Tampilkan postingan dengan label konsumen. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label konsumen. Tampilkan semua postingan

Jumat, 29 Desember 2023

konsumen





Di dalam melakukan perdagangan, salah satu kegiatan yang dilakukan 
pelaku usaha adalah melakukan kegiatan pemasaran sebagai salah satu upaya 
memperkenalkan produk yang dibuat oleh pelaku usaha untuk dibeli atau 
dikonsumsi oleh  konsumen, karena hal ini  produk yang dibuat oleh pelaku 
usaha dapat dikenal khalayak ramai. Salah satu kegiatan untuk memperkenalkan 
produk secara tidak langsung adalah iklan.  
Menurut Pasal 7 Huruf b Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang 
perlindungan konsumen yang berbunyi “memberikan informasi yang benar, jelas, 
dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi 
penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan”. Dan sarana yang 
digunakan oleh pelaku usaha untuk memberikan informasi tentang produk yang 
ditawarkan kepada konsumen adalah iklan. Selain bertujuan memberikan 
informasi tentang produk, iklan memiliki tujuan mencari keuntungan. 
Menurut Kotler iklan adalah komunikasi bukan pribadi yang dilakukan 
melalui media yang dibayar atas usaha yang jelas.1 Advertising atau yang biasa 
disebut dengan periklanan merupakan salah satu bagian dari promosi pemasaran 
yang paling terkenal dan sering dibahas karena fungsinya yang teramat besar 
dalam kegiatan promosi.2 Iklan adalah komunikasi komersil dan nonpersonal 
tentang sebuah organisasi dan produk-produknya yang ditransmisikan ke suatu 
khalayak target melalui media bersifat massal seperti televisi, radio, koran, 
majalah, direct mail (pengeposan langsung), reklame luar ruang, atau kendaraan 
                                                          
umum.3 Dalam Pasal 1 Angka 16 Undang-Undang Pangan Nomor 7 tahun 1996 
disebutkan “Iklan pangan adalah setiap keterangan atau pernyataan mengenai 
pangan dalam bentuk gambar, tulisan atau  bentuk lain yang dilakukan dengan 
berbagai cara untuk pemasaran dan atau perdagangan produk”. 
Di Indonesia banyak merk susu formula yang memberikan informasi 
tentang produk melalui media massa elektronik dan dari segi materi menggunakan 
kombinasi antara kata kata dengan adegan sehingga informasi yang diberikan 
dapat diterima oleh konsumen. Contohnya Susu Formula Bebelac dari PT.Nutricia 
Indonesia sejahtera yang mengiklankankan produknya di media massa elektronik 
dengan isi materi  yang mengkombinasikan antara kata-kata dengan adegan. 
Menurut Pasal 1 Angka 4 Peraturan Menteri Kesehatan No. 39 Tahun 
2013 tentang Susu Formula Bayi dan Produk Bayi Lainnya, Susu Formula Bayi 
adalah susu yang secara khusus diformulasikan sebagai pengganti ASI untuk bayi 
sampai berusia 6 bulan. Menurut Pasal 2 Peraturan Menteri Kesehatan No. 39 
Tahun 2013 tentang Susu Formula Bayi dan Produk Bayi Lainnya menyebutkan:  
(1) “Pengaturan susu formula bayi dan produk bayi lainnya bertujuan agar: (a) 
Setiap orang memiliki akses terhadap informasi pemenuhan gizi bagi bayi yang 
tidak mendapatkan ASI eksklusif, (b) Setiap orang memiliki akses benar dan 
sesuai standar yang direkomendasikan dalam penggunaan Susu Formula Bayi dan 
Produk Bayi lainnya, (c) Setiap orang memiliki akses komunikasi, informasi, dan 
edukasi mengenai penggunaan Susu Formula Bayi dan Produk Bayi lainnya 
secara aktual dan objektif yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dan; (2) Adanya 
                                                           
