Jumat, 29 Desember 2023
Published Desember 29, 2023 by sakit
dolar
AS/ton, maka sesudah ditambah tarif harganya menjadi 315
dolar AS/ton untuk konsumen Indonesia. Kenaikan harga ini
melindungi produsen dalam negeri dari harga yang murah
namun juga membuat harga secara artifisial tinggi bagi
pembeli bawang putih di Indonesia.
3. Tariff Rate Quota (TRQ) adalah quota yang ditetapkan untuk
impor pada tingkat tertentu. Sedangkan untuk impor di atas
tingkat yang ditentukan akan dikenakan tarif yang lebih tinggi.
Sedangkan in quota tariff ditentukan rendah atau lebih rendah
dibandingkan dengan applied tariff.
TRQ mengizinkan pemasukan barang dalam jumlah tertentu
ke suatu negara dengan tarif yang diturunkan selama jangka
waktu tertentu. Pada prinsipnya TRQ bukan instrumen untuk
proteksi akses pasar (impor), tetapi TRQ untuk membuka
akses pasar dengan cara membuka pada kuantitas tertentu.
Jangka waktu penerapan TRQ hanya untuk sementara
(temporary), yaitu saat produksi rendah atau dalam rangka
memasok intermediate product yang jumlahnya terbatas dan
dalam rangka mendukung pengembangan industri.
negara kita hanya mencatatkan dua komoditas yang mendapat
perlakuan TRQ pada Schedule of Consession (SoC), yaitu beras
dan susu/produk susu. Secara total di WTO ada 1.374
tariff quotas dari semua negara anggota. negara kita tidak pernah
memakai TRQ sejak 1998 (krisis ekonomi) pada saat
applied tariff negara kita lebih rendah dari in quota tariff TRQ.
Untuk beras akses minimumnya sebesar 70.000 ton dengan
tingkatin quota tariff sebesar 90 persen. Sedangkan tarif di luar
kuota sebesar bound tariff 160 persen. Notifikasi terakhir TRQ
negara kita tanggal 14 Februari 2013 yang menyatakan bahwa
pada periode 2009–2011 TRQ tidak pernah dipakai .
4. ini karena beras impor dipakai sebagai buffer stock atau
public stock holding (PSH) yang akan dikelola Bulog untuk
operasi pasar, bantuan pada saat terjadi bencana dan cadangan
beras pemerintah. Hanya beras yang sudah didaftarkan di WTO
sebagai komoditas PSH. Jika negara kita ingin menambahkan
komoditas lain untuk dijadikan PSH, maka negara kita harus
melakukan renegosiasi di WTO.
5. Autonomous Tariff Suspension/ATS (penangguhan tarif) adalah
tindakan pengecualian dari kondisi normal pengenaan tarif
bea masuk impor barang. Tujuan ATS adalah agar perusahaan-
perusahaan di negara tertentu dapat memakai bahan
baku, barang setengah jadi atau komponen lainnya yang
tidak tersedia atau tidak diproduksi di dalam negeri untuk
menstimulasi aktivitas ekonomi. Selain itu juga meningkatkan
kapasitas kompetisi perusahaan dan mempertahankan atau
menciptakan lapangan pekerjaan dan memodernisasi struktur
lapangan pekerjaan yang diciptakan.
Efektivitas Tarif
Manfaat tarif tidak dapat merata dirasakan warga di
negara yang menerapkan tarif. Karena tarif merupakan pajak,
maka pemerintah akan mendapat kenaikan pendapatan dengan
masuknya produk impor ke pasar domestik. Industri dalam negeri
juga mendapat keuntungan dari penurunan persaingan, karena
harga impor meningkat secara otomatis. Namun demikian harga
di tingkat konsumen akan meningkat karena harga impor yang
lebih tinggi. Dengan demikian, tarif dan hambatan perdagangan
cenderung bersifat pro-produsen dan anti-konsumen.
