Tampilkan postingan dengan label sengketa tanah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label sengketa tanah. Tampilkan semua postingan

Kamis, 22 Februari 2024

sengketa tanah

 



Sengketa tanah terjadi karena tanah mempunyai kedudukan yang sangat penting, yang dapat

membuktikan kemerdekaan dan kedaulatan pemiliknya. Tidak semua masalah harus

diselesaikan lewat persidangan atau pengadilan. Saat ini telah lahir penyelesaian sengketa

non litigasi, yaitu Alternative Dispute Resolution (selanjutnya disebut dengan ADR), salah

satunya dengan menggunakan mediasi di mana keberpihakan seorang mediator tidak terjadi

dalam persoalan mediasi. Rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini

adalah;pertama, bagaimana peranan Kantor Pertanahan dalam penyelesaian tanah secara

mediasi;kedua, Bagaimana prosedur peneyelesaian sengketa pertanahan melalui jalur

mediasi di Kantor Pertanahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peranan sebagai

mediator pada saat mediasi yaitu memimpin diskusi, memelihara atau menjaga aturan-aturan

perundangan, mendorong para pihak untuk menyampaikan masalah dan kepentingan secara

terbuka, mendorong para pihak agar menyadari bahwa sengketa bukan pertarungan yang

harus dimenangkan tetapi diselesaikan, mendengar, mencatat dan mengajukan pertanyaan,

membantu para pihak mencapai titik temu dan Prosedur dalam penyelesaian sengketa

pertanahan melalui jalur mediasi yaitu adanya pengaduan oleh para pihak yang bersengketa

ke Kantor Pertanahan dan melewati proses menelaah, negoisasi akhir, kesepakatan Jika para

pihak mencapai kata sepakat maka dituangkan dalam perjanjian tertulis, sedangkan yang

tidak mencapai kata sepakat maka para pihak mempunyai hak untuk mengajukan

permasalahan sengketa tersebut ke pengadilan.


Tanah bagi kehidupan manusia

mempunyai kedudukan yang sangat penting. Hal

ini disebabkan hampir seluruh aspek

kehidupannya terutama bagi bangsa Indonesia

tidak dapat terlepas dari keberadaan tanah yang

sesungguhnya tidak hanya dapat ditinjau dari

aspek ekonomi saja, melainkan meliputi segala

kehidupan dan penghidupannya

Sebagai hak dasar, hak atas tanah sangat

berarti sebagai tanda eksistensi, kebebasan, dan

harkat diri seseorang. Di sisi lain, negara wajib

memberi jaminan kepastian hukum terhadap hak

atas tanah itu walaupun hak itu tidak bersifat

mutlak karena dibatasi oleh kepentingan orang

lain, masyarakat dan negara.

Permasalahan pertanahan merupakan isu

yang selalu muncul dan selalu aktual dari masa

ke masa, seiring dengan bertambahnya

penduduk, perkembangan pembangunan, dan

semakin meluasnya akses berbagai pihak yang

memperoleh tanah sebagi modal dasar dalam

berbagai kepentingan.

Sengketa tanah terjadi

karena tanah mempunyai kedudukan yang sangat

penting, yang dapat membuktikan kemerdekaan

dan kedaulatan pemiliknya.Tanah mempunyai

fungsi dalam rangka integritas negara dan fungsi

sebagai modal dasar dalam rangka mewujudkan

sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Pada dasarnya pilihan penyelesaian sengketa

dapat dilakukan dengan 2 (dua) proses. Proses

penyelesaian sengketa melalui litigasi di dalam

pengadilan, kemudian berkembang proses

penyelesaian sengketa melalui kerja sama

(kooperatif) di luar pengadilan. Proses litigasi

menghasilkan kesepakatan yang bersifat

adversial yang belum mampu merangkul

kepentingan bersama, cenderung menimbulkan

masalah baru, lambat dalam penyelesaiannya.

Sebaliknya, melalui proses di luar pengadilan

menghasilkan kesepakatan kesepakatan yang

bersifat “win-win solution dihindari dari

kelambatan proses penyelesaian yang

diakibatkan karena hal prosedural dan

administratif, menyelesaikan komprehensif

dalam kebersamaan dan tetap menjaga hubungan

baik.

