termasuk dalam domain dari sebuah inisiatif keuangan swasta. Susunan
ini juga dikenal sebagai”membangun, mengoperasikan, memiliki, Transfer” atau BOOT.
Contoh pengaturan KPS umum meliputi sebagai
berikut:
• Kontrak sektor publik untuk membeli jasa
dari perusahaan swasta atas dasar jangka
panjang, seringkali 15-30 tahun.
• Sesuai dengan kontrak, perusahaan
membangun dan memelihara infrastruktur
untuk memberi layanan yang
dibutuhkan.
• Kontrak biasanya disampaikan melalui
special purpose vehicle (SPV) yang
memakai keuangan swasta
(campuran dari ekuitas dan utang limited
recourse) untuk membiayai pekerjaan
konstruksi awal.
• SPV kemudian membebankan fee - sering
disebut sebagai unitary charge yang
mencakup pembayaran pokok dan bunga,
biaya layanan manajemen fasilitas yang
dibutuhkan, dan keuntungan ekonomi ke
penyedia swasta.
• Pembayaran unitary charge akan berkaitan
erat terhadap kinerja kontraktor selama
masa kontrak, yaitu pembayaran menurun
jika kinerja berada di bawah standar
yang diperlukan. Dengan demikian,
sektor swasta menerima insentif untuk
memberi layanan tepat waktu, sesuai
anggaran, serta memenuhi standar yang
dibutuhkan.
• Alokasi risiko publik dan swasta harus
dipahami dan didokumentasikan
secara baik, contoh: penyedia
swasta menanggung biaya overruns,
keterlambatan dan risiko layanan standar.
4. Tahapan Kerjasama Pemerintah Swasta
Tahapan KPS mencakup empat tahap:
• Identifikasi proyek yang dapat dibiayai
dengan pola KPS,
• Penyiapan proyek
• Konstruksi dan
• Operasional Pengelolaan proyek.
Tahapan disajikan pada gambar 13.
Pada tahap awal pengusahaan infrastruktur,
pengadaan tanah merupakan titik kritis
dan mengandung risiko yang paling besar.
Pengelolaan risiko yang telah dilakukan
oleh Pemerintah berupa pengelolaan dana
tanah melalui dana talangan Badan Layanan
Umum (BLU). Untuk memberi kepastian
terkait besaran biaya pengadaan tanah
juga telah dilaksanakan pengelolaan dana
dukungan Pemerintah (Land Capping). Agar
pengusahaan KPS dapat diterima pasar dan
perbankan (bankable) diperlukan jaminan
atas risiko yang mungkin terjadi (contingent
liability). Proses penjaminan ini diproses
sebelum pelelangan oleh PT PII atas usulan
BPJT selaku Contracting Agency yang
mencakup risiko selama pengusahaan. Risiko
itu antara lain menyangkut jaminan
pendapatan minimum, keterlambatan
pengoperasian jaminan konektivitas, dan
sebagainya.
5. Skema Pembiayaan KPS
Proyek KPS digagas untuk mengundang
lebih banyak peran dan inisiatif swasta dalam
percepatan pembangunan infrastruktur
di negara kita . Sementara dana yang
disediakan oleh APBN dipastikan tidak
mampu menutupi keseluruhan biaya yang
dibutuhkan. Dengan menggandeng pihak
swasta, kebutuhan dana ini diharapkandapat
tercukupi. Pihak swasta yang tertarik ambil
bagian dalam program KPS tidak perlu
khawatir atas risiko yang mungkin terjadi.
Melalui PT PII (Penjaminan Infrastruktur
negara kita ), Pemerintah akan menjamin
keberlangsungan proyek yang dijalankan
atas tiga risiko penting investasi di sektor
infrastruktur.
Pemerintah memberi jaminan bahwa
proyek KPS prioritas yang dibangun oleh
pihak swasta akan dijamin cukup untuk
mengembalikan nilai investasinya yang
disebut juga sebagai resiko pengembalian
atas investasi. Pemerintah juga akan
memberi jaminan terhadap risiko politik,
jika selama masa konsesi Pemerintah
melakukan perubahan peraturan yang
mengakibatkan proyek dipandang tidak akan
mampu mengembalikan investasi sesuai
dengan yang diperjanjikan, Pemerintah
akan memberi kompensasi kepada
penyelenggara proyek.
Sementara itu, risiko ketiga disebut
dengan risiko terminasi. jika ke
depan Pemerintahan berganti, sehingga
memungkinkan Pemerintah yang baru
mengubah kebijakan terkait program KPS,
maka jaminan Pemerintah terhadap program
yang sudah berjalan akan tetap diberikan.
Dengan cara seperti itu diharapkan swasta
bersedia membiayai proyek dalam nuansa
atau kerjasama yang disebut dengan
Kemitraan Pemerintah–Swasta.
Tiga risiko di atas akan memberi
dampak berupa timbulnya term contingent
liabilities atau kewajiban bersyarat bagi
Pemerintah. Meskipun risiko yang dijamin
belum tentu terjadi, sebagai Penjamin
yang sudah menandatangani perjanjian,
Pemerintah harus tetap memasukkan
risiko kontingensi ke dalam APBN. Namun
demikian, penjaminan risiko yang langsung
terekspos ke APBN berpotensi mendorong
terjadinya instabilitas jika seandainya dalam
satu tahun tertentu ada sejumlah klaim atas
risiko yang harus dibayar sekaligus. Untuk itu
dibentuk dua lembaga penjaminan yaitu PT
Penjaminan Infrastruktur negara kita (PII) dan
PT Sarana Multi Finance (SMF)
A. PT PII
PT PII dibentuk dengan modal dari
Pemerintah dan selanjutnya lembaga
itu yang akan melakukan penjaminan
terhadap tiga risiko KPS. Pemerintah
tentunya, melalui mekanisme APBN,
melakukan penambahan atau penanaman
modal. Kemudian PT PII melakukan
penjaminan atas nama Pemerintah. Dengan
demikian contingent liabilities di APBN
menjadi berkurang. Dengan kata lain, PT PII
dapat dikatakan sebagai wadah penjamin
yang memungkinkan klaim dari swasta
tidak mempengaruhi stabilitas APBN secara
langsung.
Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres)
Nomor 78 Tahun 2010 tentang Penjaminan
Infrastruktur dalam Proyek Kerja Sama
Pemerintah dengan Badan Usaha yang
Dilakukan melalui Badan Usaha Penjamin
Infrastruktur pasal 18 ayat 1b, dalam rangka
meningkatkan kredibilitas penjaminan
infrastruktur, PT PII dapat bekerja sama
dengan lembaga keuangan multilateral
atau pihak lain yang memiliki maksud dan
tujuan yang sejenis. PT PII tengah menjalin
kerja sama dengan World Bank (WB) dan
juga anak perusahaannya yang bernama
Multilateral Investment Guarantee Agency
(MIGA).
Selain dengan badan itu , PT PII
juga menggagas kerjasama dengan Asian
Development Bank (ADB). Berbeda dengan
WB, ADB hanya melakukan kerja sama
penjaminan secara langsung dan tidak
membentuk anak perusahaan. Untuk kerja
sama dengan World Bank yang dilakukan
adalah jika ada penjaminan oleh PT PII,
maka World Bank memberi stand by
loan. Sebagai BUMN yang terhitung baru
dibentuk, modal PT PII masih terbatas.
Secara garis besar, fasilitas stand by loan
yang diberikan oleh WB akan memungkinkan
PTPII menjamin proyek proyek bernilai lebih
besar dari modal yang dimilikinya.
Contohnya, modal PT PII saat ini hanya
Rp 3 triliun, akan tetapi PT PII menjamin
proyek senilai Rp 10 triliun, yang sisanya
itu dijamin oleh World Bank berdasarkan
stand by loan. Dengan mengadopsi pola
ini, dapat dikatakan bahwa Pemerintah
tidak berutang kepada WB secara langsung.
Jika tidak ada klaim atas risiko yang harus
dibayarkan, maka Pemerintah hanya harus
membayar fee kepada WB dan biaya
fee itu tidak terlalu besar. Dengan
keberadaan PT PII sebagai guarantee fund,
Pemerintah menerapkan kebijakan satu
pelaksana (single window policy) dalam
penyediaan penjaminan Pemerintah atas
proyek-proyek kemitraan. Ini berarti bahwa
semua permintaan penjaminan Pemerintah
harus terlebih dahulu melalui PT PII. Dan
semua pemeriksaan serta penilaian terkait
penjaminan akan dilakukan oleh PT PII.
Keterlibatan Kementerian Keuangan dalam
penyediaan penjaminan masih dimungkinkan
sepanjang kemitraan dan kerja sama
dengan penyedia jaminan laintidak mampu
menyediakan penjaminan penuh atas
keputusan penjaminan yang telah disepakati.
Proyek KPS pertama berupa pembangunan
pembangkit tenaga listrik di Jawa Tengah
Proyek IPP PLTU Jawa Tengah (Central Java
Power Plant/CJPP). Nilainya mencapai sekitar
Rp 30 triliun. Mengingat modal PT PII masih
senilai 3 triliun, maka penjaminan proyek
itu sekarang dilakukan secara bersama-
sama antara PT PII dengan Pemerintah.
Mekanisme penjaminan semacam ini juga
dimungkinkan berdasarkan Perpes Nomor
78 tahun 2010. Pasal 25 peraturan itu
mengatur bahwa Menteri Keuangan dapat
memberi penjaminan bersama dengan
Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur dalam
hal modal lembaga bersangkutan belum
mencukupi.
Untuk proyek pembangkit listrik di Jawa
Tengah yang nilainya 30 triliun rupiah,
sebanyak 99% penjaminan dari dana APBN
dijamin oleh Pemerintah. Hanya 1% yang
dijamin oleh PT PII dikarenakan keterbatasan
modalnya. Meskipun begitu, sebagaimana
kebijakan single window policy yang
disebutkan di atas, PT PII berperan sebagai
penanggung jawab utama atas setiap
pemrosesan penjaminan proyek KPS yang
dilaksanakan Pemerintah.