Pengaruh tarif dan hambatan perdagangan terhadap bisnis,
konsumen dan pemerintah akan berubah dari waktu ke waktu.
Dalam jangka pendek, harga barang yang lebih tinggi dapat
mengurangi konsumsi individual konsumen dan perusahaan,
sehingga pada akhirnya akan mengurangi volume impor.
Selama tarif diberlakukan, produsen akan mendapatkan
keuntungan. Sedangkan, pemerintah akan mendapat peningkatan
pendapatan dari pajak. Dalam jangka panjang, pengusaha
mungkin akan mengalami penurunan efisiensi, karena kurang
persaingan. Tapi mungkin juga melihat pengurangan keuntungan,
karena munculnya produk pengganti.
Bagi pemerintah, efek jangka panjang tarif adalah kenaikan
permintaan akan layanan publik. Selain itu juga kenaikan
harga, terutama pada bahan makanan, sehingga memicu
penurunan pendapatan yang dapat dibelanjakan.
Pada era perdagangan bebas, instrumen tarif sebagai alat
proteksi sudah jarang dipakai , karena struktur tarif impor
ditetapkan serendah mungkin (0–5 persen). Hal ini nyaris
tidak efektif lagi untuk mengendalikan impor, tapi justru makin
melancarkan aliran barang impor.
Sebaliknya, instrumen pengaturan impor secara administratif
banyak dilakukan negara di dunia dengan alasan melindungi
kepentingan nasional. Secara sederhana, instrumen yang dipakai
ada dua macam, yakni regulasi teknis memakai instrumen
standar dan pengaturan tata niaga impor.
Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) RI Nomor
56/M-DAG/PER/12/2008 tentang Ketentuan Impor Produk
Tertentu merupakan salah satu kebijakan yang dikeluarkan
pemerintah dalam rangka melakukan tertib impor, sekaligus
strategi pengamanan pasar dalam negeri.
negara kita memiliki wilayah daratan yang sangat luas dan
memiliki banyak pintu masuk pelabuhan di banyak pulau di
seluruh Nusantara. Karena itu, agar dapat mengurangi berbagai
bentuk pelanggaran dari aktivitas impor, pemerintah mengawasi
dan membatasi beberapa pelabuhan sebagai pelabuhan impor
produk tertentu.
Pengendalian Impor melalui Non-Tariff Barriers
(NTB)
Salah satu alasan negara-negara industri beralih dari tarif ke
NTB adalah kenyataan bahwa negara maju memiliki sumber
pendapatan selain tarif. Negara maju tidak dapat bergantung
pada tarif, sehingga mengembangkan NTB sebagai regulasi pada
perdagangan internasional.
Alasan lainnya adalah transisi hambatan tarif ke hambatan
non-tarif adalah bahwa hambatan non-tarif dapat dipakai
untuk mendukung industri lemah. Bisa juga sebagai kompensasi
kepada industri yang telah terpengaruh secara negatif oleh
kebijakan pengurangan tarif.
Hambatan non-tarif (Non-Tariff Barriers/NTB) sering berbentuk
persyaratan yang berlaku sebagai pencegah impor, atau yang
memberlakukan perlakuan tidak adil pada barang impor.
Tindakan non-tarif umumnya didefinisikan sebagai pembatasan
yang dihasilkan dari larangan, kondisi atau persyaratan pasar
tertentu yang membuat produk impor menjadi mahal.
Hambatan ini muncul dari berbagai jenis tindakan yang
dilakukan pemerintah dan otoritas. Bentuknya dapat berupa,
undang-undang, peraturan, kebijakan, kondisi, pembatasan atau
persyaratan khusus, dan larangan yang melindungi industri
domestik dari persaingan asing.
