Tampilkan postingan dengan label ekonomi internasional 1. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label ekonomi internasional 1. Tampilkan semua postingan

Jumat, 29 Desember 2023

ekonomi internasional 1





Dalam pengaturan nasional, regional dan dunia hubungan-
hubungan ekonomi transnasional acapkali dibedakan antara 5 
kategori utama transaksi-transaksi internasional: 
a. pergerakan barang-barang secara lintas batas negara 
(international movement of goods) atau biasa disebut dengan 
perdagangan internasional dibidang barang; 
b. pergerakan jasa-jasa secara lintas batas negara atau biasa 
disebut sebagai perdagangan jasa (invisible trade) melalui 
transaksi yang melintasi batas-batas negara; 
c. pergerakan orang-orang yang melintasi batas-batas negara 
(international movement of persons), misalnya kebebasan 
bekerja bagi orang atau badan hukum di negara lain; 
d. pergerakan internasional modal yang mensyaratkan 
investor-investor asing untuk dapat mengawasi secara 
langsung modalnya; dan 
e. pembayaran internasional dalam transaksi-transaksi 
ekonomi ini  diatas yang biasanya menyangkut tukar 
menukar mata uang asing(foreign exchange transactions). 
 
Ada dua pendekatan yang memungkinkan untuk 
merumuskan defenisi hukum ekonomi internasional. 
Pertama, pendekatan yang didasarkan pada asal hukum 
(norma) yang mengaturnya; dan kedua, mendasarkan 
kepada objek dari hukum internasional. 
Menurut sarjana Jerman, Elder, pendekatan yang tepat 
yaitu  yang kedua. Berarti bahwa hukum nasioanal, hukum 
perdata dan hukum publik mengenai hubungan-hubungan   
ekonomi internasional publik yaitu  hukum ekonomi 
internasional. 
Kemudian pendekatan yang dikemukan oleh John H. 
Jackson, beliau beranggapan bahwa: “international economic 
Law could be defined as inculding all legal subjects which have 
both an international and an economic component.” 
Pengertiannya yaitu bahwa hukum ekonomi internasional 
yaitu  semua subjek hukum yang memiliki unsur 
internasional dan unsur ekonomi. 
Selain hukum ekonomi internasional, ada pula cabang-
cabang baru hukum ekonomi internasioanl lainnya. Cabang-
cabang ini timbul sebagai konsekuensi dari perkembangan 
transaksi-transaksi ekonomi internasional dewasa ini, 
seperti: 
1. Hukum Komersial Internasional 
 Bidang hukum ini mengatur transaksi-transaksi oleh 
para pihak swasta. Yaitu, aturan-aturan hukum berupa 
prinsip-prinsip hukum perdata dan aspek-aspek 
perdata. namun   transaksi ini  sudah mengalami 
perkembangan yaitu bahwa dewasa ini transaksi-
transaksi komersial internasioanal demikian menjadi 
bahan kajian hukum internasional publik. Hal ini 
timbul sebab sedikitnya tiga perkembagan berikut: 
pertama, akibat adanya peralihan urusan-urusan bisnis 
atau perdata yang diatur oleh adanya pertimbangan-
pertimbangan komersial perdata kepada keikutsertaan 
negara dalam hubungan-hubungan demikian. Kedua, 
meningkatnya pengaturan-pengaturan internasioanal 
mengenai eksploitasi kekayaan alam seperti minyak-
minyak dan pembangunan-pembangunan sarana 
umum. Ketiga, peranan perusahaan-perusahaan 
multinasional yang berfungsi sebagai quasi diplomatic 
dalam transaksi-transaksi internasioanal.   
2. Hukum Pembangunan Ekonomi Internasioanal 
 Pendekatan terhadap bidang ini lebih menekankan 
kepada pendekatan politis dan sosiologis. Lord McNair 
mengemukakan sifat-sifat khusus dari perjanjian-
perjanjian pinjaman internasional dari organisasi-
organisasi internasioanal publik dan organisasi-
organisasi keuangan nasioanal; 
a. perjanjian-perjanjian ini  diadakan antara 
suatu pemerintah dan sebuah perusahaan asing; 
b. perjanjian-perjanjian ini  biasanya mengatur 
eksploitasi kekayaan alam untuk jangka waktu 
lama; 
c. kerapkali pula perjanjian-perjanjian ini  
memberi  hak-hak yang tidak semata-mata 
kontraktual tetapi juga hak-hak kekayaan; 
d. biasanya perjanjian-perjanjian ini  
memberi  perlakuan-perlakuan khusus kepada 
pihak swasta; 
e. perjanjian-perjanjian seperti ini diatur sebagian 
oleh hukum perdata dan sebagian oleh hukum  
publik; 
f. acapkali diatur pula mengenai perlindungan dari 
negara dimana perusahaan induk berada; 
g. biasanya tidak banyak persamaan antara sistem 
hukum negara penerimaan dengan sistem hukum 
dari negara dimana perusahaan ini  berada; 
h. seringkali sengketa-sengketa yang timbul dari 
perjanjian-perjanjian ini  diselesaikan oleh 
badan arbitrase. 
3. Hukum Pembangunan Internasional (International 
Development Law) 
 Lahirnya bidang baru ini sejalan dengan 
berkembangnya hubungan-hubungan ekonomi 
internasional dalam bentuk pengaturan-pengaturan   
yang semakin kompleks. Pengaturan-pengaturan 
demikian biasanya dibuat guna kepentingan-
kepentingan ekonomi negara-negara yang kurang maju. 
Pengaturan-pengaturan itu dituangkan kedalam 
berbagai bentuk perjanjian: deklarasi, Final Acts, 
resolusi atau rekomendasi-rekomendasi. 
 
B. KAIDAH-KAIDAH DASAR (FUNDAMENTAL) HUKUM 
EKONOMI INTERNASIONAL 
1. Kaidah-kaidah dasar ini  pada pokoknya mengacu 
kepada 2 prinsip kebebasan. yakni kebebasan 
komunikasi dan kebebasan berdagang. Prinsip 
kebebasan yang sudah berkembang lama ini disebut juga 
sebagai prinsip klasik hukum ekonomi internasional. 
a. Kebebasan Berkomunikasi   
 Prinsip yang menyatakan bahwa setiap negara 
memiliki kebebasan untuk berhubungan dengan 
siapa pun juga. Termasuk kebebasan untuk 
memasuki wilayah suatu negara guna melakukan 
transaksi-transaksi ekonomi internasional. Seperti 
navigasi, kebebasan transit, kebebasan melakukan 
perjalanan melalui darat, kereta api, atau 
pengangkutan udara. 
 Implementasi kebebasan berlayar, dalam pasal-
pasal Konvensi Hukum Laut 1982 (the United 
Nation Convention on the Law of the sea). Pasal 87 
Konvensi mengenai kebebasan dilaut lepas antara 
lain menegaskan bahwa semua negara memiliki 
hak untuk berlayar. 
 Kebebasan di ruang udara ini tampak nyata dalam 
“five freedoms of the air” yang termuat dalam the 
Chicago International Air Transport Agreement 
(1944). Kebebasan ini  yaitu: 
a. Terbang melintasi wilayah negara asing tanpa 
mendarat;   
b. Mendarat untuk tujuan-tujuan komersial; 
c. Menurunkan penumpang pada lalu-lintas 
negara asing yang berasal dari negara asal 
pesawat udara; 
d. Mengangkut penumpang pada lalu-lintas 
negara asing yang bertujuan ke negara asal 
pesawt udara; dan 
e. Mengangkut angkutan antara dua negara 
asing. 
b. Kebebasan Berdagang 
 Setiapa negara memiliki kebebasan untuk 
berdagang dengan setiap orang atau setiap negara 
dimanapun di dunia ini. Kebebasan ini tidak boleh 
terhalang oleh sebab negara memilki sistem 
ekonomi, ideologi atau politik yang berbeda 
dengan negara lainnya. 
c. Arti dan Penafsiran Kebebasan Berdagang 
 Perkembangan cukup penting sehubungan dengan 
penafsiran mengenai arti prinsip kebebasan 
berdagang (freedom of commerce) dalam hukum 
penyelesaian sengketa melalui Mahkamah 
Internasional (International Ocurt of Justice). 
Putusan mahkamah mengenai keberatan Amerika 
Serikat terhadap jurisdiksi Mahkamah dalam 
sengketa the Oil Platforms Case (1996) antara Iran 
melawan Amerika Serikat. 
 Hal penting dari sengketa ini yaitu  adanya silang 
pendapat antara para pihak (Iran dan Amerika 
Serikat) mengenai penafsiran kata “freedom of 
commerce” yang termuat dalam suatu perjanjian 
yang mereka buat. 
 Dalam sengketa ini Iran berpendapat bahwa: 
1. amerika Serikat sudah melanggar pasal I dan 
pasal X ayat 1 Perjanjian Persahabatan,   
Hubunagan Eonomi dan Hak-Hak Konsuler 
(the Treaty of Ainity, Economic Relation and 
Consular Rigts) yang ditandatangani oleh kedua 
negara pada tanggal 15 Agustus 1955 di Teheran 
(berlaku efektif tanggal 16 Juni 1957) 
(selanjutnya disebut Perjanjian 1955). 
2. Tindakan Amerika Serikat sudah melanggar 
tujuan dan maksud dari Perjanjian 1955 dan 
hukum Internasional. 
Permasalahan hukum utama dalam sengketa 
mengenai freedom of commerce yaitu  pandangan 
atau penafsiran yang cukup tajam antara Iran dan 
Amerika Serikat. Pasal X ayat 1 Perjanjian 1955 
menegaskan :”Between the territories of the two 
High Contracting parties there shall be freedom of 
commerce and navigation.” 
Masalah penafsiran yang terangkat dalam sengketa 
ini yaitu  apakah tindakan peledakan kilang 
minyak oleh Amerika Serikat mempengaruhi atau 
mempunyai akibat terhadap freedom of commerce 
sebagaimana dijamin dalam pasal X ayat 12 
Perjanjian 1955. 
Mahkamah berpendapat bahwa penghancuran 
kilang minyak dapat berdampak terhadap ekspor 
perdagangan Iran dan sebab itu peledakan 
ini  dapat pula memiliki pengaruh terhadap 
prinsip kebebasan berdagang sebagaimana dijamin 
oleh pasal X ayart 1 Perjanjian 1955. berdasar  
pertimbangan ini, Mahkamah menolak argumen 
Amerika Serikat yang menyatakan bahwa 
peledakan kilang minyak Iran tidak ada kaitannya 
atau pengaruh terhadap kebebasan dagang. 
2. Kaidah-kaidah atau Aturan-aturan Dasar 
(“fundamental” atau “sentral”) Hukum Ekonomi 
Internasional 
a. Kaidah Dasar Minimum (minimum standards) 
 Kaidah utama dalam hukum ekonomi 
internasional. kaidah yang sudah berkembang 
menjadi suatu aturan hukum kebiasaan 
internasional umum (general international 
customary law). Kaidah ini menyatakan, kewajiban 
negara untuk sedikitnya memberi  jaminan 
perlindungan kepada pedagang atau pengusaha 
asing dan harta miliknya. 
b. Kaidah Dasar mengenai Perlakuan Sama (Identical 
Treatment) berdasar  prinsip ini, dua raja 
bersepakat untuk secara timbal balik memberi  
para pedagang mereka perlakuan yang sama 
(identik). 
 Menurut Schwarzenberger, hukum kekebalan 
diplomatik yang juga menganut prinsip timbal-
balik. Kaidah dasar ini lebih terkenal dengan istilah 
resiprositas (reciprocity). Oliver Long menganggap 
resiprositas sebagai suatu prinsip fundamental 
dalam perjanjian GATT. 
c. Kaidah Dasar Mengenai Perlakuan Nasional 
(National treatment) 
 yaitu  salah satu pengejewantahan dari 
prinsip non-diskriminasi. Klausul ini ditemukan 
dalam berbagai perjanjian termasuk dalam GATT 
dan perjanjian-perjanjian persahabatan, 
perdagangan dan navigasi. Klausul ini 
mensyaratkan suatu negara untuk memperlakukan 
hukum yang sama. 
 