Pada tanggal 6 Oktober 2011 telah dilakukan
penandatanganan dokumen pelaksanaan
dan penjaminan proyek KPS IPP PLTU
Jawa Tengah, yang meliputi (1) Perjanjian
Regres (Recourse Agreement); (2) Perjanjian
Penjaminan (Guarantee Agreement); dan (3)
Perjanjian Jual Beli Listrik (Power Purchase
Agreement).
Proyek CJPP diperkirakan mulai beroperasi
komersial (Commercial Operation Date/
COD) pada akhir 2016. Teknologi yang
dipakai dalam proyek itu adalah
ultrasupercritical, yang memiliki tingkat
efisiensi dan emisi karbon lebih baik dari
pembangkitbatu bara yang dimiliki PT PLN
(Persero) saat ini sehingga merupakan proyek
PLTU yang ramah lingkungan.
B. PT SARANA MULTI FINANCE (SMF)
Pembentukan PT SMI sebagai infrastructure
fund menjadi salah satu langkah Pemerintah
merangkul swasta. Selain memberi
dukungan institusi, yaitu melalui perusahaan
pembiayaan dan perusahaan penjaminan
infrastruktur, Pemerintah juga membuat
kerangka kerja, kebijakan, serta regulasi
yang mendukung percepatan pembangunan
sarana infrastruktur.
PT SMI merupakan salah satu bentuk
dukungan institusi Pemerintah untuk
mengurangi adanya ketidaksesuaian
pembiayaan pembangunan infrastruktur.
Melalui PT SMI, mekanisme pembiayaan
long term financing yang dapat dikatakan
identik dengan pola pembiayaan
pembangunan infrastruktur diharapkan
dapat dicapai. Ini menjadi penting
mengingat perbankan pada umumnya
hanya menyediakan produk atau instrumen
investasi dengan tenor jangka pendek.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor
75 tahun 2008 tentang Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2007
tentang Penyertaan Modal Negara Republik
negara kita untuk Pendirian Perusahaan
Perseroan (Persero) di Bidang Pembiayaan
Infrastruktur, PT SMI antara lain memiliki
visi untuk memberi dan mendukung
percepatan pembangunan infrastruktur yang
menyediakan fungsi cathalical role. Meskipun
baru berdiri pada awal tahun 2009, PT SMI
tetap berkomitmen menjalankan misinya
dalam memitigasi mismatch pembiayaan
infrastruktur. PT SMI berfungsi membuat
suatu industri pembiayaan infrastruktur
yang bisa menyediakan long term financing
dengan dukungan dana loan dari World
Bank dan Asian Development Bank.
Menyadari adanya keterbatasan budget
untuk membiayai pembangunan infrastruktur
maka dianggap perlu untuk membuat
vehicle untuk menarik minat investor swasta
dalam pembiayaan infrastruktur. Dalam
menghimpun dana pembiayaan infrastruktur
yang lebih besar, PT SMI menggandeng
sejumlah institusi multilateral untuk
mendirikan anak perusahaan. Saat ini anak
perusahaan yangsudah beroperasi bernama
PT negara kita Infrastruktur Finance (PT IIF)
agar pola pembiayaan long term financing
dapat terpenuhi. PT IIF saat ini memiliki
modal sebesar Rp1,6 triliun serta dukungan
loan Rp 2 triliun dari World Bank dan Asian
Development Bank (ADB) dengan tenor
25 tahun. Jangka waktu itu tidak bisa
ditutup oleh instrument investasi perbankan
yang tenornya rata-rata hanya selama
5 hingga 7 tahun. Diharapkan dengan
terbentuknya PT SMI bisa lebih fleksibel
dalam bekerjasama dengan investor
Selama tiga tahun berdirinya PT SMI,
animo investor lokal maupun asing untuk
membiayai proyek-proyek infrastruktur
sebenarnya sangat besar. Yang menjadi
handicap terbesar adalah kesiapan
dari proyeknya itu sendiri. Terlebih jika
dihadapkan dengan konsep Public
Private Partnership (PPP) atau Kemitraan
Pemerintah-Swasta (KPS). PPP merupakan
proyek Pemerintah sehingga membutuhkan
government support. Tidak hanya
Pemerintah Pusat, tetapi juga Pemerintah
Daerah.
Dengan adanya otonomi daerah, maka
kekuasaan Pemerintah Pusat semakin
tersebar. Ada pro dan kontra terkait
kebijakan otonomi di mana kebijakan pusat
tidak bisa serta merta dilaksanakan dengan
kebijakan pemerintah daerah. Contohnya
adalah industri air minum di mana tarifnya
diputuskan oleh Pemerintah Daerah.
Pemerintah Pusat tidak bisa mengintervensi.
C. Engineering, Production and Construction
(EPC)
Selain fasilitas jaminan Pemerintah
untuk proyek KPS, Pemerintah juga
memberi jaminan untuk proyek
Percepatan Pembangunan Pembangkit
Listrik yang memakai Batubara (Fast
Track Program-I) dan Proyek Percepatan
Pembangunan Pembangkit Listrik yang
memakai Energi Terbarukan, Batubara,
dan Gas (Fast Track Program-II).
Dasar hukum Proyek Percepatan
Pembangunan Pembangkit Listrik yang
memakai Batubara (FastTrack
Program-I) adalah Peraturan Presiden
Nomor 71 Tahun 2006 tentang Penugasan
Kepada PT Perusahaan Listrik Negara
(Persero) untuk Melakukan Percepatan
Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik
yang memakai Batubara.
Selanjutnya jaminan pemerintah atas
proyek ini diberikan berdasarkan Peraturan
Presiden Nomor 91 Tahun 2007 tentang
Perubahan Atas Peraturan Presiden
Nomor 86 Tahun 2006 tentang Pemberian
Jaminan Pemerintah untuk Percepatan
Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik
yang memakai Batubara.
Dalam skema ini, PT PLN (Persero)
melakukan sendiri pembangunan
pembangkit listrik dengan pola Engineering
Procurement and Construction (EPC).
Pembiayaan proyek ini berasal dari Lenders
sebesar 85% dan anggaran PT PLN (Persero)
sebesar 15%. Penjaminan Pemerintah
diberikan secara penuh terhadap kredit
yang diberikan Lenders, bersifat irrevocable
dan unconditional serta mencakup seluruh
kewajiban PT PLN (Persero) dalam Perjanjian
Kredit.
Sampai dengan Desember 2012, Pemerintah
telah mengeluarkan 35 (tiga puluh lima) Surat
Jaminan Pemerintah termasuk untuk tiga
paket proyek transmisi porsi rupiah dan satu
paket proyek transmisi porsi dolar Amerika
Serikat dengan total nilai kredit yang dijamin
sebesar Rp71,8 Triliun.
Swasta Murni
Sesuai dengan program Pemerintah tahun
2015-2019, PT PLN dalam RUPTL 2015-2024
telah mencantumkan program pembangunan
ketenagalistrikan sebesar 35.000 MW untuk
periode tahun 2015 2019, di mana peran listrik
swasta diharapkan dapat meningkat secara
menonjol . Peran swasta akan meningkat dari
kontribusi kapasitas sekitar 15% menjadi 32%
pada tahun 2019, dan 41% pada tahun 2024.
Pembiayaan ketenagaan Listrik oleh Swasta
didasarkan pada Keputusan Presiden Nomor
37 Tahun 1992 tentang Usaha Penyediaan
Tenaga Listrik oleh Swasta, yaitu semua usaha
penyediaan tenaga listrik yang diselenggarakan
oleh badan usaha Swasta dan Koperasi selaku
Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan Untuk
Kepentingan Umum.
Dalam ketentuan itu, Pemerintah mengundang
partisipasi swasta didalam proyek-proyek yang
ditentukan Pemerintah dan disamping itu atas
prakarsa sendiri swasta dapat mengusulkan
proyek-proyek tenaga listrik lain untuk
dipertimbangkan oleh Pemerintah.
Usaha penyediaan tenaga listrik oleh swasta
diutamakan pola pelaksanaan “Membangun,
Memiliki dan Mengoperasikan”. Selain itu
dipertimbangkan kemungkinan penggunaan
pola pelaksanaan lain yang menguntungkan pola
pelaksanaan lain yang menguntungkan bagi
Negara.
Menteri memberi Izin Usaha Ketenagalistrikan
untuk Kepentingan Umum sebagai dasar
bagi Usaha Penyediaan Tenaga Listrik oleh
Swasta. Izin Usaha Ketenagalistrikan dapat
diberikan untuk salah satu atau gabungan usaha
pembangkitan tenaga listrik, usaha transmisi
dan/atau usaha distribusi untuk dijual kepada
Perusahaan Umum Listrik Negara atau kepada
pihak lain. Penjualan tenaga listrik, sewa jaringan
transmisi dan sewa jaringan distribusidari
Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan Untuk
Kepentingan Umum kepada Perusahaan Umum
Listrik Negara atau kepada pihak lain diatur
dalam suatu perjanjian berupa perjanjian jual
beli tenaga listrik atau perjanjian sewa jaringan
transmisi atau perjanjian sewa jaringan distribusi.
Harga jual tenaga listrik, harga sewa jaringan
transmisi dan harga sewa jaringan distribusi
dinyatakan dalam mata uang rupiah dan
dicantumkan dalam perjanjian penjualan yang
dapat disesuaikan berdasarkan perubahan
unsur biaya tertentu yang dicantumkan
dalam perjanjian penjualan. Harga itu wajib
mencerminkan biaya yang paling ekonomis atas
dasar kesepakatan bersama dan perlu mendapat
persetujuan Menteri.
Usaha penyediaan tenaga listrik oleh swasta
hanya dapat dilaksanakan dengan pembiayaan
tanpa jaminan Pemerintah terhadap modal yang
ditanamkan dan kewajiban membayar pinjaman.
