnya dirumuskan sebagai 
berikut : 
Yang bertanda tangan di bawah ini atau Pada hari ini 
Senin tanggal dua Januari tahun dua ribu, kami yang 
bertanda tangan di bawah ini.  
Sesudah itu dijelaskan identitas lengkap pihak-pihak. 
Sebutkan nama pekerjaan atau jabatan, tempat tinggal, dan 
bertindak untuk siapa. Bagi perusahaan/badan hukum 
sebutkan tempat kedudukannya sebagai pengganti tempat 
tinggal. Contoh penulisan identitas pihak-pihak pada 
perjanjian jual beli sebagai berikut : 
1. Nama ....; Pekerjaan ....; Bertempat tinggal di .... dalam 
hal ini bertindak untuk diri sendiri/untuk dan atas nama 
.... berkedudukan di .... selanjutnya disebut penjual; 
2. Nama ....; Pekerjaan ....; Bertempat tinggal di .... dalam 
hal ini bertindak untuk diri sendiri/selaku kuasa dari 
dan oleh sebabnya bertindak untuk atas nama .... 
berkedudukan di .... selanjutnya disebut pembeli. 
Pada bagian berikutnya diuraikan secara ringkas latar 
belakang terjadinya kesepakatan (recital). Contoh 
perumusannya seperti ini : dengan menerangkan penjual 
sudah menjual kepada pembeli dan pembeli sudah membeli 
dari penjual sebuah mobil/sepeda motor baru merek .... tipe 
.... dengan ciri-ciri berikut ini : Engine No. .... Chasis ...., 
Tahun Pembuatan .... dan Faktur Kendaraan tertulis atas 
nama .... alamat .... dengan syarat-syarat yang sudah disepakati 
oleh penjual dan pembeli seperti berikut ini. 
Pada bagian inti dari sebuah kontrak diuraikan panjang 
lebar isi kontrak yang dapat dibuat dalam bentuk pasal-pasal, 
ayat-ayat, huruf-huruf, angka-angka tertentu. Isi kontrak 
paling banyak mengatur secara detail hak dan kewajiban 
pihak-pihak, dan bebagai janji atau ketentuan atau klausula 
yang disepakati bersama. 
Jika semua hal yang diperlukan sudah tertampung di 
dalam bagian isi ini , baru dirimuskan penutupan 
dengan menuliskan kata-kata penutup, misalnya: 
Demikianlah perjanjian ini dibuat untuk dipergunakan 
seperlunya atau kalau pada pembukaan tidak diberikan 
tanggal, maka ditulis pada penutupan. Misalnya : 
Dibuat dan ditandatangani di .... pada hari ini .... tanggal 
.... Di bagian bawah kontrak dibubuhkan tanda tangan kedua 
belah pihak dan para saksi (kalau ada). Dan akhirnya 
diberikan materai. Untuk perusahaan/badan hukum 
memakai cap lembaga masing-masing. 
Jika kontrak sudah ditandatangani berarti penyusunan 
sudah selesai tinggal pelaksanaannya di lapangan yang 
kadangkala isinya kurang jelas sehingga memerlukan 
penafsiran-penafsiran. 
 

