Tampilkan postingan dengan label sengketa 4. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label sengketa 4. Tampilkan semua postingan

Kamis, 22 Februari 2024

sengketa 4

 



Permasalahan dalam penelitian ini adalah: pertama, bagaimanakah penyelesaian sengketa perceraian

melalui mediasi di Pengadilan Agama Bangkinang Kabupaten Kampar? Kedua, bagaimanakah

penyelesaian sengketa perceraian secara mediasi di luar pengadilan di Kabupaten Kampar? Ketiga,

apakah kelebihan dan kekurangan penyelesaian sengketa secara mediasi di luar dan di dalam

pengadilan di Kabupaten Kampar? Metode yang dipakai  dalam penelitian ini adalah yuridis

sosiologis. Hasil penelitian menyimpulkan, pertama: penyelesaian sengketa perceraian secara mediasi

di Pengadilan Agama Bangkinang belum berjalan maksimal. Kedua, penyelesaian sengketa perceraian

secara mediasi di luar pengadilan di Kabupaten Kampar dapat terjadi karena secara emosional para

pihak terikat hubungan yang baik dengan para mediator. Ketiga, kelebihan proses mediasi dalam

kasus perceraian di Kabupaten Kampar, yaitu bersifat rahasia, tidak memakan biaya yang besar, serta

adanya rasa kekeluargaan. Sedangkan kekurangannya karena rasa segan ke ninik mamak dan paman,

tidak menukik pada akar masalah, Lebih dominan ninik mamak dalam mengemukakan pendapat,

relatif tidak ada kepastian hari untuk bertemu karena harus menyesuaikan dengan jadwal ninik mamak

dan paman masing-masing pihak. Notulensi tidak tercatat secara sistematis bahkan ada yang secara

lisan.


Perkawinan merupakan institusi yang sangat penting dalam  warga .

Eksistensi institusi ini adalah melegalkan hubungan hukum antara seorang laki-

laki dengan seorang wanita1. Yang dimaksud dengan perkawinan adalah ikatan

lahir batin antara pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan untuk

membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasar  Ketuhanan

Yang Maha Esa.2

Dalam kepustakaan mengartikan perkawinan sebagai aqad yang menghalalkan

pergaulan dan membatasi hak dan kewajiban serta tolong menolong antara seorang

laki-laki dan perempuan yang antara keduanya bukan muhrim.3 Esensi pengertian

perkawinan yang dikemukakan pakar di atas adalah bahwa perkawinan sebagai

lembaga hukum, baik karena apa yang ada di dalamnya, maupun karena apa yang

terdapat di dalamnya.4 Oleh karena itu perkawinan juga merupakan salah satu

hubungan hukum yang terjadi dalam  warga .

Dari sudut pandang lain yang menjadi tujuan perkawinan adalah untuk

membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasar  Ketuhanan Yang Maha

Esa. Ini berarti bahwa perkawinan itu berlangsung seumur hidup; cerai diperlukan

syarat-syarat yang ketat dan merupakan jalan terakhir; suami istri membantu untuk

mengembangkan diri.5

Akan tetapi dalam kenyataannya terkadang tujuan dari perkawinan tidak sesuai

dengan yang diharapkan. Dengan berjalannya waktu perbedaan pendapat antara

suami dan istri terkadang dapat memunculkan pertengkaran dalam rumah tangga.

Pertengkaran tersebut bisa terjadi karena masalah ekonomi, suami tidak memberi

nafkah lagi kepada istri, istri tidak patuh pada suami, adanya perselingkuhan, adanya

kekerasan dalam rumah tangga. Ada kalanya persoalan-persoalan tersebut dapat

diselesaikan secara damai antara suami istri sehingga perkawinan dapat

dipertahankan. Akan tetapi, jika persoalan tersebut tidak dapat diselesaikan secara

damai maka itulah yang menyebabkan perceraian antara suami istri.

Upaya damai yang dilakukan untuk mempertahankan rumah tangga dapat

dilakukan dengan musyawarah bersama antara suami dan istri, namun bisa juga

melalui bantuan pihak ketiga untuk mendamaikannya, inilah yang dikenal dengan

mediasi.

Mediasi pada dasarnya adalah negosiasi yang melibatkan pihak ketiga yang

memiliki keahlian mengenai prosedur mediasi yang efektif, dapat membantu dalam

situasi konflik untuk mengkoordinasikan aktifitas mereka sehingga lebih efektif

dalam proses tawar menawar, bila tidak ada negosiasi, tidak ada mediasi.6 Di

samping itu, mediator juga harus mampu menjaga kepentingan para pihak yang

bersengketa secara adil dan sama, sehingga menumbuhkan kepercayaan (trust) dari

para pihak yang bersengketa7.

Penyelesaian sengketa secara mediasi telah dikenal di Indonesia sejak zaman

dahulu kala. Untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam

 warga , maka forum lembaga adat biasanya menyelesaikan sengketa yang

terjadi diantara anggota  warga  yang mereka pimpin. Apabila sengketa yang

terjadi tersebut tidak dapat lagi diselesaikan secara mediasi oleh forum lembaga

adatnya, maka sengketa akan dibawa ke pengadilan. Salah satu contoh peran pihak

ketiga dalam menyelesaikan kasus perceraian adalah yang biasa dipakai  oleh

ninik mamak (para tetua adat) yang ada di Kecamatan Tambang Kabupaten Kampar

Provinsi Riau. Pada 2012 terdapat 7 (tujuh) kasus perceraian yang diajukan ke ninik

mamak, 5 diantaranya dapat diselesaikan melalui mediasi oleh ninik mamak, dan

hanya 2 perkara masuk ke Pengadilan Agama Bangkinang, karena tidak bisa

diselesaikan oleh ninik mamak lagi.8

Secara yuridis keberadaan mediasi di luar pengadilan di Indonesia telah diatur

dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif

Penyelesaian Sengketa. Pada Pasal 6 ayat (3), disebutkan bahwa mediasi merupakan

proses kegiatan sebagai kelanjutan dari gagalnya negosiasi yang dilakukan oleh para

pihak menurut ketentuan Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999. Dengan

adanya Undang-undang ini eksistensi tentang mediasi di Indonesia semakin kuat.


Perkembangan saat ini mediasi juga dikenal di pengadilan, sebagaimana

ditegaskan dalam Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2008 tentang Prosedur

Mediasi di Pengadilan, mediasi menjadi terkoneksi dengan lembaga peradilan di

Indonesia. Dalam ketentuan Perma tersebut dijelaskan bahwa mediasi wajib

dilakukan oleh para pihak yang berperkara secara perdata di pengadilan yang

dilakukan pada hari sidang pertama. Tujuan dilaksanakannya prosedur mediasi di

pengadilan ini adalah untuk menciptakan perdamaian di antara para pihak yang

sedang bersengketa. Bahkan, di setiap tingkatan peradilan upaya mediasi harus

ditempuh dalam menyelesaikan sengketa keperdataan.

