Tampilkan postingan dengan label ekonomi internasional 3. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label ekonomi internasional 3. Tampilkan semua postingan

Jumat, 29 Desember 2023

ekonomi internasional 3





lex 
mercatoria agar dapat dihimpun menjadi dokumen autentik. 
Baru pada tahun 1994 berhasil disusun prinsip-prinsip 
umum yang dikenal dengan UNIDROIT Principles of 
International Commercial Contracts (UPICCs) tahun 1994 
yang oleh para pakar dikategorikan ke dalam the new Lex 
Mercatoria. 
The New Lex Mercatoria yaitu  produk lembaga 
internasional yang mengusaha kan harmonisasi hukum 
melalui pembuatan model law, legal principles, dan legal 
directives yang mengatur bidang hukum baru misalnya 
transaksi elektronik, yang belum diatur oleh hukum 
nasional. Sesudah Perang Dunia II organisasi PBB seperti 
UNCITRAL dan organisasi antar pemerintah seperti 
UNIDROIT sudah mengembangkan prinsip-prinsip hukum 
dalam bentuk aturan yang secara formal tidak mengikat. 
Akan tetapi, diberikan kakuatan mengikat dengan cara 
seperti diadopsi ke dalam hukum nasional, dijadikan materi 
kontrak, atau dijadikan sumber hukum sekunder oleh Hakim 
                                                 

atau Arbiter dalam memutus perkara berdasar  penerapan 
prinsip ex aequo et bono. 
Prinsip hukum yang tidak formal diangkat dari 
kebutuhan praktis oleh para ahli disebut lex mercatoria Baru 
(The New Lex Mercatoria) yang banyak dikembangkan 
sesudah berakhirnya Perang Dunia II. Hal ini akan terus 
berkembang bahkan memiliki sejarah tersendiri, sebagai 
akibat globalisasi ekonomi yang sekurang-kurangnya 
berdasar  dua alasan, yaitu adanya perubahan orientasi 
ekonomi dan hambatan hukum nasional yang sulit 
mengantisipasi perkembangan yang sangat cepat. 
Sesudah berakhirnya Perang Dunia II, beberapa Negara 
mengalihkan orientasi ekonominya dari selain melihat ke 
dalam (inward looking). Di samping itu juga mengusahakan 
pengembangan ekonominya dengan mengembangkan pasar 
ke luar negeri (outward looking) dan berdirinya berbagai 
komunitas bisnis inernasional yang sudah mendorong 
tumbuhnya lex mercatoria baru. Hal ini ditegaskan oleh 
Schmitthoff :19 
After the Second World War, there has been a continuous 
expansion of international trade. Even the world 
recession of the early 1980s has only slowed down is 
growthbut has not arrested it. Further, as a result of 
unprecedented progress in science and technology, the 
world has become a smaller place. Mass production of 
industrial and agricultural goods calls for larger markets 
and improved means of distribution. The population of 
the countries in the course of development no longer 
accepts poverty and lack of opportunity as the natural 
conditions of life and looks to the richer nations for help 
and assistance. “..the causes for the emergence of an 
autonomous international commercial law seem to lie in 
the diversity and inadequacy of many traditional 
                                                 
19    Dikutip  oleh  Ven es sa  L . D .  Wilkinson ,  op. cit. 
1 14  
national systems of law in the changed circumstances of 
modern international trade. 
Alasan kedua, adanya kendala perbedaan sistem hukum 
nasional di antara Negara sehingga mendorong para pelaku 
bisnis untuk menyusun prinsip lex mercatoria baru. Para 
praktisi hukum komersial mengusulkan agar tercipta 
kesamaan hukum komersial di seluruh dunia berupa prinsip 
teknik perdagangan internasional sebagai lex mercatoria 
baru. Bahkan lex mercatoria baru diangkat dari prinsip yang 
sudah diterima secara universal sebagai teknik agar prinsip-
prinsip hukum komersial internasional dapat diterima 
dengan mudah. Selain melalui penyusunan prinsip hukum 
yang seragam, penyelesaian sengketa komersial juga melalui 
arbitrase internasional yaitu  contributor perkem-
bangan lex mercatoria baru. Dengan demikian, lahirnya lex 
mercatoria yang didorong oleh keinginan para pelaku bisnis 
untuk menghindari kompleksitas dari aturan hukum 
perselisihan. 
Menurut Martin Shapiro20alasan timbulnya kebutuhan 
harmonisasi hukum komersial secara transnasional yaitu  
konsekuensi logis dari praktik transaksi yang diterapkan oleh 
warga  bisnis kemudian diintegrasikan ke dalam 
kebijaksanaan internal perusahaan ataupun kebijaksanaan 
pemerintah. Pada akhirnya muncul prinsip-prinsip baru dari 
lex mercatoria sesudah Perang Dunia II yang didasarkan pada 
beberapa alasan, sebagai berikut. 
a. Adanya disparitas kemampuan ekonomi akibat tingkat 
perbaikan ekonomi yang berbeda sesudah decade 
pembangunan, sehingga ada Negara berkembangan dan 
Negara maju. Banyak kontrak yang dibuat di antara 
para pihak dari Negara yang memiliki latar belakang 
berbeda itu, dalam pelaksanaannya menimbulkan 
                                                 
20   M a r tin   S h a piro,  The Globalization of Law,  I n diana   Journ a l   of   Gl ob a l   L e g al   St u dies,   Vol .  
1,  I s s u e 1,   B l o o mington :  I n diana  University  Sch ool  of  La w,  1 99 3,  hl m.  3 7 ‐ 6 4.  
1 15  
ketidakadilan, sehingga diperlukan prinsip hukum yang 
lebih adil. 
b. Berkembangnya technology dan informasi yang 
memerlukan prinsip hukum kontrak untuk mencegah 
terjadinya ketidakadilan dan ketidakseimbangan antara 
para pihak yang menguasai informasi dan teknologi. 
c. Adanya kendala tradisi hukum yang berbeda anatara 
common law, civil law, dan sistem hukum sosialis, 
sehingga diperlukan prinsip-prinsip yang dapat 
diterima bersama. 
d. Akibat kebijaksanaan nilai tukar mengambang (floating 
exchange rate) dan perubahan social politik, sering 
menimbulkan perubahan keadaan yang dapat mengatasi 
masalah secara adil. 
 
B. Prinsip UNIDROIT dan CISG sebagai Lex Mercatoria 
Dijadikan Sumber Hukum Sekunder 
Di dalam praktek hukum komersial internasional, 
prinsip lex mercatoria diakui sebagai salah satu sumber 
pilihan hukum. Michael Medwig menyatakan:21 
The most compelling argument for the law of merchant 
… is that the continued growth of international trade 
simply demands a reconstituted law-merchant capable of 
accommodating the multilateral aspects of contemporary 
commerce. The ultimate justification for international 
arbitration and the law-merchant is that both conform to 
and effectuate what merchants understand to be the 
consequences of their contractual undertakings. 
berdasar  pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa 
aturan yang berlaku pada sistem hukum nasional atau 
hukum positif adakalanya tidak bisa  menjawab perma-
salahan yang dihadapi terutama yang dihadapi terutama 
                                                 
21   Dikutip  oleh  Vann essa  L . D .  Wilkinso n ,  op. cit. 
1 16  
masalah transaksi yang bersifat perdagangan internasional 
modern, sehingga hanya dengan menggunakan prinsip lex 
mercatoria kebutuhan hukum dapat terjawab. ada 
beberapa alasan praktis mengapa diperlukan lex mercatoria 
sebagai pilihan hukum untuk dijadikan substansi kontrak 
atau materi hukum dalam penyelesaian perselisihan. 
Alasan pertama, lex mercatoria sebagai pilihan hukum 
menjadi (relative) tepat jika  kontrak dibuat antara pihak 
swasta asing dengan pihak yang mewakili lembaga 
pemerintah (government contract). Di dalam praktik jika  
para pihak dihadapkan dengan permasalahan yang bersifat 
lintas Negara, sulit sekali untuk menggunakan hukum 
nasional yang cocok dengan permasalahan yang dihadapi. 
Biasanya para lawyer akan merujuk pada teori hukum 
perdata internasional. 
Perlu dijelaskan di sini, bahwa pemakaian hukum 
perdata internasional pada hakikatnya yaitu  juga meng-
gunakan hukum nasional negara tertentu. sebab hukum 
perdata internasional akan menjawab permasalahan, hukum 
mana yang berlaku apakah hukum nasional negara kita  atau 
hukum nasional Negara asing. Biasanya jika  salah satu 
pihak yaitu  pemerintah, akan cenderung menghindar 
untuk tunduk pada hukum Negara lain. Di sisi lain, pihak 
swasta asing akan skeptic menerima begitu saja hukum yang 
berlaku di Negara lain, terutama biasanya dipengaruhi oleh 
kepercayaan kalangan swasta terhadap pengadilan dengan 
perlakuan yang wajar di pengadilan Negara lain. 
Alasan kedua, prinsip lex mercatoria yaitu  pilihan 
yang tepat, untuk menghindari kesulitan penerapan hukum 
perdata internasional yang tidak sesuai dengan kontrak 
ini , sebab biasanya hukum perdata internasional 
sering kali terjadi renvoi (penunjukan kembali). Berbagai 
kesulitan aturan hukum perselisihan juga dapat dihindari 
dengan langsung menggunakan ketentuan prinsip lex 
mercatoria. Dengan memilih lex mercatoria para pelaku 
1 17  
bisnis dapat terhindar dari hal-hal tersembunyi dalam 
hukum komersial nasional yang penerapannya sering tidak 
dapat diperkirakan pada saat para pihak mengadakan 
transaksi internasional. 
Dengan demikian, lex mercatoria dijadikan pilihan 
hukum (choice of law)akan lebih baik sebab sifatnya yang 
fleksibel, sebagai hukum yang berlaku baik bagi transaksi 
maupun bagi penyelesaian sengketa yang timbul. 
 
4. Sumber Hukum lex mercatoria Selain Prinsip 
UNIDROIT dan CISG 
Menurut beberapa kepustakaan yang membahas 
mengenai sumber hukum dari lex mercatoria, walaupun 
di antara sarjana masih belum tercapai kesepakatan, ada 
juga beberapa persamaannya. Alexandar Goldstain22 
membagi sumber hukum dalam dua macam, yaitu : 
(a) Peraturan perundang-undanngan internasional 
(International Legislation) yang mencakup juga 
setiap hukum nasional suatu Negara yang 
diberlakukan untuk transaksi komersial 
internasional dan perjanjian internasional; 
(b) Kebiasaan komersial internasional (international 
commercial custom) meliputi praktik komersial, 
kepatutan, standar-standar yang secara luas 
dipakai  oleh pelaku bisnis atau yang 
dikeluarkan oleh lembaga seperti ICC 
(International Chamber of Commerce), UNECE 
(United Nations Economic Commission Of Europe), 
atau asosiasi perdagangan internasional lainnya. 
                                                 
22   A l e x a n d a r   G o l d s t ain,   Usages  of  The  Trade  and  Other  Autonomous  Rules  of 
International Trade According  to  the UN  (1980 Sales Convention),   d a l a m   ku mpula n  
International sale of Goods Dubrovnik Lectures,   New   Y ork:   O cea n a   P u b lications   I n c,  
19 86.  
1 18  
Selanjutnya Jan Ramberg mengklasifikasikan 
peringkat lex mercatoria meliputi 1o (sepuluh) jenis 
sumber, yaitu kontrak-kontrak, praktik transaksi yang 
dilakukan oleh para pihak, syarat umum (general 
conditions) atau standar kontrak (jika  secara tegas 
atau diam diterima oleh para pihak), atau konvensi 
internasional (kecuali dikesampingkan oleh kontrak). 
Di samping itu hukum nasional yang berlaku terhadap 
kontrak (jika  ditentukan dalam kontrak, atau 
ditentukan oleh hukum perdata internasional); dalam 
beberapa kasus aturan memaksa (mandatory provisions) 
dari hukum domestic; putusan peradilan internasional; 
dan tulisan ilmiah para sarjana (sebagai sumber tidak 
langsung). 
Pakar lainnya Ole Lando23 menyebutkan bahwa 
sumber dari lex mercatoria baru meliputi hukum 
uniform, prinsip hukum umum, aturan dari organisasi 
internasional, kebiasaan dan kepatutan, kontrak 
standard an laporan arbitrase. Sementara Julian Lew24 
menyebutkan sumber dari lex mercatoria meliputi 
aturan substantive perdagangan internasional, kode dari 
praktik perdagangan internasional, kebiasaan, dan 
kepatutan perdagangan internasional. 
Menurut Schmitthoff25pada dasarnya sumber lex 
mercatoria ada dua kategori besar, yaitu legislasi 
internasional dan kebiasaan internasional. Walaupun 
ada perbedaaan rincian dari keduanya, sumber ini  
dibagi lagi menjadi empat kategori, yaitu prinsip hukum 
umum, hukum uniform dari perdagangan internasional, 
kebiasaan dan kepatutan, dan putusan arbitrase. 
                                                 
