Rabu, 12 Februari 2025

Published Februari 12, 2025 by

hukum kontrak 2



 , yaitu

1. tahap pracontractual, yaitu adanya penawaran dan penerimaan;

2. tahap contractual, yaitu adanya persesuaian pernyataan kehendak antara 

para pihak;

3. tahap post contractual, yaitu pelaksanaan perjanjian.

Artinya, kontrak yaitu  suatu persetujuan antara dua orang atau 

lebih tidak hanya memberi  kepercayaan,namun  secara bersama saling 

pengertian untuk melakukan sesuatu pada masa mendatang oleh seseorang 

atau keduanya dari mereka.

Pendapat ini tidak hanya mengkaji definisi kontrak,namun  ia juga menentukan 

unsur-unsur yang harus dipenuhi susaha  suatu transaksi dapat disebut kontrak. 

Ada tiga unsur kontrak, yaitu

1. The agreement fact between the parties (adanya kesepakatan tentang 

fakta antara kedua belah pihak);

2. The agreement as writen (persetujuan dibuat secara tertulis);

3. The set o f rights and duties created by (1) and (2) (adanya orang yang 

berhak dan berkewajiban untuk membuat: (1) kesepakatan dan (2) persetujuan 

tertulis).

Di dalam Black’s Law Dictionary, yang diartikan dengan contract yaitu  

An agreement between two or more person which creates an obligation 

to do or not to do particular thing. Artinya, kontrak yaitu  suatu persetujuan 

antara dua orang atau lebih, di mana memicu  sebuah kewajiban untuk 

melakukan atau tidak melakukan sesuatu secara sebagian. 

Inti definisi yang tercantum dalam Black’s Law Dictionary bahwa kontrak 

dilihat sebagai persetujuan dari para pihak untuk melaksanakan kewajiban, baik 

melakukan atau tidak melakukan secara sebagian.

Satu hal yang kurang dalam berbagai definisi kontrak yang dipaparkan di 

atas, yaitu bahwa para pihak dalam kontrak hanya semata-mata orang perorangan

semata-mata.namun  dalam praktiknya, bukan hanya orang perorang yang 

membuat kontrak, termasuk juga badan hukum yang merupakan subjek hukum. 

Dengan demikian, definisi itu, perlu dilengkapi dan disempurnakan. Menurut penulis, 

bahwa kontrak atau perjanjian merupakan:

’’Hubungan hukum antara subjek hukum yang satu dengan subjek hukum yang 

lain dalam bidang harta kekayaan, di mana subjek hukum yang satu berhak atas 

prestasi dan begitu juga subjek hukum yang lain berkewajiban untuk melaksanakan 

prestasinya sesuai dengan yang telah disepakatinya.”

Unsur-unsur yang tercantum definisi yang terakhir ini yaitu  sebagai berikut.

1. Adanya hubungan hukum.

Hubungan hukum merupakan hubungan yang memicu  akibat hukum. 

Akibat hukum yaitu  timbulnya hak dan kewajiban.

2. Adanya subjek hukum.

Subjek hukum, yaitu pendukung hak dan kewajiban.

3. Adanya prestasi.

Prestasi terdiri atas melakukan sesuatu, berbuat sesuatu, dan tidak berbuat 

sesuatu.

4. Di bidang harta kekayaan.

B. JENIS-JENIS KONTRAK

Para ahli di bidang kontrak tidak ada kesatuan pandangan tentang pembagian 

kontrak. Ada ahli yang mengkajinya dari sumber hukumnya, namanya, bentuknya, 

aspek kewajibannya, maupun aspek larangannya. Berikut ini disajikan jenis-jenis 

kontrak berdasar  pembagian di atas.

1. Kontrak Menurut Sumber Hukumnya 

Kontrak berdasar  sumber hukumnya merupakan penggolongan kontrak 

yang didasarkan pada tempat kontrak itu ditemukan. Sudikno Mertokusumo 

menggolongkan perjanjian (kontrak) dari sumber hukumnya. Ia membagi jenis 

perjanjian (kontrak) menjadi lima macam, yaitu

a. perjanjian yang bersumber dari hukum keluarga, seperti nalnya perkawinan;

b. perjanjian yang bersumber dari kebendaan, yaitu yang berhubungan dengan 

peralihan hukum benda, misalnya peralihan hak milik;

c. perjanjian obligatoir, yaitu perjanjian yang memicu  kewajiban;

d. perjanjian yang bersumber dari hukum acara, yang disebut dengan bewijsove- 

reenkomst;

e. perjanjian yang bersumber dari hukum publik, yang disebut dengan publieck- 

rechtelijke overeenkomst.

Bab 3 

2. Kontrak Menurut Namanya

Penggolongan ini didasarkan pada nama perjanjian yang tercantum di dalam 

Pasal 1319 KUH Perdata dan Artikel 1355 NBW. Di dalam Pasal 1319 KUH 

Perdata dan Artikel 1355 NBW hanya disebutkan dua macam kontrak menurut 

namanya, yaitu kontrak nominaat (bernama) dan kontrak innominaat (tidak 

bernama). Kontrak nominaat yaitu  kontrak yang dikenal dalam KUH Perdata. 

Yang termasuk dalam kontrak nominaat yaitu  jual beli, tukar-menukar, sewa- 

menyewa, persekutuan perdata, hibah, penitipan barang, pinjam pakai, pinjam- 

meminjam, pemberian kuasa, penanggungan utang, perdamaian, dan lain-lain. 

Sedangkan kontrak innominaat yaitu  kontrak yang timbul, tumbuh, dan 

berkembang dalam warga . Jenis kontrak ini belum dikenal dalam KUH 

Perdata. Yang termasuk dalam kontrak innominaat yaitu  leasing, beli sewa, 

franchise, kontrak rahim, joint venture, kontrak karya, keagenan, production 

sharing, dan lain-lain. Namun, Vollmar mengemukakan kontrak jenis yang ketiga 

antara bernama dan tidak bernama, yaitu kontrak campuran Kontrak campuran, yaitu kontrak atau perjanjian yang tidak hanya 

diliputi oleh ajaran umum (tentang perjanjian) sebagaimana yang ada  dalam 

titel I, II, dan IV, sebab  kekhilafan, titel yang terakhir ini (titel IV) tidak disebut 

oleh Pasal 1355 NBW,namun  ada  hal mana juga ada ketentuan-ketentuan 

khusus untuk sebagian menyimpang dari ketentuan umum.

Contoh kontrak campuran, pengusaha sewa rumah penginapan (hotel) 

menyewakan kamar-kamar (sewa-menyewa),namun  juga menyediakan makanan 

(jual beli), dan menyediakan pelayanan (perjanjian untuk melakukan jasa-jasa). 

Kontrak campuran disebut juga dengan contractus sui generis, yaitu ketentuan- 

ketentuan yang mengenai perjanjian khusus paling banter dapat diterapkan secara 

analogi (Arrest HR 10 Desember 1936) atau orang menerapkan teori absorpsi 

(absorptietheorie), artinya diterapkanlah peraturan perundang-undangan dari 

perjanjian, dalam peristiwa yang terjadi merupakan peristiwa yang paling menonjol 

(HR, 12 April 1935), sedangkan dalam tahun 1947 Hoge Raad menyatakan diri 

(HR, 21 Februari 1947) secara tegas sebagai penganut teori kombinasi.

3. Kontrak Menurut Bentuknya

Di dalam KUH Perdata, tidak disebutkan secara sistematis tentang bentuk 

kontrak. Namun bila  kita menelaah berbagai ketentuan yang tercantum dalam 

KUH Perdata maka kontrak menurut bentuknya dapat dibagi menjadi dua macam, 

yaitu kontrak lisan dan tertulis. Kontrak lisan yaitu  kontrak atau perjanjian 

yang dibuat oleh para pihak cukup dengan lisan atau kesepakatan para pihak 

(Pasal 1320 KUH Perdata). Dengan adanya konsensus maka perjanjian itu 

telah terjadi. Termasuk dalam golongan ini yaitu  perjanjian konsensual dan riil. 

Pembedaan ini diilhami dari hukum Romawi. Dalam hukum Romawi, tidak 

hanya memerlukan adanya kata sepakat,namun  perlu diucapkan kata-kata dengan

yang suci dan juga harus didasarkan atas penyerahan nyata dari suatu benda. 

Perjanjian konsensual yaitu  suatu perjanjian terjadi bila  ada kesepakatan 

para pihak. Sedangkan perjanjian riil yaitu  suatu perjanjian yang dibuat dan 

dilaksanakan secara nyata.

Kontrak tertulis merupakan kontrak yang dibuat oleh para pihak dalam 

bentuk tulisan. Hal ini dapat kita lihat pada perjanjian hibah yang harus dilakukan 

dengan akta notaris (Pasal 1682 KUH Perdata). Kontrak ini dibagi menjadi dua 

macam, yaitu dalam bentuk akta di bawah tangan dan akta notaris. Akta di 

bawah tangan yaitu  akta yang cukup dibuat dan ditandatangani oleh para 

pihak. Sedangkan akta autentik merupakan akta yang dibuat oleh atau di hadapan 

notaris. Akta yang dibuat oleh Notaris itu merupakan akta pejabat. Contohnya, 

berita acara Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dalam sebuah PT. Akta 

yang dibuat di hadapan notaris merupakan akta yang dibuat oleh para pihak di 

hadapan notaris. Di samping itu, dikenal juga pembagian menurut bentuknya 

yang lain, yaitu perjanjian standar. Perjanjian standar merupakan perjanjian yang 

telah dituangkan dalam bentuk formulir.