 kita hidup dalam dunia global. Dengan kata lain, kehidupan 
yang kita alami sekarang ini berhubungan dan berkaitan 
secara ekonomi, politik, budaya oleh apa yang disebut 
sebagai kemajuan teknologi. Sehingga seakan-akan  pada saat 
sekarang kita hidup dalam suatu “kampung global”. 
Kenyataaan atau proses yang terjadi itu disebut sebagai 
fenomena globalisasi. 
 Tentu saja selalu ada hubungan antara satu negara dengan 
negara lainnya, satu wilayah dengan wilayah lainnya, akan 
tetapi dibandingkan beberapa dekade lalu, perkembangan 
yang pesat dari kehidupan global kontemporer bermakna 
hubungan-hubungan yang ada sekarang ini yaitu  lebih 
intensif, perfasiv dan saling mempengaruhi. 
 Dalam kaitannya dengan hukum ekonomi internasional, 
situasi yang digambarkan di atas diartikan bahwa beberapa 
konsep fundamental dan dasar menjadi lebih problematik 
dan membutuhkan perubahan-perubahan. Framework dan 
paradigma lama menjadi kurang relevan. Hal ini tidaklah  
terlalu mengejutkan. Secara alamiah hukum ekonomi 
internasional tidak dapat berdiri di luar perubahan dari 
ekonomi internasional itu sendiri sebab ia yaitu  
bagian dari ekonomi internasional ini . Pada dasarnya 
hukum ekonomi internasional eksis disebabkan dibutuhkan 
oleh negara-negara, untuk berpartisipasi dalam perdagangan, 
dan lembaga-lembaga keperdataan semacam korporasi 
untuk memperluas pangsa pasarnya.  sebab itu, hukum 
ekonomi internasional yaitu  tindakan responsif atas 
perubahan-perubahan dalam ekonomi internasional dan  
sebab itu juga suatu negara dan kelompok negara-negara 
membuat aturan tentang perdagangan internasional. 

 Pada bagian berikut akan dibahas sumber-sumber hukum 
internasional. Hal ini disebabkan hukum ekonomi 
internasional tidak bisa dilepaskan dari hukum internasional. 
Jadi pembahasan mengenai sumber-sumber hukum 
internasional yaitu  juga pembahasan terhadap hukum 
ekonomi internasional. Selain itu terminologi sumber pada 
hukum internasional yaitu  bukti keberadaan hukum 
ekonomi internasional. berdasar  hal ini , maka 
penting untuk membahas konsep-konsep dasar dan 
fundamental dalam hukum internasional.  
a. Definisi Hukum Internasional 
salah satu cara untuk memberi  definisi hukum 
internsional yaitu  dengan jalan negative contention, 
yaitu memberi  makna hukum internasional yaitu  
bukan. Maka, hukum internasional yaitu  bukan 
hukum domestik, lokal ataupun municipal atau apapun 
istilah yang dipakai  untuk menjelaskan hal-hal yang 
berkaitan dengan sebuah yurisdiksi tertentu yang 
diterapkan pada penduduk dari sebuah wilayah 
geograpi tertentu.  
Hukum domestik, lokal atau municipal yaitu  
ditujukan pada individu-individu, korporasi maupun 
subjek hukum lainnya pada suatu yurisdiksi tertentu. 
Misalnya hukum pidana dan hukum yang berkaitan 
dengan perkawinan. Perlu dicatat bahwa ada beberapa 
pengecualian dalam aturan ini, tapi hal ini  dalam 
kasus-kasus kecil yang tidak terlalu berpengaruh.  
Satu lagi cara untuk mendefinisikan hukum 
internasional yaitu  dengan jalan mempertanyakan apa 
batasan atau ukuran hukum internasional ini . Kata 
’internasional’ itu sendiri  yaitu  bukti tekstual 
yang menyatakan bahwa hukum internasional itu 
yaitu  hukum yang melintasi batas-batas negara 
dan lebih luas daripada yurisdiksi suatu negara. namun   
bukan berarti bahwa hukum internasional itu bersifat 
universal, walaupun dalam hal tertentu hukum 
internasional diklaim mempunyai sifat-sifat ini , 
misalnya hukum humaniter internasional, kejahatan-
kejahatan perang dan kejahatan-kejahatan terhadap 
kemanusiaan yang diklaim memiliki yurisdiksi 
internasional. 
Juga patut dipertimbangkan, para pihak yang terlibat 
yaitu bangsa-bangsa dan bukan individu warganegara. 
Perbedaan yang krusial diantara keduanya yaitu  
persamaan formal  (formal equality) yang dimiliki 
bangsa-bangsa dibandingkan dengan individu warga 
negara dalam suatu bangsa yang memiliki sifat 
hubungan yang hirarki atau vertikal. 
Makna lebih jauh dalam mendefinisikan hukum 
internasional yaitu  mempertimbangkan para pihak 
dan persoalan-persoalan yang diatur oleh hukum 
ini . Sebuah perbedaan yang seringkali dibuat 
dalam hal ini yaitu  pemakaian istilah hukum 
internasional publik dan hukum perdata internasional. 
Hukum internasional publik merujuk pada hukum yang 
mengatur hubungan antar negara, sedang hukum 
perdata internasional merujuk pada hukum antar 
individu-individu, termasuk korporasi, dimana ada 
dimensi internasional didalamnya yang membantu 
penentuan hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari para 
pihak dalam kondisi tertentu. Singkatnya, hukum yang 
memberi  terbitnya hak-hak dan kewajiban-
kewajiban antar para pihak dan terbitnya aturan-
atuaran yang dijadikan acuan ketika terjadi suatu 
sengketa, di mana akan dilihat ada atau tidaknya elemen 
internasional. 
b. Sumber-Sumber Hukum Internasional 
 Barangkali salah satu cara untuk menemukan definisi 
yang paling baik tentang apakah hukum internasional 
itu yaitu  dengan jalan melihat sumber-sumber hukum 
internasional. 
 Definisi klasik hukum internasional dapat ditemukan 
pada pasal 38 Statuta the International Court of Justice 
(ICJ) yang memberi  empat buah sumber hukum 
internasional yang diakui oleh ICJ. Keempat sumber itu 
yaitu : 
a. Perjanjian Internasional (International 
Conventions) – baik umum maupun khusus yang 
memuat aturan-aturan yang diakui oleh Negara-
negara peserta. 
b. Kebiasaan Internasional (International Customs) – 
sebagai suatu bukti praktek-praktek umum yang 
diterima dan dilakukan oleh Negara-negara di 
dunia.  
c. Prinsip-prinsip umum hukum (General principles 
of laws) yang diakui oleh warga  internasional 
d. Putusan-putusan hakim dan pendapat sarjana 
(Judicial decisions and text book writers) – para ahli 
dan para pakar pada bidang-bidang yang relevan 
dalam hukum internasional. 
Pada perkembangan kemudian, produk-produk 
hukum internasional banyak dibentuk oleh badan-
badan atau organ-organ internasional selain dari 
sumber-sumber yang ada dalam Statuta ICJ. 
namun  , pada umumnya para teoritisi berpendapat 
bahwa produk-produk hukum ini  yaitu  
bagian dari perjanjian internasional dengan melihat 
keabsahan dan kewenangan yang dimiliki oleh organ-
organ dan badan-badan organisasi internasional 
ini . Termasuk juga di dalam hal ini yaitu  
resolusi-resolusi yang dikeluarkan oleh Perserikatan 
Bangsa-Bangsa (PBB). 
Selanjutnya juga ada keputusan-keputusan 
dari organisasi-organisasi internasional yang memuat 
aturan-aturan yang berkaitan dengan tingkah laku yang 
juga dianggap sebagai sumber hukum ekonomi 
internasional. namun  , hakekatnya putusan-putusan ini 
hanya mengikat dan berlaku untuk kepentingan internal 
organisasi internasional ini . Contoh putusan 
organisasi internasional ini yaitu  putusan dari the 
Organisation for Economic Cooperation and 
Development (OECD) pada tahun 1977 tentang the 
Governing Principle for Energy Policy yang membatasi 
impor minyak mentah. 
Lalu ada juga apa yang disebut Codes of 
Conduct. Menurut Huala Adolf, codes of conduct yaitu  
dipakai  untuk menunjuk kepada suatu perangkat 
aturan yang mengatur hubungan-hubungan bisnis 
transnasional yang bukan hanya dibentuk oleh negara, 
organisasi antar pemerintah tapi juga oleh pihak swasta 
dan organisasi internasional. 
Hal yang perlu dipertimbangkan dalam hal ini 
yaitu  bahwa codes of conduct kekuatan mengikat 
hukumnya tidaklah sekuat bentuk-bentuk hukum lain, 
tetapi ia dapat dikatakan hanya yaitu  suatu 
pedoman atau yaitu  aturan moral belaka. 
c. Perjanjian Internasional Sebagai Sumber Yang Paling 
Penting Dalam Hukum Komersial Internasional 
 Istilah perjanjian internasional yaitu  terjemahan 
bahasa negara kita  untuk istilah convention. Kadangkala 
terminologi perjanjian internasional dalam bahasa 
inggris juga berbeda-beda, misalnya, agreement, treaty, 
protocols, exchange of notes, atau instrument, namun   
pada dasarnya semua istilah ini  memiliki 
pengertian konsep yang sama. Konsep ini  yaitu  
sebuah perjanjian oleh sebuah negara untuk bertindak, 
tidak bertindak dalam tindakan tertentu pada waktu 
yang akan datang. Perjanjian internasional ini 
umumnya diadakan dalam bentuk multilateral (lebih 
dari dua negara) ataupun bilateral (diadakan oleh dua 
negara). 
 Persoalan perjanjian internasional diatur dalam 
Konvensi Wina Tahun 1969 tentang Perjanjian 
Internasional yang memuat seperangkat aturan 
mengenai pembentukan, penafsiran dan pengakhiran 
perjanjian. 
d.  Kebiasaan Internasional sebagai Hukum Kebiasaan 
Internasional 
 Hukum kebiasaan internasional mengikat semua 
negara, bahkan, walaupun tanpa adanya suatu 
persetujuan, jika  syarat-syarat berikut dapat 
dipenuhi maka ia akan tetap mengikat. Syarat-syarat 
ini  yaitu : 
1. Keseragaman dan konsistensi praktek dari negara-
negara yang ada (misalnya, tindakan resmi 
pemerintah, dapat termasuk juga dalam hal ini 
yaitu  pernyataan, klaim dan tindakan yang 
dilakukan oleh pemimpin politik, perwakilan 
diplomatik dan lembaga-lembaga yudisial dan 
administratif dari suatu negara).  
2. Suatu keyakinan oleh sebuah negara bahwa tingkah 
laku dalam artian kebiasaan itu dibutuhkan oleh 
mereka.   
 Perlu dicatat bahwa, kebiasaan mungkin dikodifikasikan 
dan dibuat dalam bentuk perjanjian. 
e.  Prinsip-Prinsip Umum Hukum & Putusan-Putusan 
Hakim Dan Pendapat Sarjana  
 Sumber-sumber ini jika dibandingkan dengan dua 
sumber sebelumnya yaitu  sumber yang kurang 
begitu penting dalam hukum internasional, namun   
dalam hal tertentu memiliki peranan yang penting 
untuk menginterpretasikan aturan-aturan yang ada 
dalam hukum internasional. 
f.  Fungsi Hukum Internasional 
 Dalam pembahasan akan  terlihat bahwa pada level 
hukum ekonomi internasional, hukum internasional, 
khususnya perjanjian dan kesepakatan-kesepakatan 
antara bangsa-bangsa yang ada, yaitu  kritikal poin 
dalam memberi  kewajiban-kewajiban bagi subjek-
subjek hukum ekonomi internasional. Subjek-subjek 
hukum ekonomi internasional maksudnya yaitu  
individu-individu perdata termasuk korporasi yang 
mungkin menerapkan diantara mereka sendiri 
kewajiban-kewajiban tertentu untuk menghormati 
perjanjian yang ditandatangani oleh pemerintah mereka 
yang berdaulat. 
 Brierly dalam Law of  Nations menyatakan bahwa fungsi 
hukum internasional yaitu : 
 ‘….international law is performing a useful and indeed a 
necessary function in international life in enabling states 
to carry on their day to day intercourse along orderly and 
predictable lines. That is the role for which states have 
chosen to use it and for that it has provided a serviceable 
instrument’. 
g.  Kontrak Sosial dan Ekonomi Internasional 
 Salah satu aspek penting dari hukum internasional 
khususnya dalam hubungan dengan hukum perjanjian 
yaitu  kesadaran dan keinginan dari negara-negara itu 
untuk mematuhi kewajiban-kewajiban tertentu dibawah 
hukum internasional. Dapat juga dikatakan jika 
hubungan ini, dalam hal tertentu, dianalogkan dengan 
ide tentang kontrak sosial dalam filosofi politik dimana 
individu-individu menyerahkan sebagian hak-hak 
mereka untuk dapat menikmati jaminan keamanan 
misalnya dari negara.  
 Tapi, perbedaan yang paling penting jika dibandingkan 
dengan individu-individu perdata ini , negara-
negara menikmati prinsip persamaan dan kapasitas 
dalam hubungan diantara mereka dalam konteks 
kedaulatan dan hak atas integritas territorialnya. Dalam 
hal ini, dapat juga dipertimbangkan bahwa hukum 
internasional, khususnya perjanjian antar negara, 
sebagaimana analog suatu kontrak dimana masing-
masing pihak sepakat untuk melepaskan sebagian 
keuntungannya atau menghilangkan hambatan yang 
ada untuk menerima keuntungan-keuntungan atau 
sesuatu yang bernilai sebagai pengembalian dari 
kesepakatan itu. 
h. Sekilas Hukum Internasional  
 Menurut Malcolm N. Shaw: 
 ‘Modern international law has its origins in the Europe of 
the sixteenth and seventeenth centuries. Although 
communities of states regulated by law had previously 
existed in Europe and elsewhere it is for reasons apparent 
from subsequent world history the law created  to govern 
the diplomatic, commercial, military, and other relations 
of the society of Christian states forming the Europe of 
that time that provides the basis for the present law’. 
 Ide tentang hukum internasional berkembang di Eropa 
pada abad ke-XIX, 
 Pada tahun 1914 bertambah dengan masuknya negara 
China dan Jepang. sedang momentum peletakan 
dasar bagi hukum internasional ini, khususnya dalam 
aspek kelembagaan yaitu  dibentuknya Liga Bangsa-
Bangsa pada tahun 1920-an.  
i. Hukum Internasional, Hard Law ataukah Soft Law 
dan Persoalan Penegakan Hukumnya. 
Hukum internasional berkaitan dengan negara 
berdaulat, dimana tujuan utamanya itu yaitu : 
a. Integritas teritorial 
b. Tidak ada campur tangan dari negara lain 
c. Perlindungan terhadap warganegara 
d. Menjaga kepentingan ekonomi 
namun  , bagaimana dengan penegakan hukum, 
ketika tidak ada pengadilan seperti pada hukum 
nasional dan tidak ada persamaan kedaulatan antar 
negara-negara dalam prakteknya? Sehingga pertanyaan 
itu berpuncak pada apakah hukum internasional benar-
benar yaitu  hukum? Tapi senyatanya hukum 
internasional itu eksis. Berikut akan dibahas sekilas 
tentang persoalan ini. 
j.  Prinsip mekanisme penegakan hukum 
Dalam hukum internasional beberapa konsep 
berikut ini diakui sebagai bentuk penegakan hukum 
internasional, yaitu 
1. Sanksi ekonomi kolektif 
2. Sanksi militer kolektif 
3. Mahkamah Internasional 
Selanjutnya untuk mempertimbangkan persoalan 
penegakan hukum ini, penting untuk mendiskusikan 
apa yang negara-negara itu lakukan atau ya atau 
tidakkah hukum internasional itu dipertimbangkan 
sebagai “soft law” jika dibandingkan dengan “hard law” 
pada hukum nasional.  
Martin Dixon menyatakan: ‘…the most convincing 
evidence of the existence of international law is that the 
overwhelming majority of international legal rules are 
consistently obeyed”. 
Jadi, negara-negara umumnya mematuhi hukum 
internasional disebabkan hal itu yaitu  
kepentingan dalam negara mereka sendiri dan 
tindakan-tindakan ini  yaitu  pendorong 
terhadap kekuasaan yang mereka miliki. Misalnya 
dalam konteks hukum ekonomi internasional 
Morgenthau sebagaimana dikutip Richard Edney 
berpendapat: ‘…a nation will be likewise be reluctant to 
disregard its obligations under a commercial treaty , since 
the benefit that it expects from the execution of the treaty 
by the other contracting parties are complementary to 
those anticipated by the latter. It may thus stand to lose 
more than it would gain by not fulfilling its part of the 
bargain. his is particularly so in the long run , since a 
nation that has the reputation of reneging on its 
commercial obligations will find it hard to conclude 
commercial treaties beneficial to itself’. 
Dan pendapat yang berbeda yang perlu dicatat 
sebagaimana disampaikan oleh Fitzmaurice dalam 
Richard Edney, bahwa: ‘…the assumed certainty of 
enforcement in the national society masks the fact that in 
general the law does not have to be enforced not so much 
because it is taken for granted that it would be , but 
because it commands in practice the general assent or 
tolerance of the community. The real foundation of the 
authority of international law resides similarly in the fact 
that the states making up the international society 
recognize it as binding upon them and moreover as a 
system that ipso facto binds them as members of the 
society irrespective of their individual wills’. 
k.  Perjanjian dan Hukum Ekonomi Internasional 
Sebagaimana disebutkan terdahulu, sumber hukum 
ekonomi internasional yang paling penting yaitu  
hukum yang berkaitan dengan perjanjian baik bilateral 
maupun multilateral dan bisa saja berkaitan dengan 
persoalan persoalan apapun juga.  
Dixon & McCorqdale berpendapat: ‘…treaties are 
now the most important source of international law. 
They offer states a deliberate method by which to create 
binding international law’. 
Perjanjian yaitu  basis dari kesepakatan 
internasional antara negara-negara yang mengikat para 
pihak ini  menurut hukum internasional. Format 
perjanjian bukanlah hal yang penting, ketika negara-
negara itu membuat perjanjian tertentu maka mereka 
akan melaksanakan perjanjian itu sebagai hal yang 
mengikat secara hukum internasional.  
Tunduknya suatu negara terhadap suatu perjanjian 
yaitu  yaitu  tindakan sukarela dan tentunya akan 
mengurangi kebebasan, kekuasaan dari suatu negara itu 
untuk bertindak dalam hal tertentu. Selain itu, setiap 
negara yang berdaulat memiliki kapasitas untuk 
membuat perjanjian. namun  bagaimana proses 
suatu perjanjian menjadi hukum nasional, setiap negara 
memiliki tata cara tersendiri. Untuk melihat lebih jauh 
aturan hukum tentang perjanjian internasional yang 
berlaku di negara kita  dapat dilihat pada Undang-
Undang No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian 
Internasional. 
Seperti pada umumnya suaru kesepakatan, sekali 
suatu perjanjian ditandatangani maka ia membawa 
konsekuensi kewajiban atau tanggung jawab, yaitu 
mengimplementasikan perjanjian itu, pada negara yang 
menandatangani perjanjian ini . Termasuk juga 
dalam hal ini barangkali yaitu  penghapusan aturan-
aturan atau hukum nasional tertentu yang tidak sesuai 
dengan perjanjian internasional yang dibuat. 
Baik menurut hukum internasional maupun hukum 
ekonomi internasional secara khusus, sebagaimana diuraikan 
diatas, terlihat jelas bahwa perjanjian internasional 
yaitu  sumber utama dan terpenting.  
Pembahasan mengenai sumber-sumber hukum berguna 
untuk mengetahui dimana kita dapat menemukan hukum 
ini . sebab dengan keberadaan sumber-sumber hukum 
kita dapat melihat jelas apa hak-hak dan kewajiban-
kewajiban yang ditimbulkan dari suatu tindakan baik untuk 
berbuat maupun untuk tidak berbuat sesuatu. 