Non-Tariff Barriers (NTB) atau disebut juga Non-Tariff Measures
(NTM) dapat dibagi menjadi hambatan administratif, peraturan
kesehatan (sanitary and phytosanitary/SPS) dan Technical Barrier
to Trade (TBT). SPS terdiri atas pembatasan zat dan memastikan
keamanan pangan untuk mencegah penyebaran penyakit atau
hama. Sedangkan TBT mencakup semua tindakan penilaian
kesesuaian yang terkait dengan persyaratan teknis. Seperti,
sertifikasi, pengujian, dan inspeksi yang mengklasifikasikan
tindakan-tindakan yang terkait dengan inspeksi pra-pengapalan
(PSI) dan pabean lainnya.
Bentuk-bentuk hambatan non-tarif paling sering dipakai
terkait dengan tindakan teknis yang mempengaruhi perdagangan
internasional adalah SPS, hambatan teknis untuk perdagangan
dan inspeksi pra-pengapalan. ini dilakukan untuk melindungi
kehidupan manusia dari penyakit tanaman atau hewan.
Hambatan non-tarif juga untuk melindungi hewan atau
tumbuhan hidup dari hama, penyakit, atau organisme penyebab
penyakit. Selain itu, untuk mencegah atau membatasi kerusakan
lain pada suatu negara dari pemasukan, pembentukan, atau
penyebaran hama dan untuk melindungi keanekaragaman hayati.
Secara umum, penggunaan NTB meningkat lebih cepat di
negara-negara maju dibandingkan di negara-negara berkembang,
bahkan dengan kerangka peraturan yang lebih ketat. NTB tidak
secara langsung ditujukan untuk membatasi perdagangan luar
negeri, namun lebih terkait pada birokrasi administratif untuk
membatasi perdagangan. Misalnya, prosedur kepabeanan, standar
teknis dan norma, standar kebersihan dan kesehatan hewan, dan
persyaratan untuk pelabelan dan kemasan.
NTB terdiri atas metode yang secara tidak langsung ditujukan
untuk membatasi impor. Namun, dampaknya sering memicu
pembatasan impor. ada tiga kategori kebijakan NTB yang
diatur dalam ketentuan impor produk tertentu. Pertama, impor
dilakukan oleh importir terdaftar (IT). Kedua, impor dilakukan
melalui pelabuhan laut tertentu dan pelabuhan udara interna-
sional. Ketiga, terhadap barang yang diimpor dilakukan verifikasi
teknis di pelabuhan muat asal barang.
Tujuan yang hendak dicapai melalui ketentuan IT adalah
menciptakan tertib administrasi impor, membangun database
impor, serta membangun sistem tracking (penelusuran) impor
dalam rangka pemantauan aktivitas impor. Sedangkan tujuan
yang ingin dicapai atas ketentuan pelabuhan tertentu adalah
memudahkan dalam melakukan monitoring masuknya barang ke
wilayah pabean Indonesia, sehingga dapat mengurangi potensi
terjadinya impor ilegal.
Sementara itu, tujuan yang ingin dicapai dengan ketentuan
verifikasi atau penelusuran teknis impor adalah melakukan
pengawasan terhadap pelaku dan barang yang diimpor, serta
membangun database (eksportir, importir, volume barang, jenis
barang, kode HS, dan negara asal barang).
Bentuk-bentuk Non-Tariff Barrier
negara kita memberlakukan NTB pada sekitar 6.466 tariff lines dari
total 10.013 tariff lines yang diperdagangkan secara internasional.
NTB terutama dikenakan pada tariff lines untuk ternak dan produk
ternak, produk pangan, dan tekstil. negara kita memberlakukan
NTB pada sekitar 99 persen dari total 453 tariff lines produk
pangan. Jumlah tariff lines yang terkena NTB tidak sama dengan
jumlah NTB, karena satu tariff lines dapat terkena beberapa jenis
NTB. Berikut ini adalah beberapa NTB yang banyak diberlakukan
negara-negara anggota WTO.
