Tampilkan postingan dengan label judi online 3. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label judi online 3. Tampilkan semua postingan

Jumat, 29 Desember 2023

judi online 3









Di zaman canggih sekarang ini sudah  terlalu banyak ditemukan  permainan-permainan  yang menjanjikan berbagai macam
hadiah- hadiah . piagam- piagam  piala-piala  kado-kado permainan-permainan  itu  bisa saja  dilakukan secara langsung sembunyi sembunyi maupun tidak langsung sembunyi sembunyi  melalui 
media cetak  elektronik (misalnya media Internet) maupun media bukan cetak. Dengan berbagai macam dalil dalil
yang dilontarkan para pemainnya bahwa hiburam. Akan tetapi kenyataannya permainan-permainan  itu 
dicampuri dengan perjudian, artinya sering ditemukan  di masyarakat, baik di lingkungan tempat
tinggal, di pasar, bahkan di tempat kerja, permainan-permainan  ini dibarengi dengan melakukan taruhan 
diantara para pemainnya sendiri 
Fenomena Fenomena fatality di atas berakibat adanya pihak pihak oknum yang terlalu banyak merasa  di untungkan dan beberapa  oknum pihak yang benar benar  dirugikan secara mental spiritual.
Bisa pula  pihak yang di untungkan terlena dengan keuntungan yang diraihnya,Bisa pula  pihak yang di dirugikan tidak tahu dengan kerugian yang diraihnya,Bisa pula  pihak yang  tidak  terkait merasa sedikit kerugian dari nya ,
dengan tanpa melewati  kerja keras dan jeri payahnya sendiri, sednagkan pihak yang dirugikan
merasa kecewa, purus asah bahkan sampai menyimpan dendam pada pihak yang mengalami
keuntungan. Fenomena ini sering ditemukan  pada masyarakat dewasa ini, yang tentunya situasi
seperti ini dapat membahayakantatanan kehidupan masyarakat. Melihat fenomena ini, penulis
akan memaparkan perspektif Hukum Islam terhadap persoalan itu , dan tentunya dengan
melihat gejala sosiologis yang terjadi di kalangan masyarakt.

a. Kronologis (Sejarah) Judi
berdasar  penggalian arkeologi di mesir, ditemukan jenis permainan-permainan  yang diduga
berasal dari tahu 3.500 sebelum masehi, pada lukisan makam dan gambar keramik terlihat orang
yang sedang melempar astragali (tulang kecil dibawah tumit domba atau anjing, yang disebut
pukla tulang buku kaki) dan papan pencatat untuk menghitung nilai pemain. Tulang ini memiliki
empat sisi yang tidak rata, setiap sisi diduga memiliki nilai tersendiri. Astragali juga dimainkan
oleh penduduk Yunani dan Romawi, yang membuat turannya dari batu dan logam. Orang kuno
juga berjudi dengan memakai  sebatang tongkat kecil.1 Cerita tentang judi paling banyak
ditemukan pada kebudayaan Asia, termasuk Asia Tenggara, Jepang, Filipina, Cinan dan India.
Ada yang menceritakan permainan-permainan  judi antara dewa, antara manusia, dan antara manusia dan
dewa. Taruhannya berupa kaum wanita (isteri, saudara perempuan, anak perempuan), bagian dari
tubuh atau bahkan jiwa.2
berdasar  gambaran di atas bahwa permainan-permainan  judi tidak hanya dilakukan oelh
masyarakat dewasa ini, tapi juga telah ada semenjak tahun 3.500 sebelum masehi, yang
ditemukan berdasar  pada tokoh sejarah. Pada masa Jahilia-pun ada  berbagai macam
bentuk permainan-permainan  judi. Dalam hal ini judi (al-maisir) pada masa jahiliah terbagi dua bentuk
yaitu: al-Mukhatarah dan Al-Tajzi’ah. Dalam bentuk al-Mukhatara, dua orang laki-laki atau
lebih menempatkan harta dan istri mereka masing-masing sebagai taruhan dalam suait
permainan-permainan . Orang yang berhasil memenagkan permainan-permainan  itu berhak harta dan istri dari pihak
yang kalah. Harta dan istri yang sudah menjadi pihak pemenang itu dapat diperlakukan
sekehendak hatinya. Jika dia menyukai kecantikan perempuan itu, dia akan mengawininya,
namun jika dia tidak menyukainya, perempuan itu diambilnya sebagai budak atau gundik, bentuk
ini diriwayatkan oelh Ibnu Abbas.
Dalam bentuk At-tajzi’ah, seperti dikemukakan oleh imam Al-Qurtubi, permainan-permainan nya
adalah sebagai berikut: sebanyak 10 orang laki-laki bermain kartu yang terbuat dari potongan-
potongan kayu (ketika itu belum ada kertas). Kartu yang dibeut Al-zam adan al-aqlam itu
berjumlah 10 buah, yaitu al-faz berisi 1 bagian, at-tau’am dua bagian, ar-raqib tiga bagian, al-
halis empat bagian, an-nafis lima bagian, al-musbil enam bagian, dan al-mu’alli berisi tuju