Tidak semua masalah harus diselesaikan

lewat persidangan atau pengadilan. Saat ini telah

lahir penyelesaian sengketa non litigasi, yaitu

Alternative Dispute Resolution (selanjutnya

disebut dengan ADR), salah satunya dengan

menggunakan mediasi di mana keberpihakan

seorang mediator tidak terjadi dalam persoalan

mediasi. Hal mana telah diatur secara implisit

dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999

Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian

Sengketa.


1. Peranan Kantor Pertanahan dalam

penyelesaian tanah secara mediasi

Peraturan Kepala BPN No.3 Tahun 2011

tentang Pengelolaam Pengkajian dan

Penanganan Kasus pertanahan merumuskan

bahwa yang dimaksud dengan sengketa

pertanahan menurut pasal 1 angka 2 perka BPN

No.3 Tahun 2011 yang selanjutnya disingkat

sengketa adalah perselisihan pertanahan anatara

orang perseorangan, badan hukum, atau

lembaga yang tidak berdampak luas secara

sosio-politis, sedangkan konflik pertanahan

menurut pasal 1 angka 3 perka BPN No.3 Tahun

2011 adalah perselisihan pertanahan anatar

orang perseorangan, kelompok, golongan,

organisasi, badan hukum, atau lembaga yang

mempunyai kecenderungan atau sudah

berdampak luas secara sosio-politis. Artinya,

BPN berwenang.

Menyelesaikan perselisihan

pertanahan, baik dalam bentuk sengketa

maupun konflik pertanahan. Pengertian

sengketa tanah juga dapat dilihat dalam

peraturan Menteri Agraria/KBPN No.1 Tahun

1999 tentang Tata Cara Penanganan Sengketa

Pertanahan.

Disimpulkan bahwa baik sengketa maupun

konflik pertanahan secara suibtansi terjadi

perbedaan atau perselisihan antara dua pihak

atau lebih terhadap sumber daya tanah.

Berdasarkan dimensi dampak, konflik memiliki

dampak yang lebih luas bila dibandingkan

dengan istilah sengketa. Konflik pertanahan

yang sudah dan sedang berlangsung dan

mungkin tetap akan berlangsung bila tidak

dicairkan jalan keluarnya yang obyektif, maka

akan selalu menjadi topik yang menarik untuk

dibahas dan diselesaikan dalam konteks

penyelengaraan ke depan.

Ada beberapa faktor

yang menyebabkan timbulnya sengketa tanah.

Pertama, peraturan yang belum lengkap; Kedua,

ketidaksesuian peraturan;ketiga, pejabat

pertanahan yang kurang tanggap terhadap

kebutuhan dan jumlah tanah yang tersedia;

keempat, data yang kurang akurat dan kurang

lengkap;kelima, data tanah yang

keliru;keeenam, keterbatasan sumber daya

manusia yang bertugas menyelesaikan sengketa

tanah; ketujuh, transaksi tanah yang keliru; dan

kedelapan, adanya penyelesaiaan dari instansi

lain, sehingga terjadi tumpang tindih

kewenangan

Sengketa merupakan kelanjutan dari adanya

masalah. Sebuah masalah akan berubah menjadi

sengketa bila masalah tersebut tidak

dapat diselesaikan.


Mediasi merupakan cara

penyelesaian yang sangat diharapkan untuk

dapat menyelesaikan sengketa secara adil. Hal

ini disebabkan karena proses mediasi

merupakan musyawarah antar para pihak yang

bersengketa, sehingga jika mediasi

membuahkan hasil, hasilnya adalah win-win

solutions, sehingga para pihak puas dengan

hasil musyawarah

Aparatur pertanahan baik pusat maupun

didaerah dituntut secara aktif untuk

menyelesaikan sengketa dan konflik pertanahan

melalui mediasi sebagai prioritas utama dengan

mengedepankan netralitas Badan Pertanahan

Nasional sebagai mediator.