PERJANJIAN PEMESANAN SURAT SANGGUP 
Perjanjian Pemesanan Surat Sanggup ini (selanjutnya 
disebut “Perjanjian Pemesanan”) ditandatangani pada hari 
Senin, tanggal 21 Mei 2003 oleh dan antara: 
1. PT GUNUNG SEWU KENCANA, suatu perseroan 
terbatas yang didirikan berdasar  hukum negara 
Republik negara kita , yang berkedudukan di Jakarta dan 
berkantor pusat di Plaza Chase Lantai 22, Jl. Jend. 
Sudirman Kav. 21, Jakarta 12920 (“Penerbit”), yang 
dalam hal ini diwakili oleh Husodo Angkosubroto dan 
Wong Steffania dalam kedudukannya, secara berturut-
turut, sebagai Wakil Presiden Direktur dan Direktur 
dari, dan oleh sebabnya mempunyai wewenang untuk 
bertindak untuk dan atas nama Penerbit dan untuk 
penandatanganan ini sudah memperoleh persetujuan 
Komisaris Penerbit tanggal 6 Mei 2003; dan 
2. PT MANDIRI SEKURITAS, suatu perseroan terbatas 
yang didirikan berdasar  hukum negara Republik 
negara kita , yang berkedudukan di Jakarta dan berkantor 
pusat di Plaza Mandiri Lantai 28, Jl. Jend. Gatot Subroto 
Kav. 36-38, Jakarta 12190 (“Pemegang Surat Sanggup”), 
yang dalam hal ini diwakili oleh Heru Djojo 
Adhiningrat dalam kedudukannya sebagai Direktur 
Utama dari, dan oleh sebabnya mempunyai wewenang 
untuk bertindak untuk dan atas nama Pemegang Surat 
Sanggup. 
Penerbit dan Pemegang Surat Sanggup secara bersama-sama 
selanjutnya disebut sebagai “Para Pihak”. 
Para Pihak terlebih dahulu menyatakan hal-hal sebagai 
berikut: 
B. Bahwa, Penerbit membutuhkan dana untuk Transaksi 
Pembelian (sebagaimana didefinisikan di bawah ini) 
dan untuk keperluan ini  Penerbit bermaksud 
untuk menerbitkan Surat Sanggup (sebagaimana 
didefinisikan di bawah ini) kepada Pemegang Surat 
Sanggup dan Pemegang Surat Sanggup bermaksud 
untuk membeli Surat Sanggup dari Penerbit, yang 
mempunyai nilai nominal US$17,141,667.00 (tujuhbelas 
juta seratus empatpuluh satu ribu enamratus 
enampuluh tujuh Dollar), dengan harga beberapa Harga 
Pembelian (sebagaimana didefinisikan di bawah ini). 
bahwa, para pihak bermaksud untuk mengatur 
mengenai persyaratan dan ketentuan surat sanggup 
termasuk, antara lain, ketentuan mengenai jaminan 
yang akan diberikan oleh penerbit untuk menjamin 
pembayaran kembali dana yang sudah dikeluarkan 
Pemegang Surat Sanggup atas pembelian Surat Sanggup. 
berdasar  hal-hal ini  di atas, Para Pihak sepakat 
untuk melangsungkan rencana penerbitan dan pemesanan 
Surat Sanggup sesuai dengan persyaratan dan ketentuan 
yang diatur di dalam Perjanjian Pemesanan ini. 
Pasal 1 
Definisi dan Penafsiran 
1.1 Kecuali ditentukan lain menurut konteksnya, istilah-
istilah di bawah ini mempunyai arti sebagai berikut: 
 “Biaya Provisi” memiliki arti sebagaimana dimaksud 
dalam Pasal 9.2 Perjanjian Pemesanan ini. 
 “Biaya Komitmen” memiliki arti sebagaimana dimaksud 
dalam Pasal 9.3.1 Perjanjian Pemesanan ini. 
 “Dokumen Jaminan” berarti dokumen-dokumen 
jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.1 
Perjanjian Pemesanan ini. 
 “Dokumen Transaksi” berarti Perjanjian Pemesanan ini, 
Surat Sanggup, Syarat dan Ketentuan, Dokumen 
Jaminan dan dokumen-dokumen lainnya yang terkait. 
 “Dollar” atau “US$” berarti mata uang yang berlaku 
secara sah di Amerika Serikat.  
 “GGP” berarti PT GREAT GIANT PINEAPPLE, suatu 
perusahaan yang didirikan berdasar  hukum negara 
Republik negara kita .  
 “Harga Pembelian” memiliki arti sebagaimana 
dimaksud dalam Pasal 2.1 Perjanjian Pemesanan ini. 
 “Hari Kerja” berarti hari (selain hari Sabtu, Minggu dan 
hari libur nasional) dimana bank-bank beroperasi di 
Jakarta. 
 “Nilai Nominal” berarti nilai nominal Surat Sanggup 
yang diterbitkan oleh Penerbit dan dipesan serta dibeli 
oleh Pemegang Surat Sanggup berdasar  Perjanjian 
Pemesanan ini, yaitu sebesar US$17,141,667.00 
(tujuhbelas juta seratus empatpuluh satu ribu enamratus 
enampuluh tujuh Dollar). 
 “NYLI” berarti NEW YORK LIFE INTERNATIONAL, 
INC., suatu perusahaan yang didirikan berdasar  
hukum negara bagian Delaware, Amerika Serikat. 
 “Richburg” berarti RICHBURG INVESTMENTS 
LIMITED, suatu perusahaan yang didirikan 
berdasar  hukum negara British Virgin Islands. 
 “Surat Sanggup” berarti satu atau lebih instrumen atas 
nama yang diterbitkan oleh Penerbit yang berjangka 
waktu 1 (satu) bulan beberapa Nilai Nominal dengan 
syarat dan ketentuan sebagaimana diatur dalam 
Perjanjian Pemesanan ini dan Syarat dan Ketentuan, 
dalam bentuk dan dengan substansi sebagaimana 
diuraikan dalam Lampiran 1 Perjanjian Pemesanan ini. 
 “Syarat dan Ketentuan” berarti syarat dan ketentuan 
Surat Sanggup yang dilampirkan pada Surat Sanggup, 
yang berlaku dari waktu ke waktu beserta segala 
perubahan dan penambahannya. 
 “SNYL” berarti PT ASURANSI JIWA SEWU NEW 
YORK LIFE, suatu perusahaan yang didirikan 
berdasar  hukum negara Republik negara kita , dimana 
Penerbit, baik secara langsung maupun tak langsung, 
akan menjadi pemegang 4.902 (empat ribu sembilan 
ratus dua) saham yang mewakili 100% (seratus persen) 
dari jumlah seluruh saham yang sudah disetor dalam 
SNYL. 
 “Tanggal Jatuh Tempo” memiliki arti sebagaimana 
dimaksud dalam Pasal 4.1 Perjanjian Pemesanan ini. 
 “Transaksi Pembelian” memiliki arti sebagaimana 
dimaksud dalam Pasal 2.3 Perjanjian Pemesanan ini. 
 “WKP” berarti PT WIRALAKSANA KENCANA 
PUTRA, suatu perusahaan yang didirikan berdasar  
hukum negara Republik negara kita , dimana Penerbit, 
baik secara langsung maupun tak langsung, menjadi 
pemegang 15.000 (lima belas ribu) saham yang mewakili 
100% (seratus persen) dari jumlah seluruh saham yang 
sudah disetor dalam WKP. 
1.2 Definisi pihak-pihak yang menandatangani Perjanjian 
Pemesanan ini mencakup pula penerus, pengganti dan 
wakilnya sah sesuai dengan ketentuan Dokumen 
Transaksi. 
1.3 Judul-judul yang ada dalam Perjanjian Pemesanan ini 
dibuat untuk kemudahan dalam membaca Perjanjian 
Pemesanan ini dan tidak dimaksudkan untuk ikut 
menentukan penafsiran atas Perjanjian Pemesanan ini. 
Rujukan terhadap Pasal dan Lampiran yaitu  
rujukan terhadap Pasal dan Lampiran dalam Perjanjian 
Pemesanan ini kecuali bila dinyatakan lain. Istilah 
“hari”, “bulan” atau “tahun” dalam Perjanjian 
Pemesanan ini berarti hari, bulan atau tahun takwim, 
kecuali bila secara tegas dinyatakan lain. 
Pasal 2  
Pemesanan dan Penerbitan Surat Sanggup 
2.1 Pemegang Surat Sanggup dengan ini setuju untuk 
memesan dan membeli Surat Sanggup yang diterbitkan 
oleh Penerbit dengan Nilai Nominal keseluruhan 
beberapa US$17,141,667.00 (tujuhbelas juta seratus 
empatpuluh satu ribu enamratus enampuluh tujuh 
Dollar) dengan harga pembelian beberapa 
US$17,000,000.00 (tujuh belas juta Dollar) (“Harga 
Pembelian”). Atas pemesanan dan pembelian Surat 
Sanggup ini , Pemegang Surat Sanggup harus 
melakukan pembayaran Harga Pembelian Surat 
Sanggup ini  selambat-lambatnya 1 (satu) Hari 
Kerja sesudah Perjanjian Pemesanan ini ditandatangani 
dan seluruh Kondisi Prasyarat sebagaimana tercantum 
pada Pasal 2.4 sudah terpenuhi, pembayaran mana harus 
dilakukan melalui transfer ke rekening bank yang akan 
ditentukan oleh Penerbit atau dalam bentuk lain yang 
disepakati oleh Para Pihak. 
2.2 Atas pemesanan Surat Sanggup sebagaimana dimaksud 
dalam ketentuan Pasal 2.1 di atas, Penerbit akan 
menerbitkan Surat Sanggup atas nama Pemegang Surat 
Sanggup beberapa Nilai Nominal, pada tanggal 
penerbitan yang sama dengan tanggal pembayaran 
Harga Pembelian sebagaimana dimaksud pada Pasal 2.1 
di atas (“Tanggal Penerbitan”). 
2.3 Para Pihak menyetujui bahwa dana yang diperoleh dari 
penerbitan Surat Sanggup akan dipakai  oleh Penerbit 
atau pihak lain yang ditunjuknya khusus untuk membeli 
kepemilikan NYLI atas: (i) 3.753 (tiga ribu tujuh ratus 
lima puluh tiga) saham yang mewakili 76,56% (tujuh 
puluh enam koma lima puluh enam persen) dari jumlah 
seluruh saham yang sudah disetor dalam SNYL, (ii) 
subordinated debt SNYL, dan (iii) capital paid in 
advance SNYL (“Transaksi Pembelian”). Tanpa 
mengesampingkan ketentuan Pasal 4.1 Perjanjian 
Pemesanan ini, Penerbit mengakui bahwa terlaksananya 
Transaksi Pembelian diperlukan untuk mendukung 
pembayaran kembali Surat Sanggup kepada Pemegang 
Surat Sanggup, sehingga pemakaian dana diluar 
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini wajib 
memperoleh persetujuan tertulis terlebih dahulu dari 
Pemegang Surat Sanggup. 
2.4 Pembayaran Harga Pembelian oleh Pemegang Surat 
Sanggup kepada Penerbit sebagaimana dimaksud pada 
Pasal 2.1 di atas akan dilakukan jika  seluruh Kondisi 
Prasyarat di bawah ini sudah terpenuhi: 
2.4.1  Penerbit dan Pemegang Surat Sanggup sudah 
membuat dan menandatangani seluruh 
Dokumen Jaminan. 
2.4.2  Penerbit sudah memperlihatkan kepada Pemegang 
Surat Sanggup perjanjian jual beli sehubungan 
dengan Transaksi Pembelian (“Perjanjian Jual 
Beli”) yang sudah ditandatangani oleh WKP, NYLI 
dan SNYL, dan seluruh kondisi prasyarat dalam 
Perjanjian Jual Beli ini  (kecuali kewajiban 
pembayaran) sudah dipenuhi. 
2.4.3    Penerbit sudah membayar kepada Pemegang Surat 
Sanggup Biaya Provisi dan Biaya Komitmen, 
jika  ada. 
2.4.4    Penerbit sudah menunjukkan kepada Pemegang 
Surat Sanggup bahwa Penerbit sudah menyediakan 
sisa dana yang diperlukan sehubungan dengan 
Transaksi Pembelian, diluar dana yang diperoleh 
Penerbit melalui penerbitan Surat Sanggup. 
2.4.5    Penerbit sudah menyerahkan kepada Pemegang 
Surat Sanggup sertipikat saham yang dijaminkan 
sebagaimana dimaksud dalam Dokumen Jaminan 
yang tercantum pada Pasal 5.1 dan 5.3. 
2.4.6    Pemegang Surat Sanggup sudah memperoleh 
persetujuan internal yang diperlukan sesuai 
dengan ketentuan yang berlaku. 
Pasal 3  
Syarat-syarat Pokok Surat Sanggup 
3.1 Selama jangka waktu berlakunya Surat Sanggup, berlaku 
ketentuan yang diatur dalam Syarat dan Ketentuan, 
Perjanjian Pemesanan ini dan Dokumen Jaminan.  