Atas impor barang modal dalam rangka Usaha
Penyediaan Tenaga Listrik oleh Swasta diberikan
fasilitas berupa:
Pembebasan atas pembayaran bea masuk;
Tidak dipungut pajak sebagaimana dimaksud
dalam Undang-undang Pajak Penghasilan;
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan
Atas Barang Mewah (PPn dan PPn BM) yang
terhutang ditangguhkan.
Pembangunan pembangkit tenaga listrik oleh
swasta dilaksanakan sesuai kebijaksanaan
Pemerintah dalam bidang energi dan didasarkan
atas ketersediaan sumber energi primer yang
diperlukan serta pertimbangan keekonomian
usaha itu dan dengan memperhatikan
pertimbangan-pertimbangan pelestarian
lingkungan hidup.
Untuk usaha pembangkitan tenaga listrik oleh
swasta diutamakan penggunaan sumber energi
primer di luar minyak bumi, kecuali jika di
lokasi proyek pembangkitan yang diusulkan
tidak tersedia atau atas dasar keekonomian
tidak mungkin dipakai sumber energi primer
di luar minyak bumi. Pemegang Izin Usaha
Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Umum
mengusahakan sendiri pemasokan energi primer
yang diperlukannya agar dapat menghasilkan
biaya pembangkitan tenaga listrik yang paling
ekonomis. Pemasokan energi primer di luar
minyak bumi diutamakan yang berasal dari
dalam negeri.
Dengan mencermati maksud, tujuan dan ruang
lingkup sebagaimana dijelaskan dalam subbab
sebelumnya, maka ada beberapa pendekatan
yang dapat dipakai untuk mengoptimalkan
hasil / keluaran yang diharapkan.
Beberapa pendekatan itu adalah:
• Document review
• Pendekatan valuatif – normatif
• Pendekatan partisipatoris / dialogis
1. Document Review
Document review merupakan aktivitas
untuk melakukan kajian terhadap berbagai
dokumen kebijakan pemerintah pusat
dan daerah, baik berupa data-data
atau informasi, maupun hasil kajian /
penelitian terkait pengembangan sektor
ketenagalistrikan.
2. Pendekatan Valuatif – Normatif
Pendekatan ini merupakan pendekatan
untuk menganalisis kebijakan. Metode yang
dipakai adalah sinergisitas / sinkronisasi
kebijakan. Analisis ini membahas tentang
hubungan antar kebijakan baik yang bersifat
paralel maupun yang bersifat horizontal.
Setelah melihat dan mencermati dari
beberapa kebijakan yang ada maka hal yang
paling penting dilakukan adalah membuat
sinergi di antara beberapa kebijakan yang
terkadang saling tumpang tindih.
Dalam analisis sinergitas / sinkronisasi
kebijakan pengembangan investasi sektor
ketenagalistrikan, dilakukan dengan:
A. Sinkronisasi Vertikal
Dilakukan dengan melihat apakah suatu
peraturan perundang-undangan yang
berlaku dalam suatu bidang tertentu
tidak saling bertentangan antara satu
dengan yang lain, serta mengikuti jenis
dan hirarkinya secara jelas. Di samping
harus memperhatikan hirarkhi peraturan
perundang-undangan itu di atas,
dalam sinkronisasi vertikal, harus juga
diperhatikan kronologis tahun dan nomor
penetapan peraturan perundang-undangan
yang bersangkutan.
B. Sinkronisasi Horisontal
Dilakukan dengan melihat pada berbagai
peraturan perundang-undangan yang
sederajat dan mengatur bidang yang sama
atau terkait. Sinkronisasi horisontal juga
harus dilakukan secara kronologis, yaitu
sesuai dengan urutan waktu ditetapkannya
peraturan perundangan-undangan yang
bersangkutan.
3. Pendekatan Partisipatoris / Dialogis
Pendekatan partisipasif merupakan model
pemberdayaan stakeholders terkait sesuai
dengan peranan fungsinya masing-masing
secara proporsional dan seimbang. Inti dari
pendekatan ini adalah pelibatan dalam
pengambilan keputusan atas berbagai
permasalahan yang sedang dihadapi
bersama. FAO (1989b) sendiri melihat
pendekatan ini dalam beberapa pengertian,
antara lain:
• Partisipasi adalah ’pemekaan’
(membuat peka) pihak masyarakat untuk
meningkatkan kemauan menerima dan
kemampuan untuk menanggapi proyek-
proyek pembangunan;
• Partisipasi adalah proses yang aktif, yang
mengandung arti bahwa orang atau
kelompok yang terkait, mengambil inisiatif
dan memakai kebebasannya untuk
melakukan hal itu;
• Partisipasi adalah pemantapan dialog
antara pelaku pembangunan yang
melakukan persiapan, pelaksanaan,
monitoring proyek, agar memperoleh
informasi tentang konteks lokal, dan
dampak-dampak sosial;
• Partisipasi adalah keterlibatan sukarela
oleh masyarakat dalam perubahan yang
ditentukan sendiri;
• Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat
dalam pembangunan diri, kehidupan, dan
lingkungan mereka.
Dalam konteks penyusunan panduan
investasi sektor ketenagalistrikan, pengertian
pendekatan partisipasif merupakan
upaya-upaya pemberdayaan stakeholders
(pemerintah daerah, perguruan tinggi,
pelaku usaha / calon investor, asosiasi
dan masyarakat umum maupun lembaga
keuangan). Stakeholders itu dilibatkan
dalam perancangan, perencanaan,
pelaksanaan, monitoring dan evaluasi serta
dalam pengambilan keputusan dalam rangka
sektor ketenagalistrikan.
Jamieson (1989) menyatakan bahwa model
partisipasif diarahkan pada dua perspektif,
yaitu: (1) pelibatan stakeholders dalam
pemilihan, perancangan, perencanaan dan
pelaksanaan, sehingga dapat dijamin bahwa
persepsi setempat, pola sikap dan pola
berpikir serta nilai-nilai dan pengetahuan
dapat dipertimbangkan secara penuh; dan
(2) membuat umpan balik (feedback) yang
pada hakikatnya merupakan bagian tak
terlepaskan dari kegiatan partisipatoris.
Model yang dipakai untuk melakukan
pendekatan partisipasif ini adalah melalui
dialog dan Focussed Discussion Group
(FGD).
PENYUSUNAN BUKU
PANDUAN INVESTASI SEKTOR
KETENAGALISTRIKAN
Hasil kajian literatur, penelusuran data primer,
data sekunder, review kebijakan, serta serta
analisis-analisis pendukung dituangkan dalam
buku panduan investasi sektor ketenagalistrikan
di negara kita . Sebagai outline atau usulan naskah
panduan investasi, disajikan berikut ini :
1. Overview Sektor Ketenagalistrikan di
negara kita
A. Kondisi terkini sektor ketenagalistrikan di
negara kita
B. Kebutuhan listrik negara kita (supply dan
demand)
C. Kebutuhan investasi sektor ketenagalistrikan
D. Peluang Investasi Pembangkit Listrik
• Kondisi Eksisting
• Daftar proyek
• Profil proyek yang siap ditawarkan
2. Skema Investasi di Sektor Ketenagalistrikan
di negara kita
A. Independent Power Producers
B. Kerjasama Pemerintah dan Swasta
C. Engineering, Production and Construction
(EPC)
D. Swasta Murni
3. Kerangka Regulasi
A. Daftar Negatif Investasi
B. Regulasi Sektor Ketenagalistrikan
C. Regulasi Bidang Tarif
D. Regulasi Bidang Pertanahan
E. Jaminan Investasi
F. Insentif Non Fiskal
4. Perpajakan
A. Sistem Perpajakan di negara kita
B. Insentif Fiskal untuk Sektor Ketenagalistrikan
di negara kita
5. Akunting untuk Sektor Ketenagalistrikan
A. Sistem akuntansi di negara kita
B. Akuntasi untuk Sektor Ketenagalistrikan di
negara kita
Saat ini, pemerintah sedang menggalakkan
program pembangkitan listrik 35.000 MW, yang
direncanakan terealisasi pada tahun 2015-2019.
Sebagaimana dalam RUPTL PLN, bahwa skema
pembangkitan itu dilaksanakan oleh PLN
(10.681 MW) dan Pengembang Listrik Swasta
/ Independent Power Producer (IPP) sebesar
25.904 MW. Dalam rilisnya, PLN membagi
program 35.000 MW itu , kedalam
beberapa skema pengadaan. Disajikan di tabel
28, tabel 29 dan tabel 30.
MEKANISME PENGADAAN
LISTRIK 35.000 MW
Pengadaan tenaga listrik 35.000 MW
sebagaimana dijelaskan di atas, dilakukan
melalui beberapa metode, baik pelelangan
umum, penunjukan langsung, maupun pemilihan
langsung. Terkait dengan pelelangan umum,
mengikuti prosedur pelelangan yang telah
dilaksanakan selama ini, sebagaimana tertuang
dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 01
Tahun 2006 jo Nomor 04 Tahun 2007 tentang
Perubahan atas Peraturan Menteri ESDM Nomor
01 Tahun 2006 tentang Prosedur Pembelian
Tenaga Listrik dan/atau Sewa Menyewa
Jaringan dalam Usaha Penyediaan Listrik untuk
Kepentingan Umum.
