, yaitu
1. tahap pracontractual, yaitu adanya penawaran dan penerimaan;
2. tahap contractual, yaitu adanya persesuaian pernyataan kehendak antara
para pihak;
3. tahap post contractual, yaitu pelaksanaan perjanjian.
Artinya, kontrak yaitu suatu persetujuan antara dua orang atau
lebih tidak hanya memberi kepercayaan,namun secara bersama saling
pengertian untuk melakukan sesuatu pada masa mendatang oleh seseorang
atau keduanya dari mereka.
Pendapat ini tidak hanya mengkaji definisi kontrak,namun ia juga menentukan
unsur-unsur yang harus dipenuhi susaha suatu transaksi dapat disebut kontrak.
Ada tiga unsur kontrak, yaitu
1. The agreement fact between the parties (adanya kesepakatan tentang
fakta antara kedua belah pihak);
2. The agreement as writen (persetujuan dibuat secara tertulis);
3. The set o f rights and duties created by (1) and (2) (adanya orang yang
berhak dan berkewajiban untuk membuat: (1) kesepakatan dan (2) persetujuan
tertulis).
Di dalam Black’s Law Dictionary, yang diartikan dengan contract yaitu
An agreement between two or more person which creates an obligation
to do or not to do particular thing. Artinya, kontrak yaitu suatu persetujuan
antara dua orang atau lebih, di mana memicu sebuah kewajiban untuk
melakukan atau tidak melakukan sesuatu secara sebagian.
Inti definisi yang tercantum dalam Black’s Law Dictionary bahwa kontrak
dilihat sebagai persetujuan dari para pihak untuk melaksanakan kewajiban, baik
melakukan atau tidak melakukan secara sebagian.
Satu hal yang kurang dalam berbagai definisi kontrak yang dipaparkan di
atas, yaitu bahwa para pihak dalam kontrak hanya semata-mata orang perorangan
semata-mata.namun dalam praktiknya, bukan hanya orang perorang yang
membuat kontrak, termasuk juga badan hukum yang merupakan subjek hukum.
Dengan demikian, definisi itu, perlu dilengkapi dan disempurnakan. Menurut penulis,
bahwa kontrak atau perjanjian merupakan:
’’Hubungan hukum antara subjek hukum yang satu dengan subjek hukum yang
lain dalam bidang harta kekayaan, di mana subjek hukum yang satu berhak atas
prestasi dan begitu juga subjek hukum yang lain berkewajiban untuk melaksanakan
prestasinya sesuai dengan yang telah disepakatinya.”
Unsur-unsur yang tercantum definisi yang terakhir ini yaitu sebagai berikut.
1. Adanya hubungan hukum.
Hubungan hukum merupakan hubungan yang memicu akibat hukum.
Akibat hukum yaitu timbulnya hak dan kewajiban.
2. Adanya subjek hukum.
Subjek hukum, yaitu pendukung hak dan kewajiban.
3. Adanya prestasi.
Prestasi terdiri atas melakukan sesuatu, berbuat sesuatu, dan tidak berbuat
sesuatu.
4. Di bidang harta kekayaan.
B. JENIS-JENIS KONTRAK
Para ahli di bidang kontrak tidak ada kesatuan pandangan tentang pembagian
kontrak. Ada ahli yang mengkajinya dari sumber hukumnya, namanya, bentuknya,
aspek kewajibannya, maupun aspek larangannya. Berikut ini disajikan jenis-jenis
kontrak berdasar pembagian di atas.
1. Kontrak Menurut Sumber Hukumnya
Kontrak berdasar sumber hukumnya merupakan penggolongan kontrak
yang didasarkan pada tempat kontrak itu ditemukan. Sudikno Mertokusumo
menggolongkan perjanjian (kontrak) dari sumber hukumnya. Ia membagi jenis
perjanjian (kontrak) menjadi lima macam, yaitu
a. perjanjian yang bersumber dari hukum keluarga, seperti nalnya perkawinan;
b. perjanjian yang bersumber dari kebendaan, yaitu yang berhubungan dengan
peralihan hukum benda, misalnya peralihan hak milik;
c. perjanjian obligatoir, yaitu perjanjian yang memicu kewajiban;
d. perjanjian yang bersumber dari hukum acara, yang disebut dengan bewijsove-
reenkomst;
e. perjanjian yang bersumber dari hukum publik, yang disebut dengan publieck-
rechtelijke overeenkomst.
Bab 3
2. Kontrak Menurut Namanya
Penggolongan ini didasarkan pada nama perjanjian yang tercantum di dalam
Pasal 1319 KUH Perdata dan Artikel 1355 NBW. Di dalam Pasal 1319 KUH
Perdata dan Artikel 1355 NBW hanya disebutkan dua macam kontrak menurut
namanya, yaitu kontrak nominaat (bernama) dan kontrak innominaat (tidak
bernama). Kontrak nominaat yaitu kontrak yang dikenal dalam KUH Perdata.
Yang termasuk dalam kontrak nominaat yaitu jual beli, tukar-menukar, sewa-
menyewa, persekutuan perdata, hibah, penitipan barang, pinjam pakai, pinjam-
meminjam, pemberian kuasa, penanggungan utang, perdamaian, dan lain-lain.
Sedangkan kontrak innominaat yaitu kontrak yang timbul, tumbuh, dan
berkembang dalam warga . Jenis kontrak ini belum dikenal dalam KUH
Perdata. Yang termasuk dalam kontrak innominaat yaitu leasing, beli sewa,
franchise, kontrak rahim, joint venture, kontrak karya, keagenan, production
sharing, dan lain-lain. Namun, Vollmar mengemukakan kontrak jenis yang ketiga
antara bernama dan tidak bernama, yaitu kontrak campuran Kontrak campuran, yaitu kontrak atau perjanjian yang tidak hanya
diliputi oleh ajaran umum (tentang perjanjian) sebagaimana yang ada dalam
titel I, II, dan IV, sebab kekhilafan, titel yang terakhir ini (titel IV) tidak disebut
oleh Pasal 1355 NBW,namun ada hal mana juga ada ketentuan-ketentuan
khusus untuk sebagian menyimpang dari ketentuan umum.
Contoh kontrak campuran, pengusaha sewa rumah penginapan (hotel)
menyewakan kamar-kamar (sewa-menyewa),namun juga menyediakan makanan
(jual beli), dan menyediakan pelayanan (perjanjian untuk melakukan jasa-jasa).
Kontrak campuran disebut juga dengan contractus sui generis, yaitu ketentuan-
ketentuan yang mengenai perjanjian khusus paling banter dapat diterapkan secara
analogi (Arrest HR 10 Desember 1936) atau orang menerapkan teori absorpsi
(absorptietheorie), artinya diterapkanlah peraturan perundang-undangan dari
perjanjian, dalam peristiwa yang terjadi merupakan peristiwa yang paling menonjol
(HR, 12 April 1935), sedangkan dalam tahun 1947 Hoge Raad menyatakan diri
(HR, 21 Februari 1947) secara tegas sebagai penganut teori kombinasi.
3. Kontrak Menurut Bentuknya
Di dalam KUH Perdata, tidak disebutkan secara sistematis tentang bentuk
kontrak. Namun bila kita menelaah berbagai ketentuan yang tercantum dalam
KUH Perdata maka kontrak menurut bentuknya dapat dibagi menjadi dua macam,
yaitu kontrak lisan dan tertulis. Kontrak lisan yaitu kontrak atau perjanjian
yang dibuat oleh para pihak cukup dengan lisan atau kesepakatan para pihak
(Pasal 1320 KUH Perdata). Dengan adanya konsensus maka perjanjian itu
telah terjadi. Termasuk dalam golongan ini yaitu perjanjian konsensual dan riil.
Pembedaan ini diilhami dari hukum Romawi. Dalam hukum Romawi, tidak
hanya memerlukan adanya kata sepakat,namun perlu diucapkan kata-kata dengan
yang suci dan juga harus didasarkan atas penyerahan nyata dari suatu benda.
Perjanjian konsensual yaitu suatu perjanjian terjadi bila ada kesepakatan
para pihak. Sedangkan perjanjian riil yaitu suatu perjanjian yang dibuat dan
dilaksanakan secara nyata.
Kontrak tertulis merupakan kontrak yang dibuat oleh para pihak dalam
bentuk tulisan. Hal ini dapat kita lihat pada perjanjian hibah yang harus dilakukan
dengan akta notaris (Pasal 1682 KUH Perdata). Kontrak ini dibagi menjadi dua
macam, yaitu dalam bentuk akta di bawah tangan dan akta notaris. Akta di
bawah tangan yaitu akta yang cukup dibuat dan ditandatangani oleh para
pihak. Sedangkan akta autentik merupakan akta yang dibuat oleh atau di hadapan
notaris. Akta yang dibuat oleh Notaris itu merupakan akta pejabat. Contohnya,
berita acara Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dalam sebuah PT. Akta
yang dibuat di hadapan notaris merupakan akta yang dibuat oleh para pihak di
hadapan notaris. Di samping itu, dikenal juga pembagian menurut bentuknya
yang lain, yaitu perjanjian standar. Perjanjian standar merupakan perjanjian yang
telah dituangkan dalam bentuk formulir.