3.2 Salinan dokumen yang berisikan Syarat dan Ketentuan, 
Perjanjian Pemesanan ini dan Dokumen Jaminan 
tersedia bagi Pemegang Surat Sanggup atau kuasanya 
yang meminta di kantor Penerbit. 
 Pengalihan. 
 Pengalihan Surat Sanggup dilakukan sesuai 
dengan ketentuan Pasal 176 jo. Pasal 110 Kitab 
Undang-Undang Hukum Dagang negara kita  
(KUHD) yaitu dengan cara endosemen.  
 Dalam hal terjadinya pengalihan Surat Sanggup, 
Syarat dan Ketentuan wajib diberikan oleh pihak 
yang mengalihkan Surat Sanggup kepada pihak 
yang menerima pengalihan Surat Sanggup 
ini ; dan Syarat dan Ketentuan ini  
selanjutnya berlaku sepenuhnya terhadap pihak 
penerima pengalihan Surat Sanggup. Terhadap 
penerima pengalihan Surat Sanggup ini  
berlaku pula seluruh ketentuan dalam Perjanjian 
Pemesanan ini dan Dokumen Jaminan. 
Pasal 4 
Pelunasan Surat Sanggup 
 Penerbit wajib membayar kembali seluruh Nilai 
Nominal kepada Pemegang Surat Sanggup 30 (tiga 
puluh) hari sejak Tanggal Penerbitan (Tanggal Jatuh 
Tempo). jika  Tanggal Jatuh Tempo ini  jatuh 
pada hari libur atau hari lain dimana bank komersial 
tidak beroperasi, maka Penerbit berkewajiban untuk 
melakukan pembayaran dan Pemegang Surat Sanggup 
berhak untuk menerima pembayaran, pada Hari Kerja 
berikutnya, dengan ketentuan bahwa Penerbit wajib 
membayar bunga sebesar 10% (sepuluh persen) per 
tahun yang dihitung secara harian sejak Tanggal Jatuh 
Tempo sampai dengan tanggal pembayaran seluruh 
Nilai Nominal ini . 
 Untuk keperluan pembayaran seluruh Nilai Nominal 
dan segala kewajiban Penerbit berdasar  Perjanjian 
Pemesanan ini, Pemegang Surat Sanggup harus 
menunjukkan dan menyerahkan asli Surat Sanggup 
kepada Penerbit pada Tanggal Jatuh Tempo. Penerbit 
selanjutnya wajib memberi  kepada Pemegang Surat 
Sanggup bukti tanda terima atas penyerahan asli Surat 
Sanggup ini  dan pada saat yang sama melakukan 
pembayaran seluruh Nilai Nominal dan segala 
kewajiban Penerbit berdasar  Perjanjian Pemesanan 
ini kepada Pemegang Surat Sanggup.  
4.3 jika  Penerbit tidak sanggup melakukan pelunasan 
dan pembayaran kepada Pemegang Surat Sanggup pada 
saat Surat Sanggup sudah diunjukkan oleh Pemegang 
Surat Sanggup kepada Penerbit berdasar  ketentuan 
Pasal 4.2 di atas, maka tanpa mengesampingkan hak-
hak Pemegang Surat Sanggup berdasar  Perjanjian 
Pemesanan ini serta Dokumen Transaksi lainnya, 
maupun berdasar  hukum yang berlaku untuk 
menuntut pembayaran atas Surat Sanggup, Penerbit 
wajib membayar bunga keterlambatan sebesar 13% (tiga 
belas persen) per tahun terhadap Nilai Nominal 
ditambah jumlah-jumlah lain yang terhutang untuk 
setiap hari keterlambatan pembayarannya, terhitung 
sejak Tanggal Jatuh Tempo sampai dengan, namun  
tidak termasuk, tanggal pembayaran seluruh Nilai 
Nominal dan jumlah-jumlah lain yang terhutang 
ini . 
 jika  Penerbit bermaksud melakukan pelunasan dan 
pembayaran lebih awal seluruh Nilai Nominal sebelum 
Tanggal Jatuh Tempo, maka Penerbit wajib 
menyampaikan kepada Pemegang Surat Sanggup 
pemberitahuan tertulis terlebih dahulu mengenai 
maksudnya ini , selambat-lambatnya 2 (dua) Hari 
Kerja sebelum tanggal pembayaran dimaksud. Dalam 
hal ini, Penerbit wajib membayar denda pembayaran 
lebih awal sebesar US$15,000.00 (lima belas ribu 
Dollar). 
Pasal 5  
Jaminan 
Untuk menjamin pembayaran kembali seluruh Nilai 
Nominal dan segala kewajiban Penerbit berdasar  
Perjanjian Pemesanan ini, Surat Sanggup, dan Syarat dan 
Ketentuan, Penerbit memberi  jaminan kepada Pemegang 
Surat Sanggup sebagaimana dimaksud dalam dokumen 
jaminan sebagai berikut: 
 Perjanjian Gadai Saham atas 1.149 (seribu seratus empat 
puluh sembilan) saham dalam SNYL; 
 Perjanjian Gadai Saham atas 3.753 (tiga ribu tujuh ratus 
lima puluh tiga) saham dalam SNYL; 
 Pledge of Shares Agreement atas 30.600.000 (tiga puluh 
juta enam ratus ribu) saham dalam GGP; 
 Jaminan Pribadi dari Husodo Angkosubroto; dan 
 Jaminan Perusahaan dari WKP. 
(Seluruh dokumen jaminan di atas disebut sebagai 
“Dokumen Jaminan”). 
Pasal 6 
Pernyataan dan Jaminan 
 Penerbit dengan ini menyatakan dan menjamin kepada 
Pemegang Surat Sanggup hal-hal sebagai berikut: 
(a) Penerbit yaitu  perseroan terbatas yang sudah 
didirikan berdasar  hukum negara Republik 
negara kita .   
(b) Penerbit akan melakukan kegiatan usaha sesuai 
dengan ruang lingkup usaha yang sudah diijinkan. 
(c) (i) Penerbit berwenang membuat, melangsungkan 
dan melaksanakan Dokumen Transaksi serta 
membuat dan menerbitkan Surat Sanggup; dan (ii) 
Penerbit juga sudah melaksanakan semua tindakan 
dan persyaratan yang disyaratkan berdasar  
anggaran dasar Penerbit, peraturan perundang-
undangan yang berlaku di negara Republik 
negara kita  serta perjanjian-perjanjian lainnya 
dimana Penerbit menjadi pihak di dalamnya, untuk 
sahnya pembuatan, penandatanganan dan 
pelaksanaan Dokumen Transaksi serta untuk 
menerbitkan Surat Sanggup menurut dan 
berdasar  ketentuan dalam Perjanjian 
Pemesanan ini. 
(d) Semua dan setiap Dokumen Transaksi yaitu  sah, 
berlaku dan mengikat secara sah dan menimbulkan 
kewajiban hukum terhadap orang atau pihak yang 
membuat, menandatangani, menyerahkan atau 
menerbitkan Dokumen Transaksi ini , sesuai 
dengan syarat dan ketentuan yang tercantum 
dalam masing-masing Dokumen Transaksi. 
(e) Individu yang membuat dan menandatangani 
Dokumen Transaksi dan Surat Sanggup berwenang 
untuk membuat dan menandatangani Dokumen 
Transaksi dan Surat Sanggup untuk dan atas nama 
Penerbit. 
(f) Pada Tanggal Penerbitan, Penerbit yaitu  pemilik 
yang sah, baik secara langsung maupun tak 
langsung, atas 4.902 (empat ribu sembilan ratus 
dua) saham yang mewakili 100% (seratus persen) 
dari jumlah seluruh saham yang sudah disetor 
dalam SNYL. 
(g) Penerbit yaitu  pemilik yang sah, baik secara 
langsung maupun tak langsung, atas 15.000 (lima 
belas ribu) saham yang mewakili 100% (seratus 
persen) dari jumlah seluruh saham yang sudah 
disetor dalam WKP. 
(h) Richburg yaitu  pemilik yang sah atas 30.600.000 
(tiga puluh juta enam ratus ribu) lembar saham 
yang mewakili 7,65% (tujuh koma enam puluh lima 
persen) dari jumlah seluruh saham yang sudah 
disetor dalam GGP. 
6.2 Pemegang Surat Sanggup dengan ini menyatakan dan 
menjamin kepada Penerbit hal-hal sebagai berikut: 
(a) Pemegang Surat Sanggup yaitu  badan 
hukum yang sudah didirikan secara sah dan 
memiliki ijin-ijin atau persetujuan-persetujuan 
yang disyaratkan sehubungan dengan kegiatan 
usahanya.  
(b) Untuk keperluan pembelian Surat Sanggup ini, 
Pemegang Surat Sanggup sudah memperoleh 
persetujuan yang disyaratkan oleh ketentuan 
peraturan perundang-undangan dan/atau anggaran 
dasar atau dokumen lain yang setara. 
Pasal 7  
Kewajiban dan Pembatasan Penerbit 
Penerbit berjanji kepada Pemegang Surat Sanggup bahwa 
selama kewajiban pembayaran yang timbul berdasar  
Dokumen Transaksi belum dipenuhi oleh Penerbit, maka 
Penerbit: 
 wajib mematuhi dan melaksanakan semua janji serta 
memenuhi semua kewajibannya berdasar  Dokumen 
Transaksi. 
 wajib memberitahukan secara tertulis kepada Pemegang 
Surat Sanggup mengenai: 
(a) terjadinya atau kemungkinan terjadinya suatu 
Peristiwa Cidera Janji; 
(b) terjadinya perubahan dalam lingkup bidang usaha 
Penerbit yang akan mempengaruhi secara material 
terhadap kewajiban-kewajiban Penerbit  berdasar-
kan Dokumen Transaksi. 
7.3 wajib memelihara dan mempertahankan agar semua 
ijin, lisensi dan persetujuan yang diperlukan untuk 
menjalankan usaha Penerbit atau untuk sahnya serta 
berlakunya Dokumen Transaksi tetap sah dan berlaku 
sesuai dengan syarat yang termaktub didalamnya. 
7.4 wajib menjamin agar seluruh dana yang diperoleh dari 
segala transaksi yang dilakukan oleh Penerbit, WKP, 
SNYL, dan/atau Richburg langsung dipakai  untuk 
pelunasan seluruh Nilai Nominal dan segala kewajiban 
Penerbit berdasar  Dokumen Transaksi. 
7.5 tanpa memperoleh persetujuan tertulis terlebih dahulu 
dari Pemegang Surat Sanggup, tidak akan melakukan 
suatu transaksi pinjaman baru yang dijamin oleh harta 
Penerbit terhitung sejak ditandatanganinya Perjanjian 
Pemesanan ini, diluar transaksi sehari-hari atau yang 
berkenaan dengan usaha Penerbit, kecuali untuk 
fasilitas pinjaman yang akan dipakai  untuk 
membayar secara penuh Transaksi Pembelian, melunasi 
seluruh Nilai Nominal dan segala kewajiban Penerbit 
berdasar  Dokumen Transaksi. 
 tanpa memperoleh persetujuan tertulis terlebih dahulu 
dari Pemegang Surat Sanggup, tidak akan mengubah 
susunan pemegang saham, Direksi, dan Komisaris 
Penerbit. 
 tanpa memperoleh persetujuan tertulis terlebih dahulu 
dari Pemegang Surat Sanggup, tidak akan menjaminkan   
atau mengijinkan untuk menjaminkan seluruh atau 
sebagian dari usaha dan asset-asetnya, kecuali untuk 
penjaminan atas fasilitas pinjaman yang akan dipakai  
untuk membayar secara penuh Transaksi Pembelian, 
melunasi seluruh Nilai Nominal dan segala kewajiban 
Penerbit berdasar  Dokumen Transaksi. 
7.8 tanpa memperoleh persetujuan tertulis terlebih dahulu 
dari Pemegang Surat Sanggup, tidak akan menjual, 
menyewakan, mengalihkan atau bahkan mengeluarkan 
seluruh atau sebagian dari harta kekayaan Penerbit 
dalam jumlah yang melebihi US$1,000,000.00 (satu juta 
Dollar), kecuali dalam hubungannya dengan kegiatan 
usaha Penerbit sehari-hari. 
7.9 tanpa memperoleh persetujuan tertulis terlebih dahulu 
dari Pemegang Surat Sanggup, tidak akan membeli atau 
memperoleh harta kekayaan tetap yang bukan 
yaitu  faktor produksi dalam kegiatan usaha utama 
Penerbit. 
7.10 tanpa memperoleh persetujuan tertulis terlebih dahulu 
dari Pemegang Surat Sanggup, tidak akan melaksanakan 
penggabungan, pengambilalihan atau peleburan, 
reorganisasi dan tindakan-tindakan hukum lainnya 
yang sejenis. 
7.11 tanpa memperoleh persetujuan tertulis terlebih dahulu 
dari Pemegang Surat Sanggup, tidak akan melakukan 