Sebagai instansi vertikal yang berada di

bawah naungan dan bertanggung jawab

langsung kepada menteri melalui Kepala Kantor

Wilayah Badan Pertanahan Nasional,

menggunakan bentuk penyelesaian sengketa

pertanahan dengan proses mediasi yang sudah

dilaksanakan kurang lebih 6 tahun belakangan

ini. Bahwa gelar mediasi ini dilaksanakan

berdasarkan Peraturan Kepala Badan

Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2011

Tentang Pengelolaan Pengkajian Dan

Penanganan Kasus Pertanahan.

Penyelesaian sengketa tanah melalui jalur

mediasi di Kantor Pertanahan ini ditangani oleh

Subseksi Sengketa, Konflik dan Perkara yang

berada di pengkoordinasian Seksi Penanganan

Masalah dan Pengendalian Pertanahan.

Subseksi Penangan Sengketa, Konflik dan

Perkara Pertanahan ini mempunyai tugas yaitu

melakukan penyiapan bahan bimbingan teknis,

koordinasi, pemantauan, pelaksanaan

pencegahan, penanganan dan penyelesaian

sengketa/konflik dan perkara pertanahan, serta

analisis dan penyiapan usulan pembatalan hak

atas tanah berdasarkan putusan pengadilan atau

hasil perdamaian, serta evaluasi dan pelaporan,

sebagaimana yang telah dimaksud dalam pasal

56 (a) Peraturan Menteri Agraria Dan Tata

Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional

Nomor 38 tahun 2016 Tentang Organisasi dan

Tata Kerja Kantor Wilayah Badan Pertanahan

Nasional dan Kantor Pertanahan.

Salah satu tugas dari Subseksi Sengketa,

Konflik dan Perkara yang disebutkan

sebelumnya yaitu penanganan dan penyelesaian

sengketa/konflik dan perkara pertanahan, maka

dalam hal penyelesaian sengketa pertanahan

dilakukan oleh subseksi tersebut. Penyelesaian

sengketa ini Subseksi Sengketa, Konflik Dan

Perkara ini berperan sebagai mediator. Mediator

di Kantor Pertanahan Kota Medan adalah

pejabat struktur di Kantor Pertanahan atau

mediator yang sudah bersertifikat. Mediasi yang

dilaksanakan di Kantor Pertanahan Kota Medan

dilaksanakan oleh pejabat/pegawai yang

ditunjuk dengan surat tugas/surat perintah dari

Kepala Kantor Pertanahan.

Penanganan sengketa pertanahan melalui

jalur mediasi oleh Badan Pertanahan Nasional

didasarkan pada dua prinsip utama, yaitu :

1. Kebenaran - kebenaran formal dari fakta

- fakta yang mendasari permasalahan

yang bersangkutan.


2. Keinginan yang bebas dari pihak yang

bersengketa terhadap objek yang

disengketakan.

Sebagai mediator, seksi ini mempunyai

peran sebagai pihak ketiga yang tidak memihak

kepada para pihak yang bersengketa dan

membantu para pihak dalam memahami

pandangan masing - masing dan membantu hal -

hal yang dianggap penting bagi mereka.

Penyelesaian sengketa pertanahan ini,

Kantor Pertanahan sebagai mediator sangat

berperan mulai sebelum dilakukannya

perundingan dan pasca perundingan dengan para

pihak yang bersengketa. Peran mediator pada

saat mediasi yaitu memimpin diskusi,

memelihara atau menjaga aturan - aturan

perundangan, mendorong para pihak untuk

menyampaikan masalah dan kepentingan secara

terbuka, mendorong para pihak agar menyadari

bahwa sengketa bukan pertarungan yang harus

dimenangkan tetapi diselesaikan, mendengar,

mencatat dan mengajukan pertanyaan,

membantu para pihak mencapai titik temu.

Penyelesaiaan sengketa pertanahan ini,

Kantor pertanahan mempunyai tipe mediator

yaitu mediator authoritative. Ada beberapa

tipologi mediator yaitu:


1. Mediator Hubungan Sosial (social Network)

Mediator ini berperan dalam sebuah

sengketa atas dasar adanya hubunngan sosial

antara mediator dan para pihak yang

bersengketa, misalnya bila  terjadinya

sengketa antara rekan kerja dan teman usaha.