Pertama, Lisensi adalah hambatan non-tarif yang paling umum
dipakai pada peraturan impor langsung. Lisensi diberikan
pemerintah untuk pengusaha dan memungkinkan pelau usaha
mengimpor jenis barang tertentu ke negara ini . Hampir
semua negara industri menerapkan hambatan non-tarif ini.
Lisensi (sistem perizinan) mensyaratkan sebuah negara
mengeluarkan izin untuk transaksi perdagangan luar negeri untuk
komoditas impor yang termasuk dalam daftar barang berlisensi.
Bentuk perizinan jenis lisensi utama adalah lisensi umum yang
mengizinkan impor barang tidak dibatasi yang termasuk dalam
daftar untuk jangka waktu tertentu.Satu kali lisensi untuk importir
produk tertentu untuk mengimpor.
Lisensi satu kali (one time license) menunjukkan jumlah barang,
biayanya, negara asalnya, dan dalam beberapa kasus bea cukai
menunjukkan barang impor yang harus dikenakan. Penggunaan
sistem perizinan sebagai prosedur administratif sebagai instrumen
peraturan perdagangan luar negeri didasarkan pada beberapa
kesepakatan standar tingkat internasional. Selain itu, sebagai
prasyarat mengimpor ke dalam wilayah pabean suatu negara.
Contohnya, untuk pembatasan impor daging sapi, lisensi
akan diberikan kepada perusahaan tertentu dan mengizinkan
pengusaha ini bertindak sebagai importir. ini
menciptakan pembatasan persaingan dan kenaikan harga yang
dihadapi konsumen.
Kedua, Kuota impor adalah pembatasan yang diberlakukan
untuk jumlah barang tertentu yang dapat diimpor. Hambatan ini
sering dikaitkan dengan penerbitan lisensi. Sebuah negara dapat
memberlakukan kuota, misalnya, pada volume beras impor yang
diperbolehkan.
Kuota merupakan perizinan perdagangan luar negeri terkait
erat dengan pembatasan kuantitatif impor barang tertentu. Kuota
impor menyaratkan kuantitas atau nilai tetap suatu komoditas
yang telah mendapat izin untuk diimpor di negara ini selama
jangka waktu tertentu.
Hambatan ini dapat dilakukan secara unilateral. Dengan kata
lain diberlakukan negara pengimpor tanpa negosiasi dengan
negara pengekspor. Namun dapat juga secara bilateral atau
multilateral, apabila diterapkan sesudah negosiasi dan kesepakatan
dengan negara pengekspor.
Menurut ketentuan WTO, sistem kuota ini hanya untuk
melindungi hasil pertanian, menjaga keseimbangan balance of
payment (neraca pembayaran internasional) dan melindungi
kepentingan ekonomi nasional. Kuota biasanya menjadi jalan
tengah, apabila pemerintah ingin melakukan pelarangan
impor suatu barang, tapi tidak ingin memakai tarif karena
dikhawatirkan dapat menaikkan harga dalam negeri. Jadi, kuota
adalah cara yang ditetapkan untuk membatasi jumlah maksimum
yang dapat diimpor.
Ketiga, Quantitative restriction (pembatasan kuantitatif)
terhadap impor merupakan bentuk hambatan administrasi
langsung dari peraturan pemerintah untuk perdagangan luar
negeri. Konsekuensi dari hambatan perdagangan ini biasanya
tercermin dalam kerugian konsumen, karena harga menjadi
lebih tinggi dan pilihan barang yang terbatas. Sementara, bagi
perusahaan yang memakai bahan impor dalam proses
produksinya akan meningkatkan biaya produksi.
Keempat, Voluntary Export Restraint (VER) adalah pembatasan
ekspor sukarela. Jenis hambatan perdagangan ini merupakan
tindakan sukarela karena dibuat oleh negara pengekspor, bukan
negara pengimpor. Pembatasan ekspor secara sukarela ini biasanya
dikenakan atas permintaan negara pengimpor dan dapat disertai
dengan VER timbal balik.