4. Kontrak Timbal Balik
Penggolongan ini dilihat dari hak dan kewajiban para pihak. Kontrak timbal
balik merupakan perjanjian yang dilakukan para pihak memicu hak dan
kewajiban-kewajiban pokok seperti pada jual beli dan sewa-menyewa. Perjanjian
timbal balik ini dibagi menjadi dua macam, yaitu timbal ba'ik tidak sempurna dan
yang sepihak.
a. Kontrak timbal balik tidak sempurna memicu kewajiban pokok bagi satu
pihak, sedangkan lainnya wajib melakukan sesuatu. Di sini tampak ada prestasi-
prestasi yang seimbang satu sama lain. Misalnya, si penerima pesan senantiasa
berkewajiban untuk melaksanakan pesan yang dikenakan atas pundaknya
oleh orang pemberi pesan. bila si penerima pesan dalam melaksanakan
kewajiban-kewajiban ini telah mengeluarkan biaya-biaya atau olehnya
telah diperjanjikan upah, maka pemberi pesan harus menggantinya.
b. Perjanjian sepihak merupakan perjanjian yang selalu memicu kewajiban-
kewajiban hanya bagi satu pihak. Tipe perjanjian ini yaitu perjanjian pinjam
mengganti.
Pentingnya pembedaan di sini yaitu dalam rangka pembubaran perjanjian.
5. Perjanjian Cuma-Cuma atau dengan Alas Hak yang Membebani
Penggolongan ini didasarkan pada keuntungan salah satu pihak dan adanya
prestasi dari pihak lainnya. Perjanjian cuma-cuma merupakan perjanjian, yang
menurut hukum hanyalah memicu keuntungan bagi salah satu pihak.
Contohnya, hadiah dan pinjam pakai. Sedangkan perjanjian dengan alas hak
yang membebani merupakan perjanjian, di samping prestasi pihak yang satu
senantiasa ada prestasi (kontra) dari pihak lain, yang menurut hukum saling
berkaitan. Misalnya, A menjanjikan kepada B suatu jumlah tertentu, jika B
menyerahkan sebuah benda tertentu pula kepada A.
6. Perjanjian berdasar Sifatnya
Penggolongan ini didasarkan pada hak kebendaan dan kewajiban yang
ditimbulkan dari adanya perjanjian ini . Perjanjian menurut sifatnya dibagi
menjadi dua macam, yaitu perjanjian kebendaan (zakelijke overeenkomst) dan
peijanjian obligatoir. Peijanjian kebendaan yaitu suatu perjanjian, yang ditimbulkan
hak kebendaan, diubah atau dilenyapkan, hal demikian untuk memenuhi perikatan.
Contoh perjanjian ini yaitu perjanjian pembebanan jaminan dan penyerahan
hak milik. Sedangkan perjanjian obligatoir merupakan perjanjian yang memicu
kewajiban dari para pihak.
Di samping itu, dikenal juga jenis perjanjian dari sifatnya, yaitu perjanjian
pokok dan perjanjian accesoir. Perjanjian pokok merupakan perjanjian yang
utama, yaitu perjanjian pinjam-meminjam uang, baik kepada individu maupun
pada lembaga perbankan. Sedangkan perjanjian accesoir merupakan perjanjian
tambahan, seperti perjanjian pembebanan hak tanggungan atau fidusia.
7. Perjanjian dari Aspek Larangannya
Penggolongan perjanjian berdasar larangannya merupakan penggolongan
perjanjian dari aspek tidak diperkenankannya para pihak untuk membuat perjanjian
yang bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum. Ini
dipicu perjanjian itu mengandung praktik monopoli dan atau persaingan
usaha tidak sehat.
Di dalam UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli
dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, perjanjian yang dilarang dibagi menjadi 13
(tiga belas) jenis, sebagaimana disajikan berikut ini.
a. Perjanjian oligopoli, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha dengan
pelaku usaha lainnya untuk secara bersama melakukan penguasaan produksi
dan atau pemasaran barang atau jasa. Perjanjian ini dapat memicu
terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan tidak sehat.
b. Perjanjian penetapan harga, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha
dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang
dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggaran pada
pasar yang bersangkutan sama. Pengecualian dari ketentuan ini yaitu
(1) suatu perjanjian yang dibuat usaha patungan, dan
(2) suatu perjanjian yang didasarkan pada undang-undang yang berlaku.
c. Perjanjian dengan harga berbeda, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku-
pelaku usaha yang memicu pembeli yang satu harus membayar
dengan harga berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain
untuk barang atau jasa yang berbeda.
d. Perjanjian dengan harga di bawah harga pasar, yaitu perjanjian yang dibuat
antara pelaku usaha dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan
harga yang berada di bawah harga pasar, perjanjian ini dapat memicu
terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
e. Perjanjian yang memuat persyaratan, yaitu perjanjian yang dibuat antara
pelaku usaha dengan pelaku usaha lainnya yang memuat persyaratan bahwa
penerima barang dan atau jasa tidak akan menjual atau memasok kembali
barang dan atau jasa yang diterimanya. Tindakan itu dilakukan dengan harga
yang lebih rendah dibandingkan harga yang telah diperjanjikan sehingga dapat
memicu terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
f. Perjanjian pembagian wilayah, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku
usaha dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan untuk membagi
wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap barang dan atau jasa.
Perjanjian ini dapat memicu terjadinya praktik monopoli dan atau
persaingan tidak sehat.
g. Perjanjian pemboikotan, yaitu suatu perjanjian yang dilarang, yang dibuat
pelaku usaha dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menghalangi pelaku
usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar
dalam negeri maupun luar negeri.
h. Perjanjian kartel, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha dengan
pelaku usaha pesaingnya, yang bermaksud untuk mempengaruhi harga
dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa,
yang dapat memicu terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan
usaha tidak sehat.
i. Perjanjian trust, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha dengan
pelaku usaha lain untuk melakukan kerja sama dengan membentuk gabungan
perusahaan atau perseroan yang lebih besar, dengan tetap menjaga dan
mempertahankan kelangsungan hidup masing-masing perseroan anggotanya.
Perjanjian ini bertujuan untuk mengontrol produksi dan atau pemasaran atas
barang dan atau jasa, sehingga dapat memicu terjadinya praktik
monopoli dan atau persaingan tidak sehat.
j. Perjanjian oligopsoni, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha dengan
pelaku usaha lain yang bertujuan untuk secara bersama-sama menguasai
pembelian atau penerimaan pasokan agar dapat mengendalikan harga atas
barang dan atau jasa dalam pasar yang bersangkutan. Perjanjian ini dapat
memicu terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak
sehat.
k. Perjanjian integrasi vertikal, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha
dengan pelaku usaha lain, yang bertujuan untuk menguasai produksi beberapa
produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan/atau jasa tertentu.
Setiap rangkaian produksi itu merupakan hasil pengolahan atau proses lanjutan,
baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung yang dapat
memicu terjadinya persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan
warga .
l. Perjanjian tertutup, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha dengan
pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima
barang dan atau jasa hanya akan memasok kembali barang dan atau jasa
ini kepada pihak dan atau pada tempat tertentu.
m. Perjanjian dengan pihak luar negeri, yaitu perjanjian yang dibuat antara
pelaku usaha dengan pihak lainnya di luar negeri yang memuat ketentuan
yang dapat memicu terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan
tidak sehat.
Di samping uraian di atas, di dalam Hukum Kontrak Amerika dikenal pula
perjanjian yang didasarkan pada metodenya ,
Pembagian ini didasarkan pada suatu cara (metode) untuk menentukan kesepakatan
dan tindakan simbolik lainnya dalam pelaksanaan perjanjian. Perjanjian menurut
metodenya dibagi menjadi tiga macam, sebagaimana disajikan berikut ini.
1. Perjanjian pasti (certain) dan penuh risiko/berbahaya (hasardoz)
Perjanjian pasti (khusus) dilakukan tergantung dari kemauan para pihak
atau kapan suatu kegiatan dilakukan. Perjanjian ini dilakukan sesudah ada
kesepakatan para pihak. Perjanjian penuh risiko, yaitu perjanjian yang
dilakukan tanpa adanya kemauan dan pembicaraan yang khusus sebelumnya.