4. Kontrak Timbal Balik

Penggolongan ini dilihat dari hak dan kewajiban para pihak. Kontrak timbal 

balik merupakan perjanjian yang dilakukan para pihak memicu  hak dan 

kewajiban-kewajiban pokok seperti pada jual beli dan sewa-menyewa. Perjanjian 

timbal balik ini dibagi menjadi dua macam, yaitu timbal ba'ik tidak sempurna dan 

yang sepihak.

a. Kontrak timbal balik tidak sempurna memicu  kewajiban pokok bagi satu 

pihak, sedangkan lainnya wajib melakukan sesuatu. Di sini tampak ada prestasi- 

prestasi yang seimbang satu sama lain. Misalnya, si penerima pesan senantiasa 

berkewajiban untuk melaksanakan pesan yang dikenakan atas pundaknya 

oleh orang pemberi pesan. bila  si penerima pesan dalam melaksanakan 

kewajiban-kewajiban ini  telah mengeluarkan biaya-biaya atau olehnya 

telah diperjanjikan upah, maka pemberi pesan harus menggantinya.

b. Perjanjian sepihak merupakan perjanjian yang selalu memicu  kewajiban- 

kewajiban hanya bagi satu pihak. Tipe perjanjian ini yaitu  perjanjian pinjam 

mengganti.

Pentingnya pembedaan di sini yaitu  dalam rangka pembubaran perjanjian.

5. Perjanjian Cuma-Cuma atau dengan Alas Hak yang Membebani

Penggolongan ini didasarkan pada keuntungan salah satu pihak dan adanya 

prestasi dari pihak lainnya. Perjanjian cuma-cuma merupakan perjanjian, yang 

menurut hukum hanyalah memicu  keuntungan bagi salah satu pihak. 

Contohnya, hadiah dan pinjam pakai. Sedangkan perjanjian dengan alas hak 

yang membebani merupakan perjanjian, di samping prestasi pihak yang satu

senantiasa ada prestasi (kontra) dari pihak lain, yang menurut hukum saling 

berkaitan. Misalnya, A menjanjikan kepada B suatu jumlah tertentu, jika B 

menyerahkan sebuah benda tertentu pula kepada A.

6. Perjanjian berdasar  Sifatnya

Penggolongan ini didasarkan pada hak kebendaan dan kewajiban yang 

ditimbulkan dari adanya perjanjian ini . Perjanjian menurut sifatnya dibagi 

menjadi dua macam, yaitu perjanjian kebendaan (zakelijke overeenkomst) dan 

peijanjian obligatoir. Peijanjian kebendaan yaitu  suatu perjanjian, yang ditimbulkan 

hak kebendaan, diubah atau dilenyapkan, hal demikian untuk memenuhi perikatan. 

Contoh perjanjian ini yaitu  perjanjian pembebanan jaminan dan penyerahan 

hak milik. Sedangkan perjanjian obligatoir merupakan perjanjian yang memicu  

kewajiban dari para pihak.

Di samping itu, dikenal juga jenis perjanjian dari sifatnya, yaitu perjanjian 

pokok dan perjanjian accesoir. Perjanjian pokok merupakan perjanjian yang 

utama, yaitu perjanjian pinjam-meminjam uang, baik kepada individu maupun 

pada lembaga perbankan. Sedangkan perjanjian accesoir merupakan perjanjian 

tambahan, seperti perjanjian pembebanan hak tanggungan atau fidusia.

7. Perjanjian dari Aspek Larangannya

Penggolongan perjanjian berdasar  larangannya merupakan penggolongan 

perjanjian dari aspek tidak diperkenankannya para pihak untuk membuat perjanjian 

yang bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum. Ini 

dipicu  perjanjian itu mengandung praktik monopoli dan atau persaingan 

usaha tidak sehat.

Di dalam UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli 

dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, perjanjian yang dilarang dibagi menjadi 13 

(tiga belas) jenis, sebagaimana disajikan berikut ini.

a. Perjanjian oligopoli, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha dengan 

pelaku usaha lainnya untuk secara bersama melakukan penguasaan produksi 

dan atau pemasaran barang atau jasa. Perjanjian ini dapat memicu  

terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan tidak sehat.

b. Perjanjian penetapan harga, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha 

dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang 

dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggaran pada 

pasar yang bersangkutan sama. Pengecualian dari ketentuan ini yaitu 

(1) suatu perjanjian yang dibuat usaha patungan, dan

(2) suatu perjanjian yang didasarkan pada undang-undang yang berlaku.

c. Perjanjian dengan harga berbeda, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku- 

pelaku usaha yang memicu  pembeli yang satu harus membayar 

dengan harga berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain

untuk barang atau jasa yang berbeda.

d. Perjanjian dengan harga di bawah harga pasar, yaitu perjanjian yang dibuat 

antara pelaku usaha dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan 

harga yang berada di bawah harga pasar, perjanjian ini dapat memicu  

terjadinya persaingan usaha tidak sehat.

e. Perjanjian yang memuat persyaratan, yaitu perjanjian yang dibuat antara 

pelaku usaha dengan pelaku usaha lainnya yang memuat persyaratan bahwa 

penerima barang dan atau jasa tidak akan menjual atau memasok kembali 

barang dan atau jasa yang diterimanya. Tindakan itu dilakukan dengan harga 

yang lebih rendah dibandingkan  harga yang telah diperjanjikan sehingga dapat 

memicu  terjadinya persaingan usaha tidak sehat.

f. Perjanjian pembagian wilayah, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku 

usaha dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan untuk membagi 

wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap barang dan atau jasa. 

Perjanjian ini dapat memicu  terjadinya praktik monopoli dan atau 

persaingan tidak sehat.

g. Perjanjian pemboikotan, yaitu suatu perjanjian yang dilarang, yang dibuat 

pelaku usaha dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menghalangi pelaku 

usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar 

dalam negeri maupun luar negeri.

h. Perjanjian kartel, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha dengan 

pelaku usaha pesaingnya, yang bermaksud untuk mempengaruhi harga 

dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa, 

yang dapat memicu  terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan 

usaha tidak sehat.

i. Perjanjian trust, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha dengan 

pelaku usaha lain untuk melakukan kerja sama dengan membentuk gabungan 

perusahaan atau perseroan yang lebih besar, dengan tetap menjaga dan 

mempertahankan kelangsungan hidup masing-masing perseroan anggotanya. 

Perjanjian ini bertujuan untuk mengontrol produksi dan atau pemasaran atas 

barang dan atau jasa, sehingga dapat memicu  terjadinya praktik 

monopoli dan atau persaingan tidak sehat.

j. Perjanjian oligopsoni, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha dengan 

pelaku usaha lain yang bertujuan untuk secara bersama-sama menguasai 

pembelian atau penerimaan pasokan agar dapat mengendalikan harga atas 

barang dan atau jasa dalam pasar yang bersangkutan. Perjanjian ini dapat 

memicu  terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak 

sehat.

k. Perjanjian integrasi vertikal, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha 

dengan pelaku usaha lain, yang bertujuan untuk menguasai produksi beberapa 

produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan/atau jasa tertentu. 

Setiap rangkaian produksi itu merupakan hasil pengolahan atau proses lanjutan, 

baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung yang dapat 

memicu  terjadinya persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan 

warga .

l. Perjanjian tertutup, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha dengan 

pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima 

barang dan atau jasa hanya akan memasok kembali barang dan atau jasa 

ini  kepada pihak dan atau pada tempat tertentu.

m. Perjanjian dengan pihak luar negeri, yaitu perjanjian yang dibuat antara 

pelaku usaha dengan pihak lainnya di luar negeri yang memuat ketentuan 

yang dapat memicu  terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan 

tidak sehat.

Di samping uraian di atas, di dalam Hukum Kontrak Amerika dikenal pula 

perjanjian yang didasarkan pada metodenya ,

Pembagian ini didasarkan pada suatu cara (metode) untuk menentukan kesepakatan 

dan tindakan simbolik lainnya dalam pelaksanaan perjanjian. Perjanjian menurut 

metodenya dibagi menjadi tiga macam, sebagaimana disajikan berikut ini.

1. Perjanjian pasti (certain) dan penuh risiko/berbahaya (hasardoz) 

Perjanjian pasti (khusus) dilakukan tergantung dari kemauan para pihak 

atau kapan suatu kegiatan dilakukan. Perjanjian ini dilakukan sesudah  ada 

kesepakatan para pihak. Perjanjian penuh risiko, yaitu perjanjian yang 

dilakukan tanpa adanya kemauan dan pembicaraan yang khusus sebelumnya.