Tipe mediator hubungan sosial ini sering ditemui

dalam masyarakat, alim ulama. Orang-orang

tersebut pada umunya memiliki wibawa atau

karisma serta disegani oleh masyarakat

setempat, semua nasehat atas perkataanya

dipercaya atau dituruti oleh masyarakat sehingga

kadangkala terselesainya konflik terlalu

dilatarbelakangi adanya rasa segan atau bahkan

rasa takut.

2. Mediator Autoriatif (Autoriatif mediators)

Mediator ini berusaha membantu pihak - pihak

yang bersengketa untuk menyelesaiakan

perbedaan - perbedaan dan memiliki posisi yang

kuat sehingga mereka memiliki potensi atau

kapasitas untuk mempengaruhi hasil akhir dari

sebuah proses mediasi. Mediator autoritatif

dalam menjalankan perannya tidak

menggunakan kewenangan atau pengaruhnya,

karena didasari pada keyakinan atau pandangan

bahwa pemecahan yang terbaik terhadap sebuah

kasus bukanlah ditentukan oleh dirinya selaku

pihak yang berpengaruh, melainkan harus

dihasilkan oleh upaya pihak - pihak yang

bersengketa.

2.Prosedur peneyelesaian sengketa

pertanahan melalui jalur mediasi di Kantor

Pertanahan

Pelaksanaan mediasi di Kantor

Pertanahan setiap permasalahan yang masuk

semuanya harus dengan prosedur atau proses

yang sudah ditetapkan oleh Kantor Pertanahan.

Proses tersebut diharapkan semua sengketa yang

masuk dibagian sengketa, konflik dan perkara

pertanahan dapat terselesaikan dengan baik dan

dapat memuaskan semua pihak yang

bersengketa. Kantor Pertanahan Kota Medan

menetapkan proses yang harus dilalui oleh

semua pihak yang akan menggunakan mediasi

dalam penyelesaian sengketa pertanahan.

Melalui Keputusan Kepala BPN RI

Nomor 34 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis

Penangan dan Penyelesaian Masalah Pertanahan

Nomor 05/JUKNIS/D.V/2007 tentang Tahapan

Mediasi jo PERMEN Nomor 11 Tahun 2016

tentang Penyelesaian Kasus Pertanahan. Adapun

prosedur atau proses mediasi yang ada di Kantor

Pertanahan Kota Medan yaitu dilakukannya:

a. Pengaduan

Pengaduan yang disampaikan ke Kantor

Pertanahan Kota Medan dapat berupa pengaduan

secara tertulis, melalui loket pengaduan, kotak

surat, atau website kementrian. Pengaduan

tersebut harus dilampiri dengan fotokopi

identitas pengadu, fotokopi penerima kuasa dan

surat kuasa bila  dikuasakan, serta data

pendukung atau bukti - bukti yang terkait

dengan pengaduan. Pengaduan ini paling sedikit

memuat identitas pengadu dan uraian singkat

kasus.

sesudah  pengaduan diterima oleh petugas

yang bertanggung jawab dalam menangani

pengaduan, maka petugas melakukan pemeriksa

berkas pengaduan tersebut. Pengaduan yang

telah memenuhi syarat diterima langsung

melalui loket pengaduan maka kepada pihak

pengadu akan diberikan surat tanda penerimaan

pengaduan.

Pengaduan tersebut diregister dalam buku

register induk selanjutnya diserahkan kepada

Kepala Kantor Pertanahan untuk mendisposisi

kepada Kepala Subseksi Penanganan Sengketa,

Konflik dan Perkara untuk mempelajari

kelengkapan administrasi atas pengaduan yang

dimaksud.