2. Perjanjian komutatif dan berdiri sendiri
Perjanjian komutatif dilakukan tergantung dari apa yang dilakukan, diberikan,
atau sesudah ada perjanjian sebelumnya dengan para pihak. Sedangkan
perjanjian berdiri sendiri, dilakukan sesudah ada tindakan saling pengertian
dan pertimbangan sebelumnya.
3. Perjanjian konsensual dan nyata
Perjanjian konsensual yaitu suatu perjanjian yang dilakukan atas dasar
persetujuan bersama antara para pihak, tanpa formalitas lain atau tindakan
simbolik yang menjelaskan secara detail tentang tanggung jawab ini .
Sedangkan perjanjian nyata yaitu suatu perjanjian yang dapat dilaksanakan
secara nyata oleh para pihak.
Dari berbagai jenis perjanjian yang dipaparkan di atas maka jenis atau
pembagian yang paling asasi yaitu pembagian berdasar namanya, yaitu
kontrak nominaat dan innominaat. Dari kedua perjanjian ini maka lahirlah
perjanjian-perjanjian jenis lainnya, seperti segi bentuknya, sumbernya, maupun
dari aspek hak dan kewajiban. Misalnya, perjanjian jual beli maka lahirlah
perjanjian konsensual, perjanjian obligatoir, dan lain-lain.
C. SYARAT-SYARAT SAHNYA KONTRAK
Syarat sahnya kontrak dapat dikaji berdasar hukum kontrak yang ada
di dalam KUH Perdata (civil law) dan hukum kontrak Amerika.
1. Menurut KUH Perdata (Civil Law)
Dalam hukum Eropa Kontinental, syarat sahnya perjanjian diatur dalam
Pasal 1320 KUH Perdata atau Pasal 1365 Buku IV NBW (BW Baru) Belanda.
Pasal 1320 KUH Perdata menentukan empat syarat sahnya perjanjian, yaitu
(1) adanya kesepakatan kedua belah pihak,
(2) kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum,
(3) adanya objek, dan
(4) adanya kausa yang halal.
Keempat hal itu, dikemukakan berikut ini.
a. Kesepakatan (Toesteming/Izin) Kedua Belah Pihak
Syarat yang pertama sahnya kontrak yaitu adanya kesepakatan atau
konsensus pada pihak. Kesepakatan ini diatur dalam Pasal 1320 ayat (1)
KUH Perdata. Yang dimaksud dengan kesepakatan yaitu persesuaian
pernyataan kehendak antara satu orang atau lebih dengan pihak lainnya.
Yang sesuai itu yaitu pernyataannya, sebab kehendak itu tidak dapat
dilihat/diketahui orang lain. Ada lima cara terjadinya persesuaian pernyataan
kehendak, yaitu dengan:
1) bahasa yang sempurna dan tertulis;
2) bahasa yang sempurna secara lisan;
3) bahasa yang tidak sempurna asal dapat diterima oleh pihak lawan.
sebab dalam kenyataannya seringkah seseorang menyampaikan dengan
bahasa yang tidak sempurnanamun dimengerti oleh pihak lawannya;
4) bahasa isyarat asal dapat diterima oleh pihak lawannya;
5) diam atau membisu,namun asal dipahami atau diterima pihak lawan
Pada dasarnya, cara yang paling banyak dilakukan oleh para pihak, yaitu
dengan bahasa yang sempurna secara lisan dan secara tertulis. Tujuan
pembuatan perjanjian secara tertulis yaitu agar memberi kepastian
hukum bagi para pihak dan sebagai alat bukti yang sempurna, di kala
timbul sengketa di kemudian hari.
b. Kecakapan Bertindak
Kecakapan bertindak yaitu kecakapan atau kemampuan untuk melakukan
perbuatan hukum. Perbuatan hukum yaitu perbliatan yang akan me
nimbulkan akibat hukum. Orang-orang yang akan mengadakan perjanjian
haruslah orang-orang yang cakap dan memiliki wewenang untuk
melakukan perbuatan hukum, sebagaimana yang ditentukan oleh undang-
undang. Orang yang cakap dan berwenang untuk melakukan perbuatan
hukum yaitu orang yang sudah dewasa. Ukuran kedewasaan yaitu telah
berumur 21 tahun dan atau sudah kawin. Orang yang tidak berwenang
untuk melakukan perbuatan hukum:
1) anak di bawah umur (minderjarigheid),
2) orang yang ditaruh di bawah pengampuan, dan
3) istri (Pasal 1330 KUH Perdata). Akannamun dalam perkembangannya
istri dapat melakukan perbuatan hukum, sebagaimana yang diatur dalam
Pasal 31 UU Nomor 1 Tahun 1974 jo. SEMA No. 3 Tahun 1963.
c. Adanya Objek Perjanjian (Onderwerp der Overeenskomst)
Di dalam berbagai literatur disebutkan bahwa yang menjadi objek perjanjian
yaitu prestasi (pokok perjanjian). Prestasi yaitu apa yang menjadi
kewajiban debitur dan apa yang menjadi hak kreditur , Prestasi ini terdiri dari perbuatan positif
dan negatif. Prestasi terdiri atas:
(1) memberi sesuatu,
(2) . berbuat sesuatu, dan
(3) tidak berbuat sesuatu (Pasal 1234 KUH Perdata).
Misalnya, jual beli rumah. Yang menjadi prestasi/pokok perjanjian yaitu
menyerahkan hak milik atas rumah dan menyerahkan uang harga dari
pembelian rumah itu. Contoh lainnya, dalam perjanjian kerja maka yang
menjadi pokok perjanjian yaitu melakukan pekerjaan dan membayar upah.
Prestasi itu harus dapat ditentukan, dibolehkan, dimungkinkan, dan dapat
dinilai dengan uang. Dapat ditentukan artinya di dalam mengadakan
perjanjian, isi perjanjian harus dipastikan dalam arti dapat ditentukan secara
cukup. Misalnya, A membeli lemari pada B dengan harga Rp500.000,00. Ini
berarti bahwa objeknya itu yaitu lemari, bukan benda lainnya.
d. Adanya Causa yang Halal (Geoorloofde Oorzaak)
Dalam Pasal 1320 KUH Perdata tidak dijelaskan pengertian orzaak (causa
yang halal). Di dalam Pasal 1337 KUH Perdata hanya disebutkan causa
yang terlarang. Suatu sebab yaitu terlarang bila bertentangan dengan
undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum. Hoge Raad sejak tahun
1927 mengartikan orzaak sebagai sesuatu yang menjadi tujuan para pihak.
Contoh A menjual sepeda motor kepada B. Akannamun , sepeda motor yang
dijual oleh A itu yaitu barang hasil curian. Jual beli seperti itu tidak mencapai
tujuan dari pihak B. sebab B menginginkan barang yang dibelinya itu
barang yang sah.
Syarat yang pertama dan kedua disebut syarat subjektif, sebab menyangkut
pihak-pihak yang mengadakan perjanjian. Sedangkan syarat ketiga dan
keempat disebut syarat objektif, sebab menyangkut objek perjanjian.
bila syarat pertama dan kedua tidak terpenuhi maka perjanjian itu dapat
dibatalkan. Artinya, bahwa salah satu pihak dapat mengajukan kepada
Pengadilan untuk membatalkan perjanjian yang disepakatinya.namun bila
para pihak tidak ada yang keberatan maka perjanjian itu tetap dianggap sah.
Syarat ketiga dan keempat tidak terpenuhi maka perjanjian itu batal demi
hukum. Artinya, bahwa dari semula perjanjian itu dianggap tidak ada.
2. Menurut Hukum Kontrak Amerika
Di dalam hukum kontrak (law o f contract) Amerika ditentukan empat syarat
sahnya kontrak, yaitu
1) adanya offer (penawaran) dan acceptance (penerimaan),
2) metting o f minds (persesuaian kehendak),
3) consideration (prestasi), dan
4) competent paries and legal subject matter (kemampuan hukum para pihak
dan pokok persoalan yang sah). Keempat hal ini, dijelaskan berikut ini.
a. Offer dan Acceptance (Penawaran dan Penerimaan)
Setiap kontrak pasti dimulai dengan adanya offer (penawaran) dan acceptance
(penerimaan). Yang diartikan dengan offer (penawaran) yaitu suatu janji
untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu secara khusus pada masa
yang akan datang. Penawaran ini ditujukan kepada setiap orang.
Yang berhak dan berwenang mengajukan penawaran yaitu setiap orang
yang layak dan memahami apa yang dimaksudkan. Ada 5 (lima) syarat
adanya penawaran, yaitu
1) adanya konsiderasi (prestasi),
2) sesuai dengan undang-undang,
3) under one o f the special rules relating to the revocation o f a
wiilateral contract,
4) under doctrine o f promissory estoppel, dan
5) by virtue o f a sealed instrument.