kerjasama ibu, pihak keluarga, tenaga kesehatan dan pelayanan kesehatan dalam 
mengkampanyekan pentingnya pemberian ASI eksklusif. 
Penjelasan tentang pentingnya ASI juga tidak disinggung dalam iklan 
yang dilakukan oleh produsen susu formula karena dengan adanya penjelasan 
ini  membuat konsumen memiliki anggapan susu formula adalah asupan gizi 
sekunder atau dengan kata lain asupan penunjang bukan yang utama. Seperti 
halnya produsen rokok yang memberikan peringatan tentang bahaya merokok 
kepada para konsumen dalam pengertian terbalik.4 Sehingga informasi yang 
disampaikan kurang jelas dan tegas. Karena kewajiban produsen adalah 
memberikan informasi kepada konsumen.5 Artinya konsumen berhak 
mendapatkan informasi dari produk yang ditawarkan oleh produsen. 
Adanya pelanggaran yang dilakukan produsen kepada konsumen 
dikarenakan banyak konsumen yang kurang mengetahui kewajiban pelaku usaha 
serta hak yang harus diterima oleh konsumen. Oleh karena banyaknya 
pelanggaran yang dilakukan pelaku usaha selayaknya pemerintah bertindak tegas 
dalam menerapkan UU No 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. Pasal 1 
Angka 1 menyebutkan “Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang 
menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada 
konsumen.” Jelas dalam pasal ini  diatas pemerintah melalui penegak hukum 
turut serta dalam melindungi hak-hak konsumen. Sehingga konsumen lebih 
merasa aman dengan adanya peraturan perundangan ini . Dan juga 
menyimpangnya anggapan konsumen tentang susu formula dapat teratasi.  
                                                           
Berdasarkan uraian di atas maka masalah yang dikaji dalam penelitian ini 
adalah pertama, Bagaimana profil Tayangan Iklan Susu Formula yang 
ditayangkan di RCTI, SCTV dan TransTV  serta koran Kompas dan koran Sindo? 
Kedua,  Bagaimana perlindungan hukum bagi konsumen susu formula terhadap 
iklan yang dilakukan melalui media Televisi serta koran Kompas dan koran 
Sindo? 
Tujuan penelitian ini adalah (1) Mendeskripsikan profil dari tayangan 
iklan Susu Formula yang ditayangkan di RCTI, SCTV dan TransTV serta koran 
Kompas dan koran Sindo, (2) Untuk mendeskripsikan perlindungan hukum bagi 
konsumen susu formula terhadap iklan yang dilakukan melalui media televisi 
serta koran Kompas dan koran Sindo. 
Metode penelitian ini menggunakan pendekatan doktrinal. Tipe kajian 
dalam penelitian ini lebih bersifat deskriptif, karena bermaksud menggambarkan 
secara jelas, tentang berbagai hal yang terkait dengan objek yang diteliti, yaitu 
untuk mendeskripsikan profil dari tayangan iklan Susu Formula yang ditayangkan 
di RCTI, SCTV dan TransTV serta koran Kompas dan koran Sindo yang 
merupakan data sekunder. Kemudian mendeskripsikan perlindungan hukum bagi 
konsumen susu formula terhadap iklan yang dilakukan melalui media televisi. 
Data yang telah terkumpul dan telah diolah akan dibahas dengan menggunakan 
metode normatif kualitatif, yakni suatu  pembahasan yang dilakukan dengan cara 
menafsirkan dan mendiskusikan data-data yang telah diperoleh dan diolah, 
berdasarkan (dengan) norma-norma hukum, doktrin-doktrin hukum dan teori ilmu 
hukum yang ada. 