Oleh sebab itu, peneliti tertarik untuk meneliti tentang “Perbandingan

Penyelesaian Sengketa Perceraian secara Mediasi di Pengadilan dan di Luar

Pengadilan di Kabupaten Kampar”.

Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: pertama, bagaimanakah

penyelesaian sengketa perceraian melalui mediasi di Pengadilan Agama Bangkinang

Kabupaten Kampar? Kedua, bagaimanakah penyelesaian sengketa perceraian secara

mediasi di luar pengadilan di Kabupaten Kampar? Ketiga, apakah kelebihan dan

kekurangan penyelesaian sengketa secara mediasi di luar dan di dalam pengadilan

di Kabupaten Kampar?

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk: pertama, mempelajari penyelesaian sengketa

perceraian melalui mediasi di Pengadilan Agama Bangkinang Kabupaten Kampar.

Kedua, untuk mengetahui penyelesaian sengketa perceraian secara mediasi di luar

pengadilan di Kabupaten Kampar. Ketiga, untuk menelaah kelebihan dan

kekurangan penyelesaian sengketa secara mediasi di luar dan di dalam pengadilan

di Kabupaten Kampar.

Jenis penelitian yang akan dipakai  adalah penelitian yuridis sosiologis, yaitu

melihat proses bekerjanya hukum dalam  warga 9 berdasar  Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa dan

Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2008 tentang Mediasi di Pengadilan.

Lokasi Penelitian berada di Kabupaten Kampar dan di Pengadilan Agama

Bangkinang. Data yang diperoleh langsung dari sumber pertama, yakni para Ninik

Mamak di Kabupaten Kampar, Mediator di Pengadilan Agama Bangkinang. Data

yang mencakup dokumen-dokumen resmi, peraturan perundang-undangan, buku-

buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan, buku harian.

Dalam penelitian ini, analisis yang dipakai  adalah analisis kualitatif, yaitu

uraian yang dilakukan terhadap data yang terkumpul dengan tidak memakai 

angka-angka tetapi berdasar  peraturan perundang-undangan dan pendapat

pakar hukum, selanjutnya peneliti menerangkan dengan jelas dan rinci melalui

interprestasi data dengan menghubungkan keterkaitan data yang satu dengan yang

lainnya dan dianalisa berdasar  teori hukum maupun ketentuan hukum yang

berlaku dan pendapat para ahli, untuk kemudian menarik kesimpulan dengan cara

induktif yakni penarikan kesimpulan dari hal-hal yang bersifat khusus kepada hal-

hal yang bersifat umum.

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Beberapa cara Penyelesian Sengketa

Penyelesaian di Pengadilan

Tidak ada negara yang tidak menginginkan adanya ketertiban tatanan di dalam

 warga . Setiap negara mendambakan adanya ketenteraman dan keseimbangan

tatanan di dalam  warga , yang sekarang lebih populer disebut “stabilitas

nasional’. Kepentingan manusia, baik sebagai individu maupun kelompok, karena

selalu terancam oleh bahaya-bahaya di sekelilingnya, memerlukan perlindungan

dan harus dilindungi. Kepentingan manusia akan terlindungi apabila  warga nya

tertib dan  warga nya akan tertib apabila terdapat keseimbangan tatanan di

dalam  warga . Setiap saat keseimbangan tatanan dalam  warga  dapat

terganggu oleh bahaya-bahaya di sekelilingnya11.

 warga  berkepentingan bahwa keseimbangan yang terganggu itu

dipulihkan kembali. Salah satu unsur untuk menciptakan atau memulihkan

keseimbangan tatanan di dalam  warga  adalah penegakan hukum atau

peradilan yang bebas/mandiri, adil dan konsisten dalam melaksanakan atau

menerapkan peraturan hukum yang ada dan dalam menghadapi pelanggaran

hukum, oleh suatu badan yang mandiri, yaitu pengadilan. Bebas/mandiri dalam

mengadili dan bebas/mandiri dari campur tangan pihak ekstra yudisiil. Kebebasan

pengadilan, hakim atau peradilan merupakan asas universal yang terdapat di mana-

mana. Kebebasan peradilan merupakan dambaan setiap bangsa atau negara. Di

mana-mana pada dasarnya dikenal asas kebebasan peradilan, hanya isi atau nilai

kebebasannya yang berbeda. Isi atau nilai kebebasan peradilan di negara-negara

Eropa Timur dengan Amerika berbeda, isi dan nilai kebebasan peradilan di Belanda

dengan di Indonesia tidak sama, walaupun, semuanya mengenal asas kebebasan

peradilan; tidak ada negara yang rela dikatakan bahwa negaranya tidak mengenal

kebebasan peradilan atau tidak ada kebebasan peradilan di negaranya. Tidak ada

bedanya dengan pengertian hak asasi manusia, yang sekarang sedang banyak

disoroti; hak asasi bersifat universal, semua negara “mengklaim” menghormati hak-

hak asasi manusia, tetapi nilai dan pelaksanaannya berbeda satu sama lain.12

Adil, tidak hanya bagi pencari keadilan saja tetapi juga bagi  warga , tidak

memihak, objektif, tidak a priori serta konsisten, ajeg dalam memutuskan, dalam

arti perkara yang sama (serupa, sejenis) harus diputus sama (serupa, sejenis) pula.

Tidak ada dua perkara yang sama. Setiap perkara harus ditangani secara individual

(to each his own), secara kasuistis dengan mengingat bahwa motivasi, situasi, kondisi

dan waktu terjadinya tidak sama. Akan tetapi kalau ada dua perkara yang sejenis

atau serupa maka harus diputus sejenis atau serupa pula. Ini merupakan “postulaat

keadilan”: perkara yang serupa diputus sama.

Kalau perkara yang serupa diputus berbeda maka akan dipertanyakan:

dimanakah kepastian hukumnya, apa yang lalu dapat dijadikan pegangan bagi para

pencari keadilan, dimana keadilannya?

Oleh Roscoe Pound dikatakan bahwa adanya kepastian hukum memungkinkan

adanya “predictability”.14 Akan tetapi sebuah keputusan yang ditetapkan atau

diputuskan oleh hakim tidak saja memperhatikan aspek kepastian hukum semata,

tetapi juga memperhatikan asas kemanfaatan dan asas keadilan.

Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan Secara Mediasi

Pengertian mediasi yang agak luas diberikan oleh The National Alternative


Pengertian mediasi ini dapat diklasifikasikan ke dalam tiga unsur penting yang

saling terkait satu sama lain. Ketiga unsur tersebut berupa: ciri mediasi, peran

me-diator, dan kewenangan mediator. Dalam ciri mediasi tergambar bahwa mediasi

berbeda dengan berbagai ben-tuk penyelesaian sengketa lainnya, terutama dengan

al-ternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan seperti arbitrase. Dalam mediasi,

seorang mediator berperan membantu para pihak yang bersengketa dengan

melakukan identifikasi persoalan yang dipersengketakan, mengembangkan pilihan,

dan mempertimbangkan alternatif yang dapat ditawarkan kepada para pihak untuk

men-capai kesepakatan. Mediator dalam menjalankan perannya hanya memiliki

kewenangan untuk memberikan saran atau menentukan proses mediasi dalam

mengupa-yakan penyelesaian sengketa. Mediator tidak memiliki kewenangan dan

peran menentukan dalam kaitannya dengan isi persengketaan, ia hanya menjaga

bagaimana proses mediasi dapat berjalan, sehingga menghasilkan kesepakatan

(agreement) dari para pihak.

Dalam Black’s Law Dictionary, dikatakan bahwa: “Mediation is private, informal

dispute resolution process in which a neutral third person, the mediator, helps, disputing parties

to reach an agreement”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata mediasi diberi arti

sebagai proses pengikutsertaan pihak ketiga dalam penyelesaian suatu perselisihan

sebagai penasihat.18 Dari rumusan tersebut dapat kita simpulkan bahwa dalam

mediasi ada keterlibatan pihak ketiga atau pihak lain dalam menyelesaikan perkara

di antara para pihak yang bersengketa. Kemudian pihak ketiga itu hanya sebagai

penasehat tidak memiliki kewenangan untuk memutuskan suatu masalah yang

sedang dipersengketakan.

Dalam Pasal 6 ayat (3) Undang-Undang 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan

Alternatif Penyelesaian Sengketa, disebutkan bahwa: “Dalam hal sengketa atau beda

pendapat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak dapat diselesaikan, maka

atas kesepakatan tertulis para pihak, sengketa atau beda pendapat diselesaikan melalui

bantuan seorang atau lebih penasehat ahli maupun melalui seorang mediator”. Dalam

undang-undang ini tidak secara tegas memberikan pengertian mediasi, hanya

menyebutkan apabila ada sengketa maka dapat dibantu oleh pihak ketiga atau

mediator.


Pengertian mediasi yang diberikan dua ahli di atas, lebih menggambarkan

esensi kegiatan mediasi dan peran mediator sebagai pihak ketiga. Bolle menekankan

bah-wa mediasi adalah proses pengambilan keputusan yang dilakukan para pihak

dengan dibantu pihak ketiga se-bagai mediator. Pernyataan Bolle menunjukkan


bahwa kewenangan pengambilan keputusan sepenuhnya berada di tangan para

pihak, dan mediator hanyalah membantu para pihak di dalam proses pengambilan

keputusan tersebut. Kehadiran mediator menjadi amat penting karena ia dapat

membantu dan mengupayakan proses pengam-bilan keputusan menjadi lebih baik,

sehingga menghasilkan outcome yang dapat diterima oleh mereka yang bertikai.

J. Folberg dan A. Taylor lebih menekankan konsep mediasi pada upaya yang

dilakukan mediator dalam men-jalankan kegiatan mediasi. Kedua ahli ini

menyatakan bahwa penyelesaian sengketa melalui jalur mediasi dilakukan secara

bersama-sama oleh pihak yang bersengke-ta dan dibantu oleh pihak yang netral.

Mediator dapat mengembangkan dan menawarkan pilihan penyelesaian sengketa,

dan para pihak dapat pula mempertimbangkan tawaran mediator sebagai suatu

alternatif menuju kesepakatan dalam penyelesaian sengketa. Alternatif penyelesaian

yang ditawarkan mediator diharapkan mampu mengakomodasikan kepentingan

para pihak yang bersengketa. Mediasi dapat membawa para pihak mencapai

kesepakatan tanpa merasa ada pihak yang menang atau hak-hak yang kalah (win-win

solution).

Beberapa Model mediasi

Lawrence Boulle, seorang profesor dalam ilmu hukum dan Direktur Dispute

Resolution Centre-Bond University, membagi mediasi dalam sejumlah model yang

tujuannya untuk menemukan peran mediator dalam melihat posisi sengketa dan

peran para pihak dalam upaya penyelesaian sengketa. Boulle menyebutkan ada

empat model mediasi, yaitu settlement mediation, facilitative mediation, trans-formative

mediation dan evaluative mediation,

Settlement mediation dikenal sebagai mediasi komp-romi merupakan mediasi

yang tujuan utamanya adalah untuk mendorong terwujudnya kompromi dari

tuntutan kedua belah pihak yang sedang bertikai. Dalam mediasi model ini, tipe

mediator yang dikehendaki adalah yang berstatus tinggi, sekalipun tidak terlalu

ahli dalam proses dan teknik-teknik mediasi. Adapun peran yang dapat dimainkan

oleh mediator adalah menentukan “bottom lines” dari disputan dan secara persuasif

mendorong kedua belah pihak bertikai untuk sama-sama menurunkan posisi

mereka ke titik kompromi.

Model settlement mediation mengandung sejumlah prinsip antara lain:

 Mediasi

dimaksudkan untuk mendekatkan perbeda-an nilai tawar atas suatu kesepakatan;

2. Mediator hanya terfokus pada permasalahan atau posisi yang dinyatakan para

pihak; 3. Posisi mediator adalah menentukan posisi “bottom line” para pihak dan

melakukan berbagai pendekatan untuk mendorong para pihak mencapai titik

kompromi; 4. Biasanya mediator adalah orang yang memiliki status yang tinggi

dan model ini tidak menekankan kepada keahlian dalam proses atau teknik mediasi.

Facilitative mediation, yang juga disebut sebagai me-diasi yang berbasis

kepentingan (interest-based) dan problem solving yang bertujuan untuk menghindarkan

para pihak yang bersengketa dari posisi mereka dan menegosiasikan kebutuhan

dan kepentingan para pihak dari hak-hak legal mereka secara kaku.24 Dalam model

ini mediator harus ahli dalam proses mediasi dan menguasai teknik-teknik mediasi,

meskipun penguasaan materi tentang hal-hal yang dipersengketakan tidak terlalu

penting. Dalam hal ini sang mediator harus dapat memimpin proses mediasi dan

mengupayakan dialog yang konstruktif di antara para pihak yang bersengketa, serta

meningkatkan upaya-upaya negosiasi dan upaya kesepakatan.