Cita-cita untuk membuat suatu piagam hak-hak dan 
kewajiban-kewajiban Ekonomi Negara-negara (Charter of 
the Economic Rights and Duties of States) (selanjutnya 
disebut “piagam” atau Piagam CERDS”) pertama kali 
diusulkan oleh Presiden Mexico Luis Echeverria Alvarez 
pada 1972. Alvarez menggunakan forum the United Nations 
Conferenceon Trade and Development (UNCTAD) untuk 
merancang Piagam ini . Usulan ini mendapat dukungan 
dari cukup banyak negara(sedang berkembang). 
Latar belakang Alvarez mengusulkan pembentukan 
Piagam ini yaitu  sebab semakin terpuruknya pereko-
nomian negara sedang berkembang pada tahun 1960-an. 
Beliau berpendapat bahwa aktivitas ekonomi internasional 
harus diatur oleh suatu dasar hukum yang kuat (firm legal 
footong). Untuk itu perlu dirumuskan suatu pigam hak-hak 
dan kewajiban-kewajiban ekonomi negara-negara. 
Ada dua alasan mengapa perekonomian negara sedang 
berkembang tidak tumbuh positif pada tahun 1960-an. 
Pertama, usaha  di bawah PBB pada masa iyu tidak begitu 
konstruktif bagi negara sedang berkembang sebab PBB 
semata-mata yaitu  lembaga politis. 
Kedua, negara-negara maju sudah sejak lama ‘mengusai’ 
dan ‘mengontrol’ keputusan-keputusan yang menyangkut 
pertumbuhan ekonomi, khususnya pasar dan perdangang 
internasional. Tujuan dari pengusaan atau kontrol ini sudah 
barang tentu semata-mata untuk kepentingan perekonomian 
atau perdagangan mereka. 
Untuk menjalin kerjasama ekonomi internasional perlu 
adanya keinginan negara-negara untuk bekerja sama. Cara 
terbaik untuk membukitikan adanya keinginan kerja sama 
ekonomi negara-negara yaitu  menerima hak-hak dan 
kewajiban-kewajiban negara-negara dalam bidang ekonomi. 
Masalahnya yaitu  tidak ada bab-bab atau ketentuan-
ketentuan dalam piagam PBB yang mengatur hak-hak dan 
kewajiban-kewajiban negara-negara di bidang ekonomi 
Internasional. 
Disamping itu usaha -usaha  yang dilakukan oleh 
sebagian negara tidaklah cukup untuk menjembatani 
perbedaan tingkat ekonomi antara neagra-negara dan 
meningkatkan pertumbuhan ekonomi serta kemakmuran 
negara-negara. sebab itu yang perlu dilaksanakan yaitu  
suatu tindakan bersama (joint action) negara-negara untuk 
merumuskan prinsip-prinsip (hukum)yang diterima umum 
guna mengatur hubungan-hubungan ekonomi internasional. 
Kebutuhan perlunya suatu perturan hukum ekonomi 
internasional ini semakin dirasakan sesudah timbulnya krisis 
minyak dunia pada 1973. sebab itu pula untuk 
mengkristalisasi kerja sama nda mengatur kegitan-kegiatan 
ekonomi yang saling ketergantungan itu kehadiran hukum 
ekonomi internasional yang tertuang dalam suatu instrumen 
khusus perlu segera dibentuk. 
Setahun kemudian, 1974 warga  internasional 
menyebut tahun ini sebagai tahun konsolidasi kaidah-kaidah 
hubungan-hubungan ekonomi internasional. Pada tanggal 1 
mei 1974, majelis Umum PBB mengesahkan dua resolusi 
penting 
a. Resolusi 3201 (s-v1) mengenai the Declaration on the 
establishment of a New International Economic Order 
b. Resolusi 3202 (S-VI) mengenai the program of Action on 
the Establishment of anew international economic order 
 Dalam pembahasan mengenai instrument hukum yang 
akan dipakai , negara-negara sulit mencapai kata sepakat. 
Sesudah berkali-kali bersidang, kelompok kerja akhirnya 
menyetujui 26 pasal dari 34 pasal yang direncanakan. 
Berbagai usulan perubahan oleh anggota negara-negara 
anggota OECD(Organization for economic Cooperation and 
Development) ditolak berdasar  suara terbanyak, termasuk 
usulan untuk memperpanjang perundingan-perundingan 
yang bertujuan untuk menyelesaikan suatu rancangan 
piagam yang lengkap dan diterima umum. 
Hasil yang akhirnya disetujui yaitu  dipakai  istilah 
piagam. Amerika Serikat tetap teguh dengan pendiriannya 
yaitu menggunkan istilah deklarasi. Judul yang tetap 
menurut negara ini yaitu  Declaration of Principles of 
International Economic Law. 
Memang istilah yang acapkali atau lazim dipakai  
yaitu  konvensi untuk menunjukkan kepada perjanjian-
perjanjian internasional yang dirundingkan dan disahkan 
oleh PBB dan organisasi-organisasi lainnya. namun   negara-
negara sedang berkembang berpendapat, isi (muatan) dari 
perjanjian yang dibahas sifatnya khusus. sebabnya istilah 
yang dipakai  harus khusus pula, dalam hal ini yang 
dipakai  yaitu  piagam. 
Menurut keinginan negara-negara berkembang, piagam 
kali ini sifatnya harus bersifat khusus. Ia harus yaitu  
dokumen terpenting kedua sesudah piagam PBB. Piagam 
sebelumnya yang berusaha  mengatur hubungan ekonomi 
internasional, yaitu piagam Havana (Havana Charter) 
mengenai pembentukan Organisasi Perdagangan 
Internasional (cikal bakal GATT), gagal terbentuk sebab 
kongres Amerika Serikat menolak meratifikasinya. 
 