Misalnya, Brasil dapat menerapkan VER pada ekspor gula
ke Indonesia, berdasarkan permintaan Indonesia. negara kita
kemudian dapat menerapkan VER pada ekspor kelapa sawit ke
Brasil. ini akan meningkatkan harga kelapa sawit dan gula,
namun melindungi industri dalam negeri. Dalam beberapa
kasus, negara pengimpor meminta negara pengekspor untuk
menerapkan pembatasan ekspor secara sukarela.
Kelima, Local Content (persyaratan kandungan lokal) adalah
kebijakan pemerintah yang meminta agar pada persentase/bagian
tertentu dari produk dibuat di dalam negeri. Pembatasannya
dapat berupa persentase dari produk itu sendiri atau persentase
dari nilai barang yang diproduksi.
Misalnya, pembatasan impor susu tepung dapat lakukan
dengan ketentuan bahwa 15 persen dari susu untuk membuat susu
tepung dibeli di dalam negeri. Jadi, dapat dikatakan 15 persen dari
nilai produk harus berasal dari produk dalam negeri.
Keenam, Embargo adalah jenis kuota spesifik yang melarang
perdagangan. Hambatan ini dapat dikenakan pada impor barang
tertentu yang dipasok ke negara tertentu, atau semua barang
yang dikirim ke negara tertentu. Meskipun embargo biasanya
diperkenalkan untuk tujuan politik, konsekuensinya dapat
menjadi ekonomi.
Ketujuh, Standard adalah hambatan non-tarif yang mengambil
tempat khusus di antara hambatan non-tarif lainnya. Negara
biasanya menerapkan standar klasifikasi, pelabelan, dan pengujian
produk agar dapat dijual di dalam negeri, namun dapat juga
untuk memblokir penjualan produk impor. Hambatan standar ini
sering kali diterapkan dengan dalih melindungi keselamatan dan
kesehatan penduduk lokal.
Kedelapan, Penundaan Administrasi dan Birokrasi
adalah hambatan non-tarif di pintu masuk (di pelabuhan)
yang meningkatkan ketidakpastian dan biaya perdagangan.
Misalnya, meskipun Turki berada di wilayah Bea Cukai Uni
Eropa, pengangkutan produk-produk dari Turki ke Uni Eropa
akan dikenai biaya administrasi yang sangat tinggi, sehingga
diperkirakan akan menghambat pemasukan produk ekspor Turki
ke Uni Eropa.
Kesembilan, Control Devisa (pembatasan valuta asing)
merupakan peraturan transaksi penduduk dan bukan penduduk
dengan nilai mata uang domestik dan nilai mata uang lainnya.
Hambatan ini juga merupakan bagian penting dari mekanisme
pengendalian kegiatan ekonomi asing dengan mata uang asing.
Efektivitas Non-Tariff Barrier
Sebagian besar NTB dapat didefinisikan sebagai tindakan
proteksionis, kecuali jika terkait dengan kesulitan mekanisme
pasar. Misalnya, eksternalitas dan asimetri informasi antara
konsumen dan produsen barang, seperti standar keselamatan dan
persyaratan pelabelan.
Kebutuhan untuk melindungi bersifat sensitif terhadap indus-
tri impor, serta berbagai pembatasan perdagangan yang tersedia
bagi pemerintah negara-negara industri, memaksa negara-negara
untuk memakai NTB. Hal itu justru menimbulkan hambatan
serius dalam perdagangan internasional dan pertumbuhan
ekonomi dunia.
Dengan demikian, NTB dapat disebut sebagai bentuk
perlindungan baru yang telah menggantikan tarif sebagai bentuk
perlindungan lama. Kelangkaan informasi tentang hambatan non-
tarif merupakan masalah utama bagi daya saing produk-produk
dari negara-negara berkembang.