Berdasarkan hasil penelitian ada beberapa produsen susu yang bersaing 
menawarkan berbagai jenis produk susu yang dihasilkannya dengan beriklan. 
Kemampuan iklan yang efektif dalam menjaring konsumen kadang 
disalahgunakan oleh oknum perusahaan dengan memberikan informasi yang tidak 
jujur, berlebihan, dan menyesatkan. Pada akhirnya konsumen akan kecewa karena 
produk yang dibeli tidak sesuai dengan keterangan yang disampaikan dalam iklan. 
Oleh karena itu untuk melindungi konsumen dari perilaku nakal pelaku usaha ini, 
maka negara memberlakukan beberapa peraturan perundang-undangan, 
melakukan pengawasan terhadap kegiatan periklanan, menjamin hak-hak 
konsumen dalam periklanan, serta meminta tanggung jawab pelaku usaha 
terhadap iklan yang menyesatkan. 
Iklan yang dianalisis adalah iklan susu formula yang ditayangkan oleh 
stasiun televisi swasta di Indonesia di antaranya adalah RCTI, SCTV dan 
TransTV yaitu Iklan Susu Formula Bebelac 4, Iklan Susu Formula Bendera, Iklan 
Susu Formula SGM, Iklan Susu Formula dari Dancow, Iklan Susu Formula 
Nutrilon. 
Pertama, Indikator 1: Tidak Menggunakan Kata-kata yang Berlebihan.  
Sebagai media informasi iklan dapat menimbulkan permasalahan jika pelaku 
usaha memberikan informasi atau promosi secara berlebihan untuk mengesankan 
keunggulan produknya. Pelaku usaha memberikan informasi yang berlebihan 
mengenai kualitas, sifat, kegunaan, kemampuan barang dan/atau dan membuat 
perbandingan barang dan/atau jasa yang justru membingungkan konsumen. Hal 
ini merujuk pada Pasal 9 Ayat (1) Huruf j UUPK yang menjelaskan bahwa: 
“Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu 
barang dan/atau jasa: j. Menggunakan kata-kata yang berlebihan, seperti aman, 
tidak berbahaya, tidak mengandung resiko atau efek samping tanpa keterangan 
yang lengkap”. Menurut ahli bahasa Gorys Keraf, penggunaan kata-kata yang 
berlebihan  termasuk majas hiperbola yaitu gaya bahasa yang mengandung suatu 
pernyataan yang berlebihan, dengan membesar-besarkan sesuatu hal. Hiperbola 
sebagai gaya bahasa yang dilambangkan kata-kata yang membawa pernyataan 
yang berlebih-lebihan dengan tujuan untuk menegaskan atau menekankan 
pandangan, perasaan, dan pikiran. 
Kesesuaian iklan susu formula dengan norma iklan agar tidak 
menggunakan kata-kata yang berlebihan adalah sudah sesuai. Hal ini karena tidak 
ada iklan susu formula yang memberikan gambaran yang berlebihan mengenai 
produknya, sehingga iklan susu formula yang diteliti sudah sesuai dengan aturan 
mengenai larangan iklan untuk tidak menggunakan kata-kata yang berlebihan. 
Sesuai dengan Pasal 9 ayat (1) huruf j UUPK. 
Kedua, Indikator 2: Tidak Menyesatkan atau Tidak Mengelabui 
Konsumen (Misleading). Iklan melibatkan antara klaim dan kepercayaan, sebuah 
iklan berhubungan dengan kepercayaan konsumen. Iklan yang menyatakan klaim 
atas sesuatu untuk mengelabui konsumen (misleading) dapat diketahui dari materi 
iklan mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan, harga, tarif, jaminan dan 
garansi barang dan/atau jasa dimana pelaku usaha tidak bisa bertanggungjawab 
serta tidak memenuhi janji-janji sebagaimana dinyatakan dalam iklan yang 
ditayangkan di televisi. Merujuk pada Pasal 9 Ayat (1) Huruf k UU No. 8 Tahun 
1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK): “Pelaku usaha dilarang 
menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara 