Penawaran yang disampaikan kepada para khalayak, akan menghasilkan dua
macam kontrak, yaitu
1) kontrak bilateral, dan
2) kontrak unilateral.
Kontrak bilateral, yaitu kontrak yang diadakan antara dua orang. Dalam
kontrak itu kedua belah pihak harus memenuhi janjinya. Sedangkan kontrak
unilateral yaitu penawaran yang membutuhkan tindakan saja, sebab berisi
satu janji dari satu pihak saja.
Pada prinsipnya penawaran tetap terbuka sepanjang belum berakhirnya waktu
atau belum dicabut. Suatu penawaran akan berakhir, bila :
1) si pemberi tawaran (penawaran) atau penerima tawaran sakit ingatan
atau meninggal dunia sebelum terjadi penerimaan penawaran,
2) penawaran dicabut, dalam hal ini pihak penawar harus memberitahukan
sebelum penawaran diterima. Jika suatu penawaran ditentukan dalam
waktu tertentu maka penawaran ini tidak dapat dicabut sebelum
waktunya berakhir, dan
3) penerima tawaran tidak menerima tawaran,namun membuat suatu kontra
penawaran. Sebagai contoh Carter menawarkan mobilnya seharga $900,
Dealer menjawab dengan surat hendak membeli mobil itu seharga
$700, penawaran asli yang $900 telah berakhir dan tidak bisa diterima
oleh Dealer kecuali Carter membuat penawaran baru.
Acceptance yaitu kesepakatan dari pihak penerima dan penawar tawaran
untuk menerima persyaratan yang diajukan oleh penawar. Penerimaan itu
harus disampaikan penerima tawaran kepada penawar tawaran. Penerimaan
itu harus bersifat absolut dan tanpa syarat atas tawaran itu. Penerimaan
yang belum disampaikan kepada pemberi tawaran, belum berlaku sebagai
penerimaan tawaran. Akannamun , dalam perundingan yang dilakukan dengan
korespondensi, penerimaan yang dikirim dengan media yang sama dianggap
sudah disampaikan. Dalam pelelangan umum diatur dengan prosedur khusus.
Bilamana memungkinkan, baik tawaran maupun penerimaan tawaran sebaik
nya dinyatakan secara tertulis dan jelas. Lagi pula, suatu penerimaan kalau
dapat harus diterima sendiri, serta jangan sampai membuat atau memberi
penawaran yang belum dapat diketahui tindakannya.
b. Metting o f Minds (Persesuaian Kehendak)
Penawaran dan penerimaan antara kedua belah pihak dapat menghasilkan
bentuk luar dari sebuah kontrak,namun tidak berarti bahwa kontrak itu
dikatakan sah. Yang harus diperhatikan susaha kontrak itu dikatakan sah
yaitu adanya metting o f mind, yaitu adanya persesuaian pernyataan
kehendak antara para pihak tentang objek kontrak. bila objeknya jelas
maka kontrak itu dikatakan sah. Persesuaian kehendak itu harus dilakukan
secara jujur,namun bila kontrak itu dilakukan dengan adanya penipuan
(fraud), kesalahan (mistake), paksaan (durress), dan penyalahgunaan
keadaan (undu influence) maka kontrak itu menjadi tidak sah, dan kontrak
itu dapat dibatalkan (Jesse S Rafhael, 1962: 15). Keempat hal itu dikemukakan
berikut ini.
1) Fraude (penipuan)
Fraude (penipuan) yaitu dengan sengaja mengajukan gambaran atau
fakta yang salah untuk memasuki hubungan kontrak. Untuk itu pihak
yang tidak bersalah harus bersandar pada gambaran yang salah tadi
dan secara finansial, pihak yang merugikan orang lain wajib membayar
ganti rugi. Kalau sekiranya orang yang tidak bersalah tadi tahu bahwa
objek kontrak rusak maka ia tidak akan menutup kontrak ini .
yaitu sangat adil dan tepat bila pihak yang menggugat fraucle
mendapat kesempatan untuk fakta-fakta hukum tentang
objek ini . Sebagai contoh Charles membeli mobil bekas seharga
$ 500,- yang ternyata radiatornya rusak dan tidak dapat diperbaiki lagi.
Dalam membeli mobil ini Charles melihat pernyataan Dealer bahwa
mobil itu diubah menjadi mobil baru dan baru menempuh/berjalan kurang
dari 20.000 mil. Kemudian ia mendapat keterangan dari bekas pemilik
bahwa pemilik lama membeli mobil ini sudah dipakai 25.000 mil
dan bekas pemilik memakai sejauh 30.000 mil. Jadi, yang salah yaitu
pernyataan Dealer bahwa pemilik lama membeli dalam keadaan masih
baru, padahal sudah dipakai sejauh 20.000 mil.
Penipuan yang tampak pada masalah itu yaitu pernyataan dari Dealer
bahwa yang dijual baru, sedangkan dari pemilik awal bahwa mobil itu
yaitu mobil bekas.
2) Mistake (kesalahan)
Salah satu unsur lain yang membatalkan kontrak, yaitu adanya mistake
(kesalahan). Mistake, yaitu jika dua pihak yang mengadakan kontrak
dengan fakta yang ternyata salah maka pihak tadi dapat membatalkan
kontrak sesudah mengetahui fakta yang sebenarnya. Sebagai contoh Mrs.
Childs baru mendapat surat dari pemerintah yang mengatakan bahwa
suaminya yang bertugas di Polandia dan tidak terdengar beritanya bahwa
suaminya benar-benar meninggal dunia. Saat Mrs. Childs ditinggalkan
suaminya ada polis asuransi jiwa senilai $ 50.000. sebab ia tidak
dapat membuktikan kematian suaminya dan tidak membayar bukti polis
maka Mrs. Childs menurunkan nilai polis menjadi $ 10.000 dengan imbalan
pihak asuransi tidak menuntut premi atas polis yang diturunkan itu. Mrs.
Childs dapat memperoleh uang $ 50.000 atas kontrak asuransi asli
(pertama) sebab pada saat kontrak asuransi kedua dibuat kedua pihak
berada dalam anggapan yang salah di mana suaminya masih hidup.
3) Durres (paksaan)
Durres terjadi bila salah satu pihak lain menyetujui kontrak dengan
ancaman penjara, jiwa, atau badan. Ancaman ini dapat saja dilakukan
terhadap dirinya, keluarganya, dan ancamannya tidak bersifat fisik,
misalnya ancaman untuk membuat bangkrut atau tidak mendapatkan
kekayaan yang menjadi haknya. Emanuel dan Knowles mengkategorikan
duress menjadi empat macam, yaitu
(1) kekerasan atau ancaman pemakaian kekerasan,
(2) pemenjaraan atau ancaman memenjarakan,
(3) mengambil atau menguasai barang pihak lain secara tidak sah, atau
ancaman melakukan demikian, dan
(4) ancaman untuk melanggar kontrak atau untuk melakukan tindakan-
tindakan yang tidak sah (dalam Djasadin Saragih, 1993: 16). Bentuk
duress yang paling sering terjadi yaitu bila salah satu pihak
mengancam untuk melanggar kontrak bila kontrak itu tidak diubah
demi keuntungannya, atau bila tidak dibuat kontrak baru.
4) Undue inpluence (penyalahgunaan keadaan)
Ajaran undue inpluence (penyalahgunaan keadaan) pertama kali muncul
pada abad ke-15 di Inggris, yang didasarkan pada equity. Equity ini
muncul sebab dalam common law tidak mengatur paksaan secara
batiniah. Yang dikenal dalam common law hanya paksaan secara fisik
sebagai faktor pengganggu. Untuk mengantisipasi hal itu, Court o f
Chancerry mengeluarkan putusan undue inpluence, yang merupakan
moral imperative (paksaan moral). Di negeri Belanda ajaran ini mulai
diterapkan oleh hakim pada tahun 1957 dalam masalah Bovag II.
Pada hakikatnya ajaran penyalahgunaan keadaan bertumpu pada hal
berikut, yaitu
a) penyalahgunaan keunggulan ekonomi, dan
b) penyalahgunaan kejiwaan ,
Rutinga menyebutkan inti penyalahgunaan keunggulan ekonomis terletak
Inequality o f bargaining power, yaitu ketidakseimbangan kekuatan dalam
melakukan tawar-menawar atau perundingan antara pihak ekonomi kuat
terhadap pihak ekonomi lemah. Ada dua persyaratan dasar dalam
penyalahgunaan keunggulan ekonomis, yaitu
(1) satu pihak memiliki keunggulan ekonomis, dan
(2) pihak lain terpaksa mengadakan perjanjian.