Hambatan non-tarif dilakukan untuk mendukung pemasok
domestik atas pemasok asing. Namun, juga penting untuk
mempertimbangkan bahwa instrumen ini tidak selalu
mempengaruhi arus perdagangan. Pasalnya, penerapan hambatan
non-tarif tidak selalu membatasi perdagangan. Selain itu, tidak
semua kebijakan yang mempengaruhi perdagangan dilaksanakan
dengan tujuan diskriminatif atau proteksionis.
Pengendalian Impor melalui Tindakan Safeguard
Pasal XIX GATT 1994 dan persetujuan safeguard membolehkan
suatu negara mengenakan kuota terhadap suatu produk impor
yang mengalami lonjakan substansial yang merugikan industri
dalam negeri. Tindakan safeguard untuk mengamankan balance
of payment dengan melarang masuknya suatu produk yang
terbukti mengandung penyakit berbahaya atau penyakit menular
yang membahayakan kesehatan manusia, hewan, dan tumbuh-
tumbuhan. Namun tindakan safeguard hanya dapat dilakukan
untuk sementara.
Paradigma pembentukan WTO adalah liberalisasi perdagangan
yang bertumpu pada persaingan bebas di antara para pelaku
usaha, termasuk pedagang lintas negara. Namun, WTO juga
memberi ruang bagi negara-negara anggotanya melakukan
tindakan pengamanan (safeguard) untuk melindungi kepentingan-
kepentingan dalam negerinya.
Secara umum, ada beberapa mekanisme tindakan pengamanan
yang dibenarkan menurut ketentuan WTO, yaitu; perlindungan
keadaan darurat (emergency protection), anti-dumping, duty imbalan
(countervailing duties), perlindungan khusus (special safe guard
provisions), neraca pembayaran (balance of payments), industri
“bayi” (infant industries), pembebasan umum (general waivers),
pengecualian permanen (permanent exceptions), pengecualian
umum (general exceptions), serta modifikasi skedul dan renegosiasi
tarif (modification of schedules and tariff renegotiations).
Dalam ketentuan umum Persetujuan Tindak Pengamanan
(Agrementon Safeguard) dinyatakan bahwa perjanjian safeguard
menerapkan peraturan untuk pelaksanaan tindakan pengamanan
yang diatur dalam Article XIX GATT 1994. Ada dua syarat
penerapan safeguard. Pertama, anggota dapat memohon tindakan
pengamanan atas suatu produk jika jumlah produk yang diimpor
dalam jumlah mengancam produk sejenis dalam negeri, sehingga
memicu kerugian serius bagi industri dalam negeri
yang memproduksi produk sejenis. Kedua, tindakan safeguard
dapat diterapkan pada produk yang diimpor tanpa dilihat dari
sumbernya.
Secara umum, tindakan pengamanan/perlindungan merujuk
kepada kewajiban-kewajiban tambahan atau pembatasan atas
impor yang dikenakan. Misalnya, jika suatu negara menghadapi
lonjakan impor atau penurunan harga impor yang luar biasa,
sehingga merugikan atau mengancam industri dalam negeri.
Sejak berlaku kesepakatan GATT 1947, tindakan pengaman
ini telah diadopsi dalam ketentuan yang kemudian disebut
dengan ketentuan tindakan safeguard. Tindakan pengamanan ini
merupakan salah satu instrumen kebijakan perdagangan yang
tidak jauh berbeda dengan kebijakan antidumping dan anti-
subsidi.
Ketiga instrumen kebijakan ini diatur dalam kesepakatan
WTO, yang konsekuensi dari penerapannya dapat berupa
pengenaan tarif bea masuk tambahan. Ketiga kebijakan ini
memiliki perbedaan, terutama dalam hal dasar pertimbangan
pengenaan atau penerapannya.
Kebijakan antidumping diterapkan atas dasar terjadinya
praktik dumping yang memicu terjadinya kerugian
terhadap industri serupa dalam negeri. Sedangkan kebijakan anti
subsidi dikenakan atas dasar adanya subsidi dari pemerintah di
negara asal barang terhadap produsen, sehingga memicu
munculnya kerugian bagi industri serupa dalam negeri.