Piagam  CERDS terdiri dari 34 pasal yang dikelompok-
kan menjadi 5 topik. Berikut yaitu  uraian singkat mengenai 
topik-topik ini  : 
 
Mukadimah atau preambul piagam terdiri dari 13 
ayat atau paragraf. Mukadimah ini mempertegas tujuan 
dibentuknya PBB memelihara perdamaian dan 
keamanan internasional, membangun hubungan-
hubungan persahabatan antara negara dan 
mengusaha kan kerjasama internasional dalam 
menyelesaikan masalah-masalah ekonomi dan sosial 
“(paragraf 3). 
Paragraf 4 dipandang sebagai pernyataan penting: 
yakni bahwa tujuan fundamental dari piagam CERDS 
yaitu  memajukan pembentukan tata ekonomi 
internasional baru yang didasarkan pada keadilan, 
persamaan kedaulatan, interpedence (saling 
ketergantungan), kepentingan bersama dan kerjasama 
di antara negara-negara tanpa melihat sistem ekonomi 
sosialnya. 
Untuk memajukan pembentukan tata ekonomi 
internasional baru ini, dirasa perlu terbentuknya 
kondisi-kondisi seperti : 
a) Menciptakan kemakmuran yang lebih luas di 
antara semua negara dan standar hidup yang lebih 
tinggi bagi semua bangsa. 
b) Memajukan ekonomi dan sosial semua bangsa 
c) Menanggulangi rintangan-rintangan utama bagi 
pembangunan ekonomi negara-negara sedang 
berkembang 
d) Memajukan perkembangan ekonomi negara-
negara sedang berkembang untuk mengurangi 
jurang pemisah antara negara berkembang dengan 
negara maju 
e) Melindungi dan memelihara lingkungan 
 Paragraf 7 menyatakan tekad negara-negara untuk 
memajukan keamanan ekonomi kolektif untuk 
pembangunan, khususnya negara sedang berkembang, 
dengan menghormati persamaan kedaulatan setiap 
negara melalui kerjasama warga  internasional 
keseluruhannya. 
Paragraf 8 menguraikan pertimbangan-
pertimbangan yang menjadi dasar bagi kerjasama 
internasional kolektif. Paragraf ini menyatakan bahwa 
persyaratan yang sangat esensial untuk memenuhi 
keinginan bersama warga  untuk mencapai 
pembangunan yang adil dan rasional diseluruh dunia 
yaitu  suatu kerjasama yang tulus (genuine cooperation) 
di antara negara berdasar  tindakan terkendali 
(concerted action) terhadap masalah-masalah ekonomi 
internasional. 
Paragraf lainnya pada umumnya memuat 
penetapan-penetapan perlunya kerjasama antar negara 
dan pembangunan ekonomi bagi seluruh negara. 
Paragraf yang kontroversial menurut negara-negara 
maju yaitu  paragraf 4 dan 7. 
2. Prinsip-prinsip Fundamental mengenai hubungan-
hubungan ekonomi Internasional 
Bab I mengenai “fundamentals of international 
economic relations” menetapkan 15 prinsip yang ‘harus’ 
mengatur hubungan-hubungan ekonomi, politik dan 
hubungan-hubungan lainnya diantara negara-negara.” 
Beberapa bagian dari prinsip-prinsip ini yaitu  
bagian dari hukum kebiasaan internasional. Milan 
Bulajic menyebutnya sebagai hukum internasional 
klasik. 
Adapun prinsip-prinsip fundamental mengenai 
hubungan-hubungan ekonomi internasional ini yaitu  
sebagai berikut: 
1. Kedaulatan, integritas wilayah dan kemerdekaan 
politik negara-negara  
2. Persamaan kedaulatan semua negara  
3. Non-agresi  
4. Non-intervensi  
5. Saling memberi manfaat dan adil  
6. Koeksistensi damai  
7. Hak-hak sama dan penetuan nasib sendiri bagi 
rakyat  
8. Penyelesaian sengketa secara damai  
9. Memperbaiki ketidakadilan yang diakibatkan oleh 
suatu negara  
10. Melaksanakan kewajiban-kewajiban internasional 
dengan itikad baik.  
11. Menghormati HAM dan kebebasan-kebebasan 
fundamental  
12. Tidak mencari hegemony dan pengaruh kekuasaan  
13. Memajukan keadilan sosial internasional  
14. Kerjasama internasional untuk pembangunan  
15. Akses bebas ke dan dari laut oleh negara-negara 
yang dikelilingi oleh darat dalam ruang lingkup 
prisnsip-prinsip diatas 
Sebagian dari prinsip-prisnsip ini  di atas 
tercantum dalam piagam PBB dan dalam the declaration 
on principles of internasional law concerning friendly 
relations and co-operatioan among states in accordance 
with the united nations charter.  
3. Hak-hak dan kewajiban-kewajiban ekonomi negara-
negara (pasa l1-28) 
Bagian II mengenai “hak-hak dan kewajiban-
kewajiban ekonomi negara-negara” terdiri dari 28 pasal 
mengenai: 
1. Kedaulatan dan penanaman modal asing (pasal 
1,2,7 dan 16) serta harta kekayaan yang dikelola 
bersama (shared resources)(pasal 3)  
2. Aturan-aturan perdagangan internasional (pasal 4-
6,14,18,20,21,22,26,27,28)  
3. Perlakuan preferensial terhadap negara-negara 
kurang maju (pasal 18,19,21,25,26)  
4. Organisasi internasional (pasal 10 dan 11)  
5. Kelompok-kelompok (organisasi) ekonomi 
regional (pasal 12,21,23 dan 24)  
6. Alih teknologi (pasal 13)  
7. Kewajiban-kewajiban umum untuk memajukan 
pembangunan dan kerjasama ekonomi (pasal 7-9, 
11 dan 17)  
8. Perlucutan senjata (pasal 15 dan 9), dekolonisasi 
(pasal 16) 
  
1) Kedaulatan dan penanaman modal asing serta 
harta kekayaan yang dikelola bersama (shared 
resources) 
Pasal 2 masih tetap menjadi ketentuan 
atau prinsip yang paling kontroversial di 
antara pasal-pasal piagam. Pasal 2 ini 
menyatakan bahwa hak setiap negara untuk 
“dengan bebas melaksanakan  kedaulatan 
permanen penuh... atas semua kekayaan dan 
kegiatan-kegiatan ekonominya.”(ayat 1 a). 
Mengenai kata “full” (penuh) di sini 
sarjana salem dengan tegas menyangkal 
pendirian yang menyatakan bawha keadulatan 
suatu negara mengenai kekayaan alamnya 
dapat dibatasi oleh adanya fakta bahwa 
kekayaan demikian dibutuhkan pula oleh di 
bagian dunia lainnya. Usul atau pandangan 
ini  tegas-tegas ditolak oleh negara-negra 
sedang berkembang. 
Menurut salem, kata permanen berarti 
bahwa negara yang bersangkutan dapat 
memanfaatkan hak-hak berdaulatnya setiap 
saat. Dimasukkannya kata ini dimaksud untuk 
menyangkal pendapat sarjana-sarjana, 
misalnya Nwogugu bawha suatu negara dapat 
melaksanakan hak berdaulatnya dengan 
memberi  pelaksanaan hak ini kepada 
pihak ketiga, misalnya dengan memberi  
suatu konsesi kepada suatu perusahaan asing. 
Pandangan ini  dibantah kembali 
oleh Hihenverdern. Menurutnya, pengertian 
bahwa kedaulatan negara itu permanen tidak 
berarti bahwa hak berdaulat negara ini  
tidak dapat ditanggalkan (waiver of 
sovereignty), meskipun untuk sementara 
waktu. Di samping itu, prinsip hukum 
perjanjian (kontrak) dalam hukum 
internasional, yakni prinsip itikad baik, 
membatasi pula pelaksanaan hak berdaulat 
suatu negara. 
Dalam kaitan ini, masing-masing negara 
memiliki hak untuk “mengatur dan 
melaksanakan jurisdiksi nasionalnya sesuai 
dengan hukum dan perundang-undangan dan 
sesuai dengan tujuan dan prioritas-prioritas 
(ekonomi,pen) nasional-nya”. Disamping hak 
ini  hak ini  yaitu  kewajiban negara 
untuk tidak memberi  perlakuan khusus 
kepada penanaman modal asing (pasal 2:2a). 
Sub topik kedua dari pasal 2 ini yaitu  
persoalan kompensasi atau ganti rugi terhadap 
harta kekayaan orang asing yang diambil alih. 
Menurut piagam CERDS, setiap negara 
memiliki hak untuk menasionalisasi, 
ekspropriasi atau mengalihkan harta kekayaan 
orang asing. Atas tindakannya itu, negara 
ini  harus membayar ganti rugi dengan 
memperhatikan hukum dan perundang-
undangan yang relevan dan semua keadaan 
yang menurut negara ini  penting. 
Manakala timbul masalah mengenai ganti 
rugi, maka masalah ini  harus diselesaikan 
berdasar  hukum nasional dari negara yang 
menasionalisasi. Badan peradilannya pun 
haruslah dari (pengadilan) negara ini , 
kecuali para pihak sepakat untuk 
menyelesaikannya melalui cara-cara damai 
lainnya atas dasar persamaan kedaulatan 
negara dan sesuai dengan prinsip-prinsip 
pemilihan cara-cara yang bebas (pasal 2:2c). 
3.  Aturan-aturan perdagangan internasional 
Ketentuan mengenai aturan-aturan 
pedagang-an internasional yaitu  
ketentuan yang cukup banyak dalam piagam. 
Ada sepertiga atau 11 pasal dari piagam 
CERDS yang mengatur bidang yang penting 
ini. Banyaknya pasal mengenai perdagangan 
internasional menggambarkan kepentingan-
kepentingan yang dominan dari negara-negara 
sedang berkembang. 
Salah satu kepentingan yang menonjol 
yaitu  peranan perdagangan sebagai sumber 
penerimaan keuangannya (foreign exchange) 
untuk membiayai pembangunan ekonomi dan 
sosialnya Pasal 4 Piagam CERDS menyatakan 
bahwa yaitu  hak setiap negara “untuk 
melakukan perdagangan internasional dan 
bentuk-bentuk kerjasam ekonomi tapa 
memandang perbedaan-perbedaan sistem 
poltik, ekonomi dan sosial. 
Pasal 14 menyatakan, setiap negara 
berkewajiban untuk bekerjasama dalam 
memajukan perluasan dan libelarisme 
perdagangan dunia serta meningkatkan 
kesejahteraan dan standar kehidupan semua 
rakyatnya, khususnya bagi negara-negara 
sedang berkembang. 
Pasal 28 ini menambahkan pula bahwa 
negara-negara maju harus memberi  
pertimbangan-petimbangan serius untuk 
mengam-bil usaha -usaha  lainnya yang layak 
dan memung-kinkan guna memenuhi 
kebutuhan-kebutuhan perdagangan dan 
pembangunan negara-negara sedang 
berkembang. 
Pasal 20 piagam mengatur hubungan 
ekonomi negara-negara sedang berkembang 
dan negara sosialis. Pasal 21 mengatur 
kerjasama perdagangan antara negara-negara 
sedang berkembang. Pasal 26 piagam 
mengatur prinsip most-favourd-nation(MFN). 
Prinsip ini dimasukkan de dalam piagam atas 
dasar kepentingan negara-negara maju, 
khususnya negara-negara sosialis eropa timur 
dan “kewajiban untuk hidup toleransi dan 
hidup bersama dengan damai. 
sedang dalam hal hubungan-
hubungan perdagangan internasional antara 
negara maju dengan negara sedang 
berkembang, atau antara negara berkembang 
danga negara miskin, maka prinsip yang 
berlaku yaitu  prinsip “preferential non-
reciprocal treatment”. Ketentuan terakhir 
mengenai sub topik ini yaitu  mengenai 
kewajiban semua negara untuk “bekerjasama 
dalam mencapai penyesuaian-penyesuaian 
harga ekspor negara-negara sedang 
berkembang dalam kaitannya dengan harga 
impor mereka. 
  