23   Dikutip  d a l a m  A l e x a n d a r  G o l d s t ain,  op.cit. 
24   Dikutip  oleh  Va nes sa  L . D .  Wilkinson ,  op.cit .  
25   D a l a m  A .  G o l d s t ain,  op.cit. 
1 19  
a. Prinsip Hukum Umum (General Principles of 
Law) 
Prinsip hukum umum yaitu  prinsip yang 
berlaku di semua Negara atau di mayoritas sistem 
hukum Negara di dunia. Prinsip hukum umum 
diketahui melalui survey dan inventarisasi atas 
berbagai hukum nasional untuk menemukan 
prinsip yang secara umum berlaku di berbagai 
Negara. Pendekatan ini dilakukan oleh Ole Lando 
untuk dijadikan bahan bagi para arbitrator melalui 
penyelidikan atas prinsip hukum untuk menge-
tahui prinsip yang bersifat umum, yang berkaitan 
dengan pokok masalah dalam sengketa. Prinsip 
hukum umum yaitu  bagian dari doktrin lex 
mercatoria. Sebagaimana ditegaskan oleh Okezie 
Chukwumerije26bahwa : 
General principles are said to be part of the lex 
mercatoria because they are generally accepted 
and thus form a sort of universal practice that 
parties to an international commercial 
transaction implicity accept as part of the 
regulatory framework of their transaction. 
Salah satu contoh dari prinsip hukum umum 
yaitu  pacta sunt servanda, yaitu suatu prinsip 
yang menentukan bahwa persetujuan mengikat 
para pihak dan harus dihormati. namun  , dalam 
praktik mungkin saja timbul kesulitan dalam peng-
gunaan prinsip hukum umum sebagai sumber dari 
lex mercatoria. warga  bisnis internasional 
terdiri atas orang-orang dari Negara yang berbeda, 
sehingga kesulitan timbul tidak hanya ketika 
melakukan usaha  menemukan prinsip hukum 
umumnya itu saja, tetapi juga ketika penerapannya. 
                                                 
26   Ibid. 
1 20  
Sebab, jika  prinsip itu hanya berupa ungkapan 
yang sangat umum, akan sulit menerapkan 
substansinya dalam kasus yang konkret. 
Prinsip hukum umum tidak kebal terhadap 
penerapan aturan hukum nasional yang menyeleksi 
prinsip ini . prinsip-prinsip umum dapat 
dipengaruhi, dibentuk, atau ditambah oleh aturan 
hukum nasional. Akibatnya, prinsip hukum umum 
mungkin pada akhirnya tinggal nama saja. 
Walaupun dimungkinkan untuk menerapkan 
prinsip hukum umum dari berbagai sistem hukum 
nasional, prinsip-prinsip ini  mengandung 
kelemahan pada tingkat substansinya, sehingga 
sulit dicapai penyeragaman yang diinginkan 
jika  dihadapkan pada kasus yang konkret. 
b. Hukum Komersial Internasional Seragam (The 
Uniform International Commercial Law) 
Hukum seragam bagi perdagangan 
internasional dapat terwujud melalui dua cara, 
yaitu ratifikasi dan penerapan konvensi 
internasional atau adopsi model laws. Konvensi 
model laws seringkali yaitu  produk dari 
institusi seperti UNCITRAL (United Nation 
Commission on International Trade Law) atau 
UNIDROIT (International Institute for the 
Unification of International Private Law). Tujuan 
dibuatnya hukum seragam yaitu  untuk 
menyediakan aturan yang diterima secara interna-
sional bagi pengaturan berbagai aspek dari 
hubungan komersial yang bersangkutan. 
Konvensi multilateral yaitu  persetujuan 
antarnegara untuk mengatur kpentingan bersama 
para pesertanya. Negara yang menjadi pihak dari 
konvensi ini  harus memberlakukan aturan-
1 21  
aturannya ke dalam peraturan perundang-
undangan di negaranya agar memiliki akibat 
hukum yang mengikat warga negaranya. Contoh 
Hague-Visby Rules, di Australia melalui Carriage of 
Goods by Sea Act, 1991 (Cth). 
Proses pembuatan Model Laws meliputi tahap 
penulisan rancangan hukumnya dengan memper-
timbangkan kesesuaian antara kepentingan perda-
gangan internasional dengan kepentingan nasional 
dari Negara-negara secara individual. jika  sudah 
selesai dirancang, model laws dapat diadopsi secara 
keseluruhan atau sebagian oleh Negara manapun. 
Seperti halnya konvensi internasional, model laws 
hanya mengikat suatu Negara berdaulat sesudah dan 
sepanjang secara tegas diadopsi oleh Negara 
ini . 
Proses pembuatan model laws ini  
menggambarkan kompromi antara proses pem-
buatan perjanjian dengan tindakan sepihak dari 
Negara yang bersangkutan. Contoh model laws 
seperti Uniform Laws on the International Sale of 
Goods, The Uniform Laws on The Formation of 
Contracts for the International Sale of Goods, dan 
UNCITRAL model laws on International 
Commercial Arbitration. 
Walaupun hakikat tujuan dari konvensi 
internasional dan model laws yaitu  untuk 
mewujudkan hukum yang seragam (lex 
mercatoria), namun   pada kenyataannya tujuan 
ini  sering tidak tercapai. Sebab aturan baru 
dapat dianggap sebagai lex mercatoria jika sudah 
dipakai  oleh mayoritas Negara-negara. Lagi pula 
ada kendala lain, jika mayoritas Negara hanya 
mengadopsi sebagian saja dari konvensi atai model 
laws itu maka hukum itu akan kehilangan sifat 
1 22  
seragamnya. Biasanya Negara pengguna kemudian 
menambah atau mengurangi serta memberi  
penafsiran yang berbeda-beda. Akibat dari tidak 
tepatnya proses adopsi hukum seragam itu, syarat 
sebagai sumber lex mercatoria tidak terpenuhi. 
Jika mayoritas Negara-negara tidak menga-
dopsi hukum seragam ke dalam hukum 
nasionalnya, maka dalam memutus perkara para 
hakim atau arbitrator tidak perlu lagi merujuk pada 
prinsip lex mercatoria. Akan tetapi, cukup hanya 
dengan menggunakan hukum nasional yang sudah 
diharmonisasikan. 
c. Kebiasaan dan Kepatutan dalam Perdagangan 
Internasional 
Kebiasaan dan kepatutan dalam perdagangan 
internasional sebagai sumber lain dari lex 
mercatoria. Kebiasaan27 dan kepatutan ini 
dikelompokkan ke dalam dua bagian, yaitu hukum 
kebiasaan yang dikodifikasikan dan kontrak 
standar yang sering disebut kontrak baku. 
Hukum kebiasaan dan kepatutan dalam 
hukum komersial tertentu yang secara umum 
berlaku, oleh para pakar dicatat dan dihimpun 
untuk dijadikan pedoman hukum bagi mereka. 
Julian Lew28 mengatakan : 
“… existence of these customs and usages is well 
known, their having developedthrough practice 
over the years. Participants in particular areas 
of commerce know the customs and usages 
relevant to them; they presume their 
application and give them effect automatically. 
                                                 
27   M e n g e n ai   kebiasaa n   dibaha s   l e n g ka p   d a l a m   Sir   C a r l e t o n   Kemp   A l l e n ,   Law  in  the 
Making,  L on d o n :   Oxford  Unive rsity   Press,   1 95 8,  h l m .   6 5.  
28   Vanessa  L . D .  Wilkinson ,  op.cit. 
1 23  
When contracting, parties rarely discuss the 
application of practical customs or usages for do 
they reduce them to writing in the contract; 
they just take them for granted.” 
Kebiasaan dan kepatutan dikodifikasikan oleh 
badan komersial internasioanl. Substansi dan 
kodifikasi ini  mencakup praktik, kebiasaan, 
dan standar yang berlaku di antara mereka. Hasil 
dari kodifikasi ini  dijadikan pedoman bagi 
para pelaku bisnis yang memuat norma kebiasaan 
dan kepatutan bagi mererka secara tetap. Contoh 
kebiasaan yang dikodifikasi oleh ICC (International 
Chamber of Commerce) missalnya INCOTERM 
(International Rules for the Interpretation of Trade 
Term), dan UCP (the Uniform Customs and 
Practice for Documentary Credit). Kebiasaan itu 
hanya berlaku jika  dipakai  oleh para pihak 
dalam kontrak. Praktik aturan kebiasaan 
internasional dijadikan pedoman oleh pengadilan 
atau arbitrase walaupun kadang-kadang kon-
traknya sendiri tidak menyebutkan dengan tegas. 
Kebiasaan dari praktik tidak serta merta dapat 
dianggap sebagai sumber hukum lex mercatoria, 
sebab harus diikuti oleh warga  bisnis dan 
mereka merasa terikat untuk mengikutinya. Dalam 
berbagai hal, kebiasaan ini  pada umumnya 
diterapkan oleh pengadilan atau arbitrase tanpa 
perlu merujuk kepada pranata hukum tertentu. Jika 
materi muatan kodifikasi dimasukkan ke dalam 
kontrak, dengan sendirinya kontrak itulah yang 
berlaku bagi penyelesaian perselisihannya tanpa 
perlu merujuk pada lex mercatoria lagi. 
d. Kontrak Standar atau Kontrak Baku 
Menurut Ole Lando29istilah kontrak baku 
memiliki banyak padanan kata seperti athesion 
contract, agreed document, document made by 
official bodies, dan general conditions. pemakaian 
kontrak baku pada dasarnya dibolehkan untuk 
memudahkan pembuatan kontrak. Untuk transaksi 
barang produksi masal yang menguasai hajat hidup 
orang banyak, tidak mungkin dibuat kontrak satu 
per satu. 
namun  , pada umumnya kontrak baku dibuat 
secara sepihak yang seringkali menguntungkan 
pihak yang membuatnya, sehingga perlu ada aturan 
hukum yang dapat memberi  perlindungan 
kepada pihak yang lemah. Misalnya, di Amerika 
Serikat diatur dalam UCC (Uniform Commercial 
Code) pasal 2-207 Code Civil Italia diatur pada 
pasal 1370 yang mengatur prinsip in dubio contra 
antipulatorem atau contra proferentem, di Jerman 
diatur dalam pasal 138, 242, dan 315 Code Civil-
nya, bahkan di Israel diatur dalam Standard 
Contracts Law tahun 1964. 
Kontrak baku juga dapat dimasukkan ke 
dalam bagian dari kebiasaan sebagai sumber lex 
mercatoria dengan persyaratan tertentu. Pem-
buatan kontrak baku pada awalnya dilakukan oleh 
perusahaan secara individual, kemudian oleh 
asosiasi bisnis. Pembuatan kontrak baku oleh 
lembaga internasional untuk Negara Eropa dipra-
karsai oleh UNECE (United Nations Economic 
Commission for Europe). Demikian pula berbagai 
asosiasi perdagangan seperti GFTA (Grain and Free 
Trade Association) dan FOFA (Federation of 
Oilseeds and Fats Association) sudah mengem-
bangkan kontrak baku untuk transaksi perda-
gangan jenis komoditi ini . 
Kontrak baku tidak langsung menjadi sumber 
lex mercatoria, tetapi harus memenuhi syarat 
tertentu sebagai berikut: 
(a) Kontrak harus dipakai  dalam praktik 
warga  bisnis internasional yang tentunya 
tidak mudah memperoleh pengakuan secara 
luas. 
(b) Pada dasarnya tidak ada kewajiban bagi para 
pihak dalam transaksi untuk mengikatkan 
dirinya terhadap kontrak baku ini , 
sebab kontrak yang mengikat secara 
universal sebenarnya tidak pernah ada. Selain 
itu banyaknya bidang perdagangan atau 
institusi yang menerbitkan berbagi kontrak 
baku ini . 
Pada prinsipnya para pihak tidak diwajibkan 
untuk memilih kontrak baku tertentu, atau 
menggunakan kontrak baku untuk transaksi yang 
dilakukannya. Jika kontrak baku itu dipilih, tinda-
kannya semata-mata sebagai preseden yang 
kemudian terpola dan didasarkan pada kebutuhan 
praktis saja. 
Dengan demikian, tidak ada jaminan 
terwujudnya suatu penyeragaman melalui kontrak 
baku walaupun praktik itu dibiarkan tumbuh dan 
berkembang dalam hubungan komersial inter-
nasional. Keadaan demikian sebenarnya kurang 
kondusif bagi perkembangan praktik kebiasaan 
yang membentuk lex mercatoria. 
Persoalan yang harus diperhatikan dalam 
mengatur standar kontrak, 
yaitu  
(a) Adakah di antara para pihak secara ekonomi 
lebih lemah dan pihak mana yang menduduki 
posisi domina (are there economically weaker 
parties in business life at all, and which are the 
principal groups of these); 
(b) Adakah tendensi untuk memanfaatkan 
kekuatan superior secara ekonomi termasuk 
dengan cara menggunakan kontrak standar 
(are the tendencies to exploit superior strength 
in the economy, including by means of standard 
contracts); 
(c) Dapatkah pihak yang secara ekonomi lebih 
lemah memperoleh perlindungan dalam bisnis 
dan pasar internasional ( may the economically 
weaker party lay claim to protection in business 
life and also in international market); 
(d) Jika dapat, bagaimana caranya (if so, by what 
means). 
Selanjutnya Gyula Eorsi menyebutkan bahwa 
sekurang-kurangnya ada 6 (enam) ciri pengaturan 
kontrak standar yang dilakukan oleh berbagai 
Negara, sebagai berikut: 
(a) Dalam kebanyakan Negara ada penga-
turan batas minimum tanggungjawab berupa 
hukum memaksa (mandatory law) dari 
hukum public. 
(b) Penafsiran kontrak standar cenderung 
ditekankan pada usaha  menghilangkan syarat-
syarat yang menekan (oppersive term). 
Misalnya dengan ketentuan contra 
preferentem, aturan yang membebankan 
klausul yang memberatkan (onerours clause) 
kepada pihak pembuat kontrak baku, atau 
untuk keuntungan pihak yang dilindungi 
penerapan klausul exonerastion harus 
ditafsirkan secar sempit. 
(c) Ada kecenderungan dalam praktik peradilan 
untuk mengurangi dipakai nya klausul yang 
menekan dengan diperkenalkannya prinsip 
hukum umum. Seperti bonos mores, Treu und 
Glauben yaitu aturan yang melarang klausul 
yang mengandung tindakan curang, 
melanggar kepentingan umum, dan 
ketidakpatutan (unconscionability) di dalam 
esensi kontrak ini . 
(d) Ada negara-negara yang mewajibkan kontrak 
standarnya di bawah pengawasan Negara. 
(e) Organisasi yang memiliki kekuatan yang sama 
dengan pihak pembuat kontrak misalnya 
organisasi konsumen, membuat pula standar 
kontrak tandingan, sehingga kepentingan para 
pihak menjadi seimbang. 
(f) Organisasi internasional seperti PBB 
(Perserikatan Bangsa-Bangsa) atau Uni Eropa 
membuat standar kontrak untuk dipakai  
oleh warga Negara dari Negara anggotanya. 
 