bagian, yang merupakan bagian terbanyak. Sedang karti as-Safih, al-manih, dan al-waqd
merupakan kartu kosong, jadi jumlah keseluruhannya dari 10 nama kartu itu  adalah 28
buah.
Kemudian seekor untah dipotong menjadi 28 bagian sesuai dengan jumlah isi kartu
itu . Selanjutnya kartu dengan nama-nama sebanyak 10 buah itu dimasukkan kedalam
sebuah karung dan diserahkan kepada seseorang yang dapat dipercaya. Kartu itu kemudian
dikocok dan dikeluarkan satu persatu hingga habis. Setiap peserta mengambil daging untah itu
sesuai dengan ini atau bagian yang tercantum dalam kartu itu  mereka yang mendapatkan
kartu kosong , yaitu tiga orang yang sesuai dengan jumlah kartu kosong, dinyatakan sebagai
pihak yang kalai dan merekalah yang harus membayar untah itu . Sedangkan mereka yang
menang, sedikitpun tidak mengambil daging unta hasil kemenangan itu, melainkan seluruhnya
dibagi-bagikan kepada orang-orang miskin. Mereka yang menang saling membanggakan diri dan
melibatkan pula suku atau kabila mereka masing-masing. Disampuing itu mereka pulamengejek
dan menghina pihak yang kala dengan menyebut-nyebut dan melibatkan pula kabila mereka.
Tindakan mereka ini selali berakhir dengan perselisihan, percekcokan,bahkan saling membunuh
dan peperangan.3
berdasar  uraian di atas, dengan jelas tergambar bahwa betapa buruknya akibat
perjudian yang dilakukan pada masa jahiliah, bahkan yang sangat tidak berperikemanusiaan
adalah perjudian dalam bentuk pertama (al-Mukatarah), yang menjadikan istri masing-masing
pihak yang berjudi sebagai taruhannya. Demikian pula perjudian kedua (al-Tajzi’ah), berdampak
pada rusaknya hubungan social dan saling melecehkan antara kabilah (suku). Hal ini sangat tidak
sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam, yang sangat menghargai aspek kemanusiaan.
Di negara kita , judi ditandai dengan adanya relief di candi Borobudur yang
menggambarkan sejenis permainan-permainan  Judi. Masuknya Islan, yang melarang segala bentuk
perjudian, juga membawah pengaruh, namun judi tetap dapat ditemnukan pada hampir semua
suku bangsa di negara kita .4 Artinya bahwa perjudian banyak ditemukan pada masyarakat
negara kita , walaupun bentuknya berbeda-beda, bahkan ada  beberapa suku di negara kita   yang
biasa berjudi pada saat upacara adat.