Secara skematik, keseluruhan proses pengadaan
listrik 35.000 MW yang dicanangkan oleh
Presiden RI Joko Widodo, dapat dilihat pada
Bagan 4.1. Beberapa catatan untuk kriteria
pemilihan langsung adalah:
1. Diversifikasi energi untuk pembangkit listrik
ke non bahan bakar minyak; dan/atau
2. Penambahan kapasitas pembangkit tenaga
listrik yang telah beroperasi di lokasi
yang berbeda pada sistem setempat,
antara badan usaha pemegang izin usaha
penyediaan tenaga listrik atau badan usaha
baru yang dibentuk oleh pengembang
setempat
Sedangkan kriteria untuk penunjukan langsung
adalah:
1. Pembelian tenaga listrik dilakukan dari PLTU
Mulut Tambang, PLTG Marginal dan PLTA
2. Pembelian kelebihan tenaga listrik dari
PLTU Mulut Tambang, PLTU Batubara, PLTG/
PLTMG, dan PLTA
3. Pembelian tenaga listrik dari PLTU Mulut
Tambang, PLTU Batubara, PLTG/PLTMGl,
dan PLTA jika sistem tenaga listrik setempat
65
No. Jenis Pembangkit Lokasi Kapasitas (MW)
1. PLTP Hululais / Bengkulu 55
2. PLTU Indramayu 4 / Jawa Barat 1.000
3. PLTGU Muara Karang Peaker / Jakarta 500
4. PLTGU Jawa 2 (Tanjung Priok) / Jakarta 800
5. PLTGU Grati Add On Blok 2 / Jawa Timur 150
6. PLTGU Muara Tawar Add On Unit 2,3,4 650
7. PLTU Kalselteng 2 / Kalimantan Tengah 2x100
8. PLTG/PLTMG Lampung Peaker / Lampung 200
9. PLTP Tulehu / Maluku 20
10. PLTU Lombok (FTP 2) / Nusa Tenggara Barat 2x50
11. PLTU Lombok 2 / Nusa Tenggara Barat 50
12. PLTU Timor 1 / Nusa Tenggara Timur 2x25
13. PLTP Mataloko / Nusa Tenggara Timur 20
14. PLTP Ulumbu 5 / Nusa Tenggara Timur 5
15. PLTG/PLTMG Riau Peaker / Riau 200
16. PLTU Sulsel Barru 2 / Sulawesi Selatan 1x100
17. PLTGU Makassar Peaker / Sulawesi Selatan 450
18. PLTGU Sulsel Peaker / Sulawesi Selatan 450
19. PLTU Sulsel 2 / Sulawesi Selatan 200
20. PLTU Palu 3 / Sulawesi Tengah 2x50
21. PLTU Bau Bau / Sulawesi Tenggara 2x25
22. PLTU Sulut 1/ Sulawesi Utara 2x25
23. PLTG/PLTMG Mobile Power Plant Tersebar 1.565
24. PLTMG Tersebar 665
25. PLTGU/MGU Tersebar 450
26. PLTG/MG Tersebar 250
27. PLTM Tersebar 50
Tabel 28
Proyek pembangkit listrik investasi PLN yang pengadaannya akan dibuka (pelelangan)
No. Jenis Pembangkit Lokasi Kapasitas (MW)
1. PLTU Muko Muko / Bengkulu 2x7
2. PLTU Jambi / Jambi 2x600
3. PLTMG Luwuk / Sulawesi Tengah 40
4. PLTGU Riau / Riau 250
5. PLTGU Jawa-1 / Jawa Barat 2x800
6. PLTU Sinabang / Aceh 2x7
7. PLTG/MG Pontianak Peaker/ Kalimantan Barat 100
8. PLTGU/MGU Sumut / Belawan / Sumatera Utara 250
9. PLTGU/MGU Sulbagut 3 / Sulawesi Utara 200
10. PLTGU/MGU Sulsel / Sulawesi Selatan 150
11. PLTGU/MGU Kalselteng / Kalimantan Selatan / Tengah 200
12. PLTGU/MGU Peaker Jawa-Bali 1 / Jawa Barat 400
13. PLTGU/MGU Peaker Jawa-Bali 2 / Jawa Timur 500
14. PLTGU/MGU Peaker Jawa-Bali 3 / Banten 500
15. PLTGU/MGU Peaker Jawa-Bali 4 / Jawa Barat 450
16. PLTG/MG Jambi Peaker / Jambi 100
17. PLTGU Jawa-3 / Jawa Timur 1x800
18. PLTGU/MGU Sumbagut-1 / Sumatera Utara 250
19. PLTGU/MGU Sumbagut-3 / Sumatera Utara 250
20. PLTGU/MGU Sumbagut-4 / Aceh 250
21. PLTU Sulut-3 / Sulawesi Utara 2x50
22. PLTG/MG TB. Karimun / Riau 40
23. PLTG/MG Natuna-2 / Riau 25
24. PLTMG Tanjung Pinang 2 / Riau 30
25. PLTMG Dabo Singkep-1 / Riau 16
26. PLTMG Bengkalis / Riau 18
27. PLTMG Selat Panjang-1 / Riau 15
28. PLTMG Tanjung Batu / Riau 15
29. PLTG/MG Belitung / Kep. Bangka Belitung 30
30. PLTU Jawa-10 / Jawa Tengah 1x660
31. PLTU Riau Kemitraan / Riau 2x600
32. PLTU Bangka-1 / Kep. Bangka Belitung 2x100
33. PLTU Kalselteng-3 / Kalimantan Tengah 2x100
34. PLTU Kalbar-2 / Kalimantan Barat 2x200
35. PLTG/MG Natuna-3 / Riau 25
36. PLTMG Dabo Singkep-2 / Riau 16
37. PLTU Kaltim-3 / Kalimantan Timur 2x200
Tabel 29
Proyek pembangkit listrik investasi swasta yang pengadaannya akan dibuka (pelelangan)
dalam kondisi krisis atau darurat penyediaan
tenaga listrik; dan/atau
4. Pembelian tenaga listrik dari PLTU Mulut
Tambang, PLTU Batubara, PLTG/PLTMG, dan
PLTA dalam rangka penambahan kapasitas
pembangkitan pada pusat pembangkit
tenaga listrik yang telah beroperasi di lokasi
yang sama.
No. Jenis Pembangkit Lokasi Kapasitas (MW)
1. PLTG/U Senipah Exp. (ST) / Kalimantan Timur 1x35
2. PLTU Kaltim 4 (Exp-2 Embalut) / Kalimantan Timur 2x100
3. PLTU Jawa-4 (Exp. Tj. Jati B) / Jawa Tengah 2x1.000
4. PLTU Sulbagut-3 (Exp. Molotabu) / Gorontalo 2x50
5. PLTA Wai Tina / Maluku 12
6. PLTA Sidikalang-1 / Sumatera Utara 15
7. PLTA Tabulahan / Sulawesi Barat 20
8. PLTA Masupu / Sulawesi Barat 36
9. PLTA Salu Uro / Sulawesi Selatan 95
10. PLTU Sumsel-7 (Exp. Sumsel-5) / Sumatera Selatan 1x300
11. PLTU Jawa-8 (Exp. Cilacap)/ Jawa Tengah 1x1.000
12. PLTA Kalaena-1 / Sulawesi Selatan 54
13. PLTA Paleleng / Sulawesi Selatan 40
14. PLTA Poso 1 / Sulawesi Tengah 120
15. PLTU Jawa-9 (Exp. Banten) / Banten 1x600
16. PLTA Air Putih / Sumatera Barat 21
Tabel 30
Proyek pembangkit listrik investasi swasta yang pengadaannya akan dibuka (penunjukan langsung)
Skema pengadaan untuk masing-masing
metode pengadaan pembangkit, baik pemilihan
langsung, penunjukan langsung, maupun
pelelangan umum, dapat dilihat pada gambar
16,17,18 dan 19.
IDENTIFIKASI PERIZINAN
DALAM RANGKA PROGRAM
PENGADAAN LISTRIK 35.000
MW
Dalam tahapan pengadaan tenaga listrik,
selain diidentifikasi proses pengadaannya, juga
diidentifikasi berbagai perizinan / non perizinan
yang terkait, baik pra konstruksi, konstruksi,
maupun operasi (COD, commercial operation
date). Hasil telaah konsultan terhadap berbagai
skema perizinan / non perizinan, antara lain:
Izin Prinsip Penamaman Modal
Izin Prinsip Penanaman Modal diatur dalam Perka
BKPM Nomor 5 Tahun 2013 tentang Pedoman
dan Tata Cara Perizinan dan Non Perizinan
Penanaman Modal. Tujuan dari terbitnya Perka
BKPM ini adalah : (a) terwujudnya kesamaan
dan keseragaman prosedur pengajuan dan
persyaratan tata cara perizinan dan non perizinan
penanaman modal di instansi penyelenggara
PTSP di bidang penanaman modal di seluruh
negara kita ; (b) memberi informasi kepastian
waktu penyelesaian permohonan perizinan
dan non perizinan penanaman modal; dan (c)
tercapainya pelayanan yang mudah, cepat,
tepat, akurat, transparan dan akuntabel.
Dalam Pasal 5, dijelaskan bahwa urusan
pemerintah di bidang penanaman modal
yang menjadi kewenangan pemerintah yang
diselenggarakan di PTSP BKPM, terdiri atas:
1. Penyelenggaraan penanaman modal yang
ruang lingkupnya lintas provinsi
2. Urusan pemerintahan di bidang penanaman
modal, yang meliputi:
A. Penanaman modal yang terkait dengan
sumberdaya alam yang tidak terbarukan
dengan tingkat risiko kerusakan
lingkungan yang tinggi;
B. Penanaman modal pada bidang industri
yang merupakan prioritas tinggi pada
skala nasional;
C. Penanaman modal yang terkait pada
fungsi pemersatu dan penghubung antar
wilayah atau ruang lingkupnya lintas
provinsi;
D. Penanaman modal yang terkait pada
pelaksanaan strategi pertahanan dan
keamanan nasional;
E. Penanaman modal asing dan penanaman
modal yang memakai modal asing,
yang berasal dari pemerintah negara lain,
yang didasarkan perjanjian yang dibuat
oleh pemerintah dan pemerintah negara
lain; dan
F. Bidang penanaman modal lain yang
menjadi urusan pemerintah menurut
Undang-Undang.
Ruang lingkup layanan di PTSP di bidang
penanaman modal terdiri dari:
• Layanan Perizinan Penanaman Modal;
• Layanan Non Perizinan Penanaman
Modal.