1. Sifat putusan Pengadilan dan Arbitrase terhadap  
sengketa yang menggunaka  Lex Mercatoria sebagai 
dasar hukum penyelesaian sengketanya 
Ada kaitan yang erat antara proses globalisasi 
ekonomi dengan perkembangan lex mercatoria yang 
akan mempengaruhi pembaruan hukum nasional di 
berbagai Negara, termasuk di negara kita . negara kita  saat 
ini sudah masuk pada perdagangan bebas global dan 
regional melalui keterikatannya pada perjanjian 
internasional dan interaksinya dengan berbagai 
transaksi bisnis dengan pihak asing. Pasar dalam negeri 
sudah menjadi ajang pasar produk dari berbagai Negara. 
negara kita  yaitu  salah satu dari 81 negara yang 
pada tanggal 1 Januari 1995 resmi menjadi Original 
Member dari Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). 
negara kita  sudah mengikatkan diri pada WTO dengan 
undang-undang No. 7 tahun 1994 tentang Pengesahan 
Persetujuan Pendirian Organisasi Perdagangan Dunia 
tanggal 2 November 1994. Ikut sertanya negara kita  
dalam WTO dengan pelaksanaan berbagai komit-
mennya, akan mempengaruhi rangkain kebijaksanaan 
di sector perdagangan khususnya perdagangan luar 
negeri. 
Berbagai komitmen persetujuan hasil Putaran 
Uruguay harus ditindaklanjuti dengan memperbaiki 
kinerja para pelaku bisnis dan kinerja pemerintah, 
meliputi perluasan akses pasar barang dan jasa, 
penyempurnaan berbagai peraturan perdagangan, dan 
perbaikan institusi perdagangan. Akibat semakin 
terintegrasinya perekonomian nasional dengan pereko-
nomian dunia, semua pihak baik dari kalangan peme-
rintah maupun dunia usaha harus lebih gigih 
menghadapi persaingan. 
Proses pentahapan liberalisasi perdagangan bagi 
negara kita  sebagai anggota ASEAN jika dihitung dari 
tahun 2001, berarti sudah berjalan selama 8 tahun 
(dimulai pada tanggal 1 Januari 1993). Di samping itu, 
dalam lingkup global berjalan selama 7 tahun (dimulai 
pada tanggal 1 Januari 1994), yang seyogyanya pada 
tahun 2003 (fast tract) sudah terbetuk Kawasan 
Perdagangan Bebas ASEAN (AFTA) dan pada akhir 
2010 komitmen APEC dan GATT 1994 akan berlaku 
sepenuhnya. Harmonisasi hukum kontrak di antara 
Negara ASEAN sangat diperlukan dan sebaiknya 
mengacu pada prinsip-prinsip UNIDROIT. 
Menurut Richard G. Limpsey31setiap jenis sistem 
perekonomian terdiri atas ribuan pasar individual, 
seperti pasar komoditi pertanian, industry barang dan 
jasa, pasar barang antara seperti baja, yang yaitu  
output bagi industry tertentu sekaligus input bagi 
industry lainnya, pasar bagi bahan baku, seperti bijih 
besi, pohon, bauksit, dan tembaga, pasar bagi tanah dan 
ribuan jenis tenaga kerja. Ada pasar yang yaitu  
tempat uang dipinjam dan surat berharga dijual. 
Perekonomian bukanlah serangkaian pasar yang 
berfungsi terpisah, namun   yaitu  sistem yang 
saling mengait, yaitu kejadian dalam satu pasar akan 
berdampak pada pasar lainnya. Salah satu aspek hukum 
yang terpengaruh atau terkait dengan perkembangan 
ekonomi dan bisnis yaitu  bidang hukum kontrak 
sebagai akibat berlakunya kebebasan berkontrak. 
Pengaruh perkembangan ekonomi dan bisnis terhadap 
praktik perdagangan internasional sudah membentuk 
kebiasaan-kebiasaan internasional. 
Misalnya, akibat dari praktik bisnis perusahaan 
multinasional yang berusaha menanam modal atau 
memasarkan produk barang dan jasanya di pasar 
domestic, memicu  kontrak kmersial mengikuti 
standar internasional.
bahwa sepanjang hukum nasional dari suatu Negara 
mengaturnya serta pengadilan dapat mengakui dan 
melaksanakan putusan itu maka hukum komersial 
internasional dapat berguna bagi pengembangan 
hukum perdata. Hal ini terjadi sebab adanya dorongan 
penyeragaman, prediktibilitas, dan transparansi hukum 
yang berlaku di berbagai Negara. Di samping itu, 
mendorong para ahli hukum untuk menggunakan 
seperangkat ketentuan hukum kontrak yang relative 
seragam. 
Sesudah perang dunia II, terjadi pertumbuhan 
ekonomi yang cukup konstan, ekspansi perdagangan, 
revolusi teknologi komunikasi dan pemrosesan data, 
serta terjadinya merger dan akuisisi transnasional 
terutama sesudah tahun 1980-an. Kebanyakan transaksi 
dilakukan secara cepat yang mendorong diperlukannya 
lebih banyak konsultan hukum dan pengacara untuk 
mengamankan transaksi ini  dan menyelesaikan 
berbagai perselisihan. 
Orientasi dari organisasi bisnis sudah mengubah 
sistem yang semula tertutup menekankan pada batas-
batas yang jelas antara perusahaan di suatu Negara 
dengan dunia lainnya ke arah bentuk terbuka yang 
menghilangkan batas-batas ini . ssebagai contoh, 
negara kita  saat ini berusaha melakukan privatisasi 
BUMN (Badan Usaha Milik Negara) melalui penjualan 
saham di pasar modal baik bagi investor local maupun 
asing. Maka muncul kebutuhan berbagai aturan baru 
seperti akuisisi, joint venture, franchise, job shop, 
perusahaan cabang (subsidiary), spin-off, kontrak 
pemasokan jangka panjang, patent pool, pembiayaan 
sindikasi bank (bank coordinated interlocking financing), 
dan sebagainya. 
Dalam sistem ekonomi pasar, peraturan 
perusahaan secara esensial yaitu  perjanjian. 
Keputusan perusahaan tidak dalam bentuk perintah 
internal, tetapi lebih berupa persetujuan yang sudah 
dinegosiasikan. Walaupun posisi kekuatan mungkin 
tidak sepadan, namun   sebagian paling tidak memiliki 
kedudukan yang seimbang. 
Saat ini hampir di seluruh dunia diterapkan sistem 
ekonomi campuran antara ekonomi pasar dengan 
ekonomi komando untuk memenuhi harapan kebutuhan 
warga . Sistem ekonomi campuran pada dasarnya 
yaitu  pelaksanaan sistem pasar bebas yang 
dibatasi oleh peraturan hukum public. Sebaliknya tanpa 
ada aturan dan penegakan pasar bebas yang jelas maka 
mekanisme pasar bebas tidak akan berfungsi. 
Seperti dikatakan oleh Klaus Peter Berger34 bahwa 
lex mercatoria sejalan dengan perkembangan bisnis itu 
sendiri. Perkembangan tersbut dimulai dari adanya 
kebiasaan warga  pada umumnya (ius commune) 
yang tidak terkodifikasi dan tidak tertulis namun   
dianggap sebagai hukum (communis opinion doctorum). 
Norma-norma kebiasaan itu terformulasi ketika 
dilakukan penyelesaian sengketa oleh arbitrator. 
Perkembangan selanjutnya dalam kebiasaan itu 
terbentuk secara khusus oleh warga  pedagang yang 
membentuk hukum kebiasaan di antara para pelaku 
bisnis. Lambat laun, atas usaha para pakar hukum 
komersial, dan oleh kebutuhan praktis, prakti-praktik 
itu kemudian dikodifikasikan. 
Dewasa ini banyak lembaga yang mengusaha kan 
harmonisasi hukum komersial, misalnya UNCITRAL 
(United Nations Conference on Trade Law) sebagai 
organ subside dari Majelis Umum PBB (Perserikatan 
Bangsa-Bangsa) atau lembaga mandiri seperti 
UNIDROIT (International Institute for the Unification 
of Private Law) atau lembaga swasta seperti ICC 
(International Chamber of Commerce) atau perdagangan 
dan perbankan dan FIDIC (Federation Internationale 
Des Ingenieurs Conceils) untuk bidang konstruksi. 
FIDIC sudah mengeluarkan Conditions Contract for 
Work of Civil Engineering Construction tahun 1987. 
Contoh lain ICC sudah membuat UCP (Uniform 
Customs and Practices for Documentary Credit) yang 
menurut Rolf Eberth35dengan mengambil pendapat 
dari Jacoby bahwa: 
The UCP have evolved through a gradual process of 
crystallization of standard procedures. Soon after the 
ICC’s founding in 1919, this development began to 
show itself in a tendency towards harmonization of 
domestic banking practice, with attempts by a 
number of banks to formulate a set of uniform rules 
designed to put an end to the theoretical uncertainty 
existing in legal assessments of documentary credit 
operations and the wide differences in their actual 
implementation. 
Akibat perdagangan bebas, negara kita  dituntut 
untuk meningkatkan volume dan kualitas barang dan 
jasa untuk bersaing dengan produk sejenis lainnya. Hal 
ini berarti akan meningkatkan frekuansi ekspor atau 
impor.                                      
Prosedur dan persyaratan yang dicantumkan dalam 
perjanjian ekspor atau impor menjadi sangat kompleks, 
sebab para pihak berasal dari Negara yang berbeda 
memiliki perbedaan tradisi hukum. Misalnya dalam 
transaksi ekspor atau impor melibatkan banyak pihak, 
seperti eksportir produsen, eksportir merchant (agen 
penjual), confirming house, bank, buying agent, asuransi, 
freight forwarder, consignment agent, surveyor, maskapai 
pelayaran, bea cukai, konsulat, dan kedutaan. Demikian 
pula halnya dari pihak importer ada banyak pihak 
yang terkait. Perjanjian ekspor-impor akan melibatkan 
perjanjian credit (Letter of Credit) yang mengacu pada 
ketentuan UCP. 
namun  , penulisan ini tidak akan membahas 
ketentuan dari ICC atau FIDIC, sebab pada prinsipnya 
UNIDROIT menggunakan model-model kontrak 
ini  sebagai rujukan, bahkan prinsip hukum 
kontrak yang berlaku di Negara tertentu juga sudah 
dijadikan bahan perbandingan. Demikian pula 
ketentuan dari CISG dijadikan rujukan pula, terutama 
pada bagian umumnya, sedang pada bagian lainnya 
khusus mengatur tentang kontrak jual beli barang. 
berdasar  prinsip kebebasan berkontrak, para 
pihak bebas menentukan dengan siapa akan 
mengikatkan dirinya dan hukum apa yang akan 
dipilihnya. Akan tetapi, adakalanya para pihak mem-
biarkan hal tertentu tidak diatur maka dalam meng-
hadapi masalah ini biasanya diserahkan pada penafsiran 
hakim atau arbitrator yang biasanya merujuk pada Rule 
of Law atau  general principles of law atau dikenal 
dengan lex mercatoria. 
Para pihak dapat menentukan mekanisme arbitrase 
atau menunjuk pengadilan tertentu, atau keduanya, 
untuk menyelesaikan perselisihan kontrak mereka. 
Biasanya mereka menentukan hukum kontrak atau 
hukum komersial dari beberapa Negara tertentu sebagai 
hukum yang berlaku, yang akan menjadi dasar bila 
terjadi perselisihan. 
Baik putusan pengadilan atau arbitrase, putusannya 
tetap sama sebab lex mercatoria memang diakui 
sebagai pilihan hukum bagi para pihak dalam 
penyelesaian sengketa mereka, bahkan Putusan arbitrase 
juga dianggap sebagai sumber dari lex mercatoria, yaitu 
Putusan tribunal arbitrase yang memuat pertimbangan 
hukum yang diterima di dalam warga  perdagangan 
internasional. Untuk mendorong agar sumber ini 
menjadi lex mercatoria, diperlukan publikasi dari 
putusan arbitrase ini . Julian Lew36menyarankan 
agar: 
… the publication of arbitration awards would 
facilitate the development of the lex mercatoria into 
a coherent body of rules which, through the arbitral 
case-law, would make it easier for arbitrators and 
parties to identify the relevant commercial rules for 
the different aspects of international trade. 
Publikasi putusan arbitrase sangat penting bagi 
pengembangan lex mercatoria. Dari putusan ini  
para pelaku bisnis atau para ahli hukum dapat 
mempelajari aspek hukum komersial yang berkembang 
dalam praktik penyelesaian perselisihan yang ditangani 
oleh arbitrase. 
Seperti dikatakan oleh Thomas Carbonneu37bahwa 
saat ini sudah terbentuk seperangkat prinsip hukum yang 
dikembangkan dari putusan arbitrase. Penarikan prinsip 
ini  didasarkan pada hasil penelitian atas pertim-
bangan hukum dari putusan Arbitrase ICC selama 10 
(sepuluh) tahun. Prinsip-prinsip hukum yang 
dikembangkan oleh Arbitrase dalam kurun waktu 
tertentu meliputi prinsip-prinsip iktikad baik (good 
faith), kewajiban untuk mengurangi kerugian, 
kewajiban untuk merenegosiasi, pacta sunt servanda, 
rebus sic stantibus, dan aturan keadaan memaksa (force 
majeure). 
Ada kesulitan dalam menggunakan prinsip-prinsip 
yang diambil dari putusan arbitrase sebagai sumber lex 
mercatoria berdasar  hasil penelitian Carbonneu. 
sebab norma-normanya sangat umum, sehingga 
kesulitannya sama seperti ketika menerapkan prinsip 
hukum umum. Oleh sebab itu, prinsip itu hanya 
berguna untuk dijadikan pedoman umum saja ketika 
menyelesaikan perselisihan komersial intersional. 
negara kita  sebagai salah satu negara yang terletak di 
kawasan asia tenggara dan yaitu  negara yang sedang 
berkembang baik di bidang ekonomi, pendidikan, dan 
teknologi tentunya menjalin hubungan-hubungan yang 
bersifat internasional yang baik dengan negara-negara lain 
yang juga berada di kawasan asia tenggara dan menjalin 
kerjasama yang baik yang nantinya diharapkan menghasil-
kan sesuatu yang mempunyai tujuan yang menguntungkan. 
Disamping itu, negara kita  juga membutuhkan suatu wadah 
organisasi yang dapat mengatur, menjaga, dan memelihara 
hubungan-hubungan yang terjalin dengan baik itu. 
Kerjasama internasional yaitu  elemen penting dalam 
pelaksanaan kebijakan dan politik luar negeri. Melalui 
kerjasama-kerjasama internasional, negara kita  dapat meman-
faatkan peluang-peluang untuk menunjang dan melak-
sanakan pembangunan nasionalnya 38. Salah satu bentuk 
kerjasama negara kita  dengan negara- negara yang terletak di 
kawasan asia tenggara yaitu  dengan dibentuknya ASEAN 
(Association South East Asia Nation) oleh 5 (lima) negara, 
yaitu negara kita , Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filipina. 
Kerjasama ASEAN memegang peranan penting dalam 
pelaksanaan kerjasama internasional negara kita  sebab 
ASEAN yaitu  lingkaran konsentris pertama kawasan 
terdekat negara kita  dan pilar utama pelaksanaan politik luar 
negeri negara kita
Organisasi internasional regional ASEAN didirikan 
pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok melalui 
penandatanganan atau sering juga disebut Deklarasi 
Bangkok atau sering juga disebut ASEAN Declaration oleh 
negara kita , Malaysia, Singapura, Thailand, dan Philipina40. 
Pembentukan ASEAN salah satunya didasarkan pada 
persamaan nasib, yaitu sama- sama pernah dijajah oleh 
bangsa asing, maka kelima negara pendiri ini  merasa 
perlu mendirikan suatu organisasi yang nantinya dapat 
dijadikan sebagai pedoman bagi negara-negara lain yang 
dianggap lemah dan mudah dijajah agar bisa memperoleh 
perlindungan baik secara hukum maupun perlindungan 
dengan cara lain. Kelima negara pendiri ini  yakin 
bahwa peningkatan solidaritas dan kerjasama diantara 
negara- negara di kawasan asia tenggara akan mempercepat 
tujuan untuk pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial, dan 
perkembangan kebudayaan, meningkatkan perdamaian dan 
stabilitas regional dan meningkatkan kerjasama didalam 
berbagai bidang kecuali kerjasama pertahanan dan militer 
secara regional. Dalam bidang keamanan, disepakati konsep 
kawasan asia tenggara sebagai kawasan yang damai, bebas, 
dan netral atau Zone of Peace Freedom and Neurality ( 
ZOPFAN )
Negara- negara anggota ASEAN menyadari perlunya 
meningkatkan kekompakan, kohesivitas, dan efektivitas 
kerjasama. Kerjasama- kerjasama dalam ASEAN tidak lagi 
hanya terfokus pada kerjasama- kerjasama ekonomi, namun   
juga harus didukung oleh kerjasama lain dibidang keamanan 
dan sosial budaya42. Secara formal, ASEAN yaitu  
kerjasama dalam bidang EKOSOSBUD. Aspirasi politik yang 
mendasari Deklarasi Bangkok pada hakikatnya yaitu  
usaha -usaha  untuk mewujudkan stabilitas nasional yang 
dapat menunjang pembangunan nasional negara anggota di 
segala bidang. Dan dalam perkembangan selanjutnya 
kerjasama ASEAN dapat saling melengkapi dan konsisten 
kepada anggota- anggota lainnya yang membutuhkan untuk 
menggali berbagai masalah yang dihadapinya43.Selain itu, 
kehadiran ASEAN sebagai salah satu organisasi internasional 
di dunia dapat diharapkan membawa pencerahan bagi 
negara- negara, yang tidak hanya berada dikawasan asia 
tenggara saja, tetapi saja juga diseluruh dunia. Disamping itu 
ASEAN juga diharapkan sebagai organisasi internasional 
yang membawa perdamaian dan sebagai tempat berlindung 
bagi bagi negara- negara kecil, mengingat negara anggota 
ASEAN yaitu  bekas negara jajahan bangsa asing yang 
kebanyakan berasal dari benua Eropa dan Amerika. 
Bila ditinjau dari motivasi itu, ASEAN yaitu  
organisasi regional yang didirikan dengan pendekatan yang 
pragmatis. Para pendirinya sudah tidak menetapkan  suatu  
political ideal sebagai target, melainkan hendak berusaha 
menjawab berbagai tantangan dengan mulai dari basic drive 
                                                