tidak benar dan/atau seolah-olah: Menawarkan sesuatu yang mengandung janji 
yang belum pasti” juncto Pasal 10 UUPK berkenaan dengan informasi iklan yang 
membuat penyataan yang tidak benar dan menyesatkan, baik menyangkut harga, 
kegunaan, kondisi, jaminan/garansi, maupun daya tarik potongan harga (discount) 
yang belum tentu benar. 
Berdasarkan kajian di atas dapat dinyatakan bahwa iklan susu formula 
yang ditayangkan di televisi tidak memberikan informasi yang menyesatkan 
(misleading) dan atau tidak memberikan janji yang belum pasti. Konsumen sudah 
diberikan informasi yang benar dan mudah dipahami bahwa susu formula sebagai 
pengganti ASI mampu memberikan manfaat berupa membantu pertumbuhan dan 
kecerdasan balita.  Hal ini sudah sesuai dengan Pasal 9 Ayat (1) huruf k juncto 
Pasal 10 UUPK tentang pelarangan pelaku usaha untuk mengiklankan suatu 
barang dan/atau jasa secara tidak benar dan/atau seolah-olah menawarkan sesuatu 
yang mengandung janji yang belum pasti serta membuat penyataan yang tidak 
benar dan menyesatkan.   
Pasal 33 Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan, khususnya 
pada Bab IV tentang label dan iklan menegaskan bahwa: (a) Setiap label dan iklan 
tentang pangan yang diperdagangkan harus memuat keterangan mengenai pangan 
dengan benar dan tidak menyesatkan; (b) Setiap orang dilarang memberikan 
keterangan atau pernyataan tentang pangan yang diperdagangkan melalui dalam 
dan/atau dengan label atau iklan apabila keterangan atau pernyataan ini  tidak 
benar dan/atau menyesatkan; (c) Pemerintah mengatur, mengawasi, dan 
melakukan tindakan yang diperlukan agar iklan tentang pangan yang 
diperdagangkan tidak memuat keterangan yang dapat menyesatkan. 
Ketiga, Indikator 3: Tidak Memberikan Informasi Secara Keliru/Tidak 
Tepat (Deceptive). Ketentuan mengenai larangan terhadap iklan yang memberikan 
informasi yang tidak tepat adalah merujuk pada Pasal 17 ayat (1) Huruf c UUPK 
yang menyatakan bahwa pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan 
yang: (c) Memuat informasi yang keliru, salah atau tidak tepat mengenai barang 
dan/atau jasa. Menurut Dedi Harianto, mendeskripsikan/memberikan informasi 
secara keliru, salah maupun tidak tepat mengenai barang dan/atau jasa disebut 
dengan deceptive.6  
Hal ini sudah sesuai dengan  Pasal 17 Ayat (1) Huruf c UUPK yang 
menyatakan bahwa pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan yang:  
(c) Memuat informasi yang keliru, salah atau tidak tepat mengenai barang 
dan/atau jasa. Artinya iklan susu formula di televisi tidak mengandung upaya 
pemberian informasi secara keliru (deceptive). 
Berkaitan dengan pengawasan periklanan untuk produk makanan  
Menteri Kesehatan telah mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan No 
399/Menkes/Per/MI/76 tentang Produksi dan Peredaran Makanan, dan Peraturan 
Menteri Kesehatan No. 79/Menkes/Per/III/78 tentang Label dan Periklanan 
Makanan. Dalam kedua ketentuan menteri kesehatan ini , ada  keharusan 
agar iklan makanan memuat informasi yang benar, sesuai dengan kenyataan 
makanan yang bersangkutan, serta makanan ini  telah memenuhi peraturan 
perundangundangan yang berlaku. Di samping itu, penggunaan kalimat, kata-kata, 
nama, lambang, logo, gambar, referensi, nasihat, peringatan, atau pernyataan 
untuk periklanan tidak boleh menyesatkan, mengacaukan, atau menimbulkan 
                                                           