pembayaran hutang kepada pemegang saham Penerbit. 
Pasal 8  
Peristiwa Cidera Janji 
8.1 Salah satu atau seluruh dari kejadian-kejadian yang 
disebutkan dibawah ini, yaitu  Peristiwa Cidera 
Janji berdasar  Dokumen Transaksi: 
8.1.1 Penerbit tidak atau lalai membayar kepada 
Pemegang Surat Sanggup suatu jumlah uang yang 
wajib dibayarnya berdasar  Dokumen 
8 8  
Transaksi, baik Nilai Nominal, bunga 
keterlambatan, denda, upah atau lain jumlah 
uang yang wajib dibayar pada tanggal yang sudah 
ditetapkan. 
8.1.2 Penerbit melanggar suatu ketentuan atau lalai 
melaksanakan suatu kewajiban berdasar  
Dokumen Transaksi (diluar kelalaian membayar 
suatu jumlah yang sebagaimana diuraikan dalam 
Pasal 8.1.1 di atas). 
8.1.3 Setiap tindakan, pernyataan dan jaminan yang 
dibuat atau diberikan oleh Penerbit dalam 
Dokumen Transaksi ternyata atau terbukti tidak 
benar atau tidak sesuai dengan kenyataan 
sebenarnya. 
8.1.4 Penerbit sudah lalai atau menolak atau tidak 
mampu membayar hutang-hutangnya dan/atau 
melaksanakan kewajibannya kepada pihak lain 
pada saat jatuh tempo hutang atau kewajibannya 
ini . 
8.1.5 Penerbit dalam keadaan pailit atau dibubarkan 
atau likuidasi. 
8.1.6 seorang pemegang hak jaminan mengambil alih 
hak kepemilikan sebagai pelaksanaan atas hak-
hak jaminan atau gadai yang dimilikinya atas 
seluruh atau sebagian dari usaha-usaha, barang-
barang, harta-harta atau pendapatan-pendapatan 
Penerbit. 
8.1.7 suatu peristiwa atau gugatan terjadi atas Penerbit 
atau perintah pengadilan sudah dikeluarkan yang 
akan berakibat terjadinya peristiwa-peristiwa 
ini  dalam Pasal 8.1.5 dan 8.1.6 diatas. 
8.1.8 Penerbit berhenti atau bermaksud menghentikan 
usaha-usahanya atau sebagian dari usaha-
usahanya, atau barang-barang atau harta-harta 
Penerbit dalam jumlah yang melebihi 
US$1,000,000.00 (satu juta Dollar) disita. 
8.2 Atas terjadinya salah satu Peristiwa Cidera Janji ini  
diatas, maka Pemegang Surat Sanggup dapat meminta 
Penerbit untuk melunasi dan membayarkan seluruh 
kewajiban Penerbit berdasar  Dokumen Transaksi 
kepada Pemegang Surat Sanggup. Penerbit dengan ini 
melepaskan semua hak-haknya yang diberikan oleh 
hukum yang berlaku untuk melakukan keberatan, 
tuntutan, gugatan, klaim dan sanggahan, atau tindakan 
hukum sejenis lainnya atas dilaksanakannya hak-hak 
Pemegang Surat Sanggup berdasar  Dokumen 
Transaksi. 
Pasal 9  
Biaya-Biaya 
9.1 Segala biaya yang timbul sehubungan dengan 
pembuatan, pelaksanaan dan akibat dari pelaksanaan 
Perjanjian Pemesanan ini, termasuk namun  tidak 
terbatas pada biaya notaris dan konsultan hukum, akan 
menjadi beban dan tanggung jawab serta wajib dibayar 
oleh Penerbit. 
9.2 Biaya Provisi. 
 Penerbit wajib membayar kepada Pemegang Surat 
Sanggup biaya provisi sebesar 0,6% (nol koma enam 
persen) dari Harga Pembelian (“Biaya Provisi”). 
9.3 Biaya Komitmen. 
9.3.1 jika  sampai dengan 3 (tiga) hari sejak, akan 
tetapi tidak termasuk, tanggal penandatanganan 
Perjanjian Pemesanan ini (Tanggal Komitmen), 
WKP, NYLI dan SNYL belum menandatangani 
Perjanjian Jual Beli dan seluruh kondisi prasyarat 
dalam Perjanjian Jual Beli ini  (kecuali 
kewajiban pembayaran) belum dipenuhi, maka 
Penerbit wajib membayar kepada Pemegang 
Surat Sanggup biaya komitmen sebesar 2,5% (dua 
koma lima persen) per tahun terhadap Harga 
Pembelian (Biaya Komitmen) untuk periode 
yang dimulai sejak Tanggal Komitmen sampai 
dengan (i) tanggal penandatanganan Perjanjian 
Jual Beli dan terpenuhinya seluruh kondisi 
prasyarat dalam Perjanjian Jual Beli ini  
(kecuali kewajiban pembayaran), atau (ii) batas 
waktu sebagaimana dimaksud pada Pasal 9.3.2 di 
bawah ini. 
9.3.2 jika  sampai dengan 30 (tiga puluh) hari sejak, 
namun  tidak termasuk, tanggal 
penandatanganan Perjanjian Pemesanan ini, 
WKP, NYLI dan SNYL belum menandatangani 
Perjanjian Jual Beli dan seluruh kondisi prasyarat 
dalam Perjanjian Jual Beli ini  (kecuali 
kewajiban pembayaran) belum dipenuhi, maka 
Para Pihak sepakat untuk mengakhiri Perjanjian 
Pemesanan ini, tanpa mengesampingkan 
kewajiban Penerbit untuk membayar segala biaya 
yang diwajibkan terhadapnya berdasar  
Perjanjian Pemesanan ini. 
Pasal 10  
Ketentuan Umum 
10.1 Pengubahan. 
 Ketentuan dalam Perjanjian Pemesanan ini dapat 
diubah hanya dengan persetujuan tertulis oleh dan 
antara Penerbit dan Pemegang Surat Sanggup dan atau 
pihak yang secara sah mewakilinya.  
10.2 Hukum yang Berlaku. 
 Perjanjian ini tunduk pada dan ditafsirkan menurut 
hukum yang berlaku di negara Republik negara kita . 
10.3 Penyelesaian Perselisihan. 
10.3.1 Segala perselisihan yang timbul sehubungan 
dengan Perjanjian Pemesanan ini akan 
diselesaikan secara musyawarah untuk mufakat. 
10.3.2 jika  dengan cara musyawarah tidak tercapai 
kesepakatan, maka Para Pihak sepakat untuk 
membawanya ke Badan Arbitrase Nasional 
negara kita  (BANI), berdasar  acara arbitrase 
BANI, dengan tempat arbitrase di Jakarta, 
negara kita , dan oleh sebabnya Para Pihak sepakat 
untuk mengesampingkan hak-haknya untuk 
mengajukan gugatan ke pengadilan negeri. 
Arbitrase akan dilaksanakan dalam bahasa 
negara kita  dan keputusan arbitrase yaitu  
keputusan yang final dan mengikat.  
10.5 Pemberitahuan. 
 Segala pemberitahuan, penagihan dan komunikasi 
lainnya yang harus diberikan oleh Para Pihak 
berdasar  Perjanjian Pemesanan ini wajib dilakukan 
secara tertulis dan dikirimkan dengan cara (i) 
pengiriman per kurir; atau (ii) melalui pos kilat tercatat; 
atau (iii) melalui faksimili ke alamat sebagai berikut: 
Kepada Penerbit: 
PT Gunung Sewu Kencana  
Plaza Chase Lantai 22 
Jl. Jend. Sudirman Kav. 21 
Jakarta 12920 
Faksimili : (62-21) 5208370 / 5706370 
Telepon : (62-21) 5706388 
U.P. : Husodo Angkosubroto 
Kepada Pemegang Surat Sanggup: 
PT Mandiri Sekuritas 
Plaza Mandiri Lantai 28 
Jl. Jend. Gatot Subroto Kav. 36-38 
Jakarta 12190 
Faksimili : (62-21) 5263507  
Telepon : (62-21) 5263445 
U.P. : Heru Djojo Adhiningrat 
atau ke alamat lainnya yang diberitahukan secara 
tertulis oleh salah satu Pihak kepada Pihak lainnya dari 
waktu ke waktu. Suatu komunikasi yang dikirim per 
kurir dianggap diterima pada tanggal pengiriman 
(dengan ketentuan bahwa harus ada tanda terima atas 
pengiriman ini ); yang dikirim dengan pos kilat 
tercatat dianggap diterima 5 (lima) hari sesudah tanggal 
pengirimannya; yang dikirim melalui faksimili dianggap 
diterima pada saat dikirimkan (dengan ketentuan 
bahwa kode balik harus ada); bila dikirimkan dengan 
lebih dari satu cara diatas maka komunikasi dianggap 
diterima pada saat diterimanya komunikasi yang 
terdahulu dari cara pengiriman ini . 
10.6 Ketidakberlakuan Sebagian. 
10.6.1 Dalam hal suatu ketentuan yang ada dalam 
Perjanjian Pemesanan ini dinyatakan sebagai 
tidak sah atau tidak dapat diberlakukan secara 
hukum baik secara keseluruhan maupun 
sebagian, maka ketidaksahan atau 
ketidakberlakuan ini  hanya berkaitan pada 
ketentuan itu atau sebagian dari padanya saja. 
sedang ketentuan lainnya dari Perjanjian 
Pemesanan ini akan tetap berlaku dan 
mempunyai kekuatan hukum secara penuh. 
10.6.2 Para Pihak selanjutnya setuju bahwa terhadap 
ketentuan yang tidak sah atau tidak dapat 
diberlakukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 
10.6.1 akan diganti dengan ketentuan yang sah 
menurut hukum dan sejauh serta sedapat 
mungkin mencerminkan maksud dan tujuan 
9 3  
komersial dibuatnya ketentuan ini  oleh Para 
Pihak.  
10.7 Perubahan dalam Peraturan Perundang-
undangan. 
 Dalam hal sesudah ditandatanganinya Perjanjian 
Pemesanan ini terjadi suatu perubahan dalam 
peraturan perundang-undangan yang secara 
material dapat mendatangkan kerugian kepada 
Pemegang Surat Sanggup, maka Para Pihak 
sepakat untuk mengadakan perundingan kembali 
sehingga dapat menghilangkan atau memperkecil 
kerugian yang diderita oleh Pemegang Surat 
Sanggup. 
10.8 Kerahasiaan. 
10.8.1 Masing-masing Pihak mengetahui bahwa 
setiap informasi yang diperolehnya dari 
pelaksanaan Perjanjian Pemesanan ini 
mengenai atau terkait dengan kegiatan 
usaha Pihak lainnya yaitu  yaitu  
informasi rahasia atau informasi yang 
mungkin dianggap Pihak lainnya sebagai 
informasi rahasia.  
10.8.2 Masing-masing Pihak wajib menjaga 
kerahasiaan informasi ini  dan tidak 
akan, tanpa persetujuan tertulis 
sebelumnya terlebih dahulu dari Pihak 
lainnya, membukanya kepada pihak ketiga 
lainnya untuk maksud apapun selain dalam 
rangka melaksanakan Perjanjian 
Pemesanan ini. Kewajiban ini akan terus 
mengikat bagi Para Pihak.  
10.8.3 Kewajiban kerahasiaan ini tidak berlaku 
bagi informasi yang sudah diketahui oleh 
umum bukan sebab pelanggaran 
kerahasiaan oleh Pihak penerima 
informasi, atau sudah diketahui oleh Pihak 
penerima informasi dari pihak ketiga yang 
tidak ada kewajiban mengenai kerahasiaan, 
atau diperintahkan untuk diungkapkan 
oleh undang-undang, pengadilan atau oleh 
perintah pemerintah atau otoritas publik 
yang berwenang. 
10.8.4 Tidak ada pengumuman, pemberitahuan 
atau edaran (selain yang diperintahkan 
oleh undang-undang dan peraturan) 
mengenai Perjanjian Pemesanan ini yang 
akan dilakukan oleh masing-masing Pihak 
tanpa persetujuan sebelumnya dari Pihak 
lainnya. Persetujuan ini tidak boleh 
ditunda-tunda atau ditolak tanpa alasan 
yang wajar. 
10.9 Pengakhiran.  
 Para Pihak setuju untuk mengenyampingkan 
ketentuan pasal 1266 Kitab Undang-Undang 
Hukum Perdata (KUHPer) yang mensyaratkan 
keputusan hakim untuk pembatalan atau 
penghentian lebih awal perjanjian-perjanjian 
yang dibuat sehubungan dengan penerbitan dan 
pemesanan Surat Sanggup, dan terhadap 
ketentuan pasal 1267 KUHPer sehubungan 
dengan interpretasi atas penghentian perjanjian-
perjanjian termaksud. 
Demikianlah, Perjanjian Pemesanan ini ditandatangani di 
Jakarta pada tanggal sebagaimana ini  pada bagian awal 
Perjanjian Pemesanan ini. 