Layanan perizinan penanaman modal, terdiri
atas :
1. Izin Prinsip Penanaman Modal;
2. Izin Usaha untuk Berbagai Sektor Usaha;
3. Izin Prinsip Perluasan Penanaman Modal;
4. Izin Usaha Perluasan untuk Berbagai Sektor
Usaha;
5. Izin Prinsip Perubahan Penanaman Modal;
6. Izin Usaha Perubahan Untuk Berbagai Sektor
Usaha;
7. Izin Prinsip Penggabungan Perusahaan
Penanaman Modal;
8. Izin Usaha Penggabungan Perusahaan
Penanaman Modal untuk Berbagai Sektor
Usaha;
9. Izin Pembukaan Kantor Cabang;
10. Izin Kantor Perwakilan Perusahaan Asing
(Kppa); dan
11. Surat Izin Usaha Perwakilan Perusahaan
Perdagangan Asing (SIUP3A)
Sedangkan layanan non perizinan penanaman
modal, terdiri atas :
1. Fasilitas Bea Masuk atas Impor Mesin;
2. Fasilitas Bea Masuk atas Impor Barang dan
Bahan;
3. Usulan Fasilitas Pajak Penghasilan (PPh)
Badan untuk Penanaman Modal di Bidang-
Bidang Usaha Tertentu dan / atau di Daerah-
Daerah Tertentu;
4. Angka Pengenal Importir Produsen (API-P);
5. Angka Pengenal Importir Umum (API-U);
6. Rekomendasi Penggunaan Tenaga Kerja
Asing (RPTKA);
7. Rekomendasi Visa untuk Bekerja (TA.01); dan
8. Izin Memperkerjakan Tenaga Kerja Asing
(IMTA).
Permohonan Izin Prinsip Penanaman Modal
Dalam Negeri dilengkapi persyaratan sebagai
berikut :
1. Kelengkapan data pemohon:
A. Rekaman akta pendirian perusahaan
dan perubahannya untuk PT, CV dan Fa
dilengkapi dengan pengesahan anggaran
dasar perusahaan dan persetujuan/
pemberitahuan perubahan, jika ada,
dari Menteri Hukum dan HAM serta NPWP
perusahaan;
B. Rekaman anggaran dasar bagi badan usaha
koperasi, yayasan, dilengkapi pengesahan
anggaran dasar badan usaha koperasi
oleh instansi yang berwenang serta NPWP
perusahaan; atau
C. Rekaman KTP yang masih berlaku dan NPWP
untuk usaha perorangan.
2. Keterangan rencana kegiatan:
A. Untuk industri, berupa diagram alir produksi
(flow chart of production) dilengkapi dengan
penjelasan detail uraian proses produksi
dengan mencantumkan jenis bahan baku;
B. Untuk sektor jasa, berupa uraian kegiatan
yang akan dilakukan dan penjelasan produk
jasa yang dihasilkan.
3. Rekomendasi dari Kementerian / Lembaga
pembina, jika dipersyaratkan sesuai
ketentuan bidang usaha;
4. Permohonan ditandatangani di atas meterai
cukup oleh direksi / pimpinan perusahaan
dan stempel perusahaan, sebagai pemohon;
5. Permohonan yang tidak disampaikan secara
langsung oleh pemohon ke PTSP bidang
penanaman modal, harus dilampiri surat
kuasa asli bermeterai cukup.
Sedangkan untuk permohonan Izin Prinsip
Penanaman Modal Asing dilengkapi
persyaratan sebagai berikut:
1. Bagi pemohon yang belum berbadan hukum
negara kita , dan pemohon adalah
A. Pemerintah negara lain, melampirkan
surat dari instansi pemerintah negara yang
bersangkutan atau surat yang dikeluarkan
oleh Kedutaan Besar / Kantor Perwakilan
negara yang bersangkutan di negara kita ;
B. Perorangan asing, melampirkan rekaman
lembar paspor yang masih berlaku yang
mencantumkan nama dan tandatangan
pemilik dengan jelas;
C. Badan usaha asing, melampirkan rekaman
anggaran dasar (article of association)
dalam Bahasa Inggris atau terjemahannya
dalam Bahasa negara kita dari penerjemah
tersumpaj;
D. Untuk peserta negara kita :
• Perorangan negara kita , melampirkan
rekaman KTP yang masih berlaku dan
rekaman NPWP; dan/atau
• Badan Hukum negara kita , melampirkan
rekaman Akta Pendirian Perusahaan
dan perubahannya lengkap dengan
pengasahan dan perserujuan /
pemberitahuan dari Menteri Hukum dan
HAM serta rekaman NPWP perusahaan.
2. Bagi pemohon yang telah berbadan hukum
negara kita dalam bentuk Perseroan Terbatas,
melampirkan:
A. Rekaman Akta Pendirian Perusahaan
dan perubahannya dilengkapi dengan
pengesahan Anggaran Dasar Perusahaan
dan persetujuan/pemberitahuan perubahan,
jika ada, dari Menteri Hukum dan HAM,
serta NPWP perusahaan.
B. Bukti diri pemegang saham, dalam hal
pemegang saham adalah:
• Pemerintah negara lain, melampirkan
surat dari instansi pemerintah negara yang
bersangkutan atau surat yang dikeluarkan
oleh Keduataan Besar / Kantor Perwakilan
negara yang bersangkutan di negara kita ;
• Perorangan asing, melampirkan rekaman
paspor yang masih berlaku yang
mencantumkan nama dan tandatangan
pemilik paspor dengan jelas;
• Badan usaha asing, melampirkan rekaman
Anggaran Dasar (Article of Association/
Incorporation) dalam Bahasa Inggris atau
terjemahannya dalam Bahasa negara kita
dari penerjemah tersumpah;
• Perorangan negara kita , melampirkan
rekaman KTP yang masih berlaku dan
rekaman NPWP;
• Badan Hukum negara kita , melampirkan
rekaman Akta Pendirian Perusahaan
dan perubahannya lengkap dengan
pengesahan dan persetujuan/
pemberitahuan dari Menteri Hukum dan
HAM serta rekaman NPWP perusahaan.
3. Keterangan rencana kegiatan:
• Untuk industri, berupa diagram alir
produksi (flow chart of production)
dilengkapi dengan penjelasan detail
uraian proses produksi dengan
mencantumkan jenis bahan baku;
• Untuk sektor jasa, berupa uraian kegiatan
yang akan dilakukan dan penjelasan
produk jasa yang dihasilkan.
4. Rekomendasi dari Kementerian / Lembaga
pembina, jika dipersyaratkan sesuai
ketentuan bidang usaha;
5. Permohonan ditandatangani di atas meterai
cukup oleh seluruh calon pemegang saham
atau kuasanya; atau direksi / pimpinan
perusahaan dan stempel perusahaan,
sebagai pemohon;
6. Permohonan yang tidak disampaikan secara
langsung oleh pemohon ke PTSP bidang
penanaman modal, harus dilampiri surat
kuasa asli bermeterai cukup.
Proses pengajuan izin prinsip penanaman
modal dilakukan secara online, melalui
aplikasi website: https://online-spipise.bkpm.
go.id/. Paling lambat, 3 (tiga) hari setelah
aplikasi dikirimkan secara lengkap, izin prinsip
penanaman modal dapat diperoleh.
Pendirian Badan Usaha di negara kita
Beberapa jenis perizinan / non perizinan yang
saling terkait dengan pendirian badan usaha /
badan hukum di negara kita , antara lain adalah:
• Pengajuan Nama Badan Usaha (Perseroan
Terbatas)
• Pembuatan Akta Pendirian dan Anggaran
Dasar Badan Usaha
• Surat Keterangan Domisili Perusahaan
(SKDP)
• Pembuatan Nomor Pokok Wajib Pajak
(NPWP), Surat Keterangan Terdaftar (SKT),
serta Pengusaha Kena Pajak (PKP, untuk
yang telah beroperasi)
• Pengesahan Akte Pendirian dan Anggaran
Dasar Badan Usaha
• Pembuatan Surat Izin Usaha Perdagangan
(SIUP) dan Tanda Daftar Perusahaan (TDP)
1. Pengajuan Nama Badan Hukum (Perseroan)
Pengajuan Nama Badan Hukum merupakan
tahap paling pertama dalam prose pendirian
badan usaha di negara kita . Proses ini juga
menjadi prasyarat sebelum mendapatkan
Izin Prinsip Penanaman Modal secara online.
Dasar hukum yang dipakai adalah:
• Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
Tentang Perseroan Terbatas
• Peraturan Pemerintah Republik negara kita
Nomor 43 Tahun 2011 Tentang Tata
Cara Pengajuan dan Pemakaian Nama
Perseroan Terbatas
• Peraturan Menteri Hukum dan HAM
Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Tata Cara
Pengajuan Permohonan Pengesahan
Badan Hukum dan Persetujuan Perubahan
Anggaran Dasar serta Penyampaian
Pemberitahuan Perubahan Anggaran
Dasar dan Perubahan Data Perseroan
Terbatas
Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007, didefinisikan bahwa Perseroan
Terbatas adalah badan hukum yang
merupakan persekutuan modal, didirikan
berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan
usaha dengan modal dasar yang seluruhnya
terbagi dalam saham dan memenuhi
persyaratan yang ditetapkan.
Dalam rangka pengajuan nama perseroan,
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2011
mengatur beberapa persyaratan, yaitu:
• Ditulis dengan huruf latin;
• Belum dipakai secara sah oleh Perseroan
lain atau tidak sama pada pokoknya
dengan Nama Perseroan lain;
• Tidak bertentangan dengan ketertiban
umum dan/atau kesusilaan;
• Tidak sama atau tidak mirip dengan nama
lembaga negara, lembaga pemerintah,
atau lembaga internasional, kecuali
mendapat izin dari lembaga yang
bersangkutan;
• Tidak terdiri atas angka atau rangkaian
angka, huruf atau rangkaian huruf yang
tidak membentuk kata;
• Tidak memiliki arti sebagai Perseroan,
badan hukum, atau persekutuan perdata;
• Tidak hanya memakai maksud dan
tujuan serta kegiatan usaha sebagai Nama
Perseroan; dan
• Sesuai dengan maksud dan tujuan serta
kegiatan usaha Perseroan, dalam hal
maksud dan tujuan serta kegiatan usaha
akan dipakai sebagai bagian dari
Nama Perseroan.