2. Perjanjian komutatif dan berdiri sendiri

Perjanjian komutatif dilakukan tergantung dari apa yang dilakukan, diberikan, 

atau sesudah  ada perjanjian sebelumnya dengan para pihak. Sedangkan 

perjanjian berdiri sendiri, dilakukan sesudah  ada tindakan saling pengertian 

dan pertimbangan sebelumnya.

3. Perjanjian konsensual dan nyata

Perjanjian konsensual yaitu  suatu perjanjian yang dilakukan atas dasar 

persetujuan bersama antara para pihak, tanpa formalitas lain atau tindakan 

simbolik yang menjelaskan secara detail tentang tanggung jawab ini . 

Sedangkan perjanjian nyata yaitu  suatu perjanjian yang dapat dilaksanakan 

secara nyata oleh para pihak.

Dari berbagai jenis perjanjian yang dipaparkan di atas maka jenis atau 

pembagian yang paling asasi yaitu  pembagian berdasar  namanya, yaitu 

kontrak nominaat dan innominaat. Dari kedua perjanjian ini maka lahirlah 

perjanjian-perjanjian jenis lainnya, seperti segi bentuknya, sumbernya, maupun 

dari aspek hak dan kewajiban. Misalnya, perjanjian jual beli maka lahirlah 

perjanjian konsensual, perjanjian obligatoir, dan lain-lain.


C. SYARAT-SYARAT SAHNYA KONTRAK

Syarat sahnya kontrak dapat dikaji berdasar  hukum kontrak yang ada  

di dalam KUH Perdata (civil law) dan hukum kontrak Amerika.

1. Menurut KUH Perdata (Civil Law)

Dalam hukum Eropa Kontinental, syarat sahnya perjanjian diatur dalam 

Pasal 1320 KUH Perdata atau Pasal 1365 Buku IV NBW (BW Baru) Belanda. 

Pasal 1320 KUH Perdata menentukan empat syarat sahnya perjanjian, yaitu

(1) adanya kesepakatan kedua belah pihak,

(2) kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum,

(3) adanya objek, dan

(4) adanya kausa yang halal.

Keempat hal itu, dikemukakan berikut ini.

a. Kesepakatan (Toesteming/Izin) Kedua Belah Pihak

Syarat yang pertama sahnya kontrak yaitu  adanya kesepakatan atau 

konsensus pada pihak. Kesepakatan ini diatur dalam Pasal 1320 ayat (1) 

KUH Perdata. Yang dimaksud dengan kesepakatan yaitu  persesuaian 

pernyataan kehendak antara satu orang atau lebih dengan pihak lainnya. 

Yang sesuai itu yaitu  pernyataannya, sebab  kehendak itu tidak dapat 

dilihat/diketahui orang lain. Ada lima cara terjadinya persesuaian pernyataan 

kehendak, yaitu dengan:

1) bahasa yang sempurna dan tertulis;

2) bahasa yang sempurna secara lisan;

3) bahasa yang tidak sempurna asal dapat diterima oleh pihak lawan. 

sebab  dalam kenyataannya seringkah seseorang menyampaikan dengan 

bahasa yang tidak sempurnanamun  dimengerti oleh pihak lawannya;

4) bahasa isyarat asal dapat diterima oleh pihak lawannya;

5) diam atau membisu,namun  asal dipahami atau diterima pihak lawan 

Pada dasarnya, cara yang paling banyak dilakukan oleh para pihak, yaitu 

dengan bahasa yang sempurna secara lisan dan secara tertulis. Tujuan 

pembuatan perjanjian secara tertulis yaitu  agar memberi  kepastian 

hukum bagi para pihak dan sebagai alat bukti yang sempurna, di kala 

timbul sengketa di kemudian hari.

b. Kecakapan Bertindak

Kecakapan bertindak yaitu  kecakapan atau kemampuan untuk melakukan 

perbuatan hukum. Perbuatan hukum yaitu  perbliatan yang akan me­

nimbulkan akibat hukum. Orang-orang yang akan mengadakan perjanjian 

haruslah orang-orang yang cakap dan memiliki  wewenang untuk 

melakukan perbuatan hukum, sebagaimana yang ditentukan oleh undang-

undang. Orang yang cakap dan berwenang untuk melakukan perbuatan 

hukum yaitu  orang yang sudah dewasa. Ukuran kedewasaan yaitu  telah 

berumur 21 tahun dan atau sudah kawin. Orang yang tidak berwenang 

untuk melakukan perbuatan hukum:

1) anak di bawah umur (minderjarigheid),

2) orang yang ditaruh di bawah pengampuan, dan

3) istri (Pasal 1330 KUH Perdata). Akannamun  dalam perkembangannya 

istri dapat melakukan perbuatan hukum, sebagaimana yang diatur dalam 

Pasal 31 UU Nomor 1 Tahun 1974 jo. SEMA No. 3 Tahun 1963.

c. Adanya Objek Perjanjian (Onderwerp der Overeenskomst)

Di dalam berbagai literatur disebutkan bahwa yang menjadi objek perjanjian 

yaitu  prestasi (pokok perjanjian). Prestasi yaitu  apa yang menjadi 

kewajiban debitur dan apa yang menjadi hak kreditur , Prestasi ini terdiri dari perbuatan positif 

dan negatif. Prestasi terdiri atas:

(1) memberi  sesuatu,

(2) . berbuat sesuatu, dan

(3) tidak berbuat sesuatu (Pasal 1234 KUH Perdata).

Misalnya, jual beli rumah. Yang menjadi prestasi/pokok perjanjian yaitu  

menyerahkan hak milik atas rumah dan menyerahkan uang harga dari 

pembelian rumah itu. Contoh lainnya, dalam perjanjian kerja maka yang 

menjadi pokok perjanjian yaitu  melakukan pekerjaan dan membayar upah. 

Prestasi itu harus dapat ditentukan, dibolehkan, dimungkinkan, dan dapat 

dinilai dengan uang. Dapat ditentukan artinya di dalam mengadakan 

perjanjian, isi perjanjian harus dipastikan dalam arti dapat ditentukan secara 

cukup. Misalnya, A membeli lemari pada B dengan harga Rp500.000,00. Ini 

berarti bahwa objeknya itu yaitu  lemari, bukan benda lainnya.

d. Adanya Causa yang Halal (Geoorloofde Oorzaak)

Dalam Pasal 1320 KUH Perdata tidak dijelaskan pengertian orzaak (causa 

yang halal). Di dalam Pasal 1337 KUH Perdata hanya disebutkan causa 

yang terlarang. Suatu sebab yaitu  terlarang bila  bertentangan dengan 

undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum. Hoge Raad sejak tahun 

1927 mengartikan orzaak sebagai sesuatu yang menjadi tujuan para pihak. 

Contoh A menjual sepeda motor kepada B. Akannamun , sepeda motor yang 

dijual oleh A itu yaitu  barang hasil curian. Jual beli seperti itu tidak mencapai 

tujuan dari pihak B. sebab  B menginginkan barang yang dibelinya itu 

barang yang sah.

Syarat yang pertama dan kedua disebut syarat subjektif, sebab  menyangkut 

pihak-pihak yang mengadakan perjanjian. Sedangkan syarat ketiga dan

keempat disebut syarat objektif, sebab  menyangkut objek perjanjian. 

bila  syarat pertama dan kedua tidak terpenuhi maka perjanjian itu dapat 

dibatalkan. Artinya, bahwa salah satu pihak dapat mengajukan kepada 

Pengadilan untuk membatalkan perjanjian yang disepakatinya.namun  bila  

para pihak tidak ada yang keberatan maka perjanjian itu tetap dianggap sah. 

Syarat ketiga dan keempat tidak terpenuhi maka perjanjian itu batal demi 

hukum. Artinya, bahwa dari semula perjanjian itu dianggap tidak ada.

2. Menurut Hukum Kontrak Amerika

Di dalam hukum kontrak (law o f contract) Amerika ditentukan empat syarat 

sahnya kontrak, yaitu

1) adanya offer (penawaran) dan acceptance (penerimaan),

2) metting o f minds (persesuaian kehendak),

3) consideration (prestasi), dan

4) competent paries and legal subject matter (kemampuan hukum para pihak 

dan pokok persoalan yang sah). Keempat hal ini, dijelaskan berikut ini.

a. Offer dan Acceptance (Penawaran dan Penerimaan)

Setiap kontrak pasti dimulai dengan adanya offer (penawaran) dan acceptance 

(penerimaan). Yang diartikan dengan offer (penawaran) yaitu  suatu janji 

untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu secara khusus pada masa 

yang akan datang. Penawaran ini ditujukan kepada setiap orang.

Yang berhak dan berwenang mengajukan penawaran yaitu  setiap orang 

yang layak dan memahami apa yang dimaksudkan. Ada 5 (lima) syarat 

adanya penawaran, yaitu

1) adanya konsiderasi (prestasi),

2) sesuai dengan undang-undang,

3) under one o f the special rules relating to the revocation o f a 

wiilateral contract,

4) under doctrine o f promissory estoppel, dan

5) by virtue o f a sealed instrument.