4.  Perlakuan Preferensi terhadap Negara-negara kurang 
maju 
Pasal yang mempertegas pemberian perlakuan 
preferensial (khusus) ini yaitu  pasal 19 piagam 
CERDS. Pasal 19 menegaskan, untuk meningkatkan 
pertumbuhan ekonomi negara-negara sedang 
berkembang dan memperkecil jurang perbedaan tingkat 
ekonomi negara-negara sedang berkembang dan negara 
maju, maka negara maju, manakala memungkinkan, 
harus memberi  prefernsi umum, prinsip pamrih 
(non-reciprocal), dan non-diskriminatif kepada negara-
negara sedang berkembang di bidang kerjasama 
ekonomi internasinal. 
Berkaitan dengan itu pula, pasal 25 menekankan 
kembali, untuk memajukan pembangunan ekonomi 
dunia, warga  internasional, negara-negara maju 
khususnya, “harus memperhatikan kebutuhan-
kebutuhan dan masalah-masalah khusus negara-negara 
miskin di antara negara-negara sedang berkembang dan 
negara-negara sedang berkembang kepulauan dengan 
tujuan membantu negara-negara ini  untuk 
menanggulangi kesulitan-kesulitan khusus dan sebab 
itu membantu pembangunan ekonomi dan sosial 
mereka”. 
5.  Organisasi Internasional 
Ketentuan mengenai organisasi internasional 
termuat dalam dua pasal (pasal 10 dan 11). Pasal 10 
mempertegas prinsip persamaan kedaulatan negara-
negara. Pasal 11 mengatur kewajiban negara untuk 
bekerjasama guna memperkuat dan meningkatkan 
efesiensi organisasi internasional. 
6.  Kelompok-kelompok (organisasi) ekonomi regional. 
 Piagam CERDS mengakui keberadaan kelompok-
kelompok atau organisasi regional yang bergerak dalam 
bidang ekonomi. Pasal penting yang mengatur 
kedudukan organisasi regional ini yaitu  pasal 12. Pasal 
ini menyatakan bahwa negara-negara memiliki hak 
untuk bergabung dalam kelompok-kelompok kerjasama 
sub-regional, regional dan interregional dalm usaha nya 
mengejar pembangunan ekonomi dan sosialnya. 
7.  Alih teknologi 
Piagam menyatakan bahwa “setiap negara memiliki 
hak untuk mendapat manfaat dari kemajuan dan 
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk 
meningkatkan pembangunan sosial dan ekonominya” 
(pasal 13;1). Dibalik hak ini , semua negara 
berkewajiban untuk “memajukan kerjasama ilmu 
pengetahuan dan teknologi antar negara dan alih 
teknologi, dengan memperhatikan semua kepentingan 
yang sah, termasuk, antara lain, hak dan kewajiban 
pemegang, pemasok dan penerima teknolgi. 
8.  Kewajiban umum untuk memajukan pembangunan dan 
kerjasama ekonomi 
 Ketentuan-ketentuan mengenai bidang ini 
memuat pasal-pasal yang menetapkan kewajiban-
kewajiban yang sifatnya umum. Tujuanny sama, yaitu 
untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara-
negara khususnya negara-negara sedang berkembang. 
Kewajiban-kewajiban umum dalam Piagam CERDS 
termuat secara khusus dalam pasal 7 sampai 9. Pasal 7 
menyatakan bahwa setiap negara memiliki tanggung 
jawab utama untuk memajukan pertumbuhan ekonomi, 
sosial dan budaya rakyatnya. 
Pasal 8 mensyaratkan negara-negara untuk : 
1) Bekerjasama dalam memperlancar hubungan 
ekonomi internasional yang lebih rasional dan adil 
2) Menggalakkan perubahan-perubahan struktural 
dalam perekonomian dunia yang harmonis sesuai 
dengan kebutuhan dan kepentingan semua negara, 
khususnya negara-negara sedang berkembang 
Pasal 9 kembali mempertegas kewajiban-kewajian 
umum di atas. Pasal ini menetapkan bahwa semua 
negara memiliki tanggung jawab untuk bekersama di 
dalam lapangan ekonomi, sosial dan budaya, ilmu 
pengetahuan dan teknologi untuk memajukan tingkat 
ekonomi dan sosial di seluruh dunia, khususnya, sekali 
lagi, bagi begara-negara sedang berkembang. 
9.  Perlucutan Senjata 
Piagam CERDS menyadari hubungan yang erat 
dan saling mempengaruhi antara perlucutan senjata dan 
pertumbuhan ekonomi negara-negara. Pasal 15 piagam 
menetapkan kewajiban-kewajiban negara-negara untuk 
mencapai perlucutan senjata yang dilaksanakan di 
bawah pengawasan internasional guna kepentingan 
pembangunan ekonomi dan sosial negara-negara, 
khususnya negara sedang berkembang. 
10. Dekolonisasi 
Dekolonisasi ada kaitan erat dengan negara sedang 
berkembang dan dengan hubungan ekonomi 
internasional. Kaitannya dengan negara sedang 
berkembang sebab negara ini pada umumnya baru saja 
melepaskan diri dari kolonisasi negara asing dan bahwa 
dekolonisasi memberi kesempatan kepada negara baru 
untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan 
kemampuannya sendiri. Pasal 16 Piagam CERDS secara 
implisit menyatakan akibat-akibat dari tindakan-
tindakan yang menindas atau merugikan sesuatu 
kelompok, kesatuan warga  atau negara. 
sebab itu pasal 16 dengan tegas menyatakan 
bahwa yaitu  hak dan kewajiban semua negara baik 
sendiri-sendiri atau bersama untuk menghapuskan 
kolonialisme, apartheid, diskriminasi ras, neo-
kolonialisme, dan semua bentuk agresi, okupasi 
(pendudukan) dan dominasi ekonomi. 
 11. Tanggung jawab bersama terhadap warga  
internasional 
Dua pasal dalam bagian III (pasal 29 dan 30) 
mengenai “common responsibility towards the 
international community”(tanggung jawab bersama 
terhadap warga  internasional), medapatkan suara 
abstain, namun   tidak ada suara negatif/tidak setuju. 
Pasal 29 mengakui dan menyatakan konsep warisan 
bersama umst msnudi terhadap “dasar laut dan tanah di 
bawahnya, di luar wilayah jurisdiksi nasional. Pasal 30 
mengatur perlindungan, pemeliharaan dan penegakan 
lingkungan yang diakui sebagai tanggung jawab negara 
12.  Ketentuan penutup 
Bagian IV mengatur “ketentuan penutup” yang 
berkaitan dengan kewajiban semua negara “untuk 
meningkatkan pertumbuhan ekonomi dunia yang 
berimbang” (pasal 31) dan untuk menahan diri dari 
pemakaian tekanan politik dan ekonomi terhadap 
negara lain (pasal 32) 
C. Kritik terhadap piagam CERDS 
 Negara maju umumnya melihat piagam ini sebagai 
piagam yang memiliki beberapa kelemahan. Pertama, 
menurut Brower dan Tepe Jr, Piagam CERDS dianggap sudah 
gagal sebab ia tidak tegas dan jelas menyatakan hak-hak dan 
kewajiban ekonomi negara-negara ada dan termuat dalam 
hukum internasional. 
Kedua, menurut Petersmann piagam CERDS kurang 
memenuhi prinsip “interest realization”, yakni prinsip yang 
mengakomodasikan atau memperhatikan berbagai 
kepentingan internasional. Ketiga, Piagam CERDS tidak 
memuat mengenai kelembagaan dan prosedur penyelesaian 
sengketa agar tujuan-tujuan Piagam CERDS dapat terpenuhi. 
Keempat, ruang lingkup piagam CERDS pun terbatas 
hanya kepada pengaturan mengenai hak-hak dan kewajiban 
negara-negara. Kelima, sarjana-sarjana maju umumnya 
memandang isi ketentuan piagam, khususnya pasal 2 sebagai 
ketentuan yang kontradiktif. Pasal ini membolehkan negara 
untuk mengambil alih harta milik perusahaan asing secara 
sepihak manakala negara ini  memandangnya perlu. 
Keenam, menurut pengamatan Chatterjee, dalam 
tahun-tahun belakangan ini ganti rugi menurut formula the 
Cordel Hull yaitu dengan menggunakan pembayaran ganti 
rugi secara ‘prompt, adequate and effective’ sudah mendapat 
dukungan dari banyak negara baik negara berkembang 
maupun maju. Ketujuh, kekuatan mengikat piagam itu 
sendiri masih ada perdebatan. Perdebatan berkiasar kepada 
apakah piagam ini  suatu bard law(mengikat) atau soft 
law(anjuran) 
D. STATUS PIAGAM CERDS DEWASA INI 
Dari uraian di atas, ada pandangan yang 
tampaknya umum dan masih hidup. Yakni, pandangan yang 
menyatakan bahwa piagam CERDS dewasa ini tidak 
memiliki kekuatan hukum, hanya sekedar rekomendasi 
semata atau sudah ‘mati’. 
Penulis berpendapat piagam masih hidup. Ada beberapa 
alasan berikut yang memperkuat pendapat ini. Petama, 
argumen singkat dan langsung, PBB tidak pernah 
menyatakan bahwa piagam tidak berlak lagi. Kedua, dalam 
berbagai sidangnya, PBB atau badan khususnya acapkali 
mengutip atau menjadikan piagam CERDS sebagai salah satu 
bahan penting untuk bahan rujukan dan bahan untuk 
membuat kebijakan atau perbandingan. 
Ketiga, meskipun literatur-literatur barat dewasa ini 
enggan mengutio piagam CERDS, namun   ketentuan-
ketentuan hukum internasional di berbagai bidang ternyata 
mengutio prinsip-prinsip dalam piagam CERDS 
Dari keseluruhan pasal dalam piagam CERDS, tampak 
sekali cukup banyak ketentuan yang secara khusus 
menempatkan kepentingan ekonomi atau pembangunan 
negara-negara sedang berkembang. Hal ini tampaknya tidak 
terlepas darim sejarah pembentukan piagam ini yang 
diprakarsai oleh negara-negara sedang berkembang dan 
melalui lembaga PBB yang banyak memperhatikan 
kepentingan negara sedang berkembang, yakni UNCTAD. 
Meskipun kepentingan negara sedang berkembang 
dominan, namun   isi dari ketentuan piagam CERDS 
mempertgas kembali beberapa prinsip hukum perdagangan 
internasional dan prinsip-prinsip hubungan ekonomi yang 
sudah umum. 
Pembahasan berikut ini akan memfokuskan pada 
perkembangan the General Agreement on Trade and Tariffs 
(GATT) dan the World Trade Organization (WTO) serta 
prinsip-prinsip yang ada di dalam the World Trade 
Agreement tentang regulasi perdagangan internasional. 
namun   sebelumnya, penting juga dibahas mengenai konsep 
perdagangan internasional.  
I.  Perdagangan Internasional Dan Teori Comparative 
Advantage  
Sejak lama warga  dan bangsa-bangsa didunia 
meyakini bahwa untuk meningkatkan produksi dan 
pendapatan, pengembangan keahlian khusus dalam 
proses produksi tertentu harus dilakukan. Negara-
negara secara tipikal memiliki kelebihan masing-masing 
atau dengan kata lain, mereka memiliki keahlian khusus 
dalam memproduksi suatu barang jika dibandingkan 
dengan negara lainnya. Hal ini disebabkan sebab 
adanya perbedaan yang disebabkan oleh geografi, 
sumber daya alam, dan lain-lain. Surplus produksi ini 
memungkinkan untuk terjadinya perdagangan dengan 
bangsa atau komunitas lainnya, sebab kebutuhan 
domestik sudah terpenuhi. Selain itu, pasar lokal atau 
domestik, melalui perdagangan internasional akan 
dapat dikembangkan dan ditingkatkan. 
Singkatnya, perdagangan, membuat komunitas 
warga  atau bangsa-bangsa ini  berkonsentrasi 
dengan apa yang terbaik yang dapat mereka lakukan 
dalam bagian-bagian produksi ini . Tidak ada dua 
negara yang memiliki sumber daya alam, iklim dan 
cuaca serta tenaga kerja yang sama persis. Perbedaan 
yang timbul diantara komunitas atau bangsa-bangsa itu 
membuat apa yang disebut sebagai ‘comparative 
advantage’ sebagai penjamin produk-produk tertentu 
yang dihasilkan oleh suatu komunitas atau suatu bangsa 
ini . Bahkan dalam teori perdagangan 
kontemporer, produksi ini tidak hanya berupa barang 
semata namun  juga jasa misalnya dalam bidang 
teknologi informasi.  
Secara teoritis, perdagangan menterjemahkan 
perbedaan ini menjadi suatu produksi maksimum untuk 
semua bangsa dan komunitas yang didasarkan pada 
keunggulan sumber yang dimiliki yang kemudian 
ditempatkan dengan cara yang paling efisien. Teori 
perdagangan internasional ini, dalam teori ekonomi 
dikenal sebagai ‘theory of comparative advantage’. Teori 
ini dikemukakan oleh seorang ekonom yang bernama 
Ricardo (1817).   
Salah satu kasus yang menarik yaitu  case of winter 
roses. Walaupun sudah sangat lama, namun  teori ini 
masih relevan utamanya untuk menjustifikasi 
perdagangan internasional dan pangsa pasar dari suatu 
bangsa. Dapatlah dikatakan Ricardian theory atau teori 
Ricardo ini menjadi dasar perdagangan internasional.  
Kunci dari teori Ricardian yaitu  mempercayakan 
pada market untuk  mengalokasikan sumber-sumber 
yang ada dengan cara yang paling efisien. Aspek penting 
dari teori itu yaitu  peranan pemerintah hendaknya 
ditujukan untuk mengurangi hambatan yang dapat 
mengurangi fungsi efisiensi pada market global. 
Sebagaimana kita ketahui, tujuan dari perdagangan 
bebas dan liberalisasi perdagangan internasional secara 
maksimum yaitu  salah satu fokus dari WTO. Secara 
khusus hal ini akan melibatkan negara-negara anggota 
WTO untuk tidak memaksan aturan-atauran yang 
dapat mendistorsi jalannya market global. Asumsikan 
dalam hal ini hambatan dan pembatasan dari 
pemerintah dalam perdagangan internasional tidak ada, 
maka market global, akan mengalokasikan sumber-
sumber yang ada itu dengan cara yang paling efisien.  
Selanjutnya kita akan membahas keberadaan WTO 
dan pendahulunya GATT. namun   perlu diingatkan ada 
beberapa poin pembahasan yang tidak dijelaskan lebih 
lanjut pada Bab ini, sebab sudah ataupun akan dibahas 
tersendiri pada Bab lainnya. 
Inisiatif pembentukan GATT muncul dari Amerika 
selama dan sesudah Perang Dunia II dimana diyakini bahwa 
salah satu pendorong terjadinya perang ini  yaitu  
kondisi ekonomi dunia. Diyakini bahwa sudah terjadi 
disfungsi ekonomi internasional pada masa itu. 
Perlindungan terhadap tarif dan perdagangan dipandang 
memiliki tanggung jawab yang paling besar atas terjadinya 
depresi dan ketidakpercayaan yang tinggi antar bangsa-
bangsa berkaitan dengan isu perdagangan. Konflik yang 
terjadi itu yaitu  konsekuensi dari ketidakpercayaan. 
Oleh sebabnya, kemudian timbul konsep bahwa situasi 
seperti itu hendaknya dapat diantisipasi dan perdagangan 
internasional pada masa akan datang harus dibuat sebebas 
mungkin. 
Sebuah aspek penting dari hal ini  yaitu  keinginan 
untuk membentuk institusi yang dapat meyakini 
perdagangan ekonomi dunia yang memiliki kemampuan 
independen untuk menjaga perdagangan bebas antar negara. 
Pentingnya institusi seperti itu diklaim  akan dapat 
menerapkan tindakan-tindakan yang dilakukan dalam 
rangka perdagangan internasional sebagai tindakan atas 
nama kepentingan bangsa-bangsa secara kolektif sehingga 
dapat mecegah potensi ego kepentingan suatu bangsa 
tertentu.  
Dapat dikatakan bahwa Konferensi Bretton Woods 
(1944) yaitu  awal dari pengaturan ekonomi 
internasional sekarang ini. Konferensi ini mengarah pada 
terwujudnya the International Monetary Fund (IMF) dan the 
International Bank for Reconstruction and Development 
(World Bank). Dan yang ketiga yaitu pembentukan  the 
International Trade Organization (ITO). Draft ITO Charter 
ini  disiapkan oleh pihak Amerika Serikat. 
Secara simultan pekerjaan dalam rangka ekonomi 
internasional ini dimulai dengan usaha untuk mengadakan 
the General Agreement on Trade and Tariffs (GATT), yang 
ditujukan sebagai sebuah pengaturan sementara sampai 
dengan terwujudnya institusi ITO. Dalam hal ini termasuk 
juga the Protocol of Provisional Application of the General 
Agreement on Tariffs and Trade (1947).  