Model facilitative mediation, mengandung sejumlah prinsip antara lain:

Prosesnya lebih terstruktur; 2. Penekanannya lebih ditujukan kepada kebutuhan

dan kepentingan para pihak yang berselisih; 3. Mediator mengarahkan para pihak

dari positional negotiation ke interest based negotiation yang mengarahkan kepada

penyelesaian yang saling menguntungkan; 4. Mediator mengarahkan para pihak

untuk lebih kreatif dalam mencari alternatif penyelesaian; 5. Mediator perlu

memahami proses dan teknik mediator tanpa harus ahli dalam bidang yang

diperselisihkan.

Transformative mediation, juga dikenal sebagai mediasi terapi dan rekonsiliasi.

Mediasi model ini menekankan untuk mencari penyebab yang mendasari

munculnya permasalahan di antara para pihak yang bersengketa, dengan

pertimbangan untuk meningkatkan hubungan di antara mereka melalui pengakuan

dan pemberdayaan sebagai dasar resolusi konflik dari pertikaian yang ada.26 Dalam

model ini sang mediator harus dapat mengguna-kan terapi dan teknik profesional

sebelum dan selama proses mediasi serta mengangkat isu relasi/hubungan melalui

pemberdayaan dan pengakuan.

Model transformatif atau lebih dikenal dengan theu-rapic model mengandung

sejumlah prinsip antara lain. fokus pada penyelesaian yang lebih komprehensif

dan tidak terbatas hanya pada penyelesaian sengketa tetapi juga rekonsiliasi antara

para pihak; 2. proses negosiasi yang mengarah kepada pengambilan keputusan

tidak akan dimulai, bila masalah hubungan emosional para pihak yang berselisih

belum diselesaikan; 3. fungsi mediator adalah untuk mendiagnosis penyebab konflik

dan menanganinya berdasar  aspek psikologis dan emosional, hingga para pihak

yang berse-lisih dapat memperbaiki dan meningkatkan kembali hubungan mereka;

4. mediator diharapkan lebih memiliki kecakapan dalam “counseling” dan juga proses

serta teknik mediasi; 5. penekanannya lebih ke terapi, baik tahapan pramediasi atau

kelanjutannya dalam proses mediasi.

Evaluative mediation, yang juga dikenal sebagai mediasi normatif merupakan

model mediasi yang bertujuan untuk mencari kesepakatan berdasar  hak-hak

legal dari para pihak yang bersengketa dalam wilayah yang diantisipasi oleh

pengadilan.28 Peran yang bisa dijalankan oleh mediator dalam hal ini adalah

memberikan informasi dan saran serta persuasi kepada para disputans dan

memberikan prediksi tentang hasil-hasil yang akan dida-patkan.

Model evaluasi (evaluative model) juga mengandung sejumlah prinsip: 1.  Para

pihak berharap bahwa mediator akan memakai  keahlian dan pengalamannya

untuk mengarah-kan penyelesaian sengketa ke suatu kisaran yang telah diperkirakan

terhadap masalah tersebut; 2. Fokusnya lebih tertuju kepada hak (rights) melalui

standar penyelesaian atas kasus yang serupa; 3. Mediator harus seorang ahli dalam

bidang yang diperselisihkan dan dapat juga terkualifikasi secara legal. Mediator

tidak harus memiliki keahlian dalam proses dan teknik mediasi; 4. Kecenderungan

mediator memberikan jalan keluar dan informasi legal guna mengarahkan para

pihak menuju suatu hasil akhir yang pantas dan dapat diterima oleh keduanya.

Mediasi di Pengadilan Agama Bangkinang

Laju perkembangan dunia dan era globalisasi mengharuskan adanya suatu

sistem/lembaga  penyelesaian sengketa yang dapat menyesuaikan dengan laju

perkembangan permasalahan dalam  warga  yang semakin kompleks. Hal ini

berkaitan langsung dengan munculnya tuntutan untuk menyelesaikan setiap

sengketa tidak hanya dalam dunia usaha tetapi juga dalam permasalahan yang

bersinggungan dengan penegakan hukum di berbagai bidang secara cepat, efektif,

dan efisien. Harus ada lembaga yang dapat diterima sekaligus memiliki kemampuan

sistem penyelesaian sengketa yang cepat dan biaya murah serta sejalan dengan

tuntutan yang tengah berkembang di  warga . Pengintegrasian mediasi ke dalam

proses beracara di pengadilan dapat menjadi salah satu instrumen efektif mengatasi

masalah penumpukan perkara di pengadilan serta memperkuat dan

memaksimalkan fungsi lembaga pengadilan dalam penyelesaian sengketa di

samping proses pengadilan yang bersifat memutus (ajudikatif).

Mahkamah Agung mempunyai komitmen yang tinggi untuk meningkatkan

keberhasilan perdamaian melalui mediasi di pengadilan sebagai implementasi dari

Pasal 130 HIR dan Pasal 158 RBG. Penyelesaian sengketa perdata di pengadilan

merupakan fenomena global yang terjadi di seluruh pengadilan di dunia dan

mempunyai tingkat keberhasilan yang cukup tinggi di beberapa negara antara lain

Jepang, Amerika Serikat, Australia, Philipina dan Singapore.

Dari hasil evaluasi Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 2 Tahun 2003

tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, pada 31 Juli 2008 Mahkamah Agung telah

mengeluarkan Perma Nomor 1 Tahun 2008 sebagai penyempurnaan peraturan

sebelumnya yang diharapkan dapat menjadi pedoman pelaksanaan mediasi di

dalam pengadilan maupun di luar pengadilan sambil menunggu lahirnya undang-

undang tentang mediasi.

Dilihat dari sejarahnya pengaturan tentang mediasi ini telah tercermin dari

ketentuan HIR Pasal 130 dan Rbg Pasal 154 telah mengatur lembaga perdamaian.

Hakim wajib terlebih dahulu mendamaikan para pihak yang berperkara sebelum

perkaranya diperiksa. Setelah itu lahir SEMA Nomor 1 Tahun 2002 tentang

Pemberdayaan Lembaga Perdamaian dalam Pasal 130 HIR/154 Rbg. PERMA Nomor

02 Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. PERMA Nomor 01 Tahun

2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Kemudian dalam Pasal 6 Undang-

Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

Di samping peraturan perundang-undangan di atas terdapat beberapa peraturan

perundang-undangan yang lain yang mengatur tentang mediasi yaitu: Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup, Undang-Undang Nomor 18 Tahun

1999 tentang Jasa Konstruksi, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia

Dagang, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri, Undang-

Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001

tentang Merk, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004  tentang Pengadilan Hubungan

Industrial, Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI, Undang-

Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Undang-Undang Nomor

40 Tahun 1999 tentang Pers, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Pasal 85 ayat (3)

tentang Lingkungan Hidup,  Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Pasal 29 tentang

Kesehatan, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Pasal 40 tentang Keterbukaan

Informasi, Undang-Undang  Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, Peraturan

B.I. Nomor 8/5/PBI/2006 tentang Pembentukan Lembaga Mediasi Perbankan.