Penawaran yang disampaikan kepada para khalayak, akan menghasilkan dua 

macam kontrak, yaitu

1) kontrak bilateral, dan

2) kontrak unilateral.

Kontrak bilateral, yaitu kontrak yang diadakan antara dua orang. Dalam 

kontrak itu kedua belah pihak harus memenuhi janjinya. Sedangkan kontrak 

unilateral yaitu  penawaran yang membutuhkan tindakan saja, sebab  berisi 

satu janji dari satu pihak saja.

Pada prinsipnya penawaran tetap terbuka sepanjang belum berakhirnya waktu 

atau belum dicabut. Suatu penawaran akan berakhir, bila :


1) si pemberi tawaran (penawaran) atau penerima tawaran sakit ingatan 

atau meninggal dunia sebelum terjadi penerimaan penawaran,

2) penawaran dicabut, dalam hal ini pihak penawar harus memberitahukan 

sebelum penawaran diterima. Jika suatu penawaran ditentukan dalam 

waktu tertentu maka penawaran ini  tidak dapat dicabut sebelum 

waktunya berakhir, dan

3) penerima tawaran tidak menerima tawaran,namun  membuat suatu kontra 

penawaran. Sebagai contoh Carter menawarkan mobilnya seharga $900, 

Dealer menjawab dengan surat hendak membeli mobil itu seharga 

$700, penawaran asli yang $900 telah berakhir dan tidak bisa diterima 

oleh Dealer kecuali Carter membuat penawaran baru.

Acceptance yaitu  kesepakatan dari pihak penerima dan penawar tawaran 

untuk menerima persyaratan yang diajukan oleh penawar. Penerimaan itu 

harus disampaikan penerima tawaran kepada penawar tawaran. Penerimaan 

itu harus bersifat absolut dan tanpa syarat atas tawaran itu. Penerimaan 

yang belum disampaikan kepada pemberi tawaran, belum berlaku sebagai 

penerimaan tawaran. Akannamun , dalam perundingan yang dilakukan dengan 

korespondensi, penerimaan yang dikirim dengan media yang sama dianggap 

sudah disampaikan. Dalam pelelangan umum diatur dengan prosedur khusus. 

Bilamana memungkinkan, baik tawaran maupun penerimaan tawaran sebaik­

nya dinyatakan secara tertulis dan jelas. Lagi pula, suatu penerimaan kalau 

dapat harus diterima sendiri, serta jangan sampai membuat atau memberi  

penawaran yang belum dapat diketahui tindakannya.

b. Metting o f Minds (Persesuaian Kehendak)

Penawaran dan penerimaan antara kedua belah pihak dapat menghasilkan 

bentuk luar dari sebuah kontrak,namun  tidak berarti bahwa kontrak itu 

dikatakan sah. Yang harus diperhatikan susaha  kontrak itu dikatakan sah 

yaitu  adanya metting o f mind, yaitu adanya persesuaian pernyataan 

kehendak antara para pihak tentang objek kontrak. bila  objeknya jelas 

maka kontrak itu dikatakan sah. Persesuaian kehendak itu harus dilakukan 

secara jujur,namun  bila  kontrak itu dilakukan dengan adanya penipuan 

(fraud), kesalahan (mistake), paksaan (durress), dan penyalahgunaan 

keadaan (undu influence) maka kontrak itu menjadi tidak sah, dan kontrak 

itu dapat dibatalkan (Jesse S Rafhael, 1962: 15). Keempat hal itu dikemukakan 

berikut ini.

1) Fraude (penipuan)

Fraude (penipuan) yaitu  dengan sengaja mengajukan gambaran atau 

fakta yang salah untuk memasuki hubungan kontrak. Untuk itu pihak 

yang tidak bersalah harus bersandar pada gambaran yang salah tadi 

dan secara finansial, pihak yang merugikan orang lain wajib membayar

ganti rugi. Kalau sekiranya orang yang tidak bersalah tadi tahu bahwa 

objek kontrak rusak maka ia tidak akan menutup kontrak ini . 

yaitu  sangat adil dan tepat bila  pihak yang menggugat fraucle 

mendapat kesempatan untuk    fakta-fakta hukum tentang 

objek ini . Sebagai contoh Charles membeli mobil bekas seharga 

$ 500,- yang ternyata radiatornya rusak dan tidak dapat diperbaiki lagi. 

Dalam membeli mobil ini  Charles melihat pernyataan Dealer bahwa 

mobil itu diubah menjadi mobil baru dan baru menempuh/berjalan kurang 

dari 20.000 mil. Kemudian ia mendapat keterangan dari bekas pemilik 

bahwa pemilik lama membeli mobil ini  sudah dipakai 25.000 mil 

dan bekas pemilik memakai sejauh 30.000 mil. Jadi, yang salah yaitu  

pernyataan Dealer bahwa pemilik lama membeli dalam keadaan masih 

baru, padahal sudah dipakai sejauh 20.000 mil.

Penipuan yang tampak pada masalah  itu yaitu  pernyataan dari Dealer 

bahwa yang dijual baru, sedangkan dari pemilik awal bahwa mobil itu 

yaitu  mobil bekas.

2) Mistake (kesalahan)

Salah satu unsur lain yang membatalkan kontrak, yaitu adanya mistake 

(kesalahan). Mistake, yaitu jika dua pihak yang mengadakan kontrak 

dengan fakta yang ternyata salah maka pihak tadi dapat membatalkan 

kontrak sesudah  mengetahui fakta yang sebenarnya. Sebagai contoh Mrs. 

Childs baru mendapat surat dari pemerintah yang mengatakan bahwa 

suaminya yang bertugas di Polandia dan tidak terdengar beritanya bahwa 

suaminya benar-benar meninggal dunia. Saat Mrs. Childs ditinggalkan 

suaminya ada  polis asuransi jiwa senilai $ 50.000. sebab  ia tidak 

dapat membuktikan kematian suaminya dan tidak membayar bukti polis 

maka Mrs. Childs menurunkan nilai polis menjadi $ 10.000 dengan imbalan 

pihak asuransi tidak menuntut premi atas polis yang diturunkan itu. Mrs. 

Childs dapat memperoleh uang $ 50.000 atas kontrak asuransi asli 

(pertama) sebab  pada saat kontrak asuransi kedua dibuat kedua pihak 

berada dalam anggapan yang salah di mana suaminya masih hidup.

3) Durres (paksaan)

Durres terjadi bila  salah satu pihak lain menyetujui kontrak dengan 

ancaman penjara, jiwa, atau badan. Ancaman ini dapat saja dilakukan 

terhadap dirinya, keluarganya, dan ancamannya tidak bersifat fisik, 

misalnya ancaman untuk membuat bangkrut atau tidak mendapatkan 

kekayaan yang menjadi haknya. Emanuel dan Knowles mengkategorikan 

duress menjadi empat macam, yaitu

(1) kekerasan atau ancaman pemakaian  kekerasan,

(2) pemenjaraan atau ancaman memenjarakan,

(3) mengambil atau menguasai barang pihak lain secara tidak sah, atau 

ancaman melakukan demikian, dan

(4) ancaman untuk melanggar kontrak atau untuk melakukan tindakan- 

tindakan yang tidak sah (dalam Djasadin Saragih, 1993: 16). Bentuk 

duress yang paling sering terjadi yaitu  bila salah satu pihak 

mengancam untuk melanggar kontrak bila  kontrak itu tidak diubah 

demi keuntungannya, atau bila tidak dibuat kontrak baru.

4) Undue inpluence (penyalahgunaan keadaan)

Ajaran undue inpluence (penyalahgunaan keadaan) pertama kali muncul 

pada abad ke-15 di Inggris, yang didasarkan pada equity. Equity ini 

muncul sebab  dalam common law tidak mengatur paksaan secara 

batiniah. Yang dikenal dalam common law hanya paksaan secara fisik 

sebagai faktor pengganggu. Untuk mengantisipasi hal itu, Court o f 

Chancerry mengeluarkan putusan undue inpluence, yang merupakan 

moral imperative (paksaan moral). Di negeri Belanda ajaran ini mulai 

diterapkan oleh hakim pada tahun 1957 dalam masalah  Bovag II.

Pada hakikatnya ajaran penyalahgunaan keadaan bertumpu pada hal 

berikut, yaitu

a) penyalahgunaan keunggulan ekonomi, dan

b) penyalahgunaan kejiwaan ,

Rutinga menyebutkan inti penyalahgunaan keunggulan ekonomis terletak 

Inequality o f bargaining power, yaitu ketidakseimbangan kekuatan dalam 

melakukan tawar-menawar atau perundingan antara pihak ekonomi kuat 

terhadap pihak ekonomi lemah. Ada dua persyaratan dasar dalam 

penyalahgunaan keunggulan ekonomis, yaitu

(1) satu pihak memiliki  keunggulan ekonomis, dan

(2) pihak lain terpaksa mengadakan perjanjian.