Sedangkan penyalahgunaan keunggulan kejiwaan terjadi bila salah
satu pihak menyalahgunakan ketergantungan relatif atau keadaan jiwa
yang istimewa dari pihak lain. Pihak yang dirugikan dibujuk untuk
melakukan perbuatan hukum yang sama sekali tidak dikehendakinya,
seperti misalnya status sosial, hubungan dokter-pasien, pengacara dan
klien, dan lain-lain.
c. Consideration (Konsiderasi)
Susaha kontrak dapat dikatakan sah dan memiliki kekuatan mengikat,
haruslah didukung dengan konsiderasi (concideration).
Menurut sejarahnya, bahwa doktrin konsiderasi sudah berumur ratusan tahun.
Ini tidak dianggap sebagai unsur penting untuk membuat kontrak. Dulu, semua
hak yang di laksanakan dibagi menjadi beberapa kategori yang terbatas. Untuk
pelanggaran masing-masing kategori pengadilan menyediakan formulir yang
dikenal sebagai Surat Perintah {writ). sesudah berbagai macam writ ada,
pengadilan enggan untuk menggandakannya. Yang tersisa dalam kontrak yaitu
writ perjanjian. Writ ini baru dapat dilaksanakan hanya sesudah dibuat secara
tertulis dan dibuat di atas segel oleh para pihak yang mengadakan kontrak.
Kontrak yang dibuat dengan writ dinamakan perjanjian {kovenan) dan bersifat
mengikat para pihak. Kendati demikian, sejalan dengan pertumbuhan
perdagangan dan perniagaan, desakan untuk pelaksanaan kontrak yang sah
tidak perlu dibuat di atas segel. Untuk itu pengadilan memeriksa writ yang
ada untuk melihat apakah bisa dipakai atau tidak.
Mengenai pengertian konsiderasi itu sendiri belum ada kesepakatan para ahli.
Ada ahli yang mengartikan bahwa konsiderasi merupakan motive atau alasan
untuk membuat kontrak
mengartikan konsiderasi yaitu
’’Penghentian hak (sah) oleh satu pihak dengan imbalan janji dari pihak
lain. Jika seorang membuat janji dengan menghentikan salah satu hak
dari yang mendapat janji, janji tadi secara sah mengikat sebab ditunjang
oleh konsiderasi.”
Pendapat lain mengatakan bahwa konsiderasi disamakan artinya dengan
prestasi, yaitu sebagai sesuatu yang diberikan, dijanjikan, atau dilakukan
secara timbal balik. Perbuatan, sikap tidak berbuat atau janji dari masing-
masing pihak yaitu harga bagi yang telah dibeli oleh pihak lainnya.
Konsiderasi dapat berupa akan dilaksanakan atau sudah dilaksanakan
Pendapat Jesse S. Raphael dan Abdul Kadir Muhammad ini ada kesamaannya,
yaitu bahwa konsiderasi merupakan prestasi, sebab masing-masing
melaksanakan prestasi secara timbal balik. Konsiderasi (prestasi) harus
berwujud dan memiliki nilai. bila tidak memiliki nilai, maka tidak
ada perjanjian.
d. Competent Parties and Legal Subject Matter (Kemampuan dan Keabsahan
tentang Subjek)
Competent parties yaitu kemampuan dan kecakapan dari subjek hukum
untuk melakukan kontrak. Sedangkan legal subject matter, yaitu keabsahan
dari pokok persoalan.
Di dalam sistem hukum Amerika, pengadilan membedakan kemampuan
tentang legalitas dari seorang untuk membuat kontrak. Orang yang dapat
membuat kontrak harus sudah cukup umur. Masing-masing negara bagian
tidak sama tentang umur kedewasaan. Ada yang menentukan 21 tahun
untuk semua jenis kelamin dan ada juga negara Bagian yang menentukan
21 tahun untuk laki-laki dan 18 tahun untuk wanita. Sedangkan orang yang
tidak berwenang untuk membuat kontrak yaitu
1) orang di bawah umur, dan
2) orang gila.
bila orang di bawah umur itu membuat kontrak maka ia dapat membatalkan
kontrak ini , kapan pun pada saat ia masih di bawah umur. Namun,
orang di bawah umur itu juga dapat mengesahkan kontrak bila ia sudah
dewasa.
Persyaratan lain dari sahnya kontrak yaitu adanya legal subjek matter,
yaitu pokok persoalan yang sah. Syarat ini sama dengan causa yang halal
dalam sistem hukum Kontinental (baca KUH Perdata). Suatu legal subjek
matter dikatakan sah bila tidak bertentangan dengan kepentingan orang
banyak (kepentingan umum). bila bertentangan dengan kepentingan
umum, maka perjanjian itu dikatakan tidak sah. Ada dua macam perjanjian
yang tidak sah, yaitu
(1) perjanjian pembayaran bunga yang melampaui suku bunga yang sah
(riba), dan
(2) perjanjian utang dalam perjudian
D. MOMENTUM TERJADINYA KONTRAK
Di dalam KUH Perdata tidak disebutkan secara jelas tentang momentum
terjadinya kontrak. Dalam Pasal 1320 KUH Perdata hanya disebutkan cukup
dengan adanya konsensus para pihak. Di berbagai literatur disebutkan empat
teori yang membahas momentum terjadinya kontrak, yaitu teori pernyataan,
pengiriman, pengetahuan, dan penerimaan
. Keempat
hal itu dijelaskan berikut ini.
1. Teori Pernyataan (Uitingstheorie)
Menurut teori pernyataan, kesepakatan (Westerning) terjadi pada saat pihak
yang menerima penawaran menyatakan bahwa ia menerima penawaran itu.
Jadi, dilihat dari pihak yang menerima, yaitu pada saat baru menjatuhkan ballpoint
untuk menyatakan menerima, kerepakatan sudah terjadi. Kelemahan teori ini
yaitu sangat teoretis sebab dianggap terjadinya kesepakatan secara otomatis.
2. Teori Pengiriman (Verzendtheorie)
Menurut teori pengiriman, kesepakatan terjadi bila pihak yang menerima
penawaran mengirimkan telegram. Kritik terhadap teori ini, bagaimana hal itu
bisa diketahui. Bisa saja, walau sudah dikirimnamun tidak diketahui oleh pihak
yang menawarkan. Teori ini juga sangat teoretis, dianggap terjadinya kesepakatan
secara otomatis.
3. Teori Pengetahuan (Vernemingstheorie)
Teori pengetahuan berpendapat bahwa kesepakatan terjadi bila pihak
yang menawarkan mengetahui adanya acceptatie (penerimaan),namun penerimaan
itu belum diterimanya (tidak diketahui secara langsung). Kritik terhadap teori ini,
bagaimana ia mengetahuinya isi penerimaan itu bila ia belum menerimanya.
4. Teori Penerimaan (Ontvangstheorie)
Menurut teori penerimaan bahwa toesteming terjadi pada saat pihak yang
menawarkan menerima langsung jawaban dari pihak lawan.
Di samping keempat teori ini , Pitlo mengungkapkan sebuah teori yang
kelima tentang momentum terjadinya kontrak, yaitu geobjectiveerde bertiemings-
theorie, yang menentukan yaitu saat si pengirim surat redelijkerwijs, dapat
menganggap bahwa si alamat telah mengetahui isi surat itu. Contohnya, saya telah
memasukkan surat tawaran ke dalam kotak pos pada jam 12 siang di Amsterdam.
Surat itu disampaikan oleh Harleem kepada pengantar pos pada sore hari.
Persoalannya sekarang, kapan terjadi perjanjian. Menurut Hoge Raad terjadinya
perjanjian itu pada sore hari ini di atas
Di dalam hukum positif Belanda, juga diikuti yurisprudensi, maupun doktrin,
teori yang dianut yaitu teori pengetahuan (vernemingstheorie) dengan sedikit
koreksi dari ontvangstheorie (teori penerimaan). Maksudnya penerapan teori
pengetahuan tidak secara mutlak. Sebab lalu lintas hukum menghendaki gerak
cepat dan tidak menghendaki formalitas yang kaku, sehingga vernemingstheorie
yang dianut. sebab jika harus menunggu sampai mengetahui secara langsung
adanya jawaban dari pihak lawan (ontvangstheorie), diperlukan waktu yang
lama.
Pada uraian terdahulu telah dikemukakan bahwa momentum terjadinya
perjanjian, yaitu pada saat terjadinya persesuaian antara pernyataan dan kehendak
antara kreditur dan debitur. Namun, ada kalanya tidak ada persesuaian antara
pernyataan dan kehendak.
Ada tiga teori yang menjawab tentang ketidaksesuaian antara kehendak
dan pernyataan, yaitu teori kehendak, teori pernyataan, dan teori kepercayaan
Ketiga teori itu dikemukakan berikut ini.
7. Teori kehendak (wilstheorie)
Menurut teori kehendak bahwa perjanjian terjadi bila ada persesuaian
antara kehendak dan pernyataan. bila terjadi ketidakwajaran, kehendaklah
yang memicu terjadinya perjanjian. Kelemahan teori ini memicu
kesulitan bila tidak ada persesuaian antara kehendak dan pernyataan.