Dalam PERMA Nomor 01 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan

disebutkan bahwa Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses

perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh

mediator (Pasal 1 ayat (7)). Sedangkan yang dimaksud dengan Mediator adalah

pihak netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna mencari

berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa memakai  cara memutus

atau memaksakan sebuah penyelesaian (Pasal 1 ayat (6)).

Tidak ditempuhnya proses mediasi berdasar  Perma ini merupakan

pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 130 HIR/154 RBg yang mengakibatkan

putusan batal demi hukum (ayat (3)). Hakim dalam pertimbangan putusannya wajib

menyebutkan bahwa perkara yang bersangkutan telah diupayakan perdamaian

melalui mediasi dengan menyebutkan nama mediator yang bersangkutan (ayat (4)).

Dilihat jumlah kasus perceraian yang masuk ke Pengadilan Agama31 adalah

sebagai berikut:

Jika dilihat dari jumlah perkara perceraian di Pengadilan Agama Bangkinang

semakin menurun dari 2012 berjumlah 733 perkara, menurun menjadi 563 perkara.

Walaupun jumlah kasus perceraian sudah menurun pada tahun 2013 akan tetapi

angka perceraian yang terjadi dalam  warga  tergolong masih cukup tinggi. Oleh

sebab itu upaya-upaya penurunan angka perceraian melalui berbagai cara seperti

penyuluhan dan mediasi perlu ditingkatkan oleh pemerintah.

berdasar  hasil wawancara dengan salah satu hakim mediator bersertifikat,

menyatakan bahwa tidak semua sengketa diselesaikan dengan mediasi, mediasi hanya

dilaksanakan apabila hadir kedua belah pihak yang bersengketa, apabila tidak hadir

salah satu pihak langsung diambil keputusan verstek terkait mediasinya, yang menjadi

sengketa biasanya terkait sengketa harta bersama, waris dan lain-lain.

Dari hasil wawancara tersebut upaya untuk dilakukannya mediasi selalu

diupayakan oleh Hakim Pengadilan Agama Bangkinang, akan tetapi apabila salah

satu pihak tidak hadir tentu proses mediasi tidak dapat dilaksanakan. Memang

jika dilihat dari penyelesaian perkara perceraian, adakalanya salah satu pihak tidak

hadir ke persidangan untuk mengikuti proses pemeriksaan perkara. Hal ini bisa

saja diakibatkan oleh keinginan yang kuat dari masing-masing pihak untuk bercerai

dan tidak dimungkinkan untuk bersatu kembali. Walaupun demikian supaya

keputusan hakim tidak batal demi hukum sesuai dengan PERMA Nomor 1 Tahun

2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, maka haruslah disebutkan dalam

keputusannya bahwa telah dilakukan upaya mediasi tetapi upaya tersebut gagal

karena ketidakhadiran salah satu pihak.

Tabel 1

Banyak Perkara Perceraian di Pengadilan Agama Bangkinang

No

1

2

Perkara

Perkara Cerai Talak  225 Perkara;

Perkara Cerai Gugat 508 Perkara; +

Jumlah Perkara          733 Perkara

Perkara Cerai Talak 167 Perkara;

Perkara Cerai Gugat 396 Perkara; +

Jumlah Perkara 563 Perkara.

Tahun

2012

(Januari–November ) 2013

Sumber Data: Pengadilan Agama Bangkinang 2012-2013

32 Wawancara dengan Drs. Sulem Ahmad, SH., MA, Hakim Mediator bersertifikat, pada 18 November 2013.

Rika Lestari. Perbandingan Penyelesaian... 323

Hal ini diperkuat dari hasil wawancara dengan salah satu hakim di atas dimana

beliau menyatakan bahwa semua putusan Pengadilan Agama tentang kasus

perceraian memakai  mediasi sebelum memeriksa perkara. Karena wajib bagi

hakim untuk menyampaikan penyelesaian mediasi, dan ini diatur dalam PERMA

No. 1 Tahun 2008 tentang Mediasi, dan semua kasus perceraian di Pengadilan Agama

yang masuk disampaikan untuk menyelesaikan permasalahan mereka dengan jalur

mediasi, hanya saja tidak semua perkara yang kemudian menjalankan proses

mediasi, karena pengetahuan para pihak yang berkeinginan keras untuk bercerai,

selain itu ketidakhadiran para pihak dalam sidang pertama dalam penyampaian

penyelesaian melalui mediasi.

Ketika ditanya tentang apakah dalam putusan dijelaskan tentang proses

mediasi, Sulem Ahmad menjawab ada dijelaskan tentang proses mediasi, proses

mediasi dimuat di dalam duduk perkara, dan bagian pertimbangan hukum dari

putusan Perkara.

Lebih lanjut ditanyakan tentang tanggapan hakim tentang ketentuan PERMA

Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi yang menyebutkan bahwa apabila

putusan hakim  tidak menempuh jalur mediasi maka putusan Batal Demi Hukum,

Sulem Ahmad menyatakan bahwa sangat baik adanya penyelesaian secara mediasi

guna menyelesaikan perkara perceraian di Pengadilan Agama, hanya saja dalam

pelaksanaannya sering dijumpai kegagalan dikarenakan kurangnya pengetahuan

 warga  akan proses dalam Pengadilan yang masih mengupayakan perdamaian

melalui mediasi, dan kurang aktifnya para pihak mengikuti proses persidangan

perkara di pengadilan.

Kemudian Sulem Ahmad menambahkan, bahwa hasil mediasi yang mencapai

kata sepakat dituangkan dalam kesepakatan perdamaian.34 Yang dimaksud dengan

kesepakatan perdamaian adalah dokumen yang memuat syarat-syarat yang

disepakati oleh para pihak guna mengakhiri sengketa yang merupakan hasil dari

upaya perdamaian dengan bantuan seorang mediator atau lebih berdasar 

Peraturan ini.35 Kesepakatan perdamaian inilah menjadi dasar untuk pembuatan

akta kompromis (perdamaian). Akta perdamaian adalah akta yang memuat isi

kesepakatan perdamaian dan putusan hakim yang menguatkan kesepakatan

perdamaian tersebut yang tidak tunduk pada upaya hukum biasa maupun luar

biasa.