GATT yaitu  sebuah perjanjian multilateral yang 
bukan yaitu  sebuah organisasi maupun institusi. 
GATT akhirnya terwujud namun   ITO (dikenal juga sebagai 
the ‘Havana Charter’) gagal untuk dibentuk sebab 
ketidaksepakatan negosiasi pendiriannya. Hal ini disebabkan 
draft ITO Charter sendiri ternyata tidak mendapat 
persetujuan dari kongres Amerika. Sekalipun kegagalan 
untuk mendirikan sebuah konstitusi dasar dan struktur 
kelembagaan ekonomi internasional, GATT, yang pada 
awalnya yaitu  sebuah perjanjian multilateral, akhirnya 
dikembangkan sebagai sebuah institusi dan dalam 
prakteknya beroperasi seperti sebuah organisasi 
internasional.  
Dengan diberlakukannya Protocol of Provisional 
Application, akhirnya GATT dapat beroperasi antara tahun 
1948 – 1994. Secara de facto, GATT mampu mencapai hasil 
yang signifikan dalam meliberalisasi perdagangan dunia. 
Salah satu kunci keberhasilan GATT yaitu  pada 
pengurangan tarif diantara para pihak anggota GATT. 
namun  , ada beberapa permasalahan yang substansi 
dalam pelaksanaan GATT. Berikut ini akan didiskusikan 
permasalahan ini .  
a.  Kritik terhadap Rezim GATT 1947 – 1994  
sepanjang waktu kritikan terhadap GATT 
ditujukan pada keefektifan dari struktur GATT itu 
sendiri. Umumnya kritikan itu yaitu  sebagai berikut: 
a. Bagian II dalam aturan GATT  
b. Ketidak efektifan prosedur penyelesaian 
sengketanya 
c. Hanya yaitu  sebuah perjanjian yang 
ditujukan untuk sementara waktu saja sesudah 40 
tahun  
d. Meningkatnya peranan korporasi multinasional 
yang bukan yaitu  subjek GATT (GATT 
hanya berlaku untuk pemerintah suatu negara 
semata) 
e. Meningkatnya pemakaian oleh suatu negara 
kebijakan perlindungan non-tarif (misalnya 
subsidi) 
f. Tidak temasuknya sektor jasa  
g. Ketergantungan yang sangat besar antar 
perekonomian nasional 
h. Isu globalisasi dan akibatnya 
b.  Reformasi yang terus menerus didalam GATT and 
Putaran  Uruguay   
sebab ketiadaan sebuah struktur institusional, 
reformasi di dalam GATT terus dilakukan dengan jalan 
saling konsultasi antar negara-negara anggota GATT. 
Hal ini terjadi selama tujuh kali putaran negosiasi. 
Putaran Uruguay, yaitu  yang paling berhasil diantara 
lainnya yang dilaksanakan oleh GATT. Puturan 
Uruguay dimulai tahun 1986 dengan fokus diskusi 
sebagai berikut: 
a) Tariffs  
b) Non-tariff barriers  
c) Natural resources products  
d) Textiles and clothing  
e) Tropical products  
f) GATT articles  
g) Tokyo Round codes  
h) Anti-dumping  
i) Subsidies  
j) Intellectual property  
k) Investment  
l) Dispute settlement  
m) GATT and services  
c.  Capaian putaran Uruguay 
Pada akhir Putaran Uruguay di tahun 1994, sebuah 
dokumen yang dikenal sebagai the Final Act Embodying 
the Results of the Uruguay Round of Multilateral Trade 
Negotiations dihasilkan pada tanggal 15 April 1994. 
Beberapa pencapaian ini  yaitu  sebagai berikut:  
a) GATS  
b) Trade Related Intellectual Property Agreement 
(TRIPS)  
c) Peningkatan diskusi terhadap hal-hal yang 
berkaitan dengan produksi pertanian 
d) Akses pasar yang lebih luas bagi negara-negara 
dengan jalan mengurangi pemakaian Kuota dan 
tarif 
e) Negara-negara berkembang lebih terintegrasi 
kedalam sistem GATT & WTO 
f) Prosedur penyelesaian sengketa yang lebih 
komprehensif 
g) WTO charter  
d.  Pendirian dan Fungsi WTO 
Final Act  dari Puturan Uruguay ditandatangani, 
bersamaan juga dengan beberapa dokumen lainnya, 
pada tanggal 1 January 1995. WTO dan perjanjian 
perjanjian yang berkaitan pada saat sekarang ini 
mengatur sekitar 90 persen dari perdagangan dunia. 
WTO diadopsi lebih dari 146 pemerintahan.  
Fungsi WTO ada pada WTO Agreement, yaitu 
sebagai berikut:  
a) Facilitate the implementation, administration and 
operation and further the objectives of ….the 
multilateral trade agreements  
b) Provide the forum for negotiations among its 
members concerning their multilateral trade 
relations 
c) Administer the dispute settlement understanding  
d) Administer the trade policy review mechanism  
e) Cooperate with other international organizations 
such as the IMF and World Bank 
sedang tujuan dari WTO yaitu : Strengthen 
international economic cooperation and global economic 
welfare through the brining greater stability and 
predictability to the international trading system. 
e.  Struktur WTO 
Badan-badan yang yaitu  kunci dari WTO yaitu  
sebagai berikut:  
a. Ministerial Conference – puncak organisasi WTO 
organizational membuat keputusan yang sifatnya 
hirarki. Pertemuan diadakan paling tidak satu kali 
dalam dua tahun serta memiliki tanggung jawab 
membuat kebijakan-kebijan yang akan 
dilaksanakan oleh WTO. 
b. General Council / Dispute Settlement Body & Trade 
Policy Review Body – komposisinya yaitu  
perwakilan dari setiap anggota WTO dan 
yaitu  pelaksana dari WTO. Di dalam General 
Council , pertemuan diadakan secara bulanan. 
c. WTO Secretariat – pelaksana administratif dan 
pelaksana harian 
d. WTO Councils – ada dewan-dewan pada 
setiap bidang perdagangan, yaitu:  
1. Council for Trade in Goods  
2. Council for Trade in Services  
3. Council for Trade Related Aspects of 
Intellectual Property 
e. Committees and Working Parties  
f.   WTO Agreements  
kunci dari WTO Agreement yaitu  the Final Act 
Embodying the Results of the Uruguay Round of 
Multilateral Trade Negotiations (Final Act). Tambahan 
pada Final Act yaitu  the Agreement Establishing the 
World Trade Organization (The WTO Agreement) yang 
memuat 4 buah annexes. 
Daftar lengkap perjanjian ada pada ‘list of 
annexes’ yang dilampirkan di dalam WTO agreement, 
yaitu: 
a. Annex 1 – annex 1A : multilateral agreements on 
trade in goods (termasuk GATT, TRIM’S & 
perjanjian yang berkaitan lainnya) 
b. Annex 1B – general agreement on trade in services 
and other associated agreements (GATS) 
c. Annex 1C – agreement on trade related aspects of 
intellectual property rights (TRIPS) 
d. Annex 2 – Understanding on Rules and Procedures 
Governing the Settlement of Disputes 
e. Annex 3 – trade policy review mechanism  
f. Annex 4 – plurilateral trade agreements  
Berikut ini akan dibahas lebih detil tentang 
perjanjian-perjanjian di atas dan bagaimana mereka 
berfungsi dalam konteks WTO agreement. Perlu dicatat 
bahwa pada tahap ini sebuah negara dapat menjadi 
anggota WTO, dituntut untuk tidak hanya 
menandatangani dan setuju terhadap the Final Act 
pendirian WTO, namun   juga seluruh tambahan 
(annexes) yang terpisah dari WTO agreement.  
f. 1. GATT (Annex 1A dari  WTO Agreement) 
The General Agreement on Trade and Tariffs 
(1994) yaitu  annex pertama dari WTO 
Agreement. GATT 1994 yaitu  central dari WTO, 
maksudnya bahwa prinsip-prinsip dan kebijakan-
kebijakan pada masa GATT (1947-1994) masih 
tetap berlaku sebagai bagian dari hukum 
perdagangan internasional.  
GATT 1947 & GATT 1994 (diadopsi kedalam 
WTO agreement) secara hukum yaitu  berbeda. 
sebab GATT 1994 yaitu  hasil dari berbagai 
putaran perundingan dalam proses GATT itu 
sendiri. GATT sendiri terdiri dari 38 provisions, 
yang tujuannya yaitu  untuk menjaga perdagangan 
internasional ini  ‘fair’ dan ‘equal’ dan 
kebutuhan pada saat sekarang untuk ‘develop and 
liberalise international trade’. 
f. 1. a.  Dua Aspek Kunci Prinsip-Prinsip GATT 
a. Unifying Rules Governing Customs 
Valuation – hal ini yaitu  
central dari GATT. Valuation yaitu  
pembebanan tarif dan pembatasan 
impor lainnya. Sebagai misal, Article 
VII GATT memberi  nilai impor 
barang untuk tujuan cukai 
hendaknya di dasarkan pada actual 
value negara pengimpor yang 
ditujukan pada harga jual atau harga 
penawaran dalam kondisi normal 
perdagangan dibawah keadaan 
kompetisi yang sesungguhnya 
dibandingkan dengan nilai yang 
ada di negara pengekspor. Hal 
ini membolehkan negara pengimpor 
untuk mengevaluasi barang-barang 
impor dalam konteks hukum 
nasional dan pasar domestik untuk 
menetapkan bea masuknya.  
b. Unifying Rules Governing Exchange 
Control .  
f. 2. GATS: Annex 1B 
GATS agreement yaitu  pencapaian utama 
dari Putaran Uruguay dengan memperluas  GATT, 
menjadi .. beyond goods and into the realm of 
services dan juga hak-hak yang secara hukum dapat 
diterapkan dalam kaitannya  dengan perdagangan 
jasa.  
f. 3. TRIPS Annex 1C  
Agreement on Trade Related Aspects of 
Intellectual Property Rights memuat aturan 
perlindungan bagi:  
1. Patents  
2. Copyrights  
3. Trade secrets  
Perlu dicatat bahwa sebelum keberadaan 
TRIPS agreement, sudah ada banyak rezim yang 
mengatur bidang ini.  Perlu dipahami bahwa TRIPS 
mendukung menguatkan sistem yang sudah ada, 
misalnya Berne Convention for the Protection of 
Literary and Artistic Works (1971) dan Convention 
for the Protection of Industrial Property (1883) 
(dikenal sebagai ‘Paris Convention’). Dalam hal ini, 
TRIPS meminta negara-negara anggota untuk 
memenuhi articles I sampai XXI  dan the appendix 
of the Berne Convention dan articles I sampai XII 
dan XIX dari Paris Convention. 
f. 4. Trade Policy Review Mechanism: Annex 3  
perjanjian ini di desain untuk mendukung 
transparansi yang lebih luas dalam pembuatan 
kebijakan perdagangan secara nasional. Tujuan 
TPRM ini yaitu :  
‘contribute to improved adherence by all 
members to rules, disciplines, and commitments 
made under the multilateral trade agreements and 
where applicable the plurilateral trade agreements 
and hence to the smoother functioning of the 
multilateral trading system by achieving greater 
transparency in and understanding of the trade 
policies and practices of Members’. 
f. 5. Plurilateral Trade Agreements: Annex 4  
Annex 4 ini tidaklah wajib untuk 
ditandatangani oleh anggota WTO, tidak seperti 
annex 1 (1A, 1B & 1C), 2 dan 3 yang yaitu  
kewajiban. Perjanjian yang relevan yang dapat 
ditandatangani oleh anggota WTO didalam annex 
4 yaitu : 
1. Agreement on trade in civil aircraft  
2. Agreement on government procurement  
3. Agreement on information technology  
g. Sistem WTO  
Sebuah preamble dalam suatu instrumen hukum, 
secara tipikal yaitu  untuk menyatakan tujuan atau 
kehendak yang ingin dicapai oleh instrumen hukum 
ini . Beberapa hal penting yang ada dalam 
preamble pendirian WTO yaitu  sebagai berikut: 
1) Provides a forum for negotiation and dispute 
settlement  
2) Establishes a ministerial conference  
3) Parties are bound to the WTO agreement and its 
attached annexes unless and until they withdraw  
4) Decision making is to be by consensus – consent 
being deemed when a decision is taken formally if no 
member objects  
5) If consensus not possible and if the issue is of a type 
of that does not requires unanimity, then a two 
thirds vote is required as opposed to a simple 
majority  
6) Accession to the WTO may on the basis as agreed by 
the potential new member and the WTO – a two 
third majority must agree to accept a new member 
h. Prinsip-Prinsip Dasar WTO  
ada 5 prinsip dasar WTO, yaitu: 
1. Non-Discrimination  
Prinsip non discrimination memuat dua aspek. 
Pertama, konsep Most Favoured Nation (MFN) 
dan kedua, National Treatment (NT). 
Most favoured Nation  
Konsep MFN yaitu  konsep yang 
fundamental dalam perdagangan internasional. 
Lebih lanjut lihat Article 1 GATT. (pengaturan 
yang sama diterapkan pada Art 11 GATS dan 
Article IV TRIPS). Konsep ini tidak hanya terbatas 
pada negara-negara anggota semata, oleh 
sebabnya jika anggota WTO memberi  
perlakuan yang berbeda ke negara yang bukan 
anggota maka hal itu juga harus diterapkan bagi 
negara-negara anggota. 
National Treatment  
Konsep NT ada pada Article III GATT, 
Article VII GATS dan Article III TRIPS dan sudah 
menjadi artikel yang paling sering diinterpretasikan 
baik sebelum maupun sesudah pembentukan 
WTO. 
2. Liberalisation of trade  
Tujuan dari WTO yaitu  untuk memberi  
stabilitas dan prediktibilitas yang lebih luas dalam 
sistem perdagangan internasional. Liberalisasi 
yaitu  salah satu jalan untuk menghapuskan 
segala bentuk pembatasan dalam bidang ekspor 
dan import. Juga, dalam hal ini tidak ada subsidi 
dan tarif sama sekali. Barangkali hal ini terkesan 
tidak realistis untuk dicapai secara global dan 
mungkin juga hal ini akan membuat negara-negara 
menjadi tidak mendukung keberadaan WTO. 
namun   penting untuk diingat bahwa WTO itu 
bertujuan untuk mencapai proses keberlanjutan 
dari liberalisasi.  
Perlu dicatat bahwa akan selalu ada 
pembatasan dari proses liberalisasi. Dalam WTO 
agreement, pembatasan ini diwakili dengan apa 
yang disebut safeguards, yaitu ‘a further special 
agreement on safeguards and the special case of 
textiles ‘. 
Intinya, safeguards membolehkan negara-
negara anggota untuk mengambil tindakan 
‘emergency’ untuk mencegah akibat yang fatal bagi 
negara ini . Misalnya, tindakan sementara 
waktu atau transisi yang didesain untuk 
mempersiapkan industri domestik untuk 
menghadapi kompetisi internasional, namun   hanya 
diperbolehkan untuk jangka waktu 3 tahun.  
3. No unfair trade  
Berikut ini akan diberikan beberapa contoh 
unfair trading. Pertama tentang dumping dan 
kedua mengenai subsidi. Dumping produk 
dipandang sebagai sebuah contoh diskriminasi 
harga secara internasional, di pasar yang berbeda 
ada perbedaan harga untuk barang yang sama. 
Dumping dipandang juga sebagai predatory pricing 
dimana sebuah produsen menjual dibawah harga 
untuk mengintimidasi atau menghapuskan 
saingannya dan dalam jangka waktu yang panjang 
harga ini  akan dinaikan sesudah kompetitor 
tadi dapat dihapuskan. 
Antidumping diperbolehkan oleh Article VI 
GATT, dengan pengecualian hanya untuk 
melindungi perekonomian nasional dalam 
menghadapi kompetisi yang tidak fair dan bukan 
sebagai alat untuk melindungi perdagangan. 
Kebijakan antidumping bagi para pihak ini 
yaitu  subjek pada Agreement on 
Implementation of Art VI of the GATT 
(Antidumping Code 1979), yang bertujuan ... to 
unify the practices of the contracting parties in 
applying Art VI of GATT, and also represents an 
effort at preventing abuse of the antidumping power 
of governments as a means of trade protectionism. 
For instance, to protect a domestic industry that has 
not made efforts to become internationally 
competitive.  
Article VI menyatakan bahwa dumping occurs 
only when the product is sold at a price which is 
below the home market price of the product and the 