penafsiran yang salah mengenai asal sifat, isi, dan komponen, serta mutu dan 
kegunaan. 
Keempat, Indikator 4: Memberikan gambaran secara tidak lengkap 
(Ommision). Kewajiban pelaku usaha untuk memberikan informasi yang lengkap 
merujuk pada Pasal 7 Huruf b UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan 
Konsumen adalah: “Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai 
kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, 
perbaikan dan pemeliharaan”.  
Dapat dinyatakan bahwa iklan susu formula di televisi tidak memberikan 
informasi yang lengkap mengenai produk susunya terkait bahan baku, kandungan 
nutrisi, dan lainnya. Iklan susu formula di televisi ditinjau dari kelengkapan 
informasi tidak memberikan gambaran yang lengkap. Hal ini tidak sesuai dengan 
Pasal 7 Huruf b UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen adalah: 
“Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan 
barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan 
pemeliharaan”.  
Kelima, Indikator 5: Tidak bertentangan dengan norma, etika, dan nilai-
nilai agama. Iklan dibuat secara kreatif, namun harus tetap mempertimbangkan 
kepentingan pihak lain, konsumen dan masyarakat luas. Konsumen memiliki 
otonomi yang perlu dihormati, masyarakat luas mempunyai norma dan nilai rasa 
yang harus dihargai pula. Menjadi kewajiban produsen dan perusahaan periklanan 
untuk memberikan informasi kepada konsumen secara akurat dan jelas. Hal ini 
merujuk pada Etika Pariwara Indonesia Tahun 2006, bahwa ada  3 (tiga) hal 
pokok yang merupakan asas-asas umum, yaitu: (1)  Iklan dan pelaku periklanan 
harus jujur, benar, dan bertanggung jawab, (2)  Iklan dan pelaku periklanan harus 
bersaing secara sehat, (3) Iklan dan pelaku periklanan harus melindungi dan 
menghargai khalayak, tidak merendahkan agama, budaya, negara, dan golongan, 
serta tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku. Pengiklan juga 
berkewajiban untuk mentaati norma-norma yang lain yang berkaitan dengan 
norma-norma yang berlaku dalam masyarakat, adat, susila, agama dan lain-lain. 
Ketentuan mengenai larangan iklan yang bertentangan dengan etika, 
norma kesusilaan dan nilai-nilai agama adalah merujuk pada Pasal 17 Ayat (1) 
Huruf f UUPK ditentukan bagi pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi 
iklan yang: (f) Melanggar etika dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan 
mengenai periklanan.” “Bagi iklan-iklan yang melanggar ketentuan dalam ayat (1) 
maka pelaku usaha periklanan dilarang untuk melanjutkan peredaran iklan 
ini .”   
Keenam, Indikator 6: menjamin hak-hak konsumen untuk memperoleh 
informasi. Konsumen memiliki hak untuk mendapatkan kejelasan mengenai 
produk susu formula. Hal ini merujuk pada Pasal 4 Huruf c UUPK. Di sana 
disebutkan bahwa konsumen memiliki hak atas mendapatkan informasi yang 
benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa. 
Pencantuman nomor layanan konsumen adalah sebagai media bagi 
konsumen untuk menanyakan kebenaran tentang iklan dan menanyakan hal-hal 
lainnya yang berkaitan dengan produk. Hak konsumen terhadap promosi produk 
melalui iklan baik melalui media elektronik atau hasil cetaknya telah diatur sesuai 
dengan hak-hak konsumen yang ada  dalam Pasal 4 Huruf c UUPK. Disana 
disebutkan bahwa konsumen memiliki hak atas mendapatkan informasi yang 
benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa. 
Dengan adanya pasal ini  apabila apa yang diberikan pelaku usaha tidak 
sesuai dengan apa yang di iklankan maka sesuai dengan Pasal 4 Huruf d UUPK 
disebutkan bahwa konsumen memiliki hak untuk didengar pendapat dan 
keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan. Konsumen juga memiliki 
hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa 
perlindungan konsumen secara patut sesuai dengan Pasal 4 Huruf e. Selanjutnya 
konsumen memiliki hak untuk mendapatkan kopensasi, ganti rugi dan/atau 
penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan 
perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya, ketentuan ini sesuai dengan Pasal 4 
Huruf h UUPK.  
Hak konsumen yang ada dalam promosi produk melalui iklan susu 
formula merupakan untuk meraih kenyamanan, keamanan, dan keselamatan 
konsumen. Sebab barang dan/atau jasa yang penggunaannya tidak memberikan 
kenyamanan, tidak aman atau membahayakan keselamatan konsumen jelas tidak 
layak untuk diedarkan dalam masyarakat. Juga untuk menjamin bahwa suatu 
barang dan/atau jasa yang dikehendakinya berdasarkan atas keterbukaan informasi 
yang benar, jelas, dan jujur. Jika ada  penyimpangan yang merugikan, 
konsumen berhak untuk didengar, memperoleh advokasi, pembinaan, perlakuan 
yang adil, kompensasi sampai ganti rugi.7 
PENUTUP 
Kesimpulan  
Pertama, berdasarkan penelitian terhadap iklan susu formula yang 
ditayangkan di RCTI, SCTV dan TransTV dapat disimpulkan bahwa: (1) Iklan 
susu formula tidak menggunakan kata-kata yang berlebihan. (2) Iklan susu 
formula tidak menyesatkan atau tidak mengelabui konsumen (misleading),  
                                                          