2. Teori pernyataan (verklaringtheorie)
Menurut teori ini kehendak merupakan proses batiniah yang tidak diketahui
orang lain. Akannamun , yang memicu terjadinya perjanjian yaitu
pernyataan. Jika terjadi perbedaan antara kehendak dan pernyataan maka
peijanjian tetap terjadi. Dalam praktiknya teori ini memicu berbagai kesulitan,
seperti bahwa apa yang dinyatakan berbeda dengan yang dikehendaki. Misalnya
A menyatakan Rp500.000,00namun yang dikehendaki Rp50.000,00.
3. Teori kepercayaan (vertrouwenstheorie)
Menurut teori ini tidak setiap pernyataan memicu perjanjian,namun
pernyataan yang memicu kepercayaan saja yang memicu perjanjian.
Kepercayaan dalam arti bahwa pernyataan itu benar-benar dikehendaki.
Kelemahan teori ini yaitu bahwa kepercayaan itu sulit dinilai.
Ada tiga alternatif pemecahan dari kesulitan yang dihadapi dari ketiga teori
di atas. Ketiga alternatif ini , seperti berikut ini.
1. Dengan tetap mempertahankan teori kehendak, yaitu menganggap perjanjian
itu terjadi bila tidak ada persesuaian antara kehendak dan pernyataan.
Pemecahannya: akannamun pihak lawan berhak mendapat ganti rugi, sebab
pihak lawan mengharapkannya.
2. Dengan tetap berpegang pada teori kehendak, hanya dalam pelaksanaannya
kurang ketat, yaitu dengan menganggap kehendak itu ada.
3. Penyelesaiannya dengan melihat pada perjanjian baku (standart contract),
yaitu suatu perjanjian yang didasarkan kepada ketentuan umum di dalamnya.
Biasanya perjanjian dituangkan dalam bentuk formulir
Timbulnya ketiga teori di atas dipicu adanya masalah yang terjadi pada
tahun 1856 di Keulun/Koln/Collegrie, Belanda. masalah nya, seorang komisioner
bernama Weiler menerima telegram dari Oppeinheim yang isinya suatu perintah
untuk menjual saham-saham Opeinheim. Akannamun , surat kawat itu cacat
(tidak sesuai dengan yang dikehendakinya). Sebab yang dimaksud bukanlah
menjual saham,namun justru membeli saham. Jadi, di sini terjadi kekeliruan
dalam penyampaian telegram oleh petugas pengirim telegram. Kemudian terjadi
sengketa, Opeinheim menggugat Weiler untuk mendapatkan ganti rugi dan hal
ini dikabulkan. Ini berarti yang dimenangkan yaitu Opeinhem Pengadilan memutuskan berdasar atas teori kehendak. Teori kehendak
ini dipertahankan dan sangat berpengaruh pada abad k e -19, dan merupakan
ajaran yang berkuasa (heersende leer).
E. BENTUK-BENTUK KONTRAK
Bentuk kontrak dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu tertulis dan
lisan. Perjanjian tertulis yaitu perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam
bentuk tulisan. Sedangkan perjanjian lisan suatu perjanjian yang dibuat oleh para
pihak dalam wujud lisan (cukup kesepakatan para pihak).
Ada tiga bentuk perjanjian tertulis, sebagaimana dikemukakan berikut ini.
1. Perjanjian di bawah tangan yang ditandatangani oleh para pihak yang
bersangkutan saja. Perjanjian itu hanya mengikat para pihak dalam perjanjian,
tetapi tidak memiliki kekuatan mengikat pihak ketiga. Dengan kata lain,
jika perjanjian ini disangkal pihak ketiga maka para pihak atau salah
satu pihak dari perjanjian itu berkewajiban mengajukan bukti-bukti yang
diperlukan untuk membuktikan bahwa keberatan pihak ketiga dimaksud
tidak berdasar dan tidak dapat dibenarkan.
2. Perjanjian dengan saksi notaris untuk melegalisir tanda tangan para pihak.
Fungsi kesaksian notaris atas suatu dokumen semata-mata hanya untuk
melegalisir kebenaran tanda tangan para pihak. Akannamun , kesaksian
ini tidaklah mempengaruhi kekuatan hukum dari isi perjanjian. Salah
satu pihak mungkin saja menyangkal isi perjanjian. Namun, pihak yang
menyangkal itu yaitu pihak yang harus membuktikan penyangkalannya.
3. Perjanjian yang dibuat di hadapan dan oleh notaris dalam bentuk akta
notariel. Akta notariel yaitu akta yang dibuat di hadapan dan di muka
pejabat yang berwenang untuk itu. Pejabat yang berwenang untuk itu yaitu
notaris, camat, PPAT, dan lain-lain. Jenis dokumen ini merupakan alat bukti
yang sempurna bagi para pihak yang bersangkutan maupun pihak ketiga.
Ada tiga fungsi akta notariel (akta autentik), yaitu
a. sebagai bukti bahwa para pihak yang bersangkutan telah mengadakan
perjanjian tertentu;
b. sebagai bukti bagi para pihak bahwa apa yang tertulis dalam perjanjian
yaitu menjadi tujuan dan keinginan para pihak;
c. sebagai bukti kepada pihak ketiga bahwa pada tanggal tertentu, kecuali jika
ditentukan sebaliknya para pihak telah mengadakan perjanjian dan bahwa
isi perjanjian yaitu sesuai dengan kehendak para pihak.
Akta notariel merupakan bukti prima facie mengenai fakta, yaitu pernyataan
atau perjanjian yang termuat dalam akta notaris, mengingat notaris di Indonesia
yaitu pejabat umum yang memiliki kewenangan untuk memberi kesaksian
atau melegalisir suatu fakta. Jika isi dari fakta semacam itu disangkal di suatu
pengadilan maka pengadilan harus menghormati dan mengakui isi akta notariel,
kecuali jika pihak yang menyangkal dapat membuktikan bahwa bagian tertentu
dari akta telah diganti atau bahwa hal ini bukanlah yang disetujui oleh para
pihak, pembuktian mana sangat berat.
Di dalam hukum kontrak Amerika, kontrak menurut bentuknya dibagi menjadi
dua macam, yaitu
1. informal contract, yaitu kontrak yang dibuat dalam bentuk yang lazim atau
informal;
2. formal contract, yaitu perjanjian yang memerlukan bentuk atau cara-cara
tertentu. Formal contract dibagi menjadi tiga jenis, yaitu
Bab 3 Syarat-Syarat Sahnya dan Momentum Terjadinya Kontrak 43
a. contracts underseal, yaitu kontrak dalam bentuk akta autentik,
b. recognizance, yaitu acknowledgment atau pengakuan di muka sidang
pengadilan, dan
c. negotiable instrument, yaitu berita acara negosiasi (Subekti, 1993: 40).
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa bentuk kontrak di dalam hukum
kontrak Amerika dapat digolongkan dalam kontrak informal dan formal.
F. INTERPRETASI DALAM KONTRAK
Penafsiran tentang kontrak diatur dalam Pasal 1342 sampai dengan Pasal
1351 KUH Perdata. Pada dasarnya perjanjian yang dibuat oleh para pihak haruslah
dapat dimengerti dan dipahami isinya. Namun, dalam kenyataannya banyak kontrak
yang isinya tidak dimengerti oleh para pihak.
Dari uraian di atas dapat dikemukakan bahwa isi perjanjian dibedakan menjadi
dua macam, yaitu
(1) kata-katanya jelas, dan
(2) kata-katanya tidak jelas, sehingga memicu bermacam-macam penafsiran.
Di dalam Pasal 1342 KUH Perdata disebutkan bahwa bila kata-katanya
jelas, tidak diperkenankan untuk menyimpang dibandingkan nya dengan jalan penafsiran.
Ini berarti bahwa para pihak haruslah melaksanakan isi kontrak ini dengan
iktikad baik. bila kata-katanya tidak jelas, dapat dilakukan penafsiran terhadap
isi kontrak yang dibuat para pihak.
Untuk melakukan penafsiran haruslah dilihat pada beberapa aspek, yaitu
1. jika kata-katanya dalam kontrak memberi berbagai penafsiran maka harus
diselidiki maksud para pihak yang membuat perjanjian (Pasal 1343 KUH
Perdata);
2. jika suatu janji memberi berbagai penafsiran maka harus diselidiki pengertian
yang memungkinkan perjanjian itu dapat dilaksanakan (Pasal 1344 KUH
Perdata);
3. jika kata-kata dalam perjanjian diberikan dua macam pengertian maka harus
dipilih pengertian yang paling selaras dengan sifat perjanjian (Pasal 1345
KUH Perdata). bila terjadi keragu-raguan, maka harus ditafsirkan menurut
kebiasaan dalam negeri atau di tempat dibuatnya perjanjian (Pasal 1346
KUH Perdata);
4. jika ada keragu-raguan, perjanjian harus ditafsirkan atas kerugian orang
yang meminta diperjanjikan sesuatu hal, dan untuk keuntungan orang yang
mengikatkan dirinya untuk itu (Pasal 1349 KUH Perdata).