Pengajuan nama perseroan secara elektronik
(online) dilakukan melalui alamat website:
www.ahu.go.id. Dalam jangka watu paling
lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak
tanggal pengajuan diterima secara lengkap.
2. Pembuatan Akta Pendirian Badan Usaha
(Perseroan)
Setelah nama perseroan dinyatakan diterima
dan dapat dipakai , maka wajib segera
membuat Akta Pendirian perusahaan di
Kantor Notaris. Perseroan didirikan oleh 2
(dua) orang atau lebih dengan Akta Notaris
yang dibuat dalam Bahasa negara kita . Setiap
pendiri perseroan wajib mengambil bagian
saham pada saat perseroan didirikan. Akte
Pendirian yang dimaksudkan, setidak-
tidaknya memuat anggaran dasar dan
keterangan lainnya, sekurang-kurangnya
adalah:
• Nama lengkap, tempat dan tanggal
lahir, pekerjaan, tempat tinggal, dan
kewarganegaraan pendiri perseroan,
atau nama, tempat kedudukan dan
alamat lengkap serta nomor dan
tanggal Keputusan Menteri mengenai
pengesahan badan hukum dan pendiri
perseroan.
• Nama lengkap, tempat dan tanggal
lahir, pekerjaan, tempat tinggal,
kewarganegaraan anggota direksi dan
dewan komisaris yang pertama kali
diangkat.
• Nama pemegang saham yang telah
mengambil bagian saham, rincian jumlah
saham, dan nilai nominal saham yang
telah ditempatkan dan disetor.
Lama proses pembuatan Akta Pendirian
sangat tergantung pada kesepakatan para
pendirian perseroan dengan notaris yang
ditunjuk. Lama prosesnya bisa 3 hari kerja,
hingga 14 hari kerja.
3. Surat Keterangan Domisili Perusahaan dan
Surat Izin Tempat Usaha (Izin Gangguan /
HO)
Amanat Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 dijelaskan bahwa suatu perseroan harus
memiliki tempat kedudukan dan alamat
lengkap perseroan, sehingga diperlukan
Surat Keterangan Domisili Perusahaan
(SKDP). Selain itu, dalam Undang-Undang
Nomor 26 Tahun 2007 disebutkan bahwa
domisili perusahaan harus sesuai dengan
penataan ruang.
Dalam implementasinya, persyaratan dan
prosedur penerbitan Surat Keterangan
Domisili Perusahaan diatur oleh Perda, yang
biasanya diterbitkan oleh Lurah / Camat
setempat. Sebagai contoh adalah Keputusan
Camat Lubuk Baja Batam Nomor 9 Tahun
2014 tentang Penetapan Standar Pelayanan
Domisili Usaha. Dalam keputusan itu ,
untuk mendapatkan Surat Keterangan
Domisili Usaha diperlukan beberapa
persyaratan, yaitu:
• Surat Permohonan Kepada Camat
• Rekomendasi Lurah Setempat
• Rekaman KTP Penanggung Jawab
• Rekaman Akte Pendiri Pusat / Cabang
• Surat Keterangan Sewa Menyewa Tempat
Usaha
• Denah Lokasi
• Pas photo 3 x 4 sebanyak 2 lembar
• Surat Keterangan Sempadan dari Lurah
• Untuk usaha Perorangan melampirkan
surat pernyataan kepemilikan usaha
Diatas materai 6000
Perolehan Surat Keterangan Domisili
Perusahaan sebagaimana ditetapkan di
atas, paling lama 2 (dua) hari kerja setelah
permohonan dan persyaratannya diterima
secara lengkap dan benar.
Selain Surat Keterangan Domisili Perusahaan,
biasanya juga diberlakukan Izin Gangguan,
yang dinyatakan dalam Surat Izin Tempat
Usaha (SITU), yang juga diatur melalui
peraturan daerah. Sebagai contoh adalah
Perda Kota Bandung Nomor 19 Tahun 2012
tentang Izin Gangguan dan Retribusi Izin
Gangguan. Beberapa persyaratan yang
dinyatakan dalam perda itu adalah :
• Mengisi formulir permohonan izin;
• Rekaman KTP pemohon;
• Rekaman Akta Pendirian Perusahaan;
• Rekaman Status Kepemilikan Tanah/Bukti
Kepemilikan Tanah/Surat Perjanjian Sewa/
Surat Persetujuan Pemilik Tanah;
• Rekaman Surat Izin Mendirikan Bangunan
(IMB) berikut Lampiran Gambar Denah
dan Situasi;
• Surat Pernyataan Tertulis Tidak Keberatan
dari Lingkungan Sekitar, yang diketahui
pihak RT dan RW setempat;
• Keterangan Domisili Perusahaan dari
Lurah dan Camat;
• Rekaman Lunas PBB Tahun Terakhir;
• Dokumen Lingkungan, khusus terhadap
kegiatan usaha yang berpotensi
menimbulkan pencemaran lingkungan;
dan
• Surat Pernyataan Kesanggupan
Memenuhi / Mentaati Ketentuan
Peraturan Perundang-Undangan.
Dalam perda itu , ditetapkan penerbitan
perizinan paling lambat 14 hari kerja sejak
dokumen permohonan dan persyaratannya
diterima lengkap dan benar.
4. Pembuatan NPWP, SKT dan PKP
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah
nomor yang diberikan kepada Wajib
Pajak sebagai sarana dalam administrasi
perpajakan yang dipergunakan sebagai
tanda pengenal diri atau identitas Wajib
Pajak dalam melakukan hak dan
kewajiban perpajakannya. Nomor ini dipakai
oleh setiap wajib pajak setiap kali mereka
berurusan dengan kantor pajak.
Untuk Wajib Pajak badan yang memiliki
kewajiban perpajakan sebagai pembayar
pajak, pemotong dan/atau pemungut
pajak sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan, termasuk
bentuk usaha tetap dan kontraktor dan/
atau operator di bidang usaha hulu minyak
dan gas bumi yang berorientasi pada profit
(profit oriented) berupa :
• Rekaman akta pendirian atau dokumen
pendirian dan perubahan bagi Wajib
Pajak badan dalam negeri, atau surat
keterangan penunjukan dari kantor pusat
bagi bentuk usaha tetap;
• Rekaman Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak
salah satu pengurus, atau fotokopi paspor
dan surat keterangan tempat tinggal dari
Pejabat Pemerintah Daerah sekurang-
kurangnya Lurah atau Kepala Desa dalam
hal penanggung jawab adalah Warga
Negara Asing; dan
• Rekaman dokumen izin usaha dan/atau
kegiatan yang diterbitkan oleh instansi
yang berwenang atau surat keterangan
tempat kegiatan usaha dari Pejabat
Pemerintah Daerah sekurang-kurangnya
Lurah atau Kepala Desa atau lembar
tagihan listrik dari Perusahaan Listrik/bukti
pembayaran listrik.
Wajib Pajak badan yang hanya memiliki
kewajiban perpajakan sebagai pemotong
dan/atau pemungut pajak sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan,
termasuk bentuk kerja sama operasi (Joint
Operation), berupa :
• Rekaman Perjanjian Kerjasama/Akte
Pendirian sebagai bentuk kerja sama
operasi (Joint Operation);
• Rekaman Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak
masing-masing anggota bentuk kerja
sama operasi (Joint Operation) yang
diwajibkan untuk memiliki Nomor Pokok
Wajib Pajak;
• Rekaman Kartu Nomor Pokok Wajib
Pajak orang pribadi salah satu pengurus
perusahaan anggota bentuk kerja sama
operasi (Joint Operation), atau fotokopi
paspor dan surat keterangan tempat
tinggal dari Pejabat Pemerintah Daerah
sekurang-kurangnya Lurah atau Kepala
Desa dalam hal penanggung jawab
adalah Warga Negara Asing; dan
• Rekaman dokumen izin usaha dan/atau
kegiatan yang diterbitkan oleh instansi
yang berwenang atau surat keterangan
tempat kegiatan usaha dari Pejabat
Pemerintah Daerah sekurang-kurangnya
Lurah atau Kepala Desa.
Pengurusan NPWP Badan dapat dilakukan
melalui 2 (dua) cara, yaitu :
• Secara Elektronik melalui e-Registration
Dilakukan secara elektronik dengan
mengisi Formulir Pendaftaran Wajib
Pajak pada Aplikasi e-Registration yang
tersedia pada laman Direktorat Jenderal
Pajak di www.pajak.go.id. Dokumen-
dokumen yang dipersyaratkan di atas,
kemudian dikirimkan ke KPP tempat
Wajib Pajak mendaftar. Dokumen-
dokumen itu paling lambat 14
(empat belas) hari kerja sudah diterima
oleh KPP. Pengiriman dokumen yang
disyaratkan dapat dilakukan dengan cara
mengunggah (upload) salinan digital
(softcopy) dokumen melalui Aplikasi
e-Registration atau mengirimkan
dengan memakai Surat Pengiriman
Dokumen yang telah ditandatangani.
• Secara Langsung
Dalam hal Wajib Pajak tidak
dapat mengajukan permohonan
pendaftaran secara elektronik,
permohonan pendaftaran dilakukan
dengan menyampaikan permohonan
secara tertulis dengan mengisi dan
menandatangani Formulir Pendaftaran
Wajib Pajak. Permohonan itu
harus dilengkapi dengan dokumen
yang disyaratkan. Permohonan secara
tertulis disampaikan ke KPP atau
KP2KP yang wilayah kerjanya meliputi
tempat tinggal atau tempat kedudukan
atau tempat kegiatan usaha Wajib
Pajak. Penyampaian permohonan
secara tertulis dapat dilakukan: secara
langsung, melalui pos; atau melalui
perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir.
Setelah seluruh persyaratan
Permohonan Pendaftaran diterima
KPP atau KP2KP secara lengkap, KPP
atau KP2KP akan menerbitkan Bukti
Penerimaan Surat. KPP atau KP2KP
menerbitkan Kartu NPWP dan Surat
Keterangan Terdaftar (SKT) paling
lambat 1 (satu) hari kerja setelah Bukti
Penerimaan Surat diterbitkan. NPWP
dan SKT akan dikirimkan melalui Pos
Tercatat.