manusia, yaitu kebutuhan akan kesejahteraan. Itulah 
sebabnya Deklarasi Bangkok 1967 menitikberatkan kerja-
sama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya44. Salah satu 
kerjasama antara negara- negara anggota ASEAN yaitu  
kerjasama di bidang perekonomian. sebab perekonomian 
yaitu  salah satu peranan penting di dalam suatu negara. 
Apalagi kebanyakan negara anggota ASEAN yaitu  negara- 
negara yang sedang maju dan berkembang di bidang 
perekonomian. Kerjasama ekonomi ASEAN dimulai dengan 
disahkannya Deklarasi Bangkok pada tahun 1967 yang 
bertujuan untuk mempercepat prtumbuhan ekonomi, 
kemajuan sosial, dan pengenbangan budaya. Dalam perkem-
bangannya, kerjasama ekonomi ASEAN mengarah pada 
pembentukan komunitas ekonomi ASEAN yang pelak-
sanaannya berjalan relatif lebih cepat dibandingkan 
kerjasama di bidang politik, keamanan, dan sosial budaya45. 
Momen penting pengembangan kerjasama di bidang 
ekonomi dicapai pada tahun 1992 ketika ASEAN 
menyepakati kerangka persetujuan mengenai peingkatan 
kerjasama ekonomi ASEAN (Framework Agreement on 
Enhancing ASEAN Economic Cooperation) yang berfungsi 
sebagai payung bagi semua bentuk kerjasama ekonomi 
ASEAN di masa mendatang. Pada tahun yang sama, ASEAN 
juga menyepakati pembentukan kawasan perdagangan bebas 
ASEAN AFTA (ASEAN Free Trade Area). Pembentukan 
AFTA dilanjutkan untuk meningkatkan daya tarik ASEAN 
sebagai basis produksi melalui pengembangan pasar regional. 
AFTA diwujudkan dengan cara menghilangkan hambatan- 
hambatan perdagangan berupa tarif maupun non-tarif dalam 
waktu 15 tahun kedepan terhitung tanggal 1 Januari 1993 
dengan menggunakan skema Common Effective Preferential 
Tariff (CEPT) sebagai mekanisme utamanya. Pembentukan 
AFTA sebagai kelompok ekonomi regional tidak 
bertentangan dengan sistem perdagangan global (sistem 
GATT) yang ada, tetapi justru akan menunjang secara kom-
plementer sistem global ini . berdasar  pasal XXIV 
GATT, negara anggota GATT diperkenankan membentuk 
suatu wilayah perdagangan bebas (Free Trade Area) dan 
suatu customs union atas dasar aturan- aturan khusus yang 
tidak merugikan negara- negara diluar wilayah ini 46. 
Di tingkat regional, pelaksanaan CEPT-AFTA diawasi, 
dikoordinir dan dikaji ulang oleh Dewan AFTA (AFTA 
Council) yang anggotanya terdiri dari para menteri 
perdagangan ASEAN yang dalam tugasnya dibantu oleh 
pejabat senior ekonomi ASEAN (SEOM). Dewan AFTA 
diserahi tugas untuk membantu mencari penyelesaian ter-
hadap berbagai sengketa perdagangan yang terjadi diantara 
negara-negara ASEAN dan bertanggung jawab kepada 
penentuan ASEAN Economic Minister (AEM). 
Di tingkat nasional, unit AFTA dipegang oleh Dirjen 
Kerjasama Perdagangan Internasional, Departemen 
Perdagangan RI yang mempunyai fungsi : 
1. mempersiapkan produk- produk yang akan dimasukkan 
dalam Inclusion List (IL), Temporary Exclusion List 
(TEL), Sensitive List (SL), dan General Exception List 
(GEL), jadwal penurunan tarif dan penyusunan CCEM 
(CEPT Concessions Exchange Manual) dalam rangkan 
implementasi CEPT-AFTA. Dalam rangka 
implementasi CEPT- AFTA. Unit ini juga menjamin 
pelaksanaan langkah – langkah yang diperlukan untuk 
pengesahan dan implementasi penurunan tarif. 
2. menampung pertanyaan dan keluhan yang muncul dari 
warga  terutama kalangan swasta dan sebagai 
saluran komunikasi dengan lembaga- lembaga 
pemerintah di masing- masing negara. 
Dalam perkembangannya, pelaksanaan AFTA sudah 
mengalami beberapa kali percepatan, pelaksanaan AFTA 
sudah mengalami beberapa kali percepatan. Pada tahun 1995 
disepakati Agenda Of Greater Economic Integration yang 
antara lain berisi komitmen untuk mempercepat pember-
lakuan AFTA dari 15 tahun menjadi 10 tahun, atau yang 
semula tahun 2008 menjadi 2003. Pada KTT ke- 6 ASEAN di 
Hanoi, para pemimpin ASEAN menetapkan Statement of 
Bold Measures yang juga berisikan komitmen mereka 
terhadap AFTA dan kesepakatan untuk mempercepat 
pemberlakuan AFTA dari tahun 2003 menjadi tahun 2002 
bagi 6 negara penandatangan Skema CEPT, yaitu Brunei 
Darussalam, negara kita , Malaysia, Filipina, Singapura, dan 
Thailand47. 
Di  bidang fasilitasi perdagangan, pada tahun 2005 
ASEAN menyepakati beberapa kebijakan, yaitu harmonisasi 
“tariff nomenclature” dengan penyeragaman sistem 
klasifikasi tarif, penyederhanaan dan penyelarasan prosedur 
pemeriksaan kepabeanan melalui ASEAN e-custom, ASEAN 
single window, peng-implementasian Green Lane System 
untuk produk- produk CEPT yang akan dilaksanakan pada 
tahun 2006 dan 2007, serta persetujuan ASEAN Customs 
Declaration Documents ; dan perkembangan terakhir 
pelaksanaan AFTA ditandai dengan konversi dari ASEAN 
Harmonized Tariff Nomenclature (AHTN) 2002 ke AHTN 
tahun 2007, yang untuk sementara prosesnya sudah 
diselesaikan oleh negara kita  dan Thailand
Sejalan dengan perkembangan konstelasi global, 
ASEAN pun mengalami perkembangan pesat yang belum 
pernah terjadi sebelumnya. Pada awal berdirinya, ASEAN 
mencurahkan sebagian besar perhatiannya untuk mem-
bangun rasa saling percaya (confidence building measures), 
iktikad baik dan mengembangkan kebiasaan untuk 
bekerjasama secara terbuka dan dinamis diantara sesama 
anggotanya. Menjelang usianya yang ke-40, ASEAN sudah 
mencapai tingkat kohesivitas dan memiliki rasa saling 
percaya yang cukup tinggi diantara para anggotanya serta 
mulai menyentuh kerjasama di bidang-bidang yang 
sebelumnya dianggap sensitif. 
Perkembangan ASEAN yang pesat itu tidak lepas dari 
pengaruh baik di dalam maupun diluar kawasan yang turut 
membentuk dan memperkaya pola-pola kerjasama diantara 
negara anggota ASEAN. Pengalaman kawasan Asia Tenggara 
semasa krisis keuangan dan ekonomi pada tahun 1997-1998 
memicu kesadaran ASEAN mengenai pentingnya pening-
katan dan penguatan kerjasama intra kawasan
Gejala lain yang berkembang dalam liberalisasi dan 
integrasi ekonomi dunia yaitu  munculnya beberapa 
regionalisme. Beberapa negara yang terletak pada kawasan 
tertentu bersekutu. Mereka membentuk komunitas terpadu 
dalam blok-blok perdagangan secara bilateral, regional, 
maupun multilateral dengan menghapus seluruh hambatan 
bagi arus modal, barang atau jasa. Beberapa diantaranya yang 
paling terkenal yaitu  Uni Eropa atau Eurpoean Union, 
Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara atau North 
American Free Trade Agreement (NAFTA), Pasar Bersama 
Afrika Selatan dan Timur atau Common Market for Eastern 
and Southern Africa (COMESA) dan Kerja Sama Ekonomi 
Asia Pasifik atau Asia Pacific Economic Cooperation 
(APEC)50 
Masalah perekonomian yaitu  masalah yang 
dianggap paling utama dan paling penting di antara negara-
negara anggota ASEAN. sebab seperti yang kita ketahui, 
bahwa kebanyakan negara-negara anggota ASEAN yaitu  
negara dengan keadaan perekonomian yang sedang maju 
dan berkembang menuju arah yang lebih baik. Selama ini 
negara-negara anggota ASEAN hanya mampu mengimpor 
barang-barang produk dari luar kawasan ASEAN saja, 
disebabkan belum tersedianya Sumbe Daya Manusia dan 
juga peralatan yang diperlukan untuk memproduksi suatu 
barang. Padahal negara-negara anggota ASEAN dikenal 
sebagai negara yang kaya akan produksi Sumber Daya Alam. 
Oleh sebab itulah maka negara-negara anggota ASEAN 
sepakat untuk mengadakan suatu perjanjian kerjasama 
dibidang ekonomi dan perdagangan.                         
Di lingkup Asia Tenggara, era pasar bebas regional juga 
sudah berjalan. Dengan derajat kesiapan masing-masing 
negara kita  bersama lima negara anggota ASEAN lainnya: 
Brunei Darussalam, Filipina, Malaysia, Singapura, dan 
Thailand sudah bersenyawa dalam Kawasan Perdagangan 
Bebas ASEAN (AFTA) yang diberlakukan sejak 1Januari 
2002. empat negara anggota lainnya :Kamboja, Laos, 
Myanmar dan Vietnam dengan mengingat tingkat pertum-
buhan ekonomi masing-masing dan keikutsertaan mereka 
sebagai anggota ASEAN yang diresmikan belakangan, akan 
menyusuk kemudian.
Disadari atau tidak, bahwa negara-negara di kawasan 
ASEAN memerlukan bantuan dar negara-negara di luar 
kawasan ASEAN itu sendiri. Bukan hanya bantuan 
dana,namun  juga bantuan berupa tenaga ahli yang 
berpengalaman. Masing- masing negara sepakat untuk 
mengadakan kerjasama dengan negara mitra wicara (China, 
Jepang, Korea Selatan, Australia, New Zealand, India, 
Kanada, Amerika Serikat dan Uni Eropa serta Rusia), 
disebabkan negara kita  sebagai salah satu negara ASEAN, 
maka mau tidak mau negara kita  harus ikut berpartisipasi 
aktif dalam rangka kerjasama di bidang ekonomi52. 
Sejak dibentuknya ASEAN sebagai organisasi regional 
pada tahun 1967, negara-negara anggota ASEAN sudah 
meletakkan kerjasama ekonomi sebagai salah satu agenda 
utama yang perlu dikembangkan. Pada awalnya kerjasama 
ekonomi lebih difokuskan pada program-program 
pemberian preferensi perdagangan, usaha patungan, dan 
skema saling melengkapi antar pemerintah negara anggota  
maupun pihak swasta di kawasan ASEAN, seperti ASEAN          
Industrial Projects Plan (1976), Preferential Trading 
Agreement (1977), ASEAN Industrial Complementation 
Scheme (1981), ASEAN Industrial Joint-Venture scheme 
(1983) dan Enhanced Preferntial Trading arrangement 
(1987). Pada decade 80-an dan 90-an, ketika negara negara di 
berbagai belahan dunia mulai melakukan usaha -usaha  untuk 
menghilangkan hambatan-hambatan ekonomi, negara-
negara anggota ASEAN menyadari bahwa cara terbaik untuk 
bekerjasama yaitu  dengan saling membuka perekonomian 
mereka, guna mencipta integrasi ekonomi kawasan53. 
ASEAN menempatkan integrasi ekonomi pada prioritas 
pertama sebagai arah kebijakan baru menuju 2020. Dasar 
pijakannya : strategi pembangunan ekonomi berupa 
peningkatan kerjasama khusunya di bidang ekonomi dengan 
mengutamakan tingkat pertumbuhan ekonomi dan 
ketahanan regional. Untuk menciptakan kawasan ekonomi 
ASEAN yang stabil, makmur dan berdaya saing, ASEAN 
sepakat maju bersama menuju intrgrasi ekonomi, 
mempersempit kesenjangan tingkat perkembangan ekonomi 
di tiap negara anggota, menjamin pelaksanaan system 
perdagangan multilateral secara jujur dan terbuka, dan 
meningkatkan daya saing produk ASEAN untuk memasuki 
pasar bebas dunia. 
Kawasan ekonomi ASEAN yang stabil, makmur dan 
berdaya saing tinggi juga harus diwujudkan melalui 
pemberlakuan libralisasi perdagangan barang, jasa, investasi. 
Pembangunan ekonomi yang seimbang dilakukan dengan 
mengurangi tingkat kesenjangan social-ekonomi dan 
kemiskinan di tiap negara anggota. Untuk mewujudkan 
semua itu, ASEAN sudah melakukan serangkaian program 
kerja sama di berbagai bidang seperti pemberdayaan 
pengusaha kecil dan menengah, pengembangan teknologi 
dan informasi, pengembangan sumber daya manusia, 
peningkatan keamanan dan pangan, dan peningkatan daya 
saing hasil-hasil hutan dan pertanian. 
Salah satu kebijakan ASEAN yang paling popular dalam 
rangka mewujudkan libralisasi dan integrasi ekonomi yaitu  
dengan pembentukan Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN 
(AFTA) yang mulai diberlakukan sejak 1 Januari 200254 
Disamping berusaha  mewujudkan integrasi ekonomi 
ASEAN, negara anggota juga tetap mempertahankan sifat 
terbuka terhadap negara-negara lain dengan menjalin 
kerjasama di berbagai bidang. KTT ASEAN+3 (China, 
Jepang,Korea) yang diselenggarakan bersamaan dengan 
penyelenggaraan KTT informal ke 3 ASEAN di Manila 
tanggal 27-28 Nopember 1999 menghasilkan Joint Statement 
on Coperation In East Asia sebagai hasil wujud komitmen 
ASEAN dalam mengembangkan kerjasama dengan mitra 
wicara 
usaha  untuk tetap mempertahankan sifat terbuka 
ini  dilakukan ASEAN dengan negara-negara 
mitrawicara yang mengarah pada usaha  pembentukan suatu 
Free Trade Area (FTA). Beberapa kesepakatan pembentukan 
FTA antara ASEAN dengan mitrawicara sudah dicapai. 
Sejauh ini ASEAN sudah menandatangani beberapa 
perjanjian perdagangan bebas dengan mitrawicaranya dalam 
bentuk perjanjian kemitraan ekonomi yang komperhensif, 
yaitu : 
a. Perjanjian dengan China ditandatangani di Phnom 
Penh pada bulan  November 2002 yaitu Framework 
Agreement on Comprehensive Economic Co-operation 
Between ASEAN and the People’s Republic of China. 
b.  Perjanjian dengan Jepang ditandantangani di Bali pada 
bulan Oktober 2005, berupa Framework for 
Comprehensive Economic Partnership Between the 
Association of South East Asian Nations and Japan 
c.  Perjanjian dengan India ditandantangani di Bali pada 
bulan Oktober 2003 berupa Framework Agreement on 
Comprehensive Economic Cooperation Between the 
Republic of India and the Association of South East Asian 
Nations. 
d.  Perjanjian dengan Korea ditandatangani di Vientiane 
bulan November 2004 berupa Joint Declaration on 
Comprehensive Cooperation Partnership Between the 
Association of South East Asian Nations and the Republic 
Of Korea. 
e. Perjanjian dengan CER (Australia dan Selandia Baru) 
ditandatangani di Bandar Seri Begawan pada bulan 
September 2002 dalam bentuk Ministerial Declaration 
on the AFTA-CER Closer Economic Partnership 
f.  Perjanjian dengan US berupa USTR-TIFA (Trade and 
Investment Framework Agreement) ditandatangani 
pada AEM ke-38 di Kuala Lumpur, Agustus 2006. 
Jadwal pencapaian FTA masing-masing negara yaitu : 
dengan China (ASEAN-6 tahun 2010, CLMV tahun 2015), 
India (Brunei, negara kita , Malaysia, Singapura,dan Thailand 
tahun 2011, CLMV dan Philipina tahun 2016), Jepang 
(2012), Korea (ASEAN-6 tahun 2010, Vietnam tahun 2016 
dan CLM tahun 201855. 
Saat ini ASEAN memiliki 11 mitrawicara (dialogue 
partners) yakni Australia, Kanada, China, Uni Eropa, India, 
Jepang,Selandia Baru, Korea Selatan, Rusia, AS dan UNDP. 
Selain itu ASEAN juga memiliki satu negara mitrawicara 
sektoral, yaitu Pakistan. ASEAN juga melakukan hubungan 
terbatas dengan berbagai organisasi regional dan 
internasional. 
Dalam melaksanakan hubungan dengan mitra wicara, 
ASEAN menghadapi berbagai hal yang perlu mendapat 
perhatian, yaitu : 
1.  bertambahnya pertemuan dengan mitra wicara 
peningkatan kerjasama ASEAN dengan negara 
mitrawicara beimplikasi pada bertambahnya jumlah 
pertemuan dari tingkat tinggi sampai tingkat kelompok 
kerja (working group). Pertambahan jumlah pertemuan 
menjadi kendala bagi ASEAN mengingat proses 
perampingan pertemuan (streamlining ASEAN 