Di dalam hukum AngiO-Amerika, dikenal juga adanya interpretasi terhadap
substansi kontrak. Uniken Venema mengemukakan aturan-aturan yang paling
penting dalam hukum Anglo-Amerika; kecuali butir 5 ini juga berlaku
interpretasi undang-undang, sebagaimana dikemukakan berikut ini.
1. Perjanjian tertulis akan ditafsirkan gramatikal. Aturan ini berkaitan dengan
plain meaning rule, artinya kata-kata yang jelas dalam perjanjian tidak
boleh disimpangi melalui interpretasi.
2. Hakim akan cenderung menafsirkan suatu klausula sedemikian rupa sehingga
paling tidak memiliki suatu efek.
3. Hakim akan menilai seluruh dokumen yang bersangkutan, jadi harus
melakukan penafsiran sistematis.
4. Hakim akan selalu cenderung melakukan penafsiran restriktif sedemikian
rupa sehingga kata-kata umum yang disertai contoh yang spesifik akan
diberinya arti yang cocok dengan contoh-contoh diberikan.'
5. Efek restriktif juga dipicu oleh penafsiran contra proferentum juga
dirumuskan dalam Pasal 1349 KUH Perdata bahwa suatu ketentuan yang
meragukan hams ditafsirkan atas kerugian pihak yang meminta diperjanjikannya
sesuatu. Aturan ini penting dalam penafsiran klausula-klausuia eksonerasi.
6. Sifat restriktif juga ada dalam aturan yang menentukan bahwa klausula
yang tegas dalam kontrak dapat mencegah hakim untuk menerima implied
term. Aturan ini berlandasan pada pemikiran bahwa para pihak yang telah
mengatur hal tertentu, haruslah dianggap telah mengatur secara lengkap,
sehingga tidak ada peluang untuk menafsirkan adanya implied term (pengertian
secara tidak langsung).
7. Juga suatu padanan yang mumi dalam penafsiran a contrario dapat ditemukan
dalam hukum Anglo-Amerika. Misalnya, apa yang dinamakan distinction
yang dibuat oleh hakim untuk meniadakan pengaruh precedent. Dapat
dianggap sebagai suatu penafsiran a contrario
Dengan demikian, para hakim atau para pihak haruslah memperhatikan
tentang cara-cara untuk melakukan penafsiran terhadap substansi kontrak.
G. FUNGSI KONTRAK
Fungsi kontrak dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu fungsi yuridis
dan fungsi ekonomis. Fungsi yuridis kontrak yaitu dapat memberi kepastian
hukum bagi para pihak. Sedangkan fungsi ekonomis yaitu menggerakkan (hak
milik) sumber daya dari nilai pemakaian yang lebih rendah menjadi nilai yang
lebih tinggi.
H. BIAYA DALAM PEMBUATAN KONTRAK
Pada dasarnya setiap pembuatan perjanjian memerlukan biaya. Biaya-biaya
itu meliputi:
I. biaya penelitian meliputi biaya penentuan hak milik yang diinginkan dan biaya
penentuan bernegosiasi;
Bab 3 Syarat-Syarat Sahnya dan Momentum Terjadinya Kontrak 45
2. biaya negosiasi, yang meliputi biaya penyiapan, biaya penulisan kontrak, dan
biaya tawar-menawar dalam uraian yang rinci;
3. biaya monitoring, yaitu biaya penyelidikan tentang objek;
4. biaya pelaksanaan, meliputi biaya persidangan dan arbitrase;
5. biaya kekeliruan hukum, yang merupakan biaya sosial. Biaya ini akan muncul
bila Hakim membuat kesalahan dalam memutus suatu masalah . Hal ini akan
membuat kesalahan pada masalah -masalah berikutnya.
Kemukakan pengertian kontrak, menurut teori lama dan baru!
Sebutkan unsur-unsur kontrak yang Anda ketahui!
Sebutkan jenis-jenis kontrak yang Anda ketahui!
Sebutkan penggolongan perjanjian menurut sumbernya!
Kemukakan sumber-sumber hukum kontrak Eropa Kontinental yang
Anda ketahui!
Kemukakan pula sumber hukum kontrak menurut hukum Amerika!
Sebutkan dan jelaskan teori-teori tentang momentum terjadinya kontrak!
Teori manakah yang dianut oleh para hakim di negeri Belanda, yurispru
densi atau doktrin? Jelaskan pendapat Anda!
Sebutkan dan jelaskan teori-teori ketidaksesuaian antara kehendak dan
pernyataan!
Kemukakan latar belakang lahirnya teori ini !
Teori manakah yang paling berpengaruh pada abad ke-19?
Sebutkan bentuk kontrak yang Anda ketahui!
Sebutkan dan jelaskan bentuk kontrak tertulis!
Apakah kontrak yang dibuat oleh para pihak dapat dilakukan interprestasi?
Jelaskan!
Sebutkan dan jelaskan jenis-jenis interpretasi yang Anda ketahui!
Kemukakan fungsi kontrak yang Anda ketahui!
A. ISTILAH DAN PENGERTIAN KONTRAK NOMINAAT
Istilah kontrak nominaat merupakan terjemahan dari nominaat contract.
Kontrak nominaat sama artinya dengan perjanjian bernama atau benoemde
dalam bahasa Belanda. Kontrak nominaat merupakan perjanjian yang dikenal
dan ada dalam Pasal 1319 KUH Perdata. Pasal 1319 KUH Perdata berbunyi:
’’Semua perjanjian, baik yang memiliki nama khusus, maupun yang tidak
dikenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan umum yang
termuat dalam bab ini dan bab yang lalu.”
Di dalam Pasal 1319 KUH Perdata, perjanjian dibedakan menjadi dua macam,
yaitu perjanjian bernama (nominaat) dan tidak bernama (innominaat). Perjanjian
tidak bernama merupakan perjanjian yang timbul, tumbuh, hidup, dan berkembang
dalam warga . Perjanjian bernama maupun tidak bernama tunduk pada
Buku III KUH Perdata. Maksud pembedaan dalam Pasal 1319 KUH Perdata
yaitu bahwa ada perjanjian-perjanjian yang tidak dikuasai oleh ajaran umum
sebagaimana ada dalam titel-titel I, II, dan IV. Pasal 1319 KUH Perdata
tidak lupa menyebutkan titel IV, melainkan juga diatur oleh ketentuan-ketentuan
khusus yang tunduk untuk sebagian menyimpang dari ketentuan umum tadi,
terutama yang dimaksudkan yaitu isi dari titel-titel V sampai dengan XVIII.
Ketentuan-ketentuan dalam titel ini, yang dalam praktik lazim disebut dengan
perjanjian khusus atau perjanjian bernama
Dari uraian di atas, dapat dikemukakan unsur perjanjian bernama, yaitu
1. perjanjian bernama ada dalam KUH Perdata,
2. perjanjian bernama dikuasai oleh titel I, II, IV, dan V sampai dengan titel
XVIII KUH Perdata, dan
3. perjanjian bernama jumlahnya terbatas.
B. JENIS-JENIS KONTRAK NOMINAAT
Kontrak nominaat diatur dalam Buku III KUH Perdata, yang dimulai dari
Bab 5 sampai dengan Bab 18. Jumlah pasal yang mengatur tentang kontrak
niminaat ini sebanyak 394 pasal. Di dalam KUH Perdata ada 15 (lima belas)
jenis kontrak nominaat, yaitu
1. jual beli,
2. tukar-menukar,
3. sewa-menyewa,
4. perjanjian melakukan pekerjaan,
5. persekutuan perdata,
6. badan hukum,
7. hibah,
8. penitipan barang,
9. pinjam pakai,
10. pinjam meminjam,
11. pemberian kuasa,
12. bunga tetap atau abadi,
13. perjanjian untung-untungan,
14. penanggungan utang, dan
15. perdamaian.
Dari ke-15 (lima belas) jenis kontrak nominaat di atas, yang akan disajikan
dalam sub-subbab ini hanya 14 (empat belas) jenis, sedangkan yang satu jenis,
yaitu perjanjian untuk melakukan suatu pekerjaan tidak akan dijelaskan dalam
sub-subbab ini, sebab perjanjian jenis ini akan dikaji dan ditelaah secara mendalam
dalam hukum perburuhan. Keempat belas jenis kontrak ini disajikan dalam
subbab berikut ini.