Sedangkan penyalahgunaan keunggulan kejiwaan terjadi bila  salah 

satu pihak menyalahgunakan ketergantungan relatif atau keadaan jiwa 

yang istimewa dari pihak lain. Pihak yang dirugikan dibujuk untuk 

melakukan perbuatan hukum yang sama sekali tidak dikehendakinya, 

seperti misalnya status sosial, hubungan dokter-pasien, pengacara dan 

klien, dan lain-lain.

c. Consideration (Konsiderasi)

Susaha  kontrak dapat dikatakan sah dan memiliki  kekuatan mengikat, 

haruslah didukung dengan konsiderasi (concideration).

Menurut sejarahnya, bahwa doktrin konsiderasi sudah berumur ratusan tahun. 

Ini tidak dianggap sebagai unsur penting untuk membuat kontrak. Dulu, semua 

hak yang di laksanakan dibagi menjadi beberapa  kategori yang terbatas. Untuk 

pelanggaran masing-masing kategori pengadilan menyediakan formulir yang

dikenal sebagai Surat Perintah {writ). sesudah  berbagai macam writ ada, 

pengadilan enggan untuk menggandakannya. Yang tersisa dalam kontrak yaitu  

writ perjanjian. Writ ini baru dapat dilaksanakan hanya sesudah  dibuat secara 

tertulis dan dibuat di atas segel oleh para pihak yang mengadakan kontrak. 

Kontrak yang dibuat dengan writ dinamakan perjanjian {kovenan) dan bersifat 

mengikat para pihak. Kendati demikian, sejalan dengan pertumbuhan 

perdagangan dan perniagaan, desakan untuk pelaksanaan kontrak yang sah 

tidak perlu dibuat di atas segel. Untuk itu pengadilan memeriksa writ yang 

ada untuk melihat apakah bisa dipakai  atau tidak.

Mengenai pengertian konsiderasi itu sendiri belum ada kesepakatan para ahli. 

Ada ahli yang mengartikan bahwa konsiderasi merupakan motive atau alasan 

untuk membuat kontrak 

mengartikan konsiderasi yaitu 

’’Penghentian hak (sah) oleh satu pihak dengan imbalan janji dari pihak 

lain. Jika seorang membuat janji dengan menghentikan salah satu hak 

dari yang mendapat janji, janji tadi secara sah mengikat sebab  ditunjang 

oleh konsiderasi.” 

Pendapat lain mengatakan bahwa konsiderasi disamakan artinya dengan 

prestasi, yaitu sebagai sesuatu yang diberikan, dijanjikan, atau dilakukan 

secara timbal balik. Perbuatan, sikap tidak berbuat atau janji dari masing- 

masing pihak yaitu  harga bagi yang telah dibeli oleh pihak lainnya. 

Konsiderasi dapat berupa akan dilaksanakan atau sudah dilaksanakan 

Pendapat Jesse S. Raphael dan Abdul Kadir Muhammad ini ada kesamaannya, 

yaitu bahwa konsiderasi merupakan prestasi, sebab  masing-masing 

melaksanakan prestasi secara timbal balik. Konsiderasi (prestasi) harus 

berwujud dan memiliki  nilai. bila  tidak memiliki  nilai, maka tidak 

ada perjanjian.

d. Competent Parties and Legal Subject Matter (Kemampuan dan Keabsahan 

tentang Subjek)

Competent parties yaitu  kemampuan dan kecakapan dari subjek hukum 

untuk melakukan kontrak. Sedangkan legal subject matter, yaitu keabsahan 

dari pokok persoalan.

Di dalam sistem hukum Amerika, pengadilan membedakan kemampuan 

tentang legalitas dari seorang untuk membuat kontrak. Orang yang dapat 

membuat kontrak harus sudah cukup umur. Masing-masing negara bagian 

tidak sama tentang umur kedewasaan. Ada yang menentukan 21 tahun 

untuk semua jenis kelamin dan ada juga negara Bagian yang menentukan 

21 tahun untuk laki-laki dan 18 tahun untuk wanita. Sedangkan orang yang 

tidak berwenang untuk membuat kontrak yaitu 

1) orang di bawah umur, dan

2) orang gila.

bila  orang di bawah umur itu membuat kontrak maka ia dapat membatalkan 

kontrak ini , kapan pun pada saat ia masih di bawah umur. Namun, 

orang di bawah umur itu juga dapat mengesahkan kontrak bila  ia sudah 

dewasa.

Persyaratan lain dari sahnya kontrak yaitu  adanya legal subjek matter, 

yaitu pokok persoalan yang sah. Syarat ini sama dengan causa yang halal 

dalam sistem hukum Kontinental (baca KUH Perdata). Suatu legal subjek 

matter dikatakan sah bila  tidak bertentangan dengan kepentingan orang 

banyak (kepentingan umum). bila  bertentangan dengan kepentingan 

umum, maka perjanjian itu dikatakan tidak sah. Ada dua macam perjanjian 

yang tidak sah, yaitu

(1) perjanjian pembayaran bunga yang melampaui suku bunga yang sah 

(riba), dan

(2) perjanjian utang dalam perjudian 


D. MOMENTUM TERJADINYA KONTRAK

Di dalam KUH Perdata tidak disebutkan secara jelas tentang momentum 

terjadinya kontrak. Dalam Pasal 1320 KUH Perdata hanya disebutkan cukup 

dengan adanya konsensus para pihak. Di berbagai literatur disebutkan empat 

teori yang membahas momentum terjadinya kontrak, yaitu teori pernyataan, 

pengiriman, pengetahuan, dan penerimaan 

. Keempat 

hal itu dijelaskan berikut ini.

1. Teori Pernyataan (Uitingstheorie)

Menurut teori pernyataan, kesepakatan (Westerning) terjadi pada saat pihak 

yang menerima penawaran menyatakan bahwa ia menerima penawaran itu. 

Jadi, dilihat dari pihak yang menerima, yaitu pada saat baru menjatuhkan ballpoint 

untuk menyatakan menerima, kerepakatan sudah terjadi. Kelemahan teori ini 

yaitu  sangat teoretis sebab  dianggap terjadinya kesepakatan secara otomatis.

2. Teori Pengiriman (Verzendtheorie)

Menurut teori pengiriman, kesepakatan terjadi bila  pihak yang menerima 

penawaran mengirimkan telegram. Kritik terhadap teori ini, bagaimana hal itu 

bisa diketahui. Bisa saja, walau sudah dikirimnamun  tidak diketahui oleh pihak 

yang menawarkan. Teori ini juga sangat teoretis, dianggap terjadinya kesepakatan 

secara otomatis.


3. Teori Pengetahuan (Vernemingstheorie)

Teori pengetahuan berpendapat bahwa kesepakatan terjadi bila  pihak 

yang menawarkan mengetahui adanya acceptatie (penerimaan),namun  penerimaan 

itu belum diterimanya (tidak diketahui secara langsung). Kritik terhadap teori ini, 

bagaimana ia mengetahuinya isi penerimaan itu bila  ia belum menerimanya.

4. Teori Penerimaan (Ontvangstheorie)

Menurut teori penerimaan bahwa toesteming terjadi pada saat pihak yang 

menawarkan menerima langsung jawaban dari pihak lawan.

Di samping keempat teori ini , Pitlo mengungkapkan sebuah teori yang 

kelima tentang momentum terjadinya kontrak, yaitu geobjectiveerde bertiemings- 

theorie, yang menentukan yaitu  saat si pengirim surat redelijkerwijs, dapat 

menganggap bahwa si alamat telah mengetahui isi surat itu. Contohnya, saya telah 

memasukkan surat tawaran ke dalam kotak pos pada jam 12 siang di Amsterdam. 

Surat itu disampaikan oleh Harleem kepada pengantar pos pada sore hari. 

Persoalannya sekarang, kapan terjadi perjanjian. Menurut Hoge Raad terjadinya 

perjanjian itu pada sore hari ini  di atas 

Di dalam hukum positif Belanda, juga diikuti yurisprudensi, maupun doktrin, 

teori yang dianut yaitu  teori pengetahuan (vernemingstheorie) dengan sedikit 

koreksi dari ontvangstheorie (teori penerimaan). Maksudnya penerapan teori 

pengetahuan tidak secara mutlak. Sebab lalu lintas hukum menghendaki gerak 

cepat dan tidak menghendaki formalitas yang kaku, sehingga vernemingstheorie 

yang dianut. sebab  jika harus menunggu sampai mengetahui secara langsung 

adanya jawaban dari pihak lawan (ontvangstheorie), diperlukan waktu yang 

lama.

Pada uraian terdahulu telah dikemukakan bahwa momentum terjadinya 

perjanjian, yaitu pada saat terjadinya persesuaian antara pernyataan dan kehendak 

antara kreditur dan debitur. Namun, ada kalanya tidak ada persesuaian antara 

pernyataan dan kehendak.

Ada tiga teori yang menjawab tentang ketidaksesuaian antara kehendak 

dan pernyataan, yaitu teori kehendak, teori pernyataan, dan teori kepercayaan 

 Ketiga teori itu dikemukakan berikut ini.