Penerbit, 
PT Gunung Sewu Kencana 
 
 
Oleh___________________
Nama : 
Jabatan : 
Pemegang Surat Sanggup, 
PT Mandiri Sekuritas 
 
 
Oleh___________________ 
Nama : 
Jabatan : 
 
Lampiran 1 
SURAT SANGGUP 
No. : _______ 
[LOGO] 
PT GUNUNG SEWU KENCANA (“PENERBIT”) 
SURAT SANGGUP  
Pemegang Surat Sanggup : PT Mandiri Sekuritas 
Nilai Nominal : US$17,141,667.00 (tujuhbelas 
juta seratus empatpuluh satu 
ribu enamratus enampuluh 
tujuh Dollar Amerika Serikat) 
Tanggal Jatuh Tempo : ___________ 2003 
Surat Sanggup ini diterbitkan dengan atas nama dan 
pengalihannya dapat dilakukan dengan menandatangani 
kolom andosemen yang tercantum di balik Surat Sanggup 
ini. 
Pembayaran kembali Surat Sanggup ini akan dilakukan 
dengan menunjukkan asli Surat Sanggup ini di kantor pusat 
Penerbit di Plaza Chase Lantai 22, Jl. Jend. Sudirman Kav. 21, 
Jakarta, terhitung sejak tanggal jatuh tempo di atas. 
Pembayaran kembali Surat Sanggup ini dijamin dengan 
jaminan-jaminan sebagaimana dimaksud dalam Perjanjian 
Pemesanan Surat Sanggupdan Dokumen Jaminan. 

Surat Sanggup ini diterbitkan dengan klausul “tanpa 
biaya” atau “tanpa protes non-pembayaran” menurut Pasal 
176 jo. Pasal 145 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang 
negara kita . 
Surat Sanggup ini diterbitkan di Jakarta pada tanggal 
_______ 2003 dengan syarat dan ketentuan sebagaimana 
dinyatakan dalam Syarat dan Ketentuan dan terikat pada 
ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Perjanjian 
Pemesanan Surat Sanggup. 
PT Gunung Sewu Kencana 
 
 
_____________________ 
Nama  : 
Jabatan : 
 
 
 
_____________________ 
Nama  : 
Jabatan : 
 
Penting Untuk Diperhatikan oleh Pemegang Surat Sanggup: 
Salinan Syarat dan Ketentuan, Perjanjian Pemesanan Surat 
Sanggup dan Dokumen Jaminan tersedia bagi Pemegang 
Surat Sanggup atau wakilnya yang sah yang memerlukan di 
kantor Penerbit.  
[untuk dicetak di balik Surat Sanggup (Lampiran 1)] 
Andosemen/Endorsement  
1 sudah dialihkan kepada ________ untuk seluruh 
Nilai Nominal yang tercantum di Surat Sanggup ini. 
Tanggal : _______ 
Tandatangan : 
  
  materai 
 
Nama Jelas : 
Jabatan : 
9 7  
2 sudah dialihkan kepada ________ untuk seluruh 
Nilai Nominal yang tercantum di Surat Sanggup ini. 
Tanggal : _______ 
Tandatangan : 
  
  materai 
 
Nama Jelas : 
Jabatan : 
3 sudah dialihkan kepada ________ untuk seluruh 
Nilai Nominal yang tercantum di Surat Sanggup ini. 
Tanggal : _______ 
Tandatangan : 
  
  materai 
 
Nama Jelas : 
Jabatan : 
4 sudah dialihkan kepada ________ untuk seluruh 
Nilai Nominal yang tercantum di Surat Sanggup ini. 
Tanggal : _______ 
Tandatangan : 
  
  materai 
 
Nama Jelas : 
Jabatan : 
 