b. Menelaah

Pengaduan yang telah diadministrasikan maka

selanjutnya ditangani oleh pejabat yang

bertanggung jawab dalam menangani sengketa,

konflik dan perkara pada Kantor Pertanahan

Kota Medan. Subseksi Penangan Sengketa,

Konflik dan Perkara selanjutnya melakukan

pengumpulan data. Adapun data yang

dikumpulkan yaitu berupa

a) Data fisik data yuridis

b) Putusan peradilan, berita acara

pemeriksaan dari Kepolisian Negara RI,

Kejaksaan RI, Komisi Pemberantas

Korupsi atau dokumen lainnya yang

dikeluarkan oleh lembaga/instansi

penegak hukum

c) Data yang dikeluarkan atau diterbitkan

oleh pejabat yang berwenang;

d) Data lainnya yang terkait dan dapat

mempengaruhi serta memperjelas duduk

persoalan sengketa dan konflik dan/atau;

e) Keterangan Saksi

sesudah  pelaksanaan kegiatan

pengumpulan data tersebut dikumpulkan pejabat

yang bertanggung jawab dalam menangani

sengketa, konflik dan perkara melakukan

analisis.

Analisa  ini dilakukan untuk mengetahui

pengaduan tersebut merupakan kewenangan

kementrian atau bukan kewenangan kementrian.

Sengketa atau konflik yang menjadi kewenangan

kemetrian yaitu meliputi:

1) Kesalahan prosedur dalam proses

pengukuran pemetaan dan/atau

perhitungan luas;

2) Kesalahan prosedur dalam proses

pendaftaran penegasan dan/atau

pengakuan hak atas tanah bekas milik

adat;

3) Kesalahan prosedur dalam proses

penetapan dan/atau pendaftaran hak

tanah;

4) Kesalahan prosedur dalam proses

penetapan tanah terlantar;

5) Tumpang tindih hak atau sertifikat hak

atas tanah yang salah satu alas haknya

jelas terdapat kesalahan;

6) Kesalahan prosedur dalam proses

pemeliharaan data pendaftaran tanah;

7) Kesalahan prosedur dalam proses

penerbitan sertifikat pengganti;

8) Kesalahan dalam memberikan informasi

data pertanahan;

9) Kesalahan prosedur dalam proses

pemberian izin;

10) Penyalahgunaan pemanfaatan ruang;atau

11) Kesalahan lain dalam penerapan

peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan hasil pengumpulan data dan

analisis tersebut pejabat yang bertanggung jawab

dalam mengani sengketa, konflik dan perkara

melakukan pengkajian. Pengkajian dilakukan

untuk mengetahui pokok masalah, penyebab

terjadinya, potensi dampak, alternatif

penyelesaian dan rekomendasi penyelesaian

sengketa atau konflik. Melakasanakan

pengkajian dilakukan pemeriksaan lapangan.

Pengkajian ini dilakukan terhadap kronologi

sengketa atau konflik dan data yuridis, data fisik

dan data pendukung lainnya.

sesudah  menerima hasil pengumpulan

data dan hasil analisis Kepala Kantor Pertanahan

Kota Medan memerintahkan pejabat yang

bertanggungjawab dalam menangani sengketa,

konflik dan perkara untuk menindaklanjuti

proses penyelesaian

c. Pemanggilan

Selanjutnya pemanggilan para pihak

yang bersengketa untuk melakukan proses

mediasi yang akan dilaksanakan di Kantor

Pertanahan Kota Medan. Pemanggilan para

pihak dilakukan dengan mengirim undangan

kepada para pihak. Jika salah satu pihak

menolak untuk dilakukannya mediasi atau

mediasi batal karena sudah 3 (tiga) kali tidak

memenuhi undangan atau telah melampaui

waktu 30 hari, maka Kepala Kantor Pertanahan

Kota Medan membuat surat pemberitahuan

kepada pihak pengadu bahwa pengaduan atau

mediasi telah selesai disertai dengan penjelasan

d. Upaya mediasi

Apabila para pihak bersedia melalukan

mediasi maka mediasi dilaksanakan berdasarkan

prinsip musyawarah untuk mufakat bagi

kebaikan semua pihak.

e. Negoisasi Akhir

Para pihak melakukan negosiasi final

yaitu klarifikasi ketegasan mengenai opsi - opsi

yang telah disepakati bagi penyelesaian sengketa

dimaksud. Hasil dari tahap ini adalah putusan

penyelesian sengketa yang merupakan

kesepakatan para pihak yang bersengketa.