meetings) sedang diusaha kan. Oleh sebab itu, ASEAN 
harus tetap mempertahankan bobot kerjasama dengan 
mitrawicara melalui mekanisme pertemuan yang lebih 
efektif 
sebagai langkah awal, saat ini ASEAN tengah berusaha  
meyederhanakan mekanisme pertemuan-pertemuan 
khususnya pada level pertemuan tingkat tinggi. Hal ini 
juga akan berkembang ke tingkat pertemuan yang lebih 
rendah. 
2.  sentralitas ASEAN 
salah satu prinsip kerjasama ASEAN dengan 
mitrawicara yaitu  terjaganya sentralitas ASEAN, 
sehingga ASEAN dapat berperan sebagai prime mover 
dalam hubungannya dengan mitrawicara. 
Implementasi kerjasama dengan mitrawicara hen-
daknya menempatkan kepentingan ASEAN sebagai 
prioritas. Selain itu, proyek yang disepakati hendaknya 
dapat dilaksanakan di negara anggota ASEAN. Pada 
saat ini, proyek-proyek kerjasama ASEAN dengan 
mitrawicara lebih banyak yaitu  inisiatif negara 
mitrawicara serta dilaksanakan di negara mitawicara 
ini . Tantangan untuk menjaga prinsip sentralitas 
ASEAN akan semakin penting seiring berkembangnya 
arsitektur kerjasama di asia timur melalui proses EAS. 
3. Pendanaan proyek kerjasama ASEAN dengan 
mitrawicara 
 guna memperkuat posisi ASEAN sebagai prime mover 
dalam kerjasama pembangunan, ASEAN perlu lebih 
mandiri dalam pendanaan proyek-proyek kerjasama. 
usaha  ASEAN untuk mengatasi hal ini, yaitu  dengan 
mendirikan ASEAN Development Fund. Kemandirian 
ASEAN yaitu  untuk mendanai proyek kerjasama 
dengan negara mitrawicara juga diperlukan untuk 
mengantisipasi kecenderungan semakin berkurangnya 
bantuan pembangunan dari negara mitra wicara. 
4.  Aksesi negara-negara mitrawicara ke dalam TAC 
TAC yaitu  instrument utama guna melibatkan 
negara-negara mitarwicara untuk berpartsipasi dalam 
menciptakan perdamaian dan stabilitas di kawasan. 
ASEAN perlu mendorong negara mitrawicara, AS, dan 
Kanada untuk mengaksesi TAC sebagai bentuk 
dukungan politis terhadap perdamaian dan stabilitas 
kawasan. 
5. Tantangan FTA dengan mitrawicara 
 Dengan terbentuknya komunitas ASEAN pada 2015 
mendatang, maka secara ekonomi ASEAN akan 
menjadi sebuah pasar yang besar dan menjanjikan. Hal 
ini menjadi peluang bagi pengembangan kerjasama di 
bidang ekonomi antara ASEAN dan negara mitrawicara. 
Dalam membentuk kesepakatan pasar bebas dengan 
negara-negara mitrawicara, ASEAN masih harus 
menempuh proses negosiasi yang panjang. Hal ini  
antara lain disebabkan sulitnya menetukan Rules of 
Origin atau adanya konsoliditas yang diterapkan oleh 
negara-negara mitrawicara 
6.  Perbedaan prioritas kerjasama antara ASEAN dengan 
negara mitrawicara 
Dalam berbagai proyek kerjasama pembangunan antara 
ASEAN dan negara mitrawicara, masih terlihat adanya 
perbedaan prioritas. Untuk itu, ASEAN lebih perlu 
mendorong pencapain mutual benefit. ASEAN juga 
perlu untuk menjaga agar proyek kerjasama pem-
bangunan dengan negara mitrawicara tetap relevan 
dengan VAP56 
Dalam menjalin kerjasama dengan negara mitrawicara 
menetapkan prinsip-prinsip dasar sebagai berikut : 
a.  Kerjasama ASEAN dengan negara mitarwicara harus 
memperkuat ketahanan nasional negara anggota 
ASEAN yang selanjutnya dapat meningkatkan 
ketahanan regional ASEAN 
b. Kerjasama ASEAN dengan mitrawicara tidak 
dimaksudkan untuk menggantikan kerjasama bilateral 
yang sudah ada 
c. Kerjasama ASEAN dengan negara mitrawicara tidak 
boleh mengandung ikatan-ikatan politik yang 
merugikan kepentingan nasional 
d. Kerjasama ASEAN dengan negara motrawicara tidak 
boleh merugikan salah satu negara ASEAN 
e. Proyek-proyek kerjasama sebaiknya dilaksanakan di 
kawasan ASEAN           
Keberadaaan mitra wicara ikut berperan penting dalam 
proses pembangunan kawasan ASEAN yang diharapkan 
dapat terbentuk menjadi sebuah komunitas yang solid pada 
tahun 2015. menyikapi hal ini , ASEAN terus berusaha  
mengelola keberadaaan mitra wicarany agar dapat secara 
maksimal berpartisipasi aktif membantu tercapainya 
pembentukan komunitas ini . Hal ini sejalan dengan 
salah satu prinsip dasar kerjasama eksternal ASEAN yaitu 
kerjasama ASEAN harus dapat meningkatkan ketahanan 
regional ASEAN58 
Keberadaan masalah eknomi di antara negara-negara di 
kawasan ASEAN dirasa semakin mendesak. Apalagi 
sekarang ini, nilai tukar mata uang asing terhadap mata uang 
negara anggota ASEAN sangat berbanding terbalik. Malah 
bisa dikatakan, mata uang negara ASEAN kalah bersaing 
dengan mata uang asing seperti dollar Amerika. Oleh sebab 
itulah, barang-barang komoditi yang diekspor dari luar 
negara-negara anggota ASEAN yang kebanyakan dinilai 
dengan mata uang asing, harganya bisa sangat mahal. Itu 
disebabkan nilai tukar mata uangnya yang sangat tidak 
menguntungkan bagi negara di kawasan ASEAN itu sendiri. 
Perjanjian AFTA ditandatangani pada tahun 1992 oleh 
6 negara anggota ASEAN untuk menjalin kerjasama 
ekonomi diantara mereka. Negara anggota ASEAN 
merencanakan untuk menekan tariff antar regional pada 
semua barang manufaktur, termasuk barang capital dan 
barang pertanian dan memindahkan no tariff diatas periode 
15 tahun dimulai sejak tahun 1993. Pada tahun 2008, pasar 
manufaktur ASEAN seharusnya berubah menjadi pasar 
bebas dengan tariff 0-5 %. Dan anggota ASEAN akan punya 
tariff umum masing-masing di AFTA59. 
AFTA dimulai secara efektif pada tanggal 1 Januari 1994 
dengan tujuan meliberalisasikan perdagangan 15 tahun, 
dimana tariff ditekan sampai 0 atau tidak boleh melebihi 5 
persen. Mekanisme tujuan ini yaitu  Common Efective 
Preferential Tariff (CEPT). Semua barang quantitative 
dibawah skema CEPT akan dihapus, jadi akan ada dasar non 
tariff selama periode 5 tahun. Waktunya sudah dipersingkat 
menjadi 10 tahun60. Produk pertanian juga dimasukkan ke 
dalam skema, tapi sejak 1995 pada pertemuan menteri di 
Brunei Darussalam, sudah diputuskan untuk tidak lagi 
memasukkan produk makanan ke dalam skema61. 
AFTA saat ini sudah terbentuk secara virtual, dimana 
negara-negara anggota ASEAN sudah membuat langkah-
langkah maju dalam menurunkan tariff intra regional 
melalui mekanisme CEPT for AFTA. Sampai saat ini tercatat 
lebih dari 99 persen produk yang masuk dalam daftar IL 
untuk negara ASEAN-6 (Brunei Darussalam, negara kita , 
Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand) sudah 
diturunkan menjadi sekitar 0-5 %. Negara-negara CLMV 
juga tidak ketinggalan jauh dalam pelaksanaan komitmen 
CEPT dimana hamper 80% produk mereka sudah masuk 
daftar IL dan 66 % dari produk mereka sudah memiliki tariff 
antara 0-5 %. Hingga tahun 2006, rata-rata CEPT ASEAN
Untuk memperbaiki dan memperkuat aturan-aturan 
pelaksanaan skema CEPT menjadi lebih menarik bagi 
pebisnis dan investor potensial di kawasan, CEPT Rules of 
Origin serta Operational Certification Procedures sudah 
direvisi dan mulai dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2004. 
hal-hal yang disempurnakan yaitu  : 
a. Metode standar penghitungan local/ASEAN content 
b. Prinsip-prinsip penentuan biaya dari ASEAN serta 
pedoman untuk metodologi penghitungan biaya 
c. Perlakuan terhadap barang-barang atau material local 
(locally procured) 
d. Perbaikan terhadap proses verifikasi, termasuk verifikasi 
langsung (on-site verification) 
Sidang AEM ke-38 bulan Agustus 2006 sudah 
menyepakati untuk memberlakukan penghapusan hambatan 
non-tarif mulai tanggal 1 Januari 2008 bagi ASEAN-5 ( 
Brunei Darussalam, negara kita , Malaysia,Singapura, dan 
Thailand) dan mulai tanggal 1 Januari 2010 bagi Filipina, 
serta tanggal 1 Januari 2013 bagi negara CLMV (Kamboja, 
Laos, Myanmar,dan Vietnam) 
Di bidang fasilitasi perdagangan, pada tahun 2006 
ASEAN menyepakati beberapa kebijakan, yaitu : harmonisasi 
“tariff nomenclature” dengan penyeragaman system 
klarifikasi tariff ; penyederhanaan dan penyelarasan prosedur 
pemeriksaan kepabeanan melalui ASEAN e-custom, ASEAN 
Single Window, peng-implementasian Green Lane System 
untuk produk-produk CEPT yang akan dilaksanakan pada 
tahun 2006 dan 2007, serta persetujuan ASEAN Customs 
Declaration Documents ; dan perkembangan terakhir 
pelaksanaan AFTA ditandai dengan konversi dari ASEAN 
Harmonized Tariff Nomenclature (AHTN) 2002 ke AHTN 
tahun 2007 yang untuk smentara prosesnya sudah dise-
lesaikan oleh negara kita  dan Thailand62 
Mulai berlakunya tarif bea masuk preferensial (CEPT)  
dalam rangka ASEAN Free Trade Area (AFTA) awal 2003 
menimbulkan kekhawatiran mengenai belum siapnya 
negara kita  melaksanakan kesepakatan ini . 
Di negara kita  sendiri, Politik luar negeri yaitu  
serangkaian atau seperangkat kebijaksanaan dari suatu 
negara dalam interaksinya dengan negara lain atau dalam 
konteks pergaulan internasional yang kesemuanya di 
dasarkan serta untuk memenuhi kepentingan nasional. 
Interaksi dalam sistem internasional mengatakan bahwa 
hubungan internasional pada dasarnya yaitu  studi 
mengenai interaksi antar aktor atau kesatuan sosial tertentu, 
termasuk segala sesuatu di seputar interaksi ini . 
Interaksi yang dimaksud yaitu  yang berlangsung dalam 
sistem internasional dimana negara yaitu  aktor utama 
yang melakukan transaksi yang terbentuk oleh adanya 
tuntutan serta tanggapan yang terjadi sewaktu interaksi 
berlangsung. Tuntutan dan tanggapan ini  bermula dari 
kepentingan nasional suatu negara dan politik luar negeri 
yaitu  alat untuk mencapainya dalam hubungan 
internasional.           
Perumusan pelaksanaan politik luar negeri dipengaruhi 
oleh perkembangan situasi politik internasional pada 
khususnya dan situasi hubungan internasional pada 
umumnya. Hal ini sejalan dengan pemikiran Cecil V. Crabb 
Jr, yaitu jika dilihat dari unsur-unsur fundamentalnya, 
politik luar negeri terdiri dari dua elemen, yaitu tujuan 
nasional yang akan dicapai dan alat-alat untuk mencapainya. 
Interaksi antara tujuan nasional dengan sumber-sumber 
untuk mencapainya yaitu  subjek kenegaraan yang 
abadi. Dalam unsur-unsurnya itu ada politik luar negeri 
suatu negara, besar atau kecil semuanya sama.Dalam 
merumuskan kebijakan luar negerinya, pemerintah 
negara kita  selalu mempertimbangkan keadaan-keadaan 
disekitarnya, baik lingkungan internal maupun lingkungan 
eksternalnya. Hal-hal ini  masuk sebagai bahan 
pertimbangan atau input yang berpengaruh dalam 
perumusan kebijakan luar negeri negara kita . 
Begitu juga dengan kebijakan luar negeri negara kita  
dalam menghadapi AFTA pada 2002, yaitu juga yaitu  
suatu antisipasi terhadap lingkungannya, baik internal 
maupun eksternal. Hal ini secara umum akan berlaku bagi 
negara manapun dalam mempertimbangkan kebijakan luar 
negerinya. Ada semacam kalkulasi (perhitungan untung 
rugi), strategi, maupun implementasinya. Pada perspektif 
inilah akan terlihat kepentingan negara kita , khususnya di 
kawasan Asia Tenggara. Sesuai dengan GBHN-GBHN 
terdahulu, negara kita  selalu memprioritaskan hubungan luar 
negerinya ke kawasan Asia Tenggara (ASEAN) dengan 
pendekatan peranan sebagai regional leader. Pada masa ini, 
meskipun tetap memprioritaskan hubungan luar negeri di 
kawasan, tetapi lebih menekankan pada sapek ekonomi 
untuk mendorong perekonomian nasional. Kepentingan 
negara kita  dalam kaitan ini yaitu  umemposisikan negara kita  
sejajar dengan negara-negara ASEAN dalam kerjasama 
multilateral dan menghadapi lingkungan internasinal yang 
berubah dengan cepat, terutama globalisasi ekonomi. 
Kebijakan luar negeri negara kita  dalam menghadapi 
AFTA 2002 yaitu  output dari pembuatan kebijakan 
luar negeri negara kita , khususnya bidang ekonomi, pada 
peringkat strategi. Kebijakan luar negeri negara kita  dalam 
menghadapi realisasi AFTA, sebagai suatu kecenderungan 
regionalisme di kawasan Asia Tenggara melalui kerjasama 
ekonomi integrasi. Perancangan AFTA yang dimulai sejak 1 
Januari 1993 secara bertahap dalam kurun waktu 15 tahun 
(2008), ternyata mengalami percepatan menjadi 1 Januari 
2002.63 
Pada tahun 1992 negara kita  ikut dalam kesepakatan 
ini  bukan tanpa persiapan sebelumnya. Berbagai studi 
dilakukan, selain untuk mempersiapkan kerjasama ASEAN 
juga berkaitan dengan negosiasi perjanjian multilateral 
dalam Putaran Uruguay. Sebagaimana diingat, negara-
negara ASEAN mendasarkan pembangunan ekonominya 
dengan mengandalkan pertumbuhan ekspor dan masuknya 
modal asing, sering disebut sebagai model pembangunan 
ekonomi Asia Timur. Liberalisasi  secara unilateral 
 dilaksanakan banyak negara Asia Timur, termasuk negara-
negara ASEAN.
Menurut pengamat politik ekonomi internasional UI, 
Beginda Pakpahan, di Jakarta, Infrastruktur dan sumber daya 
manusia (SDM) negara kita  dinilai belum siap menghadapi 
ASEAN Free Trade Area (AFTA) atau pasar bebas ASEAN 
mulai 2015. Ia mengatakan pada dasarnya FTA (Free Trade 
Area) sangat potensial untuk memperluas jejaring pasar 
sekaligus menambah insentif, sebab tidak adanya lagi 
pembatasan kuota produk. 
Memang sudah muncul kekhwatiran bahwa kalau kita 
tidak mengubah pola industrialisasi, sektor industrinya akan 
segera kehilangan daya saing. Keunggulan komparatif yang 
dibanggakan seperti lahan yang luas, upah buruh yang 
murah serta kekayaan alam yang melimpah ruah akan segera 
sirna. Kita harus segera meningkatkan nilai tambah industri, 
melalui penguasaan teknologi dan peningkatan Sumber Daya 
Manusia65 
namun  , bagi negara kita  bukan melulu keuntungan, 
sebab FTA juga bisa menjadi ancaman bila pemerintah RI 
tidak mempersiapkan SDM dan infrastruktur dalam negeri. 
Dampak terburuk justru mengancam warga  lapisan 
paling bawah, seperti petani gurem dan pedagang kecil. 
Contoh akibat FTA, negara kita  bisa jadi kebanjiran beras 
impor berharga murah, sehingga beras lokal tidak lagi laku 
memicu  petani dalam negeri bangkrut. Selain SDM, 
infrastruktur di tanah air juga belum mendukung untuk 
menghadapi AFTA. Segala sesuatu itu baik dari Kalimantan, 
Sulawesi, dan dari mana saja harus lebih dulu melewati 
Jakarta, sebab infrastruktur belum merata di seluruh tanah 
air. Agenda terdekat menjelang era pasar bebas, negara kita  
harus bisa membenahi dan menyelesaikan kepemimpinan 
nasional, mewujudkan "good corporate governance", dan 
membenahi birokrasi sekaligus memberantas korupsi. 
Selain itu, DPR juga harus sejalan dengan pemerintah dalam 
masa-masa krisis dan membenahi jajaran TNI/POLRI.66 
 