Dari hasil wawancara tersebut dapat kita analisis bahwa keinginan dan upaya

yang dilakukan para hakim di Pengadilan Agama untuk mengintegrasikan upaya

mediasi di Pengadilan sudah cukup baik, namun tidak sepenuhnya berhasil dengan

baik karena kendala-kendala yang terdapat di lapangan seperti ketidakhadiran

kedua belah pihak dalam proses persidangan menjadi faktor utama tidak dapat

dilakukannya mediasi oleh hakim. Faktor lainnya adalah kesadaran hukum para

pihak terhadap arti penting dilakukannya proses mediasi sebelum masuk ke pokok

perkara juga masih kurang. Oleh sebab itu perlu terus ditingkatkan upaya-upaya

pengenalan cara penyelesaian secara mediasi ini kepada  warga  secara luas,

bisa melalui penyuluhan hukum ataupun mengikutsertakan  warga  dalam

pelatihan-pelatihan mediasi.

Untuk mendukung terlaksananya mediasi di Pengadilan tentu harus didukung

oleh adanya sarana dan prasarana yang baik serta ketersediaan mediator yang

bersertifikat dalam menyelesaikan kasus tersebut. berdasar  hasil wawancara

dengan hakim di atas, beliau menjelaskan bahwa mediator yang ada di Pengadilan

Agama Bangkinang yaitu semua Hakim yang ada di lingkungan Pengadilan Agama

saja. Jumlah Mediator 8 Hakim Mediator, diantaranya 2 Hakim Mediator yang

bersertifikat; dan 6 Hakim Mediator yang belum bersertifikat.

Dalam Pasal 8 PERMA Nomor 1 Tahun 2008 disebutkan bahwa yang dapat

menjadi mediator di Pengadilan adalah: 1) Hakim bukan pemeriksa perkara; 2)

Advokat atau akademisi hukum; 3) Profesi non hukum; 4) Hakim Majelis pemeriksa

perkara.

Jadi dapat kita lihat mediator di Pengadilan Agama hanya berasal dari kalangan

hakim, belum ada dari kalangan advokat, profesi non hukum dan akademisi. Untuk

lancarnya proses mediasi di Pengadilan Agama maka perlu kiranya Pengadilan

Agama mensosialisasikan tentang keberadaan mediasi di Pengadilan supaya pihak-

pihak yang bukan dari kalangan hakim dapat berpartisipasi untuk menjadi media-

tor di Pengadilan Agama Bangkinang.

Terkait dengan sarana dan prasarana mediasi di Pengadilan Agama Bangkinang

berdasar  hasil wawancara, Sulem Ahmad menyatakan bahwa sarana dan

prasarana masih belum memadai, karena Kantor Pengadilan Agama Bangkinang

masih dibangun ulang, dan seharusnya ada ruang mediasi. Sekarang kantor

Pengadilan Agama Bangkinang berada menumpang bangunan di dinas koperasi

yang memanfaatkan ruangan yang ada, baik ruangan hakim dan ruang pertemuan

biasa.

Dari keterangan yang telah disampaikan dapat disimpulkan tentang kendala-

kendala yang terjadi di lapangan terkait dengan mediasi perceraian di Pengadilan

Agama: 1. mediasi tidak berjalan dengan baik karena hadirnya salah satu pihak

dalam proses perkara di Pengadilan; 2. pengetahuan para pihak tentang mediasi di

pengadilan masih kurang; 3. jumlah mediator hanya dari kalangan hakim; 4. sarana

dan prasarana ruang yang tidak memadai; 5. sarana dan prasarana peralatan kantor

untuk proses mediasi tidak memadai; 6. masih kurang mediator bersertifikat di

Pengadilan Agama Bangkinang.

Kendala-kendala yang terjadi tentu saja menyebabkan tingkat keberhasilan

penyelesaian sengketa secara mediasi menjadi belum maksimal, oleh sebab itu Ketua

Pengadilan Agama Bangkinang perlu segera menginventaris kendala tersebut, serta

melakukan upaya-upaya untuk mengatasi kendala-kendala yang ada melalui pro-

gram kerja yang akan direncanakan setiap tahunnya.

Sebagai data pendukung berikut terdapat mengenai gambaran umum tentang

perkara yang dilakukan dengan mediasi, adalah sebagai berikut:


Dari tabel di atas memang tidak semuanya kasus tentang keberhasilan mediasi

terkait masalah perceraian. Akan tetapi secara umum proses mediasi yang

dilaksanakan dengan kehadiran para pihak tingkat keberhasilannya cukup baik.

Hal ini tentu perlu ditingkatkan oleh para mediator di Pengadilan Agama

Bangkinang.

Model mediasi yang biasa di lakukan di Pengadilan Agama Bangkinang adalah

Evaluative mediation, hal ini terjadi karena mediator adalah para hakim yang berada

di lingkungan Pengadilan Agama Bangkinang. Supaya model mediasi yang

dipakai  dapat beragam, maka keberadaan mediator bersertifikat dari kalangan

lainnya perlu ditingkatkan.

Mediasi di Luar Pengadilan di Kabupaten Kampar

Penelitian ini dilakukan di dua Kecamatan di Kabupaten Kampar, yaitu di

Kecamatan Tambang dan Kecamatan Kampar. Proses mediasi dibagi ke dalam tiga

tahap, yaitu ta-hap pramediasi, tahap pelaksanaan mediasi, dan tahap akhir

implementasi hasil mediasi. Ketiga tahap ini merupakan jalan yang akan ditempuh

oleh mediator dan para pihak dalam menyelesaikan sengketa mereka.

Tahap pramediasi adalah tahap awal di mana mediator menyusun sejumlah

langkah dan persiapan sebelum mediasi benar-benar dimulai. Tahap pramediasi

merupakan tahap amat penting, karena akan menentu-kan berjalan tidaknya proses

mediasi selanjutnya. Pada tahap ini mediator melakukan beberapa langkah antara

lain; membangun kepercayaan diri, menghubungi para pihak, menggali dan

memberikan informasi awal mediasi, fokus pada masa depan, mengoordinasikan

pihak bertikai, mewaspadai perbedaan budaya, menentukan siapa yang hadir,

menentukan tujuan pertemuan, kesepakatan waktu dan tempat, dan menciptakan

rasa aman bagi kedua belah pihak untuk bertemu dan membicarakan perselisihan

mereka.

Tahap pelaksanaan mediasi adalah tahap di mana pihak-pihak yang bertikai

setelah berhadapan satu sama lain, dan memulai proses mediasi. Dalam tahap ini,

terdapat beberapa langkah penting antara lain; sambutan pendahuluan mediator,

presentasi dan pemaparan kisah para pihak, mengurutkan dan menjernihkan

permasalahan, berdiskusi dan negosiasi masalah yang disepakati, menciptakan opsi-

opsi, menemukan butir kesepakatan dan merumuskan keputusan, mencatat dan

menuturkan kembali keputusan, dan penutup mediasi.