Kesepakatan tersebut pada pokoknya berisi opsi

yang diterima, hak dan kewajiban para pihak.

f. Kesepakatan

Setiap kegiatan mediasi dituangkan

dalam Berita Acara Mediasi. Kesepakatan para

pihak dituangkan dalam perjanjian tertulis, dan

ditandatangani oleh para pihak dan mediator.

Jika para pihak diwakili kuasa hukum harus ada

pernyataan tertulis dari para pihak yang berisi

persetujuan atas kesepakatan tersebut.

Kesepakatan perdamaian dapat dikuatkan

dengan akta perdamaian sehingga mempunyai

kekuatan hukum mengikat para pihak. Akta

perdamaian ini dibuat dihadapan notaris.

Perjanjian perdamaian didaftarkan pada

Kepaniteraan Pengadilan Negeri setempat

sehingga mempunyai kekuatan hukum

mengikat.93 Setiap mediasi perlu dibuat laporan

hasil mediasi yang berlangsung.Jika pada proses

mediasi yang telah dilakukan tidak mencapai

kata sepakat, maka para pihak mempunyai dan

diberikan hak untuk mengajukan permasalahan

sengketa tersebut kemuka pengadilan.

Berdasarkan uraian dan analisa yang

dilakukan maka penulis menarik kesimpulan

sebagi berikut

1. Peranan Kantor Pertanahan dalam

menyelesaikan sengketa pertanahan melalui

jalur mediasi adalah sebagai mediator.

Adapun peranan sebagai mediator pada saat

mediasi yaitu memimpin diskusi,

memelihara atau menjaga aturan-aturan

perundangan, mendorong para pihak untuk

menyampaikan masalah dan kepentingan

secara terbuka, mendorong para pihak agar

menyadari bahwa sengketa bukan

pertarungan yang harus dimenangkan tetapi

diselesaikan, mendengar, mencatat dan

mengajukan pertanyaan, membantu para

pihak mencapai titik temu. Dalam

menyelesaikan sengketa pertanahan melalui

jalur mediasi ini tipe mediatornya yaitu

mediator Authoritative. Tipe mediator

authoritative ini hanya berusaha membantu

pihak-pihak yang bersengketa untuk

menyelesaiakan perbedaan-perbedaan dan

memiliki posisi yang kuat sehingga mereka

memiliki potensi atau kapasitas untuk

mempengaruhi hasil akhir sebuah proses

mediasi

2. Prosedur dalam penyelesaian sengketa

pertanahan melalui jalur mediasi yaitu

adanya pengaduan oleh para pihak yang

bersengketa ke Kantor Pertanahan

Selanjutnya pengaduan diserahkan kepada

Kepala Kantor Pertanahan untuk

mendisposisi kepada Kepala Seksi


Penanganan Konflik Sengketa dan Perkara

untuk mempelajari kelengkapan

administrasi atas pengaduan yang dimaksud.

Selanjutnya pengaduan tersebut ditangani

oleh subseksi penangan sengketa, konflik

dan perkara dengan melakukan

pengumpulan data, analisis, dan pengkajian

pengaduan tersebut. Lalu dilakukan

pemanggilan para pihak yang bersengketa

untuk melakukan proses mediasi. Pada

tahap memulai mediasi mediator melakukan

hubungan personal antar para pihak untuk

menghambat perselisihan antar para pihak,

mencairkan suasana diantara para pihak dan

menjelaskan peran mediator.

3. Selanjutnya dilakukannya klarifikasi para

pihak. sesudah  itu menyamakan pemahaman

antar para pihak yang bersengketa dan

menetapkan agenda musyawarah.

Selanjutnya dilakukan pemecahan/pemetaan

masalah antar para pihak yang bersengketa.

Negosiasi akhir untuk menentukan putusan

penyelesaian sengketa yang merupakan

kesepakatan para pihak yang bersengketa.

Kesepakatan para pihak. Jika para pihak

mencapai kata sepakat maka dituangkan

dalam perjanjian tertulis, sedangkan yang

tidak mencapai kata sepakat maka para

pihak mempunyai hak untuk menngajukan

permasalahan sengketa tersebut ke

pengadilan


Share:
TRANSLATE
English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Translate

viewer

SEARCH

widget translate
English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Archive