7. Teori kehendak (wilstheorie)

Menurut teori kehendak bahwa perjanjian terjadi bila  ada persesuaian 

antara kehendak dan pernyataan. bila  terjadi ketidakwajaran, kehendaklah 

yang memicu  terjadinya perjanjian. Kelemahan teori ini memicu  

kesulitan bila  tidak ada persesuaian antara kehendak dan pernyataan.

2. Teori pernyataan (verklaringtheorie)

Menurut teori ini kehendak merupakan proses batiniah yang tidak diketahui

orang lain. Akannamun , yang memicu  terjadinya perjanjian yaitu  

pernyataan. Jika terjadi perbedaan antara kehendak dan pernyataan maka 

peijanjian tetap terjadi. Dalam praktiknya teori ini memicu  berbagai kesulitan, 

seperti bahwa apa yang dinyatakan berbeda dengan yang dikehendaki. Misalnya 

A menyatakan Rp500.000,00namun  yang dikehendaki Rp50.000,00.

3. Teori kepercayaan (vertrouwenstheorie)

Menurut teori ini tidak setiap pernyataan memicu  perjanjian,namun  

pernyataan yang memicu  kepercayaan saja yang memicu  perjanjian. 

Kepercayaan dalam arti bahwa pernyataan itu benar-benar dikehendaki. 

Kelemahan teori ini yaitu  bahwa kepercayaan itu sulit dinilai.

Ada tiga alternatif pemecahan dari kesulitan yang dihadapi dari ketiga teori 

di atas. Ketiga alternatif ini , seperti berikut ini.

1. Dengan tetap mempertahankan teori kehendak, yaitu menganggap perjanjian 

itu terjadi bila  tidak ada persesuaian antara kehendak dan pernyataan. 

Pemecahannya: akannamun  pihak lawan berhak mendapat ganti rugi, sebab  

pihak lawan mengharapkannya.

2. Dengan tetap berpegang pada teori kehendak, hanya dalam pelaksanaannya 

kurang ketat, yaitu dengan menganggap kehendak itu ada.

3. Penyelesaiannya dengan melihat pada perjanjian baku (standart contract), 

yaitu suatu perjanjian yang didasarkan kepada ketentuan umum di dalamnya. 

Biasanya perjanjian dituangkan dalam bentuk formulir 

Timbulnya ketiga teori di atas dipicu  adanya masalah  yang terjadi pada 

tahun 1856 di Keulun/Koln/Collegrie, Belanda. masalah nya, seorang komisioner 

bernama Weiler menerima telegram dari Oppeinheim yang isinya suatu perintah 

untuk menjual saham-saham Opeinheim. Akannamun , surat kawat itu cacat 

(tidak sesuai dengan yang dikehendakinya). Sebab yang dimaksud bukanlah 

menjual saham,namun  justru membeli saham. Jadi, di sini terjadi kekeliruan 

dalam penyampaian telegram oleh petugas pengirim telegram. Kemudian terjadi 

sengketa, Opeinheim menggugat Weiler untuk mendapatkan ganti rugi dan hal 

ini dikabulkan. Ini berarti yang dimenangkan yaitu  Opeinhem  Pengadilan memutuskan berdasar  atas teori kehendak. Teori kehendak 

ini dipertahankan dan sangat berpengaruh pada abad k e -19, dan merupakan 

ajaran yang berkuasa (heersende leer).

E. BENTUK-BENTUK KONTRAK

Bentuk kontrak dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu tertulis dan 

lisan. Perjanjian tertulis yaitu  perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam 

bentuk tulisan. Sedangkan perjanjian lisan suatu perjanjian yang dibuat oleh para 

pihak dalam wujud lisan (cukup kesepakatan para pihak).

Ada tiga bentuk perjanjian tertulis, sebagaimana dikemukakan berikut ini.

1. Perjanjian di bawah tangan yang ditandatangani oleh para pihak yang 

bersangkutan saja. Perjanjian itu hanya mengikat para pihak dalam perjanjian, 

tetapi tidak memiliki  kekuatan mengikat pihak ketiga. Dengan kata lain, 

jika perjanjian ini  disangkal pihak ketiga maka para pihak atau salah 

satu pihak dari perjanjian itu berkewajiban mengajukan bukti-bukti yang 

diperlukan untuk membuktikan bahwa keberatan pihak ketiga dimaksud 

tidak berdasar dan tidak dapat dibenarkan.

2. Perjanjian dengan saksi notaris untuk melegalisir tanda tangan para pihak. 

Fungsi kesaksian notaris atas suatu dokumen semata-mata hanya untuk 

melegalisir kebenaran tanda tangan para pihak. Akannamun , kesaksian 

ini  tidaklah mempengaruhi kekuatan hukum dari isi perjanjian. Salah 

satu pihak mungkin saja menyangkal isi perjanjian. Namun, pihak yang 

menyangkal itu yaitu  pihak yang harus membuktikan penyangkalannya.

3. Perjanjian yang dibuat di hadapan dan oleh notaris dalam bentuk akta 

notariel. Akta notariel yaitu  akta yang dibuat di hadapan dan di muka 

pejabat yang berwenang untuk itu. Pejabat yang berwenang untuk itu yaitu  

notaris, camat, PPAT, dan lain-lain. Jenis dokumen ini merupakan alat bukti 

yang sempurna bagi para pihak yang bersangkutan maupun pihak ketiga.

Ada tiga fungsi akta notariel (akta autentik), yaitu

a. sebagai bukti bahwa para pihak yang bersangkutan telah mengadakan 

perjanjian tertentu;

b. sebagai bukti bagi para pihak bahwa apa yang tertulis dalam perjanjian 

yaitu  menjadi tujuan dan keinginan para pihak;

c. sebagai bukti kepada pihak ketiga bahwa pada tanggal tertentu, kecuali jika 

ditentukan sebaliknya para pihak telah mengadakan perjanjian dan bahwa 

isi perjanjian yaitu  sesuai dengan kehendak para pihak.

Akta notariel merupakan bukti prima facie mengenai fakta, yaitu pernyataan 

atau perjanjian yang termuat dalam akta notaris, mengingat notaris di Indonesia 

yaitu  pejabat umum yang memiliki  kewenangan untuk memberi  kesaksian 

atau melegalisir suatu fakta. Jika isi dari fakta semacam itu disangkal di suatu 

pengadilan maka pengadilan harus menghormati dan mengakui isi akta notariel, 

kecuali jika pihak yang menyangkal dapat membuktikan bahwa bagian tertentu 

dari akta telah diganti atau bahwa hal ini  bukanlah yang disetujui oleh para 

pihak, pembuktian mana sangat berat.

Di dalam hukum kontrak Amerika, kontrak menurut bentuknya dibagi menjadi 

dua macam, yaitu

1. informal contract, yaitu kontrak yang dibuat dalam bentuk yang lazim atau 

informal;

2. formal contract, yaitu perjanjian yang memerlukan bentuk atau cara-cara 

tertentu. Formal contract dibagi menjadi tiga jenis, yaitu

Bab 3 Syarat-Syarat Sahnya dan Momentum Terjadinya Kontrak 43

a. contracts underseal, yaitu kontrak dalam bentuk akta autentik,

b. recognizance, yaitu acknowledgment atau pengakuan di muka sidang 

pengadilan, dan

c. negotiable instrument, yaitu berita acara negosiasi (Subekti, 1993: 40). 

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa bentuk kontrak di dalam hukum

kontrak Amerika dapat digolongkan dalam kontrak informal dan formal.

F. INTERPRETASI DALAM KONTRAK

Penafsiran tentang kontrak diatur dalam Pasal 1342 sampai dengan Pasal 

1351 KUH Perdata. Pada dasarnya perjanjian yang dibuat oleh para pihak haruslah 

dapat dimengerti dan dipahami isinya. Namun, dalam kenyataannya banyak kontrak 

yang isinya tidak dimengerti oleh para pihak.

Dari uraian di atas dapat dikemukakan bahwa isi perjanjian dibedakan menjadi 

dua macam, yaitu

(1) kata-katanya jelas, dan

(2) kata-katanya tidak jelas, sehingga memicu  bermacam-macam penafsiran. 

Di dalam Pasal 1342 KUH Perdata disebutkan bahwa bila  kata-katanya

jelas, tidak diperkenankan untuk menyimpang dibandingkan nya dengan jalan penafsiran. 

Ini berarti bahwa para pihak haruslah melaksanakan isi kontrak ini  dengan 

iktikad baik. bila  kata-katanya tidak jelas, dapat dilakukan penafsiran terhadap 

isi kontrak yang dibuat para pihak.