b. Judi Dalam Perspektif negara kita 
Judi atau al-Maysir (bahasa Arab), bambling (bhasa Inggris) adalah permainan-permainan  dengan
memakai uang yang sebagai teruhan atau mempertaruhkan sejumlah uang atau harta dalam
permainan-permainan  tebakanberdasar  kebetulan, denagn tujuan mendapatkan sejumlah uang atau harta
semula5 dalam hal ini judi yang dimaksut dalam tulisan ini adalah permainan-permainan  yang mengandung
unsure taruhan (semua bentuk taruhan) dan orang yang menang dalam permainan-permainan  itu berhak
mendapatkan taruhan itu .
Dalam AL-Qur’an kata al-Maysir, disebutkan sebanyak tiga kali, yaitu dalam QS. Al-
Baqarah (2) 219, dan QS. Al-Maidah (5): 90-91
1. QS. Al-BAqarahg : 219
Artinya: “mereka bertanya kepadamu tentang Khamar dan Judi. Katkanlah: pada
keduanya itu ada  dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa
keduanya lebih besar dari manfaatnya…”
2. QS. Al-Maidah : 90
Artinya : “hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) Khamar,
berjudi, (berkorban untuk) barhala, mengundi nasip dengan panah, adalah
perbuatan kejih adalah termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-
perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan”
3. QS. Al-Maidah : 91
Artinya: “Sesungguhnya setan itu bermaksut hendak menimbulkan permusuhan dan
kebencian di antara kamu lantaran (meminum) Khamar dan berjudi, dan
menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu
(dari mengerjakan pekerjaan itu)”
Hadis Nabi yang terkait dengan larangan berjudi, sebagaimana tertuang dalam salah satu
hadis dari Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, sebagai berikut :
Artinya : “Barang siapa mengajak temannya bermain judi, maka hendaklah ia tebus
dengan bersedekah”
5 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan kamus Besar bahasa negara kita  
Dalam QS. AL-baqarah (2): 219, Allah Swt menjelasknan bahwa Khamar dan al-Maysir
mengandung dosa besar dan juga beberapa manfaat bagi manusia. Akan tetapi, dosanya lebih
besar dari amnfaatnya. Manfaat yang dimaksut, kususnya mengenai al-Maysir adalah manfaat
yang hanya dinikmati oleh pihak yang menang, hal ini dipahamai melalui bentuk al-Maysir pada
masa jahiliyah, dimana pada bentuk permainan-permainan  al-Mukhatarah pihak yang menang bisa
memperoleh harta kekayaan yang dijadikan taruhan dengan mudah, sedang pada bentuk al-
tajzi’ah, pihak yang menang merasa bangga. Akan tetapi pada ayat ini ditegaskan bahwa al-
maisir dipandang sebagai salah satu di antara dosa-dosa besar yang dilarang Agama.
Selanjutnya penegasan bahwa pada Khamar dan judi ada  dosa besar dan manfaat
bagi manusia, hal ini sangat memperjelas akibat buruk dan ditimbulkannya. Kemudian
dinyatakan dalam QS. Al-Maidah (5) : 90, bahwa al-Maisir sebagai perbuatan setan yang wajib
dijauhi oleh kaum muslimin. Karena sangat jelas bahwa judi dapat menbuat para pelaku
bermusuhan, bahkan saling membunuh (sebagai akibat buruk yang paling besar), disamping itu
dapat menghalangi dari mengingat Allah SWT. Artinya karena terlena dengan perjudian, maka
para pemain judi akan lupa dan lalai untuk melaksanakan kewajibannya untuk beribadan kepada
Allah Swt (Dzikrullah dan Sholat). Oleh sebab itu sanagt tepat adanya larangan judi itu .
Dihubungkannya lafas Khamar dan maisir, karena bahayanya hampir sama, baik bahaya
bagi individu, keluarga maupun masyarakat. Pecandu minuman keras (Khamar) hampir sama
dengan pecandu judi (maysir), kedua-duanya dapat melalaikan orang dari melaksanakan
kewajiban-kewajibannya, baik kepada Allah Swt maupun kepada sesame manusia.
Kemudian terkait dengan hadis Nabi di atas,  “Barang siapa mengajak temannya bermain