(3) Iklan susu formula tidak memberikan informasi secara keliru/tidak tepat 
(deceptive), (4) Iklan susu formula memberikan gambaran secara tidak lengkap 
(ommision). (5) Iklan susu formula tidak bertentangan dengan norma, etika, dan 
nilai-nilai agama. (6) Iklan susu formula menjamin hak-hak konsumen untuk 
memperoleh informasi. 
Kedua, perlindungan hukum bagi konsumen susu formula terhadap iklan 
yang dilakukan melalui televisi. Dari penelitian yang dilakukan oleh penulis pada 
perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen terhadap iklan susu 
formula di televisi, maka menunjukkan bahwa: (1) Perlindungan terhadap 
konsumen untuk mendapatkan tayangan iklan susu formula yang tidak 
menggunakan kata-kata yang berlebihan, diatur pada Pasal 9 Ayat (1) Huruf j 
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen 
(UUPK), namun belum diatur pada Peraturan Pemerintah No. 69 tahun 1999 
tentang Label dan Iklan Pangan; (2) Perlindungan terhadap konsumen untuk 
mendapatkan tayangan iklan susu formula yang tidak menyesatkan atau tidak 
mengelabui konsumen (misleading), diatur pada Pasal 9 Ayat (1) huruf k  juncto 
Pasal 10 UUPK, Pasal 33 Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan. 
Pasal 44 Ayat 1 Peraturan Pemerintah No. 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan 
Pangan, Pasal 34 Peraturan Menteri Kesehatan No 79/MenKes/Per/III/1978 
tentang Label dan Periklanan Makanan; (3) Perlindungan terhadap konsumen 
untuk mendapatkan tayangan iklan susu formula yang tidak memberikan 
informasi secara keliru/tidak tepat (deceptive), diatur pada Pasal 17 ayat (1) huruf 
c UUPK, namun belum diatur pada Peraturan Pemerintah No. 69 tahun 1999 
tentang Label dan Iklan Pangan; (4) Perlindungan terhadap konsumen untuk 
mendapatkan tayangan iklan susu formula yang memberikan gambaran secara 
lengkap, diatur pada Pasal 7 huruf b UUPK, namun belum diatur pada Peraturan 
Pemerintah No. 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan; 5) Perlindungan 
terhadap konsumen untuk mendapatkan tayangan iklan susu formula yang tidak 
bertentangan dengan norma, etika, dan nilai-nilai agama, diatur pada Pasal 17 ayat 
(1) huruf f UUPK, Pasal 13 Undang-Undang No. 40 tahun 1999 tentang Pers, 
Pasal 46 ayat 3 Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, Pasal 44 
Ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan 
Pangan; 6) Perlindungan terhadap konsumen untuk mendapatkan tayangan iklan 
susu formula yang menjamin hak-hak konsumen untuk memperoleh informasi, 
diatur pada Pasal 4 huruf c, huruf d, huruf e, dan  huruf f UUPK, namun belum 
diatur pada Peraturan Pemerintah No. 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan 
Pangan  
Saran 
Pertama, Pelaku usaha iklan dalam mengiklankan produknya di televisi 
hendaknya lebih memperhatikan materi iklan yang disampaikan jangan hanya 
memberikan informasi tentang kelebihan produknya namun juga harus 
memberikan seluruh informasi baik mengenai dampak ataupun kelemahan 
penggunaan produknya.  
Kedua, Pemerintah harus berperan aktif dalam membina dan mengawasi 
pelaku usaha yang beriklan dan mengambil tindakan tegas terhadap pelanggaran-
pelanggaran iklan; Pemerintah harus membuat regulasi yang mengatur tentang 
tata cara periklanan yang baik dan mekanisme pengawasan penayangan iklan; dan 
Pemerintah harus memberdayakan keberadaan yayasan perlindungan konsumen 
(YLKI) dengan mendukung  pendanaan serta fasilitas lain 
Ketiga, Bagi BPSK, Pasal 62 Undang-Undang Perlindungan Konsumen 
ada  sanksi pidana, alangkah baiknya apabila bentuk ancaman pidana yang 
dijatuhkan kepada pelaku pelanggaran ketentuan periklanan dapat berupa pidana 
penjara dan bukan pidana denda. BPSK selain menghukum denda juga dapat 
melimpahkan kasus pelanggaran iklan ke Pengadilan Negeri, hal ini agar sanksi 
pidana yang dijatuhkan ini  benar-benar menimbulkan efek jera serta 
meningkatkan kepatuhan pelaku usaha terhadap norma-norma Undang-Undang 
Perlindungan Konsumen. 
Keempat, Mayarakat atau konsumen harus dapat memilah mana iklan yang 
baik dan mana iklan yang menyesatkan sehingga dapat memilih produk susu yang 
sesuai.  
 
Share:
TRANSLATE
English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Translate

viewer

SEARCH

widget translate
English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Archive