Untuk melakukan penafsiran haruslah dilihat pada beberapa aspek, yaitu

1. jika kata-katanya dalam kontrak memberi  berbagai penafsiran maka harus 

diselidiki maksud para pihak yang membuat perjanjian (Pasal 1343 KUH 

Perdata);

2. jika suatu janji memberi  berbagai penafsiran maka harus diselidiki pengertian 

yang memungkinkan perjanjian itu dapat dilaksanakan (Pasal 1344 KUH 

Perdata);

3. jika kata-kata dalam perjanjian diberikan dua macam pengertian maka harus 

dipilih pengertian yang paling selaras dengan sifat perjanjian (Pasal 1345 

KUH Perdata). bila  terjadi keragu-raguan, maka harus ditafsirkan menurut 

kebiasaan dalam negeri atau di tempat dibuatnya perjanjian (Pasal 1346 

KUH Perdata);

4. jika ada keragu-raguan, perjanjian harus ditafsirkan atas kerugian orang 

yang meminta diperjanjikan sesuatu hal, dan untuk keuntungan orang yang 

mengikatkan dirinya untuk itu (Pasal 1349 KUH Perdata).

Di dalam hukum AngiO-Amerika, dikenal juga adanya interpretasi terhadap 

substansi kontrak. Uniken Venema mengemukakan aturan-aturan yang paling 

penting dalam hukum Anglo-Amerika; kecuali butir 5 ini  juga berlaku 

interpretasi undang-undang, sebagaimana dikemukakan berikut ini.


1. Perjanjian tertulis akan ditafsirkan gramatikal. Aturan ini berkaitan dengan 

plain meaning rule, artinya kata-kata yang jelas dalam perjanjian tidak 

boleh disimpangi melalui interpretasi.

2. Hakim akan cenderung menafsirkan suatu klausula sedemikian rupa sehingga 

paling tidak memiliki  suatu efek.

3. Hakim akan menilai seluruh dokumen yang bersangkutan, jadi harus 

melakukan penafsiran sistematis.

4. Hakim akan selalu cenderung melakukan penafsiran restriktif sedemikian 

rupa sehingga kata-kata umum yang disertai contoh yang spesifik akan 

diberinya arti yang cocok dengan contoh-contoh diberikan.'

5. Efek restriktif juga dipicu  oleh penafsiran contra proferentum juga 

dirumuskan dalam Pasal 1349 KUH Perdata bahwa suatu ketentuan yang 

meragukan hams ditafsirkan atas kerugian pihak yang meminta diperjanjikannya 

sesuatu. Aturan ini penting dalam penafsiran klausula-klausuia eksonerasi.

6. Sifat restriktif juga ada  dalam aturan yang menentukan bahwa klausula 

yang tegas dalam kontrak dapat mencegah hakim untuk menerima implied 

term. Aturan ini berlandasan pada pemikiran bahwa para pihak yang telah 

mengatur hal tertentu, haruslah dianggap telah mengatur secara lengkap, 

sehingga tidak ada peluang untuk menafsirkan adanya implied term (pengertian 

secara tidak langsung).

7. Juga suatu padanan yang mumi dalam penafsiran a contrario dapat ditemukan 

dalam hukum Anglo-Amerika. Misalnya, apa yang dinamakan distinction 

yang dibuat oleh hakim untuk meniadakan pengaruh precedent. Dapat 

dianggap sebagai suatu penafsiran a contrario 

Dengan demikian, para hakim atau para pihak haruslah memperhatikan 

tentang cara-cara untuk melakukan penafsiran terhadap substansi kontrak.

G. FUNGSI KONTRAK

Fungsi kontrak dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu fungsi yuridis 

dan fungsi ekonomis. Fungsi yuridis kontrak yaitu  dapat memberi  kepastian 

hukum bagi para pihak. Sedangkan fungsi ekonomis yaitu  menggerakkan (hak 

milik) sumber daya dari nilai pemakaian  yang lebih rendah menjadi nilai yang 

lebih tinggi.

H. BIAYA DALAM PEMBUATAN KONTRAK

Pada dasarnya setiap pembuatan perjanjian memerlukan biaya. Biaya-biaya 

itu meliputi:

I. biaya penelitian meliputi biaya penentuan hak milik yang diinginkan dan biaya 

penentuan bernegosiasi;

Bab 3 Syarat-Syarat Sahnya dan Momentum Terjadinya Kontrak 45

2. biaya negosiasi, yang meliputi biaya penyiapan, biaya penulisan kontrak, dan 

biaya tawar-menawar dalam uraian yang rinci;

3. biaya monitoring, yaitu biaya penyelidikan tentang objek;

4. biaya pelaksanaan, meliputi biaya persidangan dan arbitrase;

5. biaya kekeliruan hukum, yang merupakan biaya sosial. Biaya ini akan muncul 

bila  Hakim membuat kesalahan dalam memutus suatu masalah . Hal ini akan 

membuat kesalahan pada masalah -masalah  berikutnya.


Kemukakan pengertian kontrak, menurut teori lama dan baru! 

Sebutkan unsur-unsur kontrak yang Anda ketahui!

Sebutkan jenis-jenis kontrak yang Anda ketahui!

Sebutkan penggolongan perjanjian menurut sumbernya!

Kemukakan sumber-sumber hukum kontrak Eropa Kontinental yang 

Anda ketahui!

Kemukakan pula sumber hukum kontrak menurut hukum Amerika! 

Sebutkan dan jelaskan teori-teori tentang momentum terjadinya kontrak! 

Teori manakah yang dianut oleh para hakim di negeri Belanda, yurispru­

densi atau doktrin? Jelaskan pendapat Anda!

Sebutkan dan jelaskan teori-teori ketidaksesuaian antara kehendak dan 

pernyataan!

Kemukakan latar belakang lahirnya teori ini !

Teori manakah yang paling berpengaruh pada abad ke-19?

Sebutkan bentuk kontrak yang Anda ketahui!

Sebutkan dan jelaskan bentuk kontrak tertulis!

Apakah kontrak yang dibuat oleh para pihak dapat dilakukan interprestasi? 

Jelaskan!

Sebutkan dan jelaskan jenis-jenis interpretasi yang Anda ketahui! 

Kemukakan fungsi kontrak yang Anda ketahui!


A. ISTILAH DAN PENGERTIAN KONTRAK NOMINAAT

Istilah kontrak nominaat merupakan terjemahan dari nominaat contract. 

Kontrak nominaat sama artinya dengan perjanjian bernama atau benoemde 

dalam bahasa Belanda. Kontrak nominaat merupakan perjanjian yang dikenal 

dan ada  dalam Pasal 1319 KUH Perdata. Pasal 1319 KUH Perdata berbunyi: 

’’Semua perjanjian, baik yang memiliki  nama khusus, maupun yang tidak 

dikenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan umum yang 

termuat dalam bab ini dan bab yang lalu.”

Di dalam Pasal 1319 KUH Perdata, perjanjian dibedakan menjadi dua macam, 

yaitu perjanjian bernama (nominaat) dan tidak bernama (innominaat). Perjanjian 

tidak bernama merupakan perjanjian yang timbul, tumbuh, hidup, dan berkembang 

dalam warga . Perjanjian bernama maupun tidak bernama tunduk pada 

Buku III KUH Perdata. Maksud pembedaan dalam Pasal 1319 KUH Perdata 

yaitu  bahwa ada perjanjian-perjanjian yang tidak dikuasai oleh ajaran umum 

sebagaimana ada  dalam titel-titel I, II, dan IV. Pasal 1319 KUH Perdata 

tidak lupa menyebutkan titel IV, melainkan juga diatur oleh ketentuan-ketentuan 

khusus yang tunduk untuk sebagian menyimpang dari ketentuan umum tadi, 

terutama yang dimaksudkan yaitu  isi dari titel-titel V sampai dengan XVIII. 

Ketentuan-ketentuan dalam titel ini, yang dalam praktik lazim disebut dengan 

perjanjian khusus atau perjanjian bernama 

Dari uraian di atas, dapat dikemukakan unsur perjanjian bernama, yaitu

1. perjanjian bernama ada  dalam KUH Perdata,

2. perjanjian bernama dikuasai oleh titel I, II, IV, dan V sampai dengan titel 

XVIII KUH Perdata, dan

3. perjanjian bernama jumlahnya terbatas.

B. JENIS-JENIS KONTRAK NOMINAAT

Kontrak nominaat diatur dalam Buku III KUH Perdata, yang dimulai dari 

Bab 5 sampai dengan Bab 18. Jumlah pasal yang mengatur tentang kontrak 

niminaat ini sebanyak 394 pasal. Di dalam KUH Perdata ada 15 (lima belas)

jenis kontrak nominaat, yaitu

1. jual beli,

2. tukar-menukar,

3. sewa-menyewa,

4. perjanjian melakukan pekerjaan,

5. persekutuan perdata,

6. badan hukum,

7. hibah,

8. penitipan barang,

9. pinjam pakai,

10. pinjam meminjam,

11. pemberian kuasa,

12. bunga tetap atau abadi,

13. perjanjian untung-untungan,

14. penanggungan utang, dan

15. perdamaian.

Dari ke-15 (lima belas) jenis kontrak nominaat di atas, yang akan disajikan 

dalam sub-subbab ini hanya 14 (empat belas) jenis, sedangkan yang satu jenis, 

yaitu perjanjian untuk melakukan suatu pekerjaan tidak akan dijelaskan dalam 

sub-subbab ini, sebab  perjanjian jenis ini akan dikaji dan ditelaah secara mendalam 

dalam hukum perburuhan. Keempat belas jenis kontrak ini  disajikan dalam 

subbab berikut ini.