Perkembangan teknologi di dunia ini sudah membuat 
suatu batas-batas negara sudah menjadi hal yang tidak 
diperhitungkan lagi. Kecanggihan teknologi ini dapat kita 
lihat pada tehnologi informasi yang memudahkan orang 
untuk dapat mengetahui sesuatu hanya dengan melalui 
komputer yaitu dengan menggunakan sarana internet. Tidak 
hanya untuk mengetahui informasi tetapi internet ini juga 
sudah menjadi sedemikian pentingnya sebab membawa 
berbagai dampak pada berbagai segi kehidupan, yaitu 
pendidikan (E-Commerce), kesehatan (telemedicine), 
perdagangan (E-Commerce) bahkan sudah ada pula sektor 
pemerintahan yaitu e-government. 
Perkembangan perdagangan internasionalpun tidak 
dapat terlepas dari perkembangan teknologi ini. Oleh sebab 
itu dalam usaha  bangsa-bangsa mencapai kemakmuran, 
teknologi tidak terlepas dari usaha  ini .1 
Perkembangan aturan-aturan perdagangan juga tidak 
terlepas dari pengaruh perkembangan teknologi. Pengaruh 
ini  dewasa ini semakin nyata dengan lahirnya e-
commerce atau electronik commerce. Perkembangan ini 
sangat signifikan antara lain tampak dari kuantitas transaksi 
melalui sarana ini.
                                                
Muhammad Aulia Adnan3 mendefinisi e-commerce 
sebagai suatu jenis dari mekanisme bisnis secara elektronik 
yang memfokuskan diri pada transaksi bisnis berbasis 
individu dengan menggunakan internet sebagai medium 
pertukaran barang atau jasa baik antara dua buah 
perusahaan (Business to Business/B2B) maupun antara 
(Business to consumer = B2C) dan sebagai suatu 
perdagangan yang berbasis tehnologi canggih, perdagangan 
secara elektronik sudah mereformasi perdagangan 
konvensional dimana interaksi antara konsumen dan 
perusahaan yang sebelumnya dilakukan secara langsung 
menjadi interaksi yang tidak langsung. Oleh sebab itulah 
informasi yang benar dan akurat mengenai konsumen dan 
perusahaan perdagangan yaitu  suatu persyaratan yang 
mutlak (a condition sine qua non).4 
Di negara kita , fenomena E-Commerce ini sudah dikenal 
sejak tahun 1996 dengan munculnya situs 
http://www.sanur.com sebagai toko buku online pertama di 
negara kita . Pada tahun 1996 itu juga kemudian muncul 
alamat-alamat situs yang lain, namun  tidak terlalu 
diperhatikan disebabkan negara kita  sedang mengalami 
krisis ekonomi. namun  kemudian pada tahun 1999 
perhatian terhadap media elektronik ini kembali menjadi 
menarik bagi kalangan pebisnis negara kita  walaupun masih 
terbatas bagi penduduk yang mengenal tehnologi saja. 
Sistem Perdagangan dengan menggunakan sarana 
internet ini (interconnection Networking), selanjutnya disebut 
E-Commerce, sudah membuka mata para pelaku bisnis di 
negara kita . Disadari bahwa perkembangan dari tehnologi ini 
juga yaitu  tuntutan warga  terhadap pelayanan 
yang serba cepat, mudah dan praktis. Melalui internet 
warga  memilih ruang gerak yang lebih dalam memilih 
produk-produk (barang atau jasa) yang akan dipergunakan 
tentunya dengan berbagai kualitas dan kuantitas sesuai 
dengan yang diinginkannya. 
E-Commerce memungkinkan transaksi dengan cepat 
dan biaya murah, tanpa pergi ketempat perusahaan yang 
menjual produk barang atau jasanya. Para pembeli yang 
berminat dapat melihat katalog-katalog melalui internet dan 
bertanya melalui email kepada penjual, bahkan ada yang 
membuka forum untuk chatting pada E-Commerce ini. 
Transaksi E-Commerce diproses secara elektronik, kalau 
kita membayar transaksi ini  dengan kartu kredit maka 
nomor kartu kredit diketik dan disandikan (encryption), 
untuk mencegah pemakaian yang tidak sah oleh orang lain 
tanpa sepengetahuan pemilik kartu kredit. Proses pemesanan 
untuk produk barang atau jasa melalui internet hanya 
memerlukan waktu beberapa menit saja, dan bisa dilakukan 
dimana saja bahkan dirumahpun bisa asalkan memiliki 
fasilitas internet. 
Berbelanja melalui E-Commerce, untuk memilih barang 
yang dibeli ada semacam formulir yang harus diisi dalam 
web tempat kita melakukan transaksi. Formulir pengisian 
barang disebut shopping cart yang berfungsi  sebagai kereta 
belanja. Berbelanja di E-Commerce ini dapat dibatalkan atau 
diteruskan. Jadi kita memilih barang yang kita butuhkan 
untuk dimasukkan dalam shopping cart dan masih bisa 
dibatalkan sebelum melakukan transaksi. Jika sudah selesai 
memilih barang langkah selanjutnya yaitu  mengisi formulir 
transaksi yang isinya berupa data indentitas pembeli dan 
nomor kartu kredit (Jika kia memilih untuk membayar 
melalui kartu kredit) atau tergantung permintaan bagaimana 
cara pembayarannya. 
Ketika kita berbelanja melalui E-Commerce ini, maka 
sebelum pemesanan diterima, biasanya ada kontrak 
antara penjual dan pembeli. Umumnya penjual di E-
Commerce sudah membuat kontrak dan kontrak ini harus 
disetujui oleh pembeli dengan meng ”klik” kotak yang 
menyatakan kita setuju terhadap konrak ini .5 Jika tidak 
maka pembelian tidak dapat diterima. 
Seringkali para pembeli tidak meneliti terlebih dahulu 
kontrak dalam E-Commerce ini.  Ketika melihat barang 
dalam katalog yang ada dan agar transaksi dapat berjalan 
dengan cepat dan juga kurangnya pengertian dari pembeli 
terhadap kontrak ini mereka langsung menyetujui kontrak 
yang ada ini . Dan yang akan menjadi permasalahan 
yaitu  disebabkan metode transaksi elektronik ini tidak 
mempertemukan pelaku usahan an pembeli (konsumen) 
secara langsung dan konsumen juga tidak secara langsung 
dapat melihat barang yang ditawarkan, kadangkala 
menimbulkan masalah yang merugikan konsumen seperti 
barang tidak sesuai dengan katalog atau pengiriman barang 
sudah mengakibatkan barang menjadi rusak. Dan jika ini 
terjadi maka bagaimanakah dengan transaksi ini, apakah 
pembeli dapat menuntut penjual, bagaimana dengan kontrak 
yang sudah disetujui apakah dapat dibatalkan, dan apakah 
peraturan hukum perdagangan internasional sekarang dapat 
memberi  perlindungan atau keseimbangan pengaturan 
antara pengusaha, konsumen dan pemerintah. 
 
B. Pengertian E-Commerce 
E-Commerce mulai berkembang secara signifikan ketika 
internet mulai diperkenalkan. Perkembangan internet ini 
mendorong transaksi-transaksi perdagangan  internasional 
semakin cepat. Dengan internet, batas-batas wilayah negara 
dalam melakukan transaksi dagang menjadi tidak lagi 
signifikan. Praktek perdagangan melalui internet 
digambarkan juga sebagai “final frontiers of commerce” pada 
abad 21 ini.6 
Menurut Assafa Endashaw definisi dari E-Commerce 
yaitu  transaksi-transaksi dalam perdagangan internasional 
yang dilakukan melalui pertukaran data elektronik dan cara-
cara komunikasi lainnya.7  Pertukaran data elektronik 
ini  dilakukan melalui berbagai tehnologi. Salah satunya 
yaitu  melalui elektronik data interchange (EDI). 
 
C. Ciri-ciri Transaksi Melalui E-Commerce dan 
Keuntungannya 
Transaksi melalui E-Commerce ini memiliki beberapa 
ciri yaitu : 
a. Transaksi secara e-commerce memungkinkan para 
pihak memasuki pasar global secara cepat tanpa 
dirintangi oleh batas-batas negara. 
b. Transaksi secara e-commerce memungkinkan para 
pihak berhubungan tanpa mengenal satu sama lainnya.  
c. Transaksi secara e-commerce sangat bergantung pada 
sarana (tehnologi) yang kendalanya kurang dijamin. 
Transaksi melalui e-commerce memiliki beberapa 
keuntungan yaitu : 
a. Tarnsaksi dagang menjadi lebih efektif dan cepat ; 
b. Transaksi dagang menjadi lebih efisien, produktif dan 
bersaing ; 
c. Lebih memberi  kecepatan dan ketepatan pada 
konsumen ; 
d. Mengurangi biaya administrasi ; 
e. Memeperkecil masalah-masalah sebagai akibat 
perbedaan budaya, bahasa dan praktik perdagangan ; 
f. Meningkatkan pendistribusian logistik ; dan 
g. Memungkinkan perusahaan-perusahaan kecil untuk 
menjual produknya secara global. 
 