5. Pengesahan Akte Pendirian Perusahaan
Untuk pembuatan Akta Pendirian, dalam
jangka waktu paling lambat 60 hari,
perseroan wajib mengajukan permohonan
pengesahan badan hukum perseroan melalui
teknologi informasi sistem administrasi dan
badan hukum secara elektronik kepada
Menteri, dengan mengisi format isian
sekurang-kurangnya:
• Nama dan tempat kedudukan perseroan
• Jangka waktu berdirinya perseroan
• Maksud dan tujuan serta kegiatan usaha
perseroan
• Jumlah modal dasar, modal yang
ditempatkan, dan modal disetor
• Alamat lengkap perseroan.
Persyaratan yang ditetapkan dalam Peraturan
Menteri Hukum dan HAM Nomor 4 Tahun
2014 adalah:
• Mengisi Format Pendirian Perusahaan;
• Bukti Bayar Biaya Pengesahan Badan
Hukum Perseroan yang dibayarkan
melalui Bank Persepsi;
• Minuta Akta Pendirian Perseroan atau
Minuta Akta Perubahan Pendirian
Perseroan;
• Bukti Setor Modal Perseroan;
• Surat Pernyataan Kesanggupan dari
Pendiri untuk memperoleh keputusan,
persetujuan, atau rekomendasi dari
instansi teknis untuk perseroan bidang
usaha tertentu, atau fotokopi keputusan,
persetujuan, dan rekomendasi dari
instansi teknis terkait untuk perseroan
bidang usaha tertentu;
• Rekaman surat keterangan mengenai
alamat lengkap perseroan dari pengelola
gedung atau instansi yang berwenang
atau asli surat pernyataan mengenai
alamat lengkap perseroan yang
ditandatangani oleh semua anggota
direksi bersama-sama semua pendiri
dan semua anggota dewan komisaris
perseroan.
Permohonan dan pendaftaran dilakukan
secara elektronik melalui laman Sistem
Administrasi Badan Hukum (SABH)
Kementerian Hukum dan HAM, dengan
alamat: www.ahu.go.id. Paling lambat
14 (empat belas) hari, Menteri telah
menerbitkan Keputusan Menteri mengenai
pengesahan badan hukum.
Notaris dapat melakukan pencetakan sendiri
Keputusan Menteri mengenai Pengesahan
Badan Hukum Perseroan, memakai
kertas berwarna putih ukuran F4/Folio
dengan berat 80 (delapan puluh) gram.
Keputusan itu wajib ditandatangani
dan dibubuhi cap jabatan oleh Notaris, serta
memuat frasa yang menyatakan “Keputusan
Menteri ini dicetak dari SABH”.
6. Pembuatan SIUP (Surat Izin Usaha
Perdagangan)
SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan) adalah
surat izin untuk dapat melakukan kegiatan
usaha perdagangan. Ketentuan mengenai
SIUP diatur dalam Peraturan Menteri
Perdagangan Nomor 46/M-DAG/PER/9/2009
tentang Perubahan Permendag Nomor
36/M-DAG/PER/9/2007 tentang Penerbitan
Surat Izin Usaha Perdagangan. Penerbitan
SIUP dilakukan berdasarkan tempat
kedudukan tempat usaha, sehingga Menteri
memberi kewenangan penerbitan
kepada Gubernur / Bupati / Walikota yang
menunjuk dinas setempat yang membidangi
perdagangan.
Berdasarkan peraturan itu , persyaratan
penerbitan SIUP untuk perseroan, adalah:
• Surat Permohonan;
• Rekaman Akta Notaris Pendirian
Perusahaan;
• Rekaman Surat Keputusan Pengesahan
Badan Hukum Perseroan Terbatas dari
Kementerian Hukum dan HAM;
• Rekaman Kartu Tanda Penduduk
Penanggungjawab / Direktur Utama
Perusahaan;
• Surat Pernyataan dari Pemohon SIUP
tentang Lokasi Usaha Perusahaan;
• Foto Penanggungjawab / Direktur Utama
Perusahaan 3x4 (2 lembar)
Proses penerbitan SIUP paling lama 3 (tiga)
hari kerja, setelah dokumen persyaratan
diterima secara lengkap dan benar.
7. Pembuatan TDP (Tanda Daftar Perusahaan)
Wajib Daftar Perusahaan (WDP) diatur dalam
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982
tentang Wajib Daftar Perusahaan. Dalam
ketentuan ini, Daftar Perusahaan adalah
daftar catatan resmi yang diadakan menurut
atau berdasarkan ketentuan Undang-
undang ini dan atau peraturan-peraturan
pelaksanaannya, dan memuat hal-hal yang
wajib didaftarkan oleh setiap perusahaan
serta disahkan oleh pejabat yang berwenang
dari kantor pendaftaran perusahaan.
Perusahaan yang wajib didaftar dalam Daftar
Perusahaan adalah setiap perusahaan yang
berkedudukan dan menjalankan usahanya di
wilayah Negara Republik negara kita menurut
ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku, termasuk di dalamnya kantor
cabang, kantor pembantu, anak perusahaan
serta agen dan perwakilan dari perusahaan
itu yang memiliki wewenang untuk
mengadakan perjanjian.
Pengaturan lebih lanjut dapat ditemukan
dalam Peraturan Menteri Perdagangan
Nomor 37/M-DAG/PER/2007 tentang
Penyelenggaraan Pendaftaran Perusahaan
juncto Keputusan Presiden Nomor 53 Tahun
1998 tentang Usaha atau Kegiatan yang
tidak dikenakan Wajib Daftar Perusahaan.
Pengertian Tanda Daftar Perusahaan (TDP)
menurut peraturan di atas surat tanda
pengesahan yang diberikan oleh Kantor
Pendaftaran Perusahaan kepada perusahaan
yang telah melakukan pendaftaran
perusahaan. Lebih lanjut diatur tentang
usaha atau kegiatan yang bergerak di
luar bidang perekonomian dan sifat serta
tujuannya tidak semata-mata mencari
keuntungan dan/atau laba, sehingga dengan
demikian tidak dikenakan wajib daftar
perusahaan.
Penerbitan TDP dilimpahkan oleh menteri
kepada gubernur / walikota / bupati, sesuai
kedudukan perseroan terbatas berada. Untuk
mendapatkan TDP, beberapa persyaratannya
diatur sebagai berikut:
• Rekaman Akta Pendirian Perseroan;
• Rekaman Akta Perubahan Perndirian
Perseroan (jika ada);
• Asli dan rekaman Keputusan Pengesahan
sebagai Badan Hukum dan Persetujuan
Perubahan bagi PT yang telah berbadan
hukum sebelum diberlakukannya Undang-
Undang Perseroan Terbatas;
• Rekaman Kartu Tanda Penduduk
atau Paspor Pemilik, Pengurus atau
Penanggung Jawab Perusahaan;
• Rekaman Izin Usaha atau Surat
Keterangan yang dipersamakan dengan
itu yang diterbitkan oleh instansi yang
berwenang;
• Rekaman Nomor Pokok Wajib Pajak.
Proses penerbitan TDP adalah 3 (tiga)
hari kerja, sejak diterimanya dokumen
persyaratan secara lengkap dan benar.
4.3.3
Perizinan Ketenagakerjaan
Tenaga Kerja Asing (TKA) adalah warga negara
asing pemegang visa dengan maksud bekerja
di negara kita . Untuk memperkerjakan TKA
di negara kita , perusahaan PMA memerlukan
beberapa perizinan yang telah diatur melalui
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 16
Tahun 2015 tentang Tata Cara Penggunaan
Tenaga Kerja Asing. Ada dua tahapan prosedur
perizinan yang diperlukan PMA untuk dapat
memperkerjakan TKA, yaitu:
• mengajukan Rencana Penggunaan Tenaga
Kerja Asing (RPTKA); dan
• Izin Memperkerjakan Tenaga Kerja Asing
(IMTA).
RPTKA adalah rencana penggunaan TKA pada
jabatan tertentu yang dibuat oleh pemberi
kerja TKA untuk jangka waktu tertentu yang
disahkan oleh menteri atau pejabat yang
ditunjuk. Sedangkan IMTA adalah izin tertulis
yang diberikan oleh menteri atau pejabat yang
ditunjuk kepada pemberi kerja TKA.
Prosedur dan pelayanan RPTKA dan IMTA
dilakukan melalui aplikasi sistem online: http://
tka-online.depnakertrans.go.id. Persyaratan yang
ditetapkan untuk mendapatkan pengesahan
RPTKA dan IMTA, dijelaskan berikut ini:
1. Pengesahan RPTKA
• Surat Permohonan
• Alasan penggunaan TKA;
• Formulir RPTKA yang sudah diisi;
• Surat izin usaha dari instansi yang
berwenang;
• Akte pendirian sebagai badan hukum
yang sudah disahkan oleh instansi yang
berwenang;
• Keterangan domisili perusahaan dari
pemerintah daerah setempat;
• Bagan struktur organisasi perusahaan;
• Surat penunjukan TKI sebagai
pendamping TKA dan rencana program
pendampingan;
• Surat pernyataan kesanggupan untuk
melakukan pendidikan dan pelatihan
kerja bagi tenaga kerja negara kita sesuai
dengan kualifikasi jabatan yang diduduki
TKA;
• Copy bukti wajib lapor ketenagakerjaan
yang masih berlaku sesuai Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1981; dan
• Rekomendasi jabatan yang akan diduduki
oleh TKA dari instansi teknis jika
diperlukan.
2. Izin memakai Tenaga Kerja Asing
• Surat Permohonan
• Copy keputusan pengesahan RPTKA;
• Copy paspor TKA yang akan
dipekerjakan;
• Daftar riwayat hidup TKA yang akan
dipekerjakan;
• Copy ijazah Sarjana atau keterangan
pengalaman kerja TKA atau sertifikat
kompetensi sesuai dengan jabatan yang
akan diduduki;
• Copy surat penunjukan tenaga kerja
negara kita pendamping; dan
• Pas photo berwarna ukuran 4 x 6 cm
sebanyak 1 (satu) lembar.