sale is detrimental to the local economy of the 
importing country. 
Oleh sebabnya dua tingkatan dan persyaratan 
yang diperlukan bagi sebuah dumping, yaitu:  
1. produk yang sama dijual pada harga dibawa 
harga penjualan produk ini  di pasar 
domestik  
2. penjualan ditujukan untuk merusak ekonomi 
lokal negara pengimpor.  
Jika kedua persyaratan ini tidak terpenuhi 
maka tidak terjadi dumping. sedang apa yang 
dimaksud dengan ‘produk yang sama’, menurut 
Antidumping Code 1979, definisinya yaitu : ‘A 
product which is identical, that is alike in all respects 
to the product under consideration, or in the absence 
of such a product another product which , although 
not alike in all respects has characteristics closely 
resembling those of the product under 
consideration’. 
Subsidies  
Artikel yang berkaitan dengan subsidi yaitu  
Artikel XVI, XVII dan XVIII. Apa itu subsidi?  
Dalam Putaran Uruguay (1986-1994) untuk 
pertamakalinya subsidi diberikan definisi, yaitu ... a 
financial contribution by the government or any 
public body where the government practice involves 
the following  
a. a direct transfer of funds  
b. potential direct transfers of liabilities  
c. government revenue (for instance taxation and 
payroll duty) that is otherwise due is foregone  
d. government provisions of goods or services other 
than general infrastructure  
e. government payments to a funding mechanism 
or direction to a private body to carry out the 
above functions 
Sebagai aturan umum, subsidi dilarang ketika 
hal ini memicu  terganggu perdagangan 
internasional. Jadi bukanlah harga dan kualitas 
barang yang sampai ke konsumen, melainkan 
harga yang ditimbulkan oleh semata-mata akibat 
adanya subsidi ini  dan bukanlah yaitu  
hasil dari tekanan kompetisi.  
GATT membolehkan beberapa bentuk subsidi 
dan bantuan pemerintah bagi produsen, misalnya: 
a. Article XVIII GATT membolehkan negara 
anggota yang termasuk dalam GATT 
memberi  konsesi khusus pada industri 
domestik tertentu  
b. Untuk menekan tarif yang diskriminatif  
c. Pembatasan kuantitatif pada produk impor 
tertentu untuk mendukung industru domestik 
d. Sepanjang pelaksanaannya tidak bertentangan 
dengan prosedur notifikasi dan negosiasi. 
Misalnya dalam Art XVI GATT yang 
mensyaratkan negara anggota yang 
mensubsidi perdagangan luar negerinya untuk 
memberi  notifikasi ke negara lain detil dari 
subsidi ini  dan mendiskusikan 
pemakaiannya dengan negara-negara yang 
relevan yang meminta untuk itu. 
Perbedaan antara dumping dan subsidi yaitu  
sebagai suatu aturan umum, anti dumping 
berkaitan dengan tindakan oleh suatu perusahaan. 
sedang subsidi yaitu  praktek yang 
dilakukan oleh pemerintah.  
4. transparency  
Hal yang berkaitan dengan transparansi dapat 
ditemukan pada dokumen berikut ini: 
a. article X GATT 
b. article III GATS  
c. article 63 TRIPS  
Inti daripada transparansi yang diminta 
aturan-aturan ini  yaitu : 
a. publikasi segala jenis hukum dan aturan 
sebelum dilaksanakan  
b. keseragaman, tidak terpisah dan administrasi 
yang mesuk akal dari aturan dan hukum 
ini .  
c. judicial review dari setiap putusan 
administratif 
Prinsip-prinsip transparansi sangat penting 
guna kepercayaan para pebisnis. Yang diinginkan 
yaitu  sistem hukum domestik memperlakukan 
korporasi dan individu asing sama perlakuannya 
dengan individu dan korporasi lokal.  
5. Exceptions (termasuk perlakuan khusus dan 
pembedaan) 
ada pengecualian didalam prinsip WTO, yaitu:  
General Exceptions  
Pengecualian horizontal (The horizontal 
exceptions) dalam GATT (dan berlaku juga bagi 
negara-negara anggota WTO) termuat pada Article 
XX. Pengecualian ini termasuk: 
a. kepentingan untuk melindungi moral 
warga    
b. kepentingan untuk melindungi manusia, 
binatang atau kehidupan planet bumi dan 
kesehatan 
c. berkaitan dengan impor atau ekspor emas dan 
perak 
d. kepentingan atas dasar hukum dan aturan 
yang tidak sesuai dengan aturan yang ada 
didalam Agreement yang berkaitan dengan: 
1. customs enforcement  
2. protection of patents, trade marks & 
copyrights  
3. enforcement of monopolies 
4. prevention of deceptive practices 
e. produk yang dihasilkan oleh orang yang 
dipenjara (prison labour)  
f. diterapkan untuk melindungi warisan artistik, 
sejarah masa lalu dan yang memiliki nilai 
arkeologi.  
g. Konservasi sumber daya alam yang sedikit 
h. Diambil dalam rangka kewajiban yang timbul 
dari perjanjian komoditi antar pemerintah 
i. Melibatkan pembatasan ekspor bahan-bahan 
domestik yang penting untuk memastikan 
kualitas utama bahan ini  pada proses 
industri domestik selama jangka waktu ketika 
harga domestik dari bahan ini  berada 
dibawah harga dunia, sebagai bagian dari 
rencana stabilisasi pemerintah yang termasuk 
dalam subject to the principle of non-
discrimination  
j. Berguna untuk mengakuisisi atau 
mendistribusikan produk sebagai supply 
jangka pendek secara umum maupun lokal.  
Security Exceptions  
yaitu  hak sebuah negara untuk 
mempertahankan diri dari serangan pihak luar 
yang dijamin dalam prinsip dasar hukum 
internasional. sebab anggota-anggota WTO 
yaitu  negara-negara yang berdaulat dan 
bertanggung jawab atas keamanan dalam 
negerinya, sulit membayangkan bagaimana WTO 
dispute settlement body akan dapat bertindak 
sebagai hakim pada persoalan ini jika pengecualian 
keamanan ini tidak dibuat sejelas mungkin dan 
ukuran-ukuran keamanan ini  ditempatkan 
dalam artian senyatanya dari diskriminasi 
perdagangan dalam rangka produsen domestik. 
Persoalan ini lebih cocok dibahas oleh hukum 
internasional, hukum perang dan dewan keamanan 
PBB. 
Sesuai dengan Article XXIV GATT dan Article 
V & V bis GATS perlakuan tertentu juga 
diperbolehkan jika ada perjanjian 
perdagangan bebas regional. Misalnya,  NAFTA, 
ANZCER and EU. Selain itu juga ada 
pengecualian, khususnya perlakuan yang berbeda 
terhada negara-negara berkembang.  
 