D.  Perangkat Hukum 
Bentuk realisasi e-commerce yang dapat kita temui 
sehari-hari antara lain; kita membeli baju di toko dengan 
menggesekkan kartu kredit, pada hakekatnya yaitu  salah 
satu bentuk realisasi e-commerce. Kemudian kita mengambil 
uang dari mesin atm juga yaitu  tarnsaksi e-commerce. 
Dan seandainya kita membeli buku melalui situs 
http://www.amazon.com, mengisi form pembelian, 
memasukkan nomor kartu kredit, mengklik tombol submit 
atau buy dari internet. Jadi pada dasarnya e-commerce 
yaitu  bentuk tarnsaksi ekonomi yang dilakukan secara 
digital. 
Sementara itu dalam kehidupan sehari-hari, hukum 
kontrak tampak semakin penting (urgent) terutama sebab 
piranti teknologi moderan sudah memungkinkan terbukanya 
pintu-pintu dunia atau yang lebih populer dengan sebutan 
globalisasi. Dewasa ini, informasi dapat ditukarkan secara 
instant, demikian pula perdagangan dapat dilakukan secara 
terbuka dan tanpa dibatasi oleh batas-batas negara 
(borderless) kehendak pihak tertentu.8 Maka dalam keadaan 
yang demikian itu diperlukan suatu aturan yang jelas 
menjadi acuan aktor ekonomi agar segala macam transaksi 
atau kontrak yang dilaksanakan dapat memperoleh suatu 
kepastian hukum. Pada saat ini belum banyak hukum yang 
mengatur mengenai e-commerce dan internet ini, yang ada 
pada saat ini yaitu  UNCITRAL The Model Law. 
Sesuai dengan namanya UNCITRAL The Model Law, 
aturan-aturannya tidak mengikat negara. Negara-negara 
bebas untuk mengikuti sepenuhnya atau mengikuti sebagian 
atau bahkan menolak The Model Law. Kemudian pada tahun 
1996, UNCITRAL berhasil merumuskan suatu aturan 
hukum, yang penting bagi e-commerce yaitu UNCITRAL 
The Model Law on Elektronic Commrece. Tujuan dari The 
Model Law ini yaitu  menggalakkan aturan-aturan hukum 
yang seragam dalam pemakaian jaringan komputer guna 
transaksi-transaksi komersial. 
Alasan utama dipakai  Instrumen Model Law tampak 
dalam resolusi No. 51/162 Tahun 1999 yang menyatakan 
sebagai berikut. ‘Convince that the establishment of a model 
law facilitating the use of electronic commerce that is 
acceptable to states with different legal, social and economic 
system, could contribute significantly to the development of the 
harmonization international economic relations, Nothing that 
the Model Law on Electronic Commerce was adopted by the 
commission at its twenty-ninth session after consideration of 
the observation of governments and intrested organization. 
Believing that adoption of the Model Law on electronic 
Commerce by the Commission will assist all states significantly 
in enhancing their legislation governing the use of alternatives 
to paper based methods of communication and storage of 
information and in formulating such legislation where none 
currently exist,…”10       
Dari bunyi resolusi ini ada 3 (tiga) alasan mengapa kita 
memilih Model Law yaitu : 
a. Model Law yang sifatnya dapat diterima oleh negara-
negara dengan sistem hukum, sosial dan ekonomi yang 
berbeda. Model Law dapat pula memberi 
                                                
perkembangan hubungan-hubungan ekonomi 
internasional yang dinamis. 
b. Model Law dipilih sebab negara-negra yang 
berkepentingan mengusulkan dipakai nya instrumen 
ini. 
c. Model Law dapat membantu negara-negara di dalam 
membuat perundangan nasionalnya dibidang e-
commerce. 
Sebenarnya organisasi internasional yang memberi  
perhatian E-Commerce ini tidak hanya UNCITRAL. Bagi 
organisasi internasional lain seperti WTO (World 
International Telecomunication Union). WIPO (World 
Intelectual Property Organization). Kamar Dagang 
Internasional (ICC-International Chamber of Commerce) 
dan lain-lain.  
 
 
A.   pemakaian Lex Mercatoria dalam Sengketa Internasional  
ketidakpuasan terhadap sebagai bidang 
hukum yang seharusnya menentukan hukum apa 
yang berlaku dalam transaksi-transaksi  perda-
gangan internasional di atas, mendorong orang 
untuk melihat kearah aturan-aturan hukum subs-
tantif (jadi bukan aturan hpi) yang memang 
dibuat  untuk menyelesaikan transaksi- transaksi  
yang bersi fat  transnasional. kaidah-kaidah sema-
cam ini semula tumbuh sebagai hokum kebiasaan 
dalarrr perdagangan internasional, tetapi lambat 
laun memperolehpengakuan sebagai sekumpulan 
aturan hukum di bidang perdagangan yang khusus 
dibuat  untuk aktivitas  perdagangan yang bersifat  
internasional/ transnasional. aturan-aturan hu-
kum semacam ini sebenarnya pernah subur 
berkembang pada abad ke-17 di eropa dan dikenal 
dengan sebutanlex mercatoria 13 serta menjadi 
somber kaidah hukum utama parapedagang di  eropa 
data  menyelesaikan persel isihan-persel is ihan di-
antara. mereka. baru ketika semangat dan ajaran 
nasionalisme tumbuhsubur di eropa, kaidah-kaidah 
lex mercatoria seakan-akan tenggelam sebab 
kaidah-kaidahnya diresap ke dalam sistem-sistem 
hukum negaranegara. nasional (eropa pada abad ke-18). 
dalam praktik perdagangan dan bisnis modern, 
lambat laun tumbuh aturan-aturan main dalam 
bidang perdagangan internasional  yang mengi-
ngatkan kita pada pertumbuhan lex mercatoria di 
eropa pada mesalampau. demi alasan praktis dan 
untuk menghindar dari penyelesaian perkara-
perkara di pengadilan berdasar  aturan-aturan 
hukum nasional dari salah satu pihak yang tidak dikenal 
oleh pihak yang lain, make dalamtransaksi-transaksi 
perdagangan dan bisnis internasional kemudian 
diciptakan dan tumbuh sekumpulankaidah dan asas 
kebiasaan dalam perdagangan internasional (inter-
national trade usages) yang menjadi semacam 
"aturan main" para pedagang internasional dan 
lambat laun diterima sebagaihukum kebiasaan.  
asas dan kaidah-kaidah yang tidakberafiliasi same 
sekali pada suatu sistem hukum nasional negara 
tertentu,lama kelamaan dianggap sebagai suatu 
sistem hukum (tidak tertulis) yangindependen dan 
berdiri sendiri.perkembangan inilah yang men-
dorong kecenderungan di kaiangan para. pelaku 
bisnis internasional untuk menyelesaikan perkara-
perkara di antara mereka melaluiarbitrase perda-
gangan  internasional (international commercial arbi-
tration), dan membentuk forum arbitrase sebagai 
amiable compositeurs yang berwe-nang untuk menye-
lesaikan perkara atas dasar keadilan, itikad balk, 
dan tidak harus mendasarkan putusannya pada 
suatu sistem hokum nasional tertentu. sebabitu, 
forum-forum arbitrase perdagangan internasional 
adakalanya dia n g g a p  s e b a g a i  l e m b a g a  y a n g  
m e m p e r t ah a n k a n  d a n  m e n g u a t k a n eksistensi  
"hukumnya para pedagang" (law of merchants) 
atau lex mercatoria itu.14 
sa lah satu  keberatan yang dianggap melekat  
pada penerimaan l ex  mercatoria sebagai sebuah sistem 
hukum yang otonom dan independen terletak pada 
kenyataan bahwaasas-asas dan kaidah-kaidahnya 
tidakdapat dijumpai di dalam sumber-sumber hukum 
yang pasti dan tradisionalada (konvensi-konvensi ,  
peraturan perundang-undangan, dan sebagainya)  
Pada hakikatnya pembuatan kontrak yaitu  salah 
satu sistem pembuatan hukum dalam hubungan 
keperdataan. Kontrak akan berlaku sebagai undang-undang 
bagi para pembuatnya,11 pada pembuatan kontrak ada 
unsur proses seperti pada pembuatan undang-undang.12 L.J. 
Van Apeldoorn13 menyatakan bahwa perjajian atau kontrak 
dikelompokkan ke dalam faktor yang membantu pemben-
tukan hukum. Oleh sebab itu, dalam beberapa hal tertentu 
pembentukan hukum atau undang-undang dapat diana-
logikan dengan perjanjian atau kontrak sebab kedua-
duanya memiliki sifat yang sama, yaitu mengikat (lihat pasal 
1338 KUH Perdata). Hingga batas-batas tertentu, para pihak 
dalam suatu perjanjian atau kontrak bertindak seperti 
pembentuk undang-undang, yaitu untuk mengikatkan diri di 
antara mereka sendiri.14 
Perbedaannya yaitu  jika perjanjian yang akan terikat, 
yaitu para pihak yang membuatnya sedang dalam 
undang-undang yang terikat yaitu  semua warga Negara. 
Oleh sebab itu, Pasal 1338 muncul kalimat yang 
menyatakan semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku 
sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. 
Dalam mengadakan perjanjian, para pihak melakukan 
perikatan secara konkret, sedang apa yang dilakukan oleh 
pembuat undang-undang pada umumnya mengatur per-
buatan yang bersifat abstrak. 
Diktrin Lex Mercatoria sangat berkaitan juga  dengan 
hukum kontrak, khususnya kontrak komersial, yaitu hukum 
                                                 