Terakhir tahap akhir implementasi hasil mediasi yang merupakan tahap di mana

para pihak hanyalah menjalankan hasil-hasil kesepakatan, yang telah mereka

tuangkan bersama dalam suatu perjanjian tertulis. Para pihak menjalankan hasil

kesepakatan berdasar  komitmen yang telah mereka tunjukan selama dalam

proses mediasi. Umumnya, pelaksanaan hasil mediasi dilakukan oleh para pihak

sendiri, tetapi tidak tertutup kemungkinan juga ada bantuan pihak lain untuk

mewujudkan kesepakatan atau perjanjian tertulis. Keberadaan hak lain disini

hanyalah sekadar membantu menjalani hasil kesepakatan tertulis, setelah ia

mendapatkan persetujuan dari kedua belah pihak.

Pada Kecamatan Kampar, berdasar  hasil wawancara dengan Datuk Haji

Jasmiran,40 menyatakan bahwa pernah melakukan mediasi perceraian pada 2012

sejumlah 2 perkara. Permasalahannya adalah adanya campur tangan mertua dalam

rumah tangga yang bersangkutan dan terkait masalah kenakalan anak-anak mereka.

Yang terlibat dalam proses mediasi adalah paman dari masing-masing pihak beserta

ninik mamak dari suku tersebut. Mediasi dilakukan dengan memanggil para pihak

beserta pamannya, kemudian diundang untuk mediasi di rumah ninik mamak atau

kepala suku tersebut. Proses mediasi dilakukan dengan: 1. Pada pertemuan pertama

kepala suku memanggil mamak atau paman masing-masing pihak karena para pihak

sudah menjelaskan kepada pamannya untuk menyelesaikan. Dalam istilah adat

“kemenakan yang berbuat, pamanlah harus bertanggung jawab untuk

menyelesaikannya”; 2. Pertemuan kedua memanggil para pihak yang bersengketa

untuk dinasehati tentang hukum perkawinan dan diminta untuk berdamai. Apabila

para pihak sepakat untuk berdamai maka dilanjutkan untuk pertemuan ketiga; 3.

Pada pertemuan ketiga acara silaturahmi atau acara duduk bersama antara seluruh

keluarga dan ninik mamak untuk mendoa atas kelangsungan dan kebaikan rumah

tangga mereka di kemudian hari.

Dalam mediasi memang bersifat rahasia dari  warga , namun pihak

keluarga, terutama paman dari masing-masing pihak harus mengetahui persoalan

kemenakannya supaya bisa diberi nasehat yang baik. Dalam proses mediasi tidak

dibuat notulensi secara tertulis. Hasil kesepakatan para pihak adalah perdamaian

dan tidak melanjutkan perkara ke pengadilan.

Sedangkan di Kecamatan Tambang pada 2011 sampai dengan akhir 2012, data

perkara yang diterima atau di proses oleh ninik mamak Desa Kualu Kecamatan

Tambang Kabupaten Kampar, menyebutkan, untuk 2012 periode Januari - November,

gugat cerai yang masuk mencapai 7 perkara, 5 diantaranya di selesaikan secara

mediasi oleh ninik mamak sehingga bisa Rujuk kembali, dan 2 diantaranya masuk

ke Pengadilan Agama Kampar. Jumlah di 2012 ini jauh meningkat dibandingkan

tahun sebelumnya (2011), di mana jumlah gugat cerai yang masuk atau diproses

oleh ninik mamak masih berkisar 3 atau 4 perkara. Dari hasil evaluasi oleh ninik

mamak Desa Kualu Kecamatan Tambang Kabupaten Kampar, menurut H. Anwar.

HS, Datuk Panglimo Rajo, mengatakan dominasi gugat cerai masih berada pada

pihak wanita.  Sementara untuk kasus rumah tangganya, kebanyakan  disebabkan

oleh perekonomian keluarga yang lemah serta mentalitas moral yang masih belum

begitu siap untuk membentuk rumah tangga.

Dari pelaksanaan proses mediasi yang dilakukan oleh ninik mamak di

Kecamatan Tambang Kabupaten Kampar berjalan dengan cukup baik. Tahapan

proses mediasi dilakukan, pada tahap persiapan mediasi paman dari masing-masing

pihak melapor kepada ninik mamak, kemudian ninik mamak menentukan waktu

dan tempat mediasi, setelah itu barulah mengundang para pihak untuk hadir dalam

proses mediasi.

Dalam tahap pelaksanaan ninik mamak membuka acara mediasi, kemudian

para pihak memaparkan persoalan yang terjadi di antara mereka, barulah ninik

mamak memberikan nasehat-nasehat perkawinan dan meminta kepada para pihak

untuk berdamai. Dalam tahap akhir mediasi ninik mamak membuat notulensi hasil

mediasi tetapi dalam bahasa daerah (bahasa Ocu). Dari hasil mediasi yang telah

dilakukan biasanya para pihak sepakat untuk melakukan perdamaian, sehingga

tidak terjadi perceraian.42

Jika dianalis model mediasi yang dipakai  dalam penyelesaian di luar

pengadilan ini adalah model settlement mediation. model ini dikenal sebagai mediasi

komp-romi merupakan mediasi yang tujuan utamanya adalah untuk mendorong

terwujudnya kompromi dari tuntutan kedua belah pihak yang sedang bertikai.

Dalam mediasi model ini, tipe mediator yang dikehendaki adalah yang berstatus

tinggi, sekalipun tidak terlalu ahli dalam proses dan teknik-teknik mediasi. Adapun

peran yang dapat dimainkan oleh mediator adalah menentukan “bottom lines” dari

disputan dan secara persuasif mendorong kedua belah pihak bertikai untuk sama-

sama menurunkan posisi mereka ke titik kompromi. Dalam hal ini mediator yang

dimaksud adalah ninik mamak atau kepala suku adat, yang memiliki peran yang

sangat besar dalam mengatur kehidupan  warga  di persukuannya.

 Ninik mamak memiliki peran penting dalam menjaga ketertiban dalam

 warga , dan sebagai pihak yang memiliki kewenangan dalam menyelesaikan

perkara di luar pengadilan salah satunya melalui mediasi ini, maka peran ini tentu

perlu ditingkatkan. Peningkatan peran ninik mamak ini dapat dilakukan dengan

memberikan pendidikan mediasi kepada para ninik mamak. Karena pelatihan

mediasi yang dilaksanakan oleh Mahkamah Agung, maka kerja sama pemerintah

daerah dalam membina dan mengembangkan peran ninik mamak dalam  warga 

terutama dalam menyelesaikan sengketa yang terjadi dalam  warga  melalui

mediasi perlu dilakukan.