C. JUAL BELI
1. Pengertian Jual Beli
Istilah perjanjian jual beli berasal dari terjemahan dari contract o f sale.
Perjanjian jual beli diatur dalam Pasal 1457 s.d. Pasal 1450 KUH Perdata. Yang
dimaksud dengan jual beli yaitu suatu persetujuan, dengan mana pihak satu
mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak lain untuk
membayar harga yang dijanjikan (Pasal 1457 KUH Perdata). Esensi dari definisi
ini penyerahan benda dan membayar harga.
Definisi ini ada kesamaannya dengan definisi yang tercantum dalam Artikel
1493 NBW. Perjanjian jual beli yaitu persetujuan di mana penjual mengikatkan
dirinya untuk menyerahkan kepada pembeli suatu barang sebagai milik (en
eigendom te leveren) dan menjaminnya (vrijwaren) pembeli mengikat diri untuk
membayar harga yang diperjanjikan. Ada tiga hal yang tercantum dalam definisi
ini, yaitu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan barang kepada pembeli dan
menjaminnya, serta membayar harga.
Di dalam hukum Inggris, perjanjian jual beli (contract o f sale) dapat dibedakan
menjadi 2 (dua) macam, yaitu sale (actual sale) dan agrement to sell, hal ini
4 8 Hukum Kontrak: Teori dan Teknik P e n y u s u n a n Kontrak
terlihat dalam Section 1 ayat (3) dari Sale o f Goods Act 1893. Sale yaitu suatu
perjanjian sekaligus dengan pemindahan hak milik (compeyance), sedangkan
agreement to sell yaitu tidak lebih dari suatu koop overeenkomst (perjanjian
jual beli) biasa menurut KUH Perdata. bila dalam suatu sale si penjual me
lakukan wanprestasi maka si pembeli dapat memakai semua usaha dari seorang
pemilik, sedangkan dalam agrement to sell, si pembeli hanya memiliki personal
remedy (kesalahan perorangan) terhadap si penjual yang masih merupakan pemilik
dari barangnya (penjual) jatuh pailit, barang itu masuk boedel kepailitan
# Dalam hukum Inggris di atas terlihat, bahwa ada perbedaan prinsip antara
sale dan agreement sale. Sale terdiri atas perjanjian jual dan pemindahan hak
milik, agreement to sell belum tentu ada penyerahan hak milik.
Dari berbagai definisi ini , dapat penulis formulasikan definisi perjanjian
jual beli secara lengkap. Perjanjian jual beli yaitu
’’Suatu perjanjian yang dibuat antara pihak penjual dan pembeli. Di dalam
perjanjian itu pihak penjual berkewajiban untuk menyerahkan objek jual beli
kepada pembeli dan berhak menerima harga dan pembeli berkewajiban
untuk membayar harga dan berhak menerima objek ini .”
Unsur-unsur yang tercantum dalam kedua definisi di atas yaitu
a. adanya subjek hukum, yaitu penjual dan pembeli;
b. adanya kesepakatan antara penjual dan pembeli tentang barang dan harga;
c. adanya hak dan kewajiban yang timbul antara pihak penjual dan pembeli.
2. Momentum Terjadinya Kontrak Jual Beli
Pada dasarnya, terjadinya kontrak jual beli antara pihak penjual dan pembeli
yaitu pada saat terjadinya persesuaian kehendak dan pernyataan antara mereka
tentang barang dan harga, meskipun barang itu belum diserahkan maupun harganya
belum dibayar lunas (Pasal 1458 KUH Perdata). Walaupun telah terjadinya
persesuaian antara kehendak dan pernyataan, namun belum tentu barang itu
menjadi milik pembeli, sebab harus diikuti proses penyerahaan (levering) benda.
Penyerahan ini tergantung pada jenis bendanya.
a. Benda bergerak.
Penyerahan benda bergerak dilakukan dengan penyerahan nyata dan kunci
atas benda ini .
b. Piutang atas nama dan benda tak bertubuh.
Penyerahan akan piutang atas nama dan benda tak bertubuh lainnya dilakukan
dengan sebuah akta autentik atau akta di bawah tangan.
c. Benda tidak bergerak.
Untuk benda tidak bergerak, penyerahannya dilakukan dengan pengumuman
akan akta yang bersangkutan, di Kantor Penyimpan Hipotek.
d. Benda/barang yang-sudah ditentukan (Pasal 1460 KUH Perdata).
Benda/barang yang sudah ditentukan dijual maka barang itu saat pembelian
menjadi tanggungan si pembeli, walaupun barang itu belum diserahkan (Pasal
1460 KUH Perdata). Namun, ketentuan itu telah dicabut dengan SEMA
Nomor 3 Tahun 1963, sehingga ketentuan ini tidak dapat diterapkan secara
tegas, namun penerapannya harus memperhatikan:
(1) bergantung pada letak dan tempat beradanya barang itu, dan
(2) bergantung pada yang melakukan kesalahan atas musnahnya barang
ini .
e. Benda menurut berat, jumlah, atau ukuran (Pasal 1461 KUH Perdata).
Barang yang dijual menurut berat, jumlah, atau ukuran, tetap menjadi tang
gungan si penjual hingga barang itu ditimbang, dihitung, atau diukur. Jadi,
sejak terjadinya penimbangan, penghitungan, dan pengukuran atas barang
maka tanggung jawab atas benda ini beralih kepada si pembeli.
f. Jual beli tumpukan (Pasal 1462 KUH Perdata).
Jika barang yang dijual menurut tumpukan maka sejak terjadinya kesepakatan
tentang harga dan barang maka sejak saat itulah barang-barang itu menjadi
tanggung jawab si pembeli, walaupun barang itu belum ditimbang, dihitung,
atau diukur.
g. Jual beli percobaan (Pasal 1463 KUH Perdata).
Jual beli percobaan merupakan jual beli dengan syarat tangguh.
h. Jual beli dengan sistem panjar (Pasal 1464 KUH Perdata).
Jual beli dengan sistem panjar merupakan suatu jual beli yang diadakan antara
penjual dan pembeli. Di dalam jual beli itu pihak pembeli menyerahkan uang
perschot/panjar atas harga barang, sesuai kesepakatan antara kedua belah
pihak ini . Jual beli dengan sistem ini salah satu pihak tidak dapat meniadakan
pembelian itu dengan menyuruh memiliki atau mengembalikan uang panjarnya.
3. Subjek dan Objek Jual Beli
Pada dasarnya semua orang atau badan hukum dapat menjadi subjek dalam
perjanjian jual beli, yaitu bertindak sebagai penjual dan pembeli, dengan syarat
yang bersangkutan telah dewasa dan atau sudah nikah. Namun, secara yuridis
ada beberapa orang yang tidak diperkenankan untuk melakukan perjanjian jual
beli, sebagaimana dikemukakan berikut ini.
a. Jual beli antara suami istri.
Pertimbangan hukum tidak diperkenankan jual beli antara suami istri yaitu
sebab mereka sejak terjadi perkawinan, maka sejak saat itulah terjadi
percampuran harta, yang disebut harta bersama, kecuali ada perjanjian
kawin. Namun, ketentuan itu ada pengecualiannya, yaitu
1) jika seorang suami atau istri menyerahkan benda-benda kepada istri
atau kepada suaminya, dari siapa ia oleh Pengadilan telah dipisahkan
untuk memenuhi apa yang menjadi hak suami atau istri menurut hukum.
2) Jika penyerahan dilakukan oleh seorang suami kepada istrinya, juga dari
siapa ia dipisahkan berdasar pada suatu alasan yang sah, misalnya
mengembalikan benda-benda si istri yang telah dijual atau uang yang
menjadi kepunyaan istri, jika benda itu dikecualikan dari persatuan.
3) Jika si istri menyerahkan barang-barang kepada suaminya untuk melunasi
beberapa uang yang ia telah janjikan kepada suaminya sebagai harta
perkawinan.
b. Jual beli oleh para Hakim, Jaksa, Advokat, Pengacara, Juru Sita, dan Notaris.
Para pejabat ini tidak diperkenankan melakukan jual beli hanya terbatas pada
benda-benda atau barang dalam sengketa. bila hal itu tetap dilakukan,
maka jual beli itu dapat dibatalkan, serta dibebankan untuk penggantian biaya,
rugi, dan bunga.
c. Pegawai yang memangku jabatan umum.
Yang dimaksud di sini yaitu membeli untuk kepentingan diri sendiri terhadap
barang yang dilelang.
Yang dapat menjadi objek dalam jual beli yaitu semua benda bergerak dan
tidak bergerak, baik menurut tumpukan, berat, ukuran, dan timbangannya.
Sedangkan yang tidak diperkenankan untuk diperjualbelikan yaitu
(1) benda atau barang orang lain,
(2) barang yang tid