judi, maka hendaklahia bersedekah”, menurut Asy-Syauqani dalam kitabnya : Nailul Authar,
menyatakan bahwa lafaz “hendaklah bersedekah” itu, menunjukan dilarangnya bermain judi,
karena sedekah yang diperntahkan itu sebagai tebusan untuk suatu perbuatan di=osa. Ia
menyatakan bahwa bermain judi, yang dipergunakan kata-kata qumar atau maysir, adalah suatu
bentuk permnainan yang biasa dilakukan orang-orang Arab. Menurutnya permainan-permainan  apa saja
yang ada  unsure untung rugi, dapat dikategorikan sebagai judi.
Aturan hokum islam diatas, pada dasarnya bertujuan untuk mendidik bribadi muslim,
agar memiliki kepribadian mulia, menegagkan keadlian dalam masyarakat dan memenuhi
6 Mu’ammal Hamidy, et.al terjemahan Nailul Authar, jilid 6, (Surabaya Bina Ilmu, 1993), h. 2990.
kepentingan atau memelihara kebaikan hidup yang hakiki.7 Dalam hal ini hokum islam sangat
memperhatikan kepentingan hidup manusia, oleh karenanya jangan sampai kepentingan ini
dilanggar, sehingga merusak keselamatan manusia itu sendiri.
Muhammad Ali as-Shabuny, dlam kitab tafsir Ayat Ahkan menyatakan bahwa para
ulama sependapat bahwa judi (al-Maisir) hukumnya adalah haram. Kesepakatan keharaman ini
adalah lafaz ayat QS. Al-Baqrah (2) : 219 (pada keduanya ada  dosa besar). Ulama sepakat
bahwa setiap permainan-permainan  yang menjadikan satu pihak bisa menang dan pihak lain kalah adalah
termasuk judi yang diharamkan, baik memakai  sarana apa saja seperti catur, dadu, dan lain-
lainnya yang sekarang ini disebut ya nashib (lotre attau adu nasib), baik yang bertujuan untuk
tujuan kebaikan, seperti dana social atau semata-mata demi mencari keuntungan, maka
semuanya itu termasuk keuntungannya yang tidak baik, dan bahwasanya Allah Swt adalah dzat
yang bagus, Ia tidak menerima melainkan yang bagus (baik).8
Hal ini dipertegas dengan pendapat Sayyid Sabiq, Bahwa tidak dibolehkan melakukan
teruhan apabilah seorang di antara yang bertaruh menang lalu dia mendapatkan taruhan itu,
sedangkan yang kalah dia berutang kepada temannya, hal itu  dikategorikan perjudian yang
diharamkan.9
Indu Sirin, Berpendapat bahwa setiap sesuatu yang mengandung bahaya, maka itu adalah
judi. Dan Al-Alusi berpendapat pula : tergolong Maisir, segala permainan-permainan  judi seperti dadu, catur
dal lain-lainnya.10
Adapun permainan-permainan  dadu (nard) maka telah menjadi ijma’ atas haramnya, karena
berdasaarkan hadis Nabi :
Artinya: Dari abu Musa, dari Nabi saw, Beliau berabda: “barang siapa bermain dadu
maka benar-benar telah durhaka kepada Allah dan Rasulnya”11
Jika dipahami pelanggaran di atas, maka hadis ini tertuju pada orang-orang yang bermain
dadu disertai taruhan.  Hal ini didasari dengan sebuah riwayat bahwa Ibnu Mughaffal dan Ibnu
Musayyab membolehkan bermain dadu asal tidak taruhan.
7 Lihat Muhammad Abu Zahrah, ushul al-Fiqh, (an-Nashr: Darul Fikr Arabiy,, 1958), h. 364
8 Muhammad Ali As-Shabuny, tafsir Ayat Ahkam,
9 Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Juz, III, (Beirut-Libanon: Dar al-Fikriy, 1403/1983), h. 427
10 Muhammad Ali AS-SHabuny, Loc.cot.
11 Abdullah Muhammad ibn Islamil Al-Bukhary, Op.cit.
Kemudian dalam kaitannya dngan permainan-permainan  catur, Imam Syafi’ih membolehkan
permainan-permainan  catur dengan syarat-syarat : apabila permainan-permainan  catur tanpa taruhan, tanpa omongan
yang melampaui batas, dan tidak sampai melalaikan sholat, maka tidak haran dan tidak termasuk
judi, karena judi ditandai adanya pembayaran uang atau pengambilan uang, sedang hakikat
permainan-permainan  catur tidak demikian, maka tidak termasuk judi.12
Salah satu riwayat dari Abu Khurairah, Sa’id Ibn Musayyab dan Said Ibn Rubair bahwa