C. LANGKAH-LANGKAH YANG PERLU DILAKUKAN 
negara kita  DALAM MENYONGSONG AFTA 2010 
Langkah-langkah yang harus dilakukan oleh indonesi 
dalam berbagai kerjasama ini tidak hanya menyangkut aspek 
perdagangan saja, tetapi juga berbagai aspek lain. 
Permasalahan perdagangan juga tidak hanya masalah tarif. 
Bahkan meskipun sudah dirasakan berat dalam 
pelaksanaannya, tarif yaitu  masalah yang relatif tidak 
berbelit. Tetapi bagaimana dengan berbagai masalah lain, 
seperti rules of origin, standar, anti dumping, aturan 
persaingan, dan masalah-masalah di luar ekonomi, seperti 
lingkungan, tenaga kerja, demokrasi dan akhir-akhir ini 
terorisme. 
Sebagai bangsa yang besar, kita sudah menyatakan siap 
ikut terjun  ke pasar bebas yang kelahirannya dicita-citakan 
                                                 

bangsa-bangsa di dunia. Kita aktif pada forum negosiasi 
perdagangan multilateral (MTN =  Multilateral Trade 
Negotiation) Putaran Uruguay yang melahirkan 
WTO (World Trade Organization). 
Visi APEC pada tahun 1994 kita kongkretkan dengan 
Deklarasi Bogor,  berupa pernyataan sikap pemimpin 
ekonomi APEC tentang kehadiran sebuah  Kawasan Perda-
gangan Bebas Asia Pasifik di awal abad ke-21. Sementara  di 
kawasan yang lebih dekat, ASEAN, Skema CEPT (The 
Common Effective Preferential Tariffs) yang diusulkan 
negara kita , menjadi kunci ke arah pembentukan Kawasan 
Perdagangan Bebas ASEAN (AFTA) mulai tahun 200367.    
Mengenai ketidaksiapan dalam menghadapi AFTA 2003, 
mungkin perlu diperhatikan bahwa kesepakatan ini sudah 
dilakukan sepuluh tahun lalu. Untuk mengatakan kita belum 
siap dan perlu sepuluh tahun lagi rasanya juga janggal. Ini 
dapat  menimbulkan pertanyaan apakah alasan ini -- bahwa 
industri kita masih belum dewasa (infant industry argument) 
– bukan yaitu  salah satu penyakit dari proteksi? Dalam 
dunia keuangan dikenal ‘moral hazard’. Jangan-jangan 
proteksi ini juga menimbulkan penyakit serupa moral 
hazard; tujuan proteksi untuk mendewasakan industri tidak 
tercapai, sementara penyakit lain seperti ekonomi biaya 
tinggi dan rendahnya efiisiensi justru menjadi dan tuntutan 
proteksi terus bertahan. 
                                                 