Penyerahan sengketa, baik kepada pengadilan maupun 
arbitrase, kerap kali didasarkan pada suatu perjanjian 
diantara para pihak. Langkah yang biasa ditempuh yaitu  
dengan membuat suatu perjanjian atau memasukkan suatu 
klausul penyelesaian sengketa dalam kontrak atau perjanjian 
yang mereka buat, baik kepengadilan atau badan arbitrase. 
Lazimnya dalam sistem hukum (common law) dikenal 
dengan konsep “ Long Arm Jurisdiction “. Dengan konsep ini, 
pengadilan dapat menyatakan kewenangannya untuk 
menerima setiap sengketa yang dibawa kehadapannya 
meskipun hubungan antara pengadilan dengan sengketa 
ini  tipis sekali. 
Disamping forum pengadilan atau badan arbitrase, para 
pihak dapat pula menyertakan sengketanya kepada cara 
alternatifnya penyelesaian sengketa, yang lazim dikenal 
sebagai ADR (Alternative Dispute Resolution) atau APS 
(Alternatif Penyelesaian Sengketa). Pengaturan alternatif 
disini dapat berupa cara alternatif disamping pengadilan. 
 
B.  PARA PIHAK DALAM SENGKETA 
1.  Sengketa antara pedagang dengan pedagang 
Sengketanya diselesaikan melalui berbagai cara. 
Cara ini  semuanya bergantung pada kebebasan 
dan kesepakatan para pihak. Kesepakatan dan 
kebebasan yang menentukan forum pengadilan apa 
yang akan menyelesaikan sengketa mereka. Kesepakatan 
dan kebebasan pula yang akan menentukan hokum apa 
yang akan diberlakukan dan diterapakan oleh badan 
pengadilan yang mengadili sengketanya. 
2.  Sengketa Antara Pedagang dan Negara Asing 
Sengketa antara pedagang dan negara juga bukan 
yaitu  kekecualian. Kontrak–kontrak dagang 
antara pedagang dan negara sudah lazim 
ditandatangani. Kontrak–kontrak seperti ini biasanya 
dalam jumlah (nilai) yang relative besar. Termasuk 
didalamnya yaitu  kontrak-kontrak pembangunan 
(development contracts). 
Dalam hukum internasional berkembang 
pengertian Jure Imperii dan Jure Gestiones. Jure Imperii 
yaitu  tindakan–tindakan negara dibidang publik 
dalam kapasitasnya sebagai suatu negara yang berdaulat. 
Oleh sebab itu, tindakan–tindakan seperti itu tidak 
akan pernah dapat diuji atau diadili dihadapan badan 
peradilan. 
Konsep kedua, Jure Gestiones yaitu tindakan-
tindakan negara dibidang keperdataan atau dagang. 
Oleh sebab itu, tindakan-tindakan seperti itu tidak lain 
yaitu  tindakan-tindakan negara dalam kapasitasnya 
seperti orang – perorangan (pedagang atau privat), 
sehingga tindakan-tindakan seperti itu dapat dianggap 
sebagai tindakan-tindakan sebagaimana layaknya para 
pedagang biasa. Oleha sebab itu, tindakan-tindakan 
seperti itu yang dapat saja diselesaikan dihadapan 
badan-badan peradilan umum, arbitrase, dan lain – lain. 
 
C. PRINSIP – PRINSIP PENYELESAIAN SENGKETA  
1.  Prinsip kesepakatan para pihak (Konsensus) 
Pengertian kesepakatan ini yaitu  : 
a. Bahwa salah satu pihak atau kedua belah pihak 
tidak berusaha  menipu, menekan atau 
menyesatkan pihak lainnya. 
b. Bahwa perubahan atas kesepakatan harus berasal 
dari kesepakatan kedua belah pihak. Artinya, 
pengakhiran kesepakatan atau revisi terhadap 
muatan kesepakatan harus pula
Share:
TRANSLATE
English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Translate

viewer

SEARCH

widget translate
English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Archive