11   P a s a l  133 8  K UH  P e r d a t a .  
12   Misaln y a   P a s a l   13 38   KUH   P e r d a t a   m e n y a t a ka n   b a h w a   P e r j a n jian   me rupa kan   u n d a n g ‐
u n d a n g   b a gi   para   p e m b u a t n y a   y a n g   berarti   pros es   p e m b u a t a n   k on t ra k   d a p a t  
diana l o gikan   d e n ga n   proses   p e m b u a t a n   u n d a n g ‐ u n d a ng   w a l a u p u n   d a l a m   p e n g e r tian  
mikr o.  
13   L.J.   Apeldoorn ,  Pengantar Ilmu Hukum,   Ja ka rt a :   P r a d n y a   P a r a mita,   cet .   Ke ‐ 2 8,   19 96 ,  
h l m .  15 5.  
14   D a l a m   P a s a l   13 74   B. W.   B e l a n d a   dika t a ka n:  Alle Wettiglijk gemaakte oveernkomsten 
strekken dengenen die dezelve hebben aangegaan tot wet .  
1 09  
kebiasaan dalam warga  bisnis dalam proses pembuatan 
dan pelaksanaan kontrak bisnis. Dilihat dari tahapannya, 
semua kontrak melewati 3 (tiga) tahap, yaitu tahap negosiasi 
(negotiation), pembuatan kontrak (formation of contract), 
dan tahap pelaksanaan (performance of contract). Sebelum 
melakukan negosiasi, kedua belah pihak harus memenuhi 
syarat untuk menjamin validitas (keabsahan) dalam 
menutup suatu kontrak. Ketentuan yang membatasi validitas 
kontrak seperti masalah kedewasaan, immoralitas, dan 
kepentingan umum. Hal itu dianggap sebagai urusan hukum 
nasional masing-masing Negara, sehingga UNIDROIT tidak 
mengatur secara khusus masalah ini.  
Dalam pembuatan kontrak ada dua pihak atau lebih 
yang bernegosiasi untuk membuat seperangkat aturan yang 
mengatur hubungan hukum di kemudian hari.15 
Negosiasi ini  dapat dilakukan oleh mereka yang 
tinggal dalam suatu Negara atau antara pihak yang tinggal di 
suatu Negara dengan pihak yang tinggal di Negara lain, 
sehingga terjadi negosiasi yang bersifat transnasional. 
namun  , tidak selalu kaidah hukum yang mengatur 
hubungan antarpihak bersifat transnasional dapat dikate-
gorikan sebagai lex mercatoria. sebab faktor yang sangat 
penting yang harus dipenuhi, yaitu  kaidah itu harus 
menjadi kebiasaan di dalam praktik yang diakui secara 
internasional. 
                                                 
15   P e r b e d a a n   p e m b u a t a n   kont ra k   d e n g a n   p e m b u a t a n   u n d a n g ‐ u n d a n g   a da l a h   kont ra k  
didasar k a n   p a d a   h a sil   n e g o siasi   a n t a r a   para   pihak   berdasa rkan   p er timban g a n  
ekon omi   a t a u   bisnis   y a n g   h a silnya   h a n y a   m e n gikat   para   pihak   s a j a .   A da p u n   d a l a m  
p e m b u a t a n   u n d a n g ‐ u n d a n g   s e b a g ai   h a sil   p e r d e b a t a n   p o litik   d a n   k e p u t u s a n   p o litik  
y a n g   h a silnya   b e r u p a   u n d a n g ‐ u n d a n g   y a n g   a ka n   m e n gikat   semua   w a r g a .   N a m u n  
d e mikian   p a d a   h a kikat nya   a d a   p e r s a m a a n ‐ p e r s a m a a n   p e n ting,   y aitu   a d a n y a   (a)  
kehenda k   dari   b er b a g ai   pihak   ya ng   h a r u s   diperte mu k a n   mel a l ui   a r g u m e n t a si ‐
a r g u m e n t a si;   (b)   proses   m emp ert e mukan   keh endak   itu   y a n g   a ka n   ditua n g ka n   k e  
d a l a m   a t u r a n ‐ a t u r a n ;  out‐put  b e r u p a   a t u r a n   y a n g   m e n gikat ;   (c)   a d a n y a   a kibat   huku m  
a p a bila   para   pihak   y a n g   t u n d u k   d a l am   “ a t u ra n ”  itu.   S e b a g ai   p e r b a n dingan   lihat   M o h .  
M a c h f u d  M D ,  Politik Hukum di negara kita ,  Ja ka rt a :  LP3E S,  1 99 8,  hl m.  7.  
1 10  
Hal itu dapat dicapai dengan cara sebagai berikut : 
a. Meratifikasi konvensi internasional dan substansi 
konvensi ini  sudah diterima dan dipraktikkan di 
dalam hukum nasional Negara peserta. 
b. Jika tidak ada konvensi intersional yang diratifikasi, 
praktik hukum di negara ini  sudah menerapkan 
prinsip-prinsip yang sama untuk substansi hukum 
tertentu bagi warga negaranya. Negara dapat 
menerapkan prinsip-prinsip yang seragam dengan 
berbagai cara penyusunan peraturan nasional yang 
berpedoman pada Model Law, Legal Guide, atau 
menerapkan prinsip-prinsip UNIDROIT. 
Seorang pakar Jerman, Klaus Peter Berger di dalam 
bukunya yang berjudul The Creeping Codification of Lex 
Mercatoria16 menyatakan bahwa prinsip lex mercatoria 
berkembang dari praktik hukum komersial sejak awal abad 
XVII (tahun 1622) yang kemudian berkembang sampai 
sekarang. Pendapat ini  diperkuatoleh Calvin W. 
Corman17yang menekankan bahwa pratik hukum ini  
yaitu  refleksi dari kondisi cara penyelesaian konflik 
social ekonomi para pedagang yang diterapkan oleh hakim 
atau arbitrator. Lex mercatoria mengalami perkembangan 
secara terus menerus sehingga memiliki sejarah tersendiri. 
Sebelum tumbuh Negara-negara modern, perdagangan 
internasional diatur oleh para pedagang sendiri (self 
regulating) berupa aturan hukum kebiasaan komersial 
(commercial customary law) yang terbebas dari campur 
tangan Negara. Hukum kebiasaan komersial internasional 
berkembang dalam warga  abad pertengahan di Eropa 
Barat melalui berbagai praktik dan sopan santun dalam 
interaksi warga  komersial secara terus menerus. 
                                                 
Hukum komersial berakar dari hukum Romawi dan 
Kanonik, yang berawal dari Codes of Rhodes Basilica dan 
tumbuh menjadi suatu kebiasaan perniagaan (mercantile 
custom) di Negara Italia. Kemudian disebarkan melalui 
perdagangan dan pemasaran barang pada abad pertengahan. 
Hukum kebiasaan komersial dikembangkan dan diberi 
kekuatan mengikat oleh pengadilan niaga (mercantile courts) 
yang diselenggarakan oleh para pedagang untuk 
menyelesaikan perselisihan di antara mereka. Penerapan 
hukum didasarkan pada pengalaman dan pengetahuan dari 
para pedagang itu sendiri. Dari itu hakim niaga menerapkan 
aturan kebiasaan itu untuk dipatuhi oleh pihak yang 
berselisih. jika  pihak yang kalah menolak untuk 
mematuhi keputusan hakim niaga ini , ia akan 
menanggung resiko terhadap reputasinya, misalnya dikucil-
kan dari pergaulan komunitas para pedagang dan dari segala 
hubungan komersial yang penting, di mana pengadilan niaga 
berada. Aturan yang diterapkan itu selanjutnya menjadi 
sistem yang independen, menjadi hukum tersendiri, dan 
ditegakkan oleh komunitas para pedagang. Hukum itulah 
yang dikenal dengan istilah lex mercatoria. 
Pada awal tahun 1291 ketika Inggris masih yaitu  
Negara agraris, raja mengundang para pedagang dari 
berbagai Negara Eropa Kontinental untuk tinggsl di Inggris. 
Mereka membuka perdagangan dengan para pedagang local 
dan diadakan pameran komersial besar-besaran, dalam 
rangka mendorong perdangan internasional. Kegiatan 
ini  melahirkan keputusan transaksi kontraktual yang 
dipengaruhi oleh kebiasaan perdagangan yang diakui secara 
internasional. Kontrak jual beli seusia dengan perdagangan 
itu sendiri, pada saat itulah mulai dikenal istilah dokumen 
perdagangan misalnya bill of exchange, bill of lading, dan 
letter of credit 
Pada awal abad XIV, pemerintahan di Negara Eropa 
mulai memperhatikan hukum komersial18 dalam rangka 
nasionalisasi hukum transnasional. Maka, dimasukkanlah 
prinsip-prinsip lex mercatoria ke dalam hukum nasional dan 
usaha  ini  berlanjut samapai abad XVIII dan XIX. 
Dengan demikian, terjadilah asimilasi dari beberapa prinsip 
hukum lex mercatoria ke dalam sistem hukum nasional. Lex 
mercatoria  itu sendiri hidup sebagai pranata hukum, yang 
homogen dan otonom. Oleh sebab itu, prinsip ini 
yaitu  sarana untuk melakukan harmonisasi hukum 
yang berkembang di negraa Eropa. 
Melalui penelitian dan usaha  yang cukup lama, pada 
tahun 1971 UNIDROIT berusaha menelaah prinsip lex
Share:
TRANSLATE
English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Translate

viewer

SEARCH

widget translate
English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Archive