Gambaran yang jelas dari potensi dan kelemahan serta 
peluang atau tantangan yang ada harus jelas lebih dahulu. 
Ini, meskipun klise, memang perlu studi yang mendalam. 
Semua ini harus diketahui dan dicermati, meskipun sumber 
pembiayaan, tenaga ahli dan waktu semuanya membatasi 
ruang gerak negara kita . 
Dari segi negosiasi saja jelas ini tantangan yang luar 
biasa bagi pemerintah. Bagaimana menggunakan tenaga 
yang terbatas dalam arti jumlah maupun tingkat keahliannya 
untuk menghadapi masalah yang sangat banyak dan 
kompleks dan nampaknya semua perlu dan prioritas ini? 
Mereka yang berkecimpung dalam bidang ini harus ahli yang 
mengenali  bidangnya seperti seorang peneliti menguasai 
masalah yang diteliti. Dan ini harus dikombinasikan dengan 
kemampuan berdiplomasi dalam negosiasi dan akhirnya 
keahlian merumuskan permasalahan ekonomi, perdagangan, 
investasi, dan lain-lain topik kesepakatan, di dalam bahasa 
kesepakatan yang pada dasarnya yaitu  dokumen 
hukum (legal document). Kombinnasi kehlian seorang 
peneliti dengan deplomat dan ahli hukum. Mereka yang 
menangani peprmasalahan ini harus mengkombinansikan 
aspek-aspek ini dalam diri sendiri atau kerjasama yang rapi 
dan serasi dari berbagai ahli.68 
Terkait pelaksanaan AFTA, di satu sisi sebagian besar 
sektor usaha tidak siap. namun  , di sisi lain, perjanjian yang 
sudah ditandatangani kepala negara ini sulit dibatalkan, jika 
terpaksa ditunda, Pemerintah negara kita  harus siap bekerja 
keras dengan menerapkan kebijakan hambatan nontarif serta 
antidumping. Ini dilakukan demi menyelamatkan industri 
manufaktur di dalam negeri. 
B.1. Langkah-langkah yang dilakukan oleh Pemerintah 
Pemerintah negara kita  menyongsong pelaksanaan 
kesepakatan perdagangan bebas negara-negara ASEAN 
(AFTA), serta antara China dan ASEAN atau CAFTA 
(China-ASEAN Free Trade Agreement), Januari 2010. 
negara kita  akan memberi semacam notifikasi dalam 
negosiasi69 
Menurut Sekjen Depperin, Agus Tjahajana, 
“rekomendasi Depperin akan diperjuangkan dalam 
forum negosiasi CAFTA. Ada dua opsi yang 
diajukan, meliputi penundaan penerapan skema 
CAFTA atau modifikasi beberapa 
ketentuan.Delapan sektor industri yang diajukan 
untuk ditundadalam CAFTA meliputi industri besi 
dan baja (189 pos tarif), industri tekstil dan produk 
tekstil (87 pos tarif), industri kimia anorganik (7 
pos tarif), industri elektronik (7 pos tarif), industri 
furnitur/mebel (5 pos tarif), industri alas kaki (5 
pos tarif), industri petrokimia (2 pos tarif), serta 
industri makanan dan minuman (1 pos tarif) 
negara kita  akan mengajukan notifikasi resmi 
kepada Dewan AFTA, 180 hari sebelum berlakunya 
modifikasi atau suspensi sementara. Negosiasi 
                                                
untuk memperolehpersetu-juan Dewan AFTA 
butuh waktu satu semester (180 hari)”. 
AFTA akan membuat 1.597 pos bebas tariff 
menjadi 0% dan hingga Januari 2010 sudah ada 7.306 
pos yang bertarif 0%. Pemerintah menilai ada 228 pos 
tariff yang memerlukan pembicaraan ulang sebab 
berpotensi melemahkan industri dalam negeri70. 
Menurut Menteri Perekonomian, Hatta Rajasa dan 
Menteri Perindustrian, MS Hidayat  ketika ditemui 
seusai menghadiri Evaluasi Kinerja Ekonomi negara kita  
2009 di Jakarta mengatakan, 
“draf penundaan 228 pos tariff dalam rangka 
implementasi AFTA sudah disetujui di level menteri 
dan akan segera disampaikan ke forum ASEAN. 
Pemerintah juga akan segera membentuk tim 
penyelesaian hambatan industri dan perdagangan 
yang beranggotakan kementrian lintas departemen 
dan perwakilan dunia usaha. Tim itu diharapkan 
dapat meningkatkan efektifitas pengamanan pasar 
dalam negeri dari penyelundupan, sekaligus 
mengambil pengamanan dan pengawasan pere-
daran barang dalam negeri”. 
1. Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa 
bersama dunia usaha dandepartemen terkait duduk 
bersama serta secara terbuka mencari solusi untuk 
menghadapi AFTA. Menurut pendapat Ketua 
Umum Asosiasi Pengusaha negara kita  (Apindo) 
Sofjan Wanandi, 
                                                