mereka membolehkan permainan-permainan  catur, mereka berdalil bahwa yang menjadi perkarah pokok itu
adalah kebolehan. Sedangkan Nash yang mengharamkannya tidak ada dan ia tidak termasuk
dalam pengertian yang dinashkan keharamannya, dengan demikian ia tetap dibolehkan. Mereka
yang membolehkan memberikan syarat-syarat yaitu:
1. Tidak melalaikan atas kewajiban Agama
2. Tidak menggabungkan dengan taruhan
3. Tidak muncul hal yang bertentangan dengan syari’at Allah saat dimainkan.13
Berbeda dengan perlombaan yang dilakukan tanpa taruhan, maka hal ini dibolehkan.
Perlombaan yang dibolehkan adalah dalam bentuk-bentuk berikut ini:
1. Dibolehkan mengambil harta dalam perlombaan, apabila harta itu dari penguasa atau
orang lain, seperti apabila penguasa mengatakan kepada mereka yang berlomba:
“Barang siapa di antara kalian yang menang dalam perlombaan ini, maka akan
mendapatkan sejumlah harta ini”.
2. Apabilah seorang diantara dua orang yang berlomba itu mengeluarkan harta dan
mengatakan kepada pamannya : apabila engkau menang dalam perlombaan, maka
harta itu  bagimu. Akan tetapi, apabila aku yang menang, maka engkau tidak
mendapatkan sesuatu dariku dan aku tidak mendapatkan sesuatu darimu.
3. Apabilah harta itu  dari dua orang yang ikut perlombaan ataupun dari sekumpulan
peserta, sedangkan diantara merekan ada  seorang yang berhak mengambil harta
itu apabila ia menang, dan dia tidak berutang bila dia kalah.14
12 Muhammad Ali As-Shabuny, Loc.cit.
13 Sayyid Sabiq, Op.cit.,
14 Ibid.
berdasar  criteria di atas, dapatlah dipahami bahwa jika ada  perlombaan yang ada
unsure taruhannya, misalnya teradapat perlombaan, dimana salah satu peserta mengajak pesert
lain untuk bertaruh, siapa yang kalah harus membayar dengan sejumlah uang, dan peserta yang
diajak mau bertanding, maka jenis perlombaan ini dilarang (haram), karena masing-masing
peserta menghadapi untung atau rugi. Dalam hal ini, bahwa unsure utama dari judi (al-Maysir)
itu  adalah “taruhan” karena taaruhan itu  merupakan Illat (sebab) haramnya judi.
Dengan demikian semua jenis permainan-permainan  yang mengandung unsure taruhan, seperti lotre, ya
nashib, bingo, ding dong, dan lain-lain, demikian pula permainan-permainan  kelereng yang dilakukan oleh
anak-anak yang memakai taruhan, adalah al-maysir, maka hokum melakukannya adalah haram.
Jika merujuk pada dalil-dalil al-Qur’an dan hadis Nabi (yang telah disebutkan
sebelumnya), bahwa pelarangan ini mengandung hikma yang muliah, yaitu:
1. Islam menghendaki agar setiap muslim mengikuti Sunatullah dalam mencari
penghasilan. Hendaklah ia menuai hasil kerja setelah beberapa langkah dilakukan
sebelumnya, memasuki rumah melalui pintunya, dan menanti akibat setelah unsure
pemicu  diwujudkannya, adapun judi, maka ia menyebabkan orang hanya
mengandalkan nasib baik, kebetulan dan mimpi-mimpi kosong, bukannya
mengandalkan kerja keras, kesungguhan, dan penghargaan atas usaha yang telah
digariahkan Allah Swt dan diperintahkan untuk dilakukan.
2. Islam menjadikan harta manusia sesuat yang terhormat, karenanya tidak boleh di
ambil semena-mena, kecuali dengan cara saling tukar yang telah di syari’atkan, atau
dalam bentuk pemberian dengan suka rela, baik berupa hibah atau sedekah. Adapun
mengambil harta orang lain dengan cara judi, ia termasuk memakan harta orang lain
dengan batil.
3. Tidakhlah mengherankan setelah itu, kalau poerjudian membangkitkan permusuhan
dan kebencian di antara kedua bela pihak pemain, meskipun secara lahir mereka
menampakan kerelaan. Demikian itu karena pasti ada pihak yang kalah dan yang
menang, yang untung dan yang rugih, yang menipu dan yang tertipu. Bila yang kalaih
tampak diam, diamnya itu menyimpan kekecewaan dan dendam, keceweewa karena