Kelebihan dan Kekurangan Mediasi

Dari hasil penelitian yang dilakukan dalam penyelesaian sengketa secara

mediasi untuk kasus perceraian di Kabupaten Kampar baik di Pengadilan Agama

maupun di luar pengadilan, responden menjawab bahwa kelebihan mediasi adalah

sebagai berikut: 1. bersifat rahasia; tidak diketahui secara luas oleh  warga ,

baik mediasi di Pengadilan maupun di luar pengadilan. Karena kasus perceraian

adalah kasus yang sangat dirahasiakan oleh para pihak supaya persoalan rumah

tangga mereka tidak diketahui khalayak umum; 2. tidak memakan biaya yang besar;

dalam proses mediasi di luar pengadilan, para pihak hanya menyediakan makanan

ala kadarnya untuk menjamu ninik mamak dalam proses mediasi. Itupun tidak

ada kewajiban untuk menjamu para ninik mamak tersebut, dan ninik mamak sebagai

mediator tidak dibayar untuk menyelesaikan masalah tersebut; 3. rasa kekeluargaan

dapat tumbuh kembali; karena dalam proses mediasi dengan menghadirkan mamak

atau paman masing-masing pihak dan ninik mamak sebagai mediator biasanya para

pihak dapat berbaikan kembali karena rasa segan dan menghormati para tetua adat

dan untuk menjaga nama baik keluarga besar kedua belah pihak; 4. mediasi

memberikan kesempatan pada para pihak untuk berpartisipasi secara langsung dan

secara informal dalam menyelesaikan sengketa; dalam mediasi para pihak selalu

diminta untuk mengemukakan pendapat dan menjelaskan apa yang menjadi

persoalan di antara mereka; 5. mediasi dapat mengubah hasil, dengan suatu

kepastian melalui consensus; kesepakatan yang dihasilkan biasanya adalah

perdamaian, sehingga pihak yang tadinya ingin bercerai dapat mengurungkan

-- 

niatnya untuk bercerai; 6. mediasi mampu menghilangkan konflik; dengan nasehat-

nasehat perkawinan yang diberikan oleh mediator, membuat para pihak menyadari

kesalahan dan kekurangan masing-masing dan berjanji untuk tidak mengulangi

lagi.

Sedangkan kekurangan dalam proses mediasi adalah: 1. karena rasa segan ke

ninik mamak dan paman, tidak menukik pada akar masalah; 2. lebih dominan ninik

mamak dalam mengemukakan pendapat; 3. relatif tidak ada kepastian hari untuk

bertemu karena harus menyesuaikan dengan jadwal ninik mamak dan paman

masing-masing pihak; 4. notulensi tidak tercatat secara sistematis bahkan bersifat

lisan.

Penelitian ini menyimpulkan, pertama, penyelesaian sengketa perceraian secara

mediasi di Pengadilan Agama Bangkinang belum berjalan maksimal dimana dalam

setiap perkara yang masuk ke Pengadilan Agama Bangkinang memang diupayakan

proses mediasi terlebih dahulu. Akan tetapi masih terdapat kendala-kendala di

lapangan seperti: Mediasi tidak dapat berjalan jika tidak hadirnya salah satu pihak

dalam proses perkara di Pengadilan, Pengetahuan para pihak tentang mediasi di

pengadilan masih kurang, Jumlah mediator hanya dari kalangan hakim, sarana, dan

prasarana ruang yang tidak memadai, Sarana dan prasarana peralatan kantor untuk

proses mediasi tidak memadai, Masih kurang mediator bersertifikat di Pengadilan

Agama bangkinang.

Kedua, penyelesaian sengketa perceraian secara mediasi di luar pengadilan di

Kabupaten Kampar sudah cukup baik karena mediatornya adalah ninik mamak

dari persukuan para pihak ditambah dengan mamak atau paman dari masing-

masing pihak. Secara emosional mereka terikat hubungan yang baik dengan para

mediator, dan rasa segan kepada para mediator membuat para pihak dapat

menurunkan emosi dan mendengarkan nasehat mediator atas persoalan rumah

tangga yang mereka hadapi.

Ketiga, kelebihan dan kekurangan dalam proses mediasi dalam kasus perceraian

di Kabupaten kampar adalah sebagai berikut. Untuk kelebihan antara lain: proses

mediasi bersifat rahasia, tidak memakan biaya yang besar, rasa kekeluargaan dapat

tumbuh kembali, mediasi memberikan kesempatan pada para pihak untuk

berpartisipasi secara langsung dan secara informal dalam menyelesaikan sengketa,

Mediasi dapat mengubah hasil, dengan suatu kepastian melalui consensus, mediasi

mampu menghilangkan konflik. Sedangkan kekurangan dalam proses mediasi

adalah: Karena rasa segan ke ninik mamak dan paman, tidak menukik pada akar

masalah. Lebih dominan ninik mamak dalam mengemukakan pendapat, relatif tidak

ada kepastian hari untuk bertemu karena harus menyesuaikan dengan jadwal ninik

mamak dan paman masing-masing pihak. Notulensi tidak tercatat secara sistematis

bahkan ada yang secara lisan.

Oleh sebab itu diharapkan Pengadilan Agama Bangkinang di samping

melakukan sosialisasi terhadap proses penyelesaian sengketa secara mediasi di

Pengadilan Agama Bangkinang supaya para pihak yang berperkara akan menempuh

jalur mediasi terlebih dahulu sebelum masuk pada pemeriksaan pokok perkara, di

samping itu diharapkan peran mediator bersertifikat selain dari hakim Pengadilan

Agama Bangkinang untuk mendaftarkan diri sebagai mediator di Pengadilan Agama

Bangkinang, melengkapi sarana dan prasarana mediasi di Pengadilan Agama

Bangkinang.

Proses penyelesaian secara mediasi di luar pengadilan perlu digalakkan karena

dengan adanya penyelesaian sengketa perceraian secara mediasi di luar pengadilan

tentu saja akan menurunkan tingkat perceraian dalam  warga . Mediator di luar

Pengadilan diharapkan membuat notulensi secara sistematis dan terjadwal dengan

baik, dan apabila memungkinkan para mediator atau ninik mamak dapat mengikuti

pelatihan tentang mediasi yang diadakan oleh perguruan tinggi ataupun lembaga-

lembaga negara lainnya.


Share:
TRANSLATE
English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Translate

viewer

SEARCH

widget translate
English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Archive