“ketidaksiapan dunia usaha sebenarnya dipicu oleh 
lambannya pemerintah mengerjakan tugas-
tugasnya. Padahal, AFTA sudah ditandatangani 
sejak lima tahun lalu. Pekerjaan rumah (PR) utama 
yang tidak cepat dituntaskan antara lain reformasi 
birokrasi yang memicu  ekonomi biaya tinggi. 
Ini harus ditanggung oleh kalangan industri, 
seperti banyaknya pungutan liar di lapangan dan 
pungutan retribusi. Belum lagi masalah 
infrastruktur untuk distribusi yang tidak memadai, 
ketidakpastian pasokan energi hingga suku bunga 
perbankan yang masih tinggi. Kita tidak perlu 
proteksi yang berlebihan, tapi pemerintah 
seharusnya sudah lebih tahu untuk menyelesaikan 
tugasnya dalam rangka mendukung industri 
nasional. Akibatnya, di dalam negeri sendiri, 
produk negara kita  kalah bersaing dengan produk 
China yang lebih efisien dan disubsidi 
pemerintahnya kredibilitas Pemerintah negara kita  
dipastikan merosot jika menunda keikutsertan 
dalam AFTA. Dalam hal ini, Pemerintah negara kita  
diminta konsisten untuk ikut serta secara aktif. 
Meski demikian, saat ini Pemerintah negara kita  
justru menghadapi permintaan dari beberapa 
pelaku industri untuk menunda implementasi 
AFTA. Sekitar 16 sektor usaha menyatakan belum 
siap memasuki pasar bebas yang dijadwalkan mulai 
1 Januari 2010. Sektor yang keberatan atas 
dibukanya pasar bebas AFTA, antara lain tekstil, 
baja, ban, mebel, pengolahan kakao, industri alat 
kesehatan, kosmetik, aluminium, elektronik, 
petrokimia hulu, kaca lembaran, sepatu, mesin 
perkakas. Saya bertemu dengan beberapa asosiasi 
dan mereka betul-betul menyatakan kesulitan.” 
2. Oleh Menteri Perindustrian (Menperin) MS 
Hidayat mengatakan, sejalan dengan usaha  
penundaan pemberlakuan pembebasan tarif untuk 
beberapa sektor dalam kerangka AFTA, 
pemerintah akan merumuskan beberapa langkah 
guna meningkatkan daya saing industri, yakni 
penurunan tingkat suku bunga kredit serta 
program restrukturisasi mesin di beberapa sektor 
industri. Diyakini, program restrukturisasi mesin, 
khususnya untuk industri tekstil dan produk 
tekstil, bisa berjalan cepat sebab sudah 
dianggarkan pemerintah., sesuai kesepakatan, 
implementasi AFTA berlaku pada 1 Januari 2010. 
Hanya saja, negara kita  akan mengajukan surat 
permintaan negosiasi ulang untuk penundaan 
waktu pemberlakuan terhadap beberapa sektor. 
Permintaan waktu penundaan akan berbeda-beda 
sesuai dengan kebutuhan setiap sektor. 
3. Adanya kesepakatan para Menteri Pariwisata 
ASEAN pada ASEAN Tourism Forum (ATF) di 
Davao bulan Januari 2006 untuk mengedepankan 
usaha  mendorong promosi wisata intra dan antar 
negara ASEAN serta pentingnya usaha  menarik 
wisatawan muda sebagai segmen pasar yang 
potensial. Dalam hal ini, diperlukan strategi dan 
mekanisme yang efektif untuk mendorong promosi 
bersama ASEAN sebagai suatu tujuan tunggal, 
termasuk pendirian pusat-pusat pariwisata ASEAN 
di pasar internasional. usaha  yang dimaksud 
dilaksanakan dalam rangka Visit ASEAN Campaign 
(VAC).
4. Antara pemerintah dengan melaksanakan hasil 
kesepakatan yang belum dinegosiasikan 
berdasar  framework. Lalu mengundang privat 
sector (swasta) atau dalam hal ini pelaku bisnis dan 
usaha yang membawahi komoditi masing-masing 
untuk mencari bahan masukan yang hasilny nanti 
akan dinegosiasikan dalam rangka kerjasama 
ekonomi di bidang perdagangan barang, jasa, legal 
institusi, pertanian dan kehutanan dan sektor-
sektor lainnya. 
5. Meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia agar 
dapat bersaing dengan negara negara lainnya dan 
pemberdayaan Usaha Kecil Menengah serta 
melakukan penerapan perlindungan hukum bagi 
Usaha Kecil Menengah 
B.2. Langkah-Langkah yang di Tempuh Pelaku Bisnis 
Bagi para pelaku bisnis sendiri, masuknya AFTA ke 
negara kita  seperti  dua sisi mata uang yang berbeda. Di 
satu sisi, masuknya AFTA ke negara kita  membawa 
dampak positif, dimana barang-barang produksi yang 
berasal dari luar mengalami penurunan nilai tariff pajak. 
namun  disisi lain, masuknya AFTA membawa 
dampak yang sangat merugikan, terutama bagi dunia 
industri di negara kita . usaha  yang dilakukannya yaitu : 
1. Bagi para pelaku bisnis, mereka menyerahkan dan 
bergantung kepada privat sektor, dimana mereka 
tinggal melaksanakan hasil kesepakatan yang sudah 
ditetapkan berdasar framework yang nantinya akan 
dinegosiasikan bersama. sebab pada dasarnya 
AFTA diberlakukan berdasar framework 
agreement yang sudah dinegosiasikan oleh anggota 
ASEAN dan mitrawicara, tergantung hasil kesepa-
katannya dan tergantung bidang apa saja yang 
disepakati.
2. Antara pelaku bisnis dan pemerintah ada 
kesepakatan bahwa pemerintah akan 
mengusaha kan agar barang-barang yang nantinya 
akan masuk ke negara kita  harus sudah melewati 
serangkaian tes-tes atau ujian-ujian sehingga 
barang ini  layak dan dapat masuk ke 
negara kita . sebab berdasar  framework 
ini , sudah mengklasifikasikan beberepa jenis 
kategori produk, sehingga mudah untuk diiden-
tifikasikan. Penggolongan ini diharapkan nantinya 
akan mempermudah mengelompokkan nilai pajak 
barangnya, sebab tiap kategori itu akan 
mengalami perbedaan untuk nilai pajaknya. 
tariff masuknya ke negara kita 
KATEGORI BARANG JADWAL PENURUNAN 
TARIF BEA MASUK 
A Tariff bea masuk menjadi 
0% pada tanggal 
implementasi 
B3 Tariff bea masuk menjadi 
0% dalam 4 tahap dengan 
tingkat penurunan yang 
sama setiap tahun. 
Penurunan tahap pertama 
dimulai pada tanggal 
implementasi 
B5 Tariff bea masuk menjadi 
0% dalam 6 tahap dengan 
tingkat penurunan yang 
sama setiap tahun. 
Penurunan tahap pertama 
dimulai pada tanggal 
implementasi 
B7 Tariff bea masuk menjadi 
0% dalam 8 tahap dengan 
tingkat penurunan yang 
sama setiap tahun. 
Penurunan tahap pertama 
dimulai pada tanggal 
implementasi 
B10 Tariff bea masuk menjadi 
0% dalam 11 tahap dengan 
tingkat penurunan yang 
sama setiap tahun. 
Penurunan tahap pertama 
                                                
dimulai pada tanggal 
implementasi 
B15 Tariff bea masuk menjadi 
0% dalam 16 tahap dengan 
tingkat penurunan yang 
sama setiap tahun. 
Penurunan tahap pertama 
dimulai pada tanggal 
implementasi 
X  
 
Dikecualikan dari 
penurunan tariff bea masuk, 
berlaku tariff MFN 
Tariff bea masuk diturunkan 
dengan mengikuti catatan 
sebagaimana tercantum 
dalam penjelasan 
3. Menekan biaya produksi serendah mungkin agar 
dapat bersaing dengan harga yg beredar di pasaran 
saat ini. namun  walaupun biaya produksi 
dibuat serendah mungkin, namun  diharapkan 
nilai jualny dapat meningkat sehingga dapat 
meningkatkan nilai jual di pasaran 
 
B.3. Langkah-Langkah yang di Tempuh warga  
Bagi warga  umum yang sampai saat ini masih 
belum paham akan arti dari AFTA sebenarnya, 
diharapkan agar lebih mengenal apa itu AFTA. 
Pemerintah pusat bekerja sama dengan para pelaku 
bisnis berusaha dengan sekuat tenaga bagaimana 
mempromosikan AFTA di kalangan warga . 
sebab mau tidak mau, warga  juga akan ikut 
merasakan dampak positif dan negatif dari perdagangan 
bebas. Pemerintah juga mengharapkan agar warga  
mengerti bagaimana kinerja dari AFTA itu sndiri. 
sebab warga  memiliki peranan penting dalam 
pelaksanaan AFTA di negara kita . Contohnya para petani 
di negara kita , jika  mereka tidak mengerti dan tidak 
paham akan AFTA tentunya hasil pertanian mereka 
akan jauh tertinggal dengan produk impor dari luar, 
sebab nilai pajaknya akan dikurangi. namun   jika  
mereka bisa mengelolanya dengan baik, tentu mereka 
tahu bagaimana caranya agar hasil tani mereka tidak 
kalah dengan produk tani dari luar negeri74. 
Bagi warga  itu sendiri diharapkan agar lebih 
mampu meningkatkan mutu kualitas barang yang 
dihasilkan agar tidak kalah bersaing dengan kualitas 
barang dari negara lain. sebab seperti yang kita ketahui 
bersama, didalam AFTA semua negara-negara yang 
berpartisipasi di dalamnya saling bersaing dalam 
kualitas barang produksi yang dihasilkan dengan tujuan 
agar barang produksi mereka lebih diminati dari negara 
lainnya. 
Sebelumnya banyak pihak yang sangsi apakah 
negara kita  akan mampu menghadapi AFTA, sebab 
banyak yang mengira bahwa jika  AFTA masuk ke 
negara kita , maka pemasukan atau devisa negara kita  
dikhawatirkan akan berkurang. sebab seperti yang kita 
ketahui bahwa sumber pemasukan bagi negara kita  salah 
satunya berasal dari pajak. warga  awam selama ini 
salah persepsi tentang AFTA. Mereka mengira nilai 
pajak akan dihapuskan sama sekali, padahal pajak tidak 
akan dihapuskan, namun  akan dikurangi nilainya 
seminimal mungkin sampai nilai 0-5 % jadi tidak 
mengurangi pemasukan dari pajak ini . 
Sebenarnya pemasukan atau devisa bagi negara kita  
bukan hanya dari pajak. namun  masih banyak 
sektor-sektor yang dapat diandalkan sebagai 
pemasukan. Seperti kita ketahui dari sektor pariwisata, 
negara kita  memiliki banyak objek pariwisata yang 
mempunyai nilai jual. Bisa diambil contoh Bali. Setiap 
tahunnya Bali didatangi banyak turis dari mancanegara, 
yang secara tidak langsung maka pemasukan pun 
mengalir ke dalam keuangan negara. Dan itu sangat 
menguntungkan bagi negara kita  sendiri, sebab selain 
pemasukan bagi kas negara, secara otomatis dapat 
mempromosikan pariwisata ke dunia internasional. 
 
 
 
 
 
 

Share:
TRANSLATE
English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Translate

viewer

SEARCH

widget translate
English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Archive