Lama waktu perizinan untuk masing-masing
adalah 3 (tiga) hari kerja, setelah dokumen
diterima (online) secara lengkap dan benar.
Jadi, total waktu yang diperlukan adalah 6
(enam) hari.
Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik
(IUPTL)
Usaha Penyediaan Tenaga Listrik adalah
pengadaan tenaga listrik meliputi pembangkitan,
transmisi, distribusi, dan penjualan tenaga
listrik kepada konsumen. Izin Usaha Penyediaan
Tenaga Listrik (IUPTL) adalah izin untuk
melakukan usaha penyediaan tenaga listrik untuk
kepentingan umum. Dalam pelaksanaannya,
IUPTL dibuat dalam dua tahap, yaitu: IUPTL
Sementara dan IUPTL Tetap. Penerbitan IUPTL
diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 35
Tahun 2013 tentang Tata Cara Perizinan Usaha
Ketenagalistrikan.
Dalam peraturan itu di atas, beberapa
persyaratan yang diperlukan untuk mendapatkan
IUPTL Sementara adalah:
1. Persyaratan Administratif :
• Identitas Pemohon
• Profil pemohon
• NPWP
2. Persyaratan Teknis :
• Studi kelayakan awal
• Surat penetapan sebagai calon
pengembang penyediaan tenaga listrik
dari pemegang IUPL (PT PLN) selaku
calon pembeli tenaga listrik
Sedangkan untuk mendapatkan IUPTL, beberapa
persyaratannya adalah:
1. Persyaratan Administratif :
• Identitas Pemohon
• Profil pemohon
• NPWP
• Pengesahan sebagai badan hukum
• Kemampuan pendanaan
2. Persyaratan Teknis :
• Studi kelayakan Usaha Penyediaan Tenaga
Listrik
• Lokasi instalasi kecuali untuk usaha
penjualan tenaga listrik;
• Izin lokasi dari instansi yang berwenang
kecuali untuk usaha penjualan tenaga
listrik;
• Diagram satu garis
• Jenis dan kapasitas usaha yang akan
dilakukan;
• Jadwal pembangunan dan pengoperasian
• Persetujuan harga jual tenaga listrik atau
sewa jaringan tenaga listrik, dalam hal
permohonan Izin Usaha Penyediaan
• Tenaga Listrik diajukan untuk usaha
pembangkitan tenaga listrik, usaha
transmisi tenaga listrik, atau usaha
distribusi tenaga listrik;
• Kesepakatan jual beli tenaga listrik;
3. Persyaratan Lingkungan :
• Dokumen AMDAL (KA, Andal, RKL-RPL)
atau UKL-UPL
• Dokumen ANDAL Lalu Lintas
Pelayanan IUPTL (baik sementara maupun tetap)
untuk PMA, saat ini dilakukan di PTSP BKPM,
sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor
35/2014 tanggal 19 Desember 2014.
81
No
Jenis Perizinan /
Instansi Penerbit
Dasar Hukum
Durasi
(Hari)
Persyaratan
Perka BKPM
No. 5 Tahun 2013
Izin Prinsip
Penanaman
Modal
PTSP BKPM
Pusat / PTSP
BKPM Daerah
Pendaftaran
Online :
https://online-
spipise.bkpm.
go.id/
1. 3Pendaftaran Penanaman Modal :
1. Surat dari instansi pemerintah negara yang
bersangkutan atau surat yang dikeluarkan
oleh kedutaan besar/kantor perwakilan
negara yang bersangkutan di negara kita
untuk pemohon adalah pemerintah negara
lain;
2. Rekaman paspor yang masih berlaku untuk
pemohon adalah perseorangan asing;
3. Rekaman Anggaran Dasar (Article of
Association) dalam Bahasa Inggris atau
terjemahannya dalam Bahasa negara kita dari
penterjemah tersumpah untuk pemohon
adalah untuk badan usaha asing;
4. Rekaman Akta Pendirian perusahaan dan
perubahannya beserta pengesahan dari
Menteri Hukum dan HAM untuk pemohon
adalah badan usaha negara kita ;
5. Rekaman NPWP baik untuk pemohon adalah
perseorangan negara kita maupun badan
usaha negara kita ;
6. Permohonan Pendaftaran ditandatangani di
atas meterai cukup oleh seluruh pemohon
(bila perusahaan belum berbadan hukum)
atau oleh direksi perusahaan (bila
perusahaan sudah berbadan hukum);
7. Surat Kuasa asli bermeterai cukup untuk
pengurusan permohonan yang tidak
dilakukan secara langsung oleh
pemohon/direksi perusahaan;
8. Keterangan Rencana Penanaman Modal,
mencakup :
- Bidang usaha
- Lokasi proyek
- Produksi dan pemasaran per tahun
- Luas tanah yang diperlukan
- Tenaga kerja negara kita
- Rencana investasi
- Rencana permodalan
No
Jenis Perizinan /
Instansi Penerbit
Dasar Hukum
Durasi
(Hari)
Persyaratan
- Undang-Undang
No.40 Tahun
2007 Tentang
Perseroan
Terbatas
- Peraturan
Pemerintah
Republik
negara kita
Nomor 43 Tahun
2011 Tentang
Tata Cara
Pengajuan dan
Pemakaian
Nama Perseroan
Terbatas
1
Izin Prinsip Penanaman Modal
1. Bukti diri pemohon, yaitu:
- Pendaftaran bagi badan usaha yang telah
melakukan pendaftaran
- Rekaman Akta Pendirian perusahaan dan
perubahannya
- Rekaman Pengesahan Anggaran Dasar
Perusahaan dari Menteri Hukum dan
HAM
- Rekaman Nomor Pokok Wajib Pajak
(NPWP)
2. Keterangan rencana kegiatan, berupa:
- Uraian proses produksi yang
mencantumkan jenis bahan-bahan dan
dilengkapi dengan diagram alir
(flowchart);
- Uraian kegiatan usaha sektor jasa.
- Rekomendasi dari instansi pemerintah
terkait, bila dipersyaratkan
Pengajuan Nama
Badan Hukum
Sisminbakum,
diakses melalui :
http://ahu.go.id/
2. 1. Pengajuan nama perseroan terbatas
- Pengajuan biasanya dilakukan oleh
Notaris Melalui Sistem Administrasi
Badan Hukum (Sisminbakum)
Kemenkumham
2. Persyaratannya :
- Melampirkan asli formulir dan pendirian
surat kuasa;
- Melampirkan fotokopi Kartu Identitas
Penduduk (KTP/paspor) para pendirinya
dan para pengurus perusahaan;
- Melampirkan fotokopiKartu Keluarga (KK)
pimpinan/pendiri PT untuk WNI
No
Jenis Perizinan /
Instansi Penerbit
Dasar Hukum
Durasi
(Hari)
Persyaratan
- Undang-Undang
No.40 Tahun
2007 Tentang
Perseroan
Terbatas
- Peraturan
Pemerintah
Republik
negara kita
Nomor 43 Tahun
2011 Tentang
Tata Cara
Pengajuan dan
Pemakaian
Nama Perseroan
Terbatas
Pembuatan Akta
Pendirian dan
Anggaran Dasar
Perseroan
Terbatas
Kantor Notaris
. Pembuatan akta pendirian dilakukan oleh
notaris yang berwenang di seluruh wilayah
negara Republik negara kita untuk selanjutnya
mendapatkan pesetujuan dari Menteri
Kemenkumham
2. Beberapa hal yang perlu diperhatikan :
- Kedudukan PT, yang mana PT harus
berada di wilayah Republik negara kita
dengan menyebutkan nama Kota dimana
PT melakukan kegiatan usaha sebagai
Kantor Pusat;
- Pendiri PT minimal 2 orang atau lebih;
- Menetapkan jangka waktu berdirinya PT:
selama 10 tahun, 20 tahun atau lebih atau
bahkan tidak perlu ditentukan lamanya
artinya berlaku seumur hidup;
- Menetapkan Maksud dan Tujuan serta
kegiatan usaha PT;
- Akta Notaris yang berbahasa negara kita ;
- Setiap pendiri harus mengambil bagian
atas saham, kecuali dalam rangka
peleburan;
- Modal dasar minimal Rp.50.000.000,-
(lima puluh juta Rupiah) dan modal
disetor minimal 25% (duapuluh lima
perseratus) dari modal dasar;
- Minimal 1 orang Direktur dan 1 orang
Komisaris; dan
- Pemegang saham harus WNI atau Badan
Hukum yang didirikan menurut hukum
negara kita , kecuali PT dengan Modal
Asing atau biasa disebut PT PMA
1. Permohonan SKDP diajukan kepada kantor
kelurahan setempat sesuai dengan alamat
kantor PT anda berada, yang mana sebagai
bukti keterangan/keberadaan alamat
perusahaan (domisili gedung, jika di
gedung)
PerdaSurat Keterangan
Domisili
Perusahaan
Kantor Kelurahan
/ Kecamatan di
Masing-Masing
Daerah
Pengesahan
Akte Pendirian
dan Anggaran
Dasar Perseroan
Terbatas
Kementerian
Hukum dan
HAM
. Permohonan ini diajukan kepada Menteri
Kemenkumham untuk mendapatkan
pengesahan Anggaran Dasar Perseroan (akta
pendirian) sebagai badan hukum PT sesuai
dengan UUPT
2. Bukti setor bank senilai modal disetor dalam
akta pendirian;
3. Bukti Penerimaan Negara Bukan Pajak
(PNBP) sebagai pembayaran berita acara
negara;
4. Asli akta pendirian.
- Undang-Undang
No.40 Tahun
2007 Tentang
Perseroan
Terbatas
- Peraturan
Pemerintah
Republik
negara kita
Nomor 43 Tahun
2011 Tentang
Tata Cara
Pengajuan dan
Pemakaian
Nama Perseroan
Terbatas
No
Jenis Perizinan /
Instansi Penerbit
D