gagal meraih mimpi-mimpinya, dan dendam karena menderita kerugian. Bila ia lalu
bermusuhan, itu karena sesuatu yang dibangunnya sendiri, karena sesuatu yang
diiptakannya sendiri.
4. Kekalahan dapat mendorong penderitaannya untuk mengulangi lagi, karena
barangkali pemain yang kedua dapat mengganti kerugian pada permainan-permainan anya yang
pertama. Sedangkan nikmatnya kemenangan, juga menorong pelakunay untuk
mengulangi permainan-permainan , karena untuk mendapatkan yang lebih banyak dan lebih
banyak lagi. Ambisinya tidak pernah membiarkan dirinya berhenti, padahal sebentar
lagi kekalahan akan menimpahnya, lalu bergantilah girangnya kemenangan dengan
sedihnya kekalahan. Begitulah seterusnya, sehingga kedua pihak akan selalu terikat
oleh meja judi, hampir-hampir mereka tidak mampu lagi berpisah. Inilah rahasia
bencana kecanduan pada dua pihak yang berjudi.
5. Berangkat dari kenyataan ini sungguh berbahaya bagi masyarakat, selain juga
berbahaya bagi individu pemainnya. Ia merupakan hobi yang dapat menelan waktu
dan kesungguhan, menjadi para pecandunya sebagai para penganggur, hanya mau
mengambil namun tidak mau member, hanya mau mengkonsumsi namun tidak mau
memproduksi.
Dalam KUHP, pasal 303, ayat (1) ditegaskan hukuman yang berkaitan dengan
pelaksanaan judi itu . Hukuma yang berkaitan dengan pelaksanaan judi itu . Hukuman
atas mereka yang menjadi fasilitator, yang menyiapkan sarana dan mengajak orang untuk
melakukannya adlaah paling lama sepuluh tahun, sedangkan bagi mereka yang terlibat sebagi
pemain judi hukumannya paling lama empat tahun. Pada masa pemerintahan colonial belanda,
permainan-permainan  judi ini dilarang dengan keluarnya staatsblad (Lembaran Negara) Tahun 1912 Nomor
230, Staatblas tahun 1935 Nomor 526, pasal 303 dan pasal 542 KUHP. Dalam Staatblad tahun
1912 misalnya, yang dilarang hanya segala bentuk perjudian yang memakai  system Bandar.
Akan tetapi, judi boleh dilakukan apabila ada izin dari kepala daerah. Sedang dalam KUHP
dilarang segalah bentuk perjudian yang dilakukan di tempat umum, terbuka dan digunakan
sebagai mata pencaharian serta tanpa izin dari kepana daerah.
Adanya perbedaan persepsi terhadap judi di negara kita , dalam Ensiklopedi di negara kita 
dinyatakan bahwa arti judi itu sendiri perlu lebih ditegaskan. Dikalangan penegak hokum,
ada  kecenderungan menilai suatu perbuatan sebagai judi atau tidak dari skala kegiatan dan
pengaruhnya.16 Taruhan keil-kecilan (misalnya sabing ayam) yang dilakukan untuk mengisi
waktu, umumnya dibiarkan saja. Padahal ini bisa merusak tatanan kehidupan masyarakat.
Sebenarnya jiakdi analisa saksi perjudian yang tertuang dalam kitab Undang-Undang
Hukum pidana (KUHP), jika benar-benar ditegagkan oleh semua pihak (yang berkompeten),
maka secara substansial sudah mencerminkan syari’at Islam.

berdasar  uraian di atas, dapat dismpulkan: bahwa semua permainan-permainan  yang ada 
unsure taruhan didalamnya termasuk kategori judi, dan islam mengharamkan judi. Pada dasarnya
judi sangat berbahaya bagikehidupan manusia, disamping berbahaya bagi kehidupan manusia,
keluarga dan masyarakat, juga sangat melanggar norma agama yang mengedepankan nilai-nilai
kemanusiaan, judi tidak hanya berdampak pada permusuhan dan kemaraan di antara
permainan-permainan nya, tetapi berdampak pula pada kelalaian dari dzikrullah dan sholat (melalaikan
kewajiban Agama). Sudah sepantasnya umat islam menjauhi hal-hal yang isa meruska dirinya,
masyarakat dan nilai-nilai agama.

Share:
TRANSLATE
English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Translate

viewer

SEARCH

widget translate
English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Archive