C. JUAL BELI

1. Pengertian Jual Beli

Istilah perjanjian jual beli berasal dari terjemahan dari contract o f sale. 

Perjanjian jual beli diatur dalam Pasal 1457 s.d. Pasal 1450 KUH Perdata. Yang 

dimaksud dengan jual beli yaitu  suatu persetujuan, dengan mana pihak satu 

mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak lain untuk 

membayar harga yang dijanjikan (Pasal 1457 KUH Perdata). Esensi dari definisi 

ini penyerahan benda dan membayar harga.

Definisi ini ada kesamaannya dengan definisi yang tercantum dalam Artikel 

1493 NBW. Perjanjian jual beli yaitu  persetujuan di mana penjual mengikatkan 

dirinya untuk menyerahkan kepada pembeli suatu barang sebagai milik (en 

eigendom te leveren) dan menjaminnya (vrijwaren) pembeli mengikat diri untuk 

membayar harga yang diperjanjikan. Ada tiga hal yang tercantum dalam definisi 

ini, yaitu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan barang kepada pembeli dan 

menjaminnya, serta membayar harga.

Di dalam hukum Inggris, perjanjian jual beli (contract o f sale) dapat dibedakan 

menjadi 2 (dua) macam, yaitu sale (actual sale) dan agrement to sell, hal ini

4 8  Hukum Kontrak: Teori dan Teknik P e n y u s u n a n  Kontrak

terlihat dalam Section 1 ayat (3) dari Sale o f Goods Act 1893. Sale yaitu  suatu 

perjanjian sekaligus dengan pemindahan hak milik (compeyance), sedangkan 

agreement to sell yaitu  tidak lebih dari suatu koop overeenkomst (perjanjian 

jual beli) biasa menurut KUH Perdata. bila  dalam suatu sale si penjual me­

lakukan wanprestasi maka si pembeli dapat memakai  semua usaha  dari seorang 

pemilik, sedangkan dalam agrement to sell, si pembeli hanya memiliki  personal 

remedy (kesalahan perorangan) terhadap si penjual yang masih merupakan pemilik 

dari barangnya (penjual) jatuh pailit, barang itu masuk boedel kepailitan 

# Dalam hukum Inggris di atas terlihat, bahwa ada perbedaan prinsip antara 

sale dan agreement sale. Sale terdiri atas perjanjian jual dan pemindahan hak 

milik, agreement to sell belum tentu ada penyerahan hak milik.

Dari berbagai definisi ini , dapat penulis formulasikan definisi perjanjian 

jual beli secara lengkap. Perjanjian jual beli yaitu 

’’Suatu perjanjian yang dibuat antara pihak penjual dan pembeli. Di dalam 

perjanjian itu pihak penjual berkewajiban untuk menyerahkan objek jual beli 

kepada pembeli dan berhak menerima harga dan pembeli berkewajiban 

untuk membayar harga dan berhak menerima objek ini .”

Unsur-unsur yang tercantum dalam kedua definisi di atas yaitu 

a. adanya subjek hukum, yaitu penjual dan pembeli;

b. adanya kesepakatan antara penjual dan pembeli tentang barang dan harga;

c. adanya hak dan kewajiban yang timbul antara pihak penjual dan pembeli.

2. Momentum Terjadinya Kontrak Jual Beli

Pada dasarnya, terjadinya kontrak jual beli antara pihak penjual dan pembeli 

yaitu  pada saat terjadinya persesuaian kehendak dan pernyataan antara mereka 

tentang barang dan harga, meskipun barang itu belum diserahkan maupun harganya 

belum dibayar lunas (Pasal 1458 KUH Perdata). Walaupun telah terjadinya 

persesuaian antara kehendak dan pernyataan, namun belum tentu barang itu 

menjadi milik pembeli, sebab  harus diikuti proses penyerahaan (levering) benda. 

Penyerahan ini tergantung pada jenis bendanya.

a. Benda bergerak.

Penyerahan benda bergerak dilakukan dengan penyerahan nyata dan kunci 

atas benda ini .

b. Piutang atas nama dan benda tak bertubuh.

Penyerahan akan piutang atas nama dan benda tak bertubuh lainnya dilakukan 

dengan sebuah akta autentik atau akta di bawah tangan.

c. Benda tidak bergerak.

Untuk benda tidak bergerak, penyerahannya dilakukan dengan pengumuman 

akan akta yang bersangkutan, di Kantor Penyimpan Hipotek.

d. Benda/barang yang-sudah ditentukan (Pasal 1460 KUH Perdata). 

Benda/barang yang sudah ditentukan dijual maka barang itu saat pembelian 

menjadi tanggungan si pembeli, walaupun barang itu belum diserahkan (Pasal 

1460 KUH Perdata). Namun, ketentuan itu telah dicabut dengan SEMA 

Nomor 3 Tahun 1963, sehingga ketentuan ini tidak dapat diterapkan secara 

tegas, namun penerapannya harus memperhatikan:

(1) bergantung pada letak dan tempat beradanya barang itu, dan

(2) bergantung pada yang melakukan kesalahan atas musnahnya barang 

ini .

e. Benda menurut berat, jumlah, atau ukuran (Pasal 1461 KUH Perdata). 

Barang yang dijual menurut berat, jumlah, atau ukuran, tetap menjadi tang­

gungan si penjual hingga barang itu ditimbang, dihitung, atau diukur. Jadi, 

sejak terjadinya penimbangan, penghitungan, dan pengukuran atas barang 

maka tanggung jawab atas benda ini  beralih kepada si pembeli.

f. Jual beli tumpukan (Pasal 1462 KUH Perdata).

Jika barang yang dijual menurut tumpukan maka sejak terjadinya kesepakatan 

tentang harga dan barang maka sejak saat itulah barang-barang itu menjadi 

tanggung jawab si pembeli, walaupun barang itu belum ditimbang, dihitung, 

atau diukur.

g. Jual beli percobaan (Pasal 1463 KUH Perdata).

Jual beli percobaan merupakan jual beli dengan syarat tangguh.

h. Jual beli dengan sistem panjar (Pasal 1464 KUH Perdata).

Jual beli dengan sistem panjar merupakan suatu jual beli yang diadakan antara 

penjual dan pembeli. Di dalam jual beli itu pihak pembeli menyerahkan uang 

perschot/panjar atas harga barang, sesuai kesepakatan antara kedua belah 

pihak ini . Jual beli dengan sistem ini salah satu pihak tidak dapat meniadakan 

pembelian itu dengan menyuruh memiliki atau mengembalikan uang panjarnya.

3. Subjek dan Objek Jual Beli

Pada dasarnya semua orang atau badan hukum dapat menjadi subjek dalam 

perjanjian jual beli, yaitu bertindak sebagai penjual dan pembeli, dengan syarat 

yang bersangkutan telah dewasa dan atau sudah nikah. Namun, secara yuridis 

ada beberapa orang yang tidak diperkenankan untuk melakukan perjanjian jual 

beli, sebagaimana dikemukakan berikut ini.

a. Jual beli antara suami istri.

Pertimbangan hukum tidak diperkenankan jual beli antara suami istri yaitu  

sebab  mereka sejak terjadi perkawinan, maka sejak saat itulah terjadi 

percampuran harta, yang disebut harta bersama, kecuali ada perjanjian 

kawin. Namun, ketentuan itu ada pengecualiannya, yaitu

1) jika seorang suami atau istri menyerahkan benda-benda kepada istri 

atau kepada suaminya, dari siapa ia oleh Pengadilan telah dipisahkan

untuk memenuhi apa yang menjadi hak suami atau istri menurut hukum.

2) Jika penyerahan dilakukan oleh seorang suami kepada istrinya, juga dari 

siapa ia dipisahkan berdasar  pada suatu alasan yang sah, misalnya 

mengembalikan benda-benda si istri yang telah dijual atau uang yang 

menjadi kepunyaan istri, jika benda itu dikecualikan dari persatuan.

3) Jika si istri menyerahkan barang-barang kepada suaminya untuk melunasi 

beberapa  uang yang ia telah janjikan kepada suaminya sebagai harta 

perkawinan.

b. Jual beli oleh para Hakim, Jaksa, Advokat, Pengacara, Juru Sita, dan Notaris. 

Para pejabat ini tidak diperkenankan melakukan jual beli hanya terbatas pada 

benda-benda atau barang dalam sengketa. bila  hal itu tetap dilakukan, 

maka jual beli itu dapat dibatalkan, serta dibebankan untuk penggantian biaya, 

rugi, dan bunga.

c. Pegawai yang memangku jabatan umum.

Yang dimaksud di sini yaitu  membeli untuk kepentingan diri sendiri terhadap 

barang yang dilelang.

Yang dapat menjadi objek dalam jual beli yaitu  semua benda bergerak dan 

tidak bergerak, baik menurut tumpukan, berat, ukuran, dan timbangannya. 

Sedangkan yang tidak diperkenankan untuk diperjualbelikan yaitu 

(1) benda atau barang orang lain,

(2) barang yang tid