Sementara kebijakan safeguard sama sekali tidak berkaitan
dengan adanya praktik dumping atau subsidi. Namun kebijakan
safeguard diterapkan atas dasar adanya peredaran barang impor
yang masuk ke pasar domestik yang memicu terjadinya
kerugian bagi industri serupa dalam negeri. Dengan kata lain,
kebijakan pengamanan (safeguard) diterapkan untuk melindungi
industri dalam negeri dari tindakan unfair, seperti dumping dan
subsidi.
Pengaturan safeguard bertujuan untuk melakukan perlindungan
terhadap industri dalam negeri dari lonjakan barang- barang
impor yang merugikan atau mengancam terjadinya kerugian pada
industri dalam negeri.Sesuai persetujuan safeguard bahwa tindakan
pengamanan yang diambil pemerintah negara pengimpor untuk
memulihkan kerugian atau mencegah ancaman serius terhadap
industri dalam negeri sebagai akibat dari lonjakan impor barang
sejenis atau barang yang bersaing secara langsung. Tindakan
ini dipakai negara anggota WTO untuk melindungi industri
dalam negeri dan bersifat non-diskriminatif.
Mekanisme safeguard awalnya diatur dalam Pasal XIX GATT
1947, yang menyebutkan bahwa syarat untuk melakukan tindakan
safeguard harus bertujuan untuk melindungi industri dalam negeri
dan bersifat non diskriminatif. ini berarti bahwa tindakan
safeguard melalui pembatasan impor diterapkan sesudah terjadi
peningkatan produk impor, sehingga menimbulkan kerugian
(injury) yang serius di dalam negeri. Selain itu, negara pengimpor
yang menerapkan mekanisme safeguard harus memberi
kompensasi kepada negara pengekspor.
Selanjutnya ditentukan pula bahwa instrumen yang dipakai
dalam mekanisme safeguard adalah instrumen tarif, walaupun
pembatasan kuantitatif (non-tariff barrier) juga diperbolehkan.
Karena persyaratannya sangat ketat, sejak perjanjian GATT 1947
penggunaan mekanisme safeguard dianggap tidak memuaskan.
Aturan untuk menerapkan safeguard sering tidak efektif,
sehingga mekanisme ini semakin jarang dipakai . Dengan
sistem safeguard yang tidak memuaskan, kini semakin banyak
negara memakai tindakan di luar kesepakatan GATT untuk
membendung impor.
Negara-negara anggota WTO telah melakukan beberapa kali
putaran perundingan untuk menyempurnakan perjanjian yang
terkait dengan safeguard. Perundingan lanjutan ini dimulai
dengan perundingan di Punta del Este (Uruguay) dari tahun
1986 sampai 1988, diikuti dengan sidang Mid-Term Review di
Montreal 1988 dan sidang tingkat Menteri di Brussels 1990. Pada
perundingan Uruguay Round di Marrakech (Maroko) 15 April
1994 akhirnya berhasil disepakati perjanjian multilateral di bidang
safeguard.
Kebijakan penerapan tindakan pengamanan (safeguard) oleh
negara pengimpor dilaksanakan melalui beberapa tahapan.
Antara lain, melakukan penyidikan dan pembuktian, menentukan
adanya kerugian atau ancaman kerugian dan penerapan tindakan
pengamanan.
Setiap negara anggota dapat menerapkan tindakan penga-
manan sesudah dilakukan penyelidikan oleh pihak yang berwenang
sesuai dengan prosedur dan diumumkan sesuai dengan Article
X GATT 1994. Penyelidikan ini harus mencakup pemberitahuan
kepada semua pihak yang berkepentingan, sehingga importir,
eksportir dan pihak-pihak lain yang berkepentingan dapat
mengajukan bukti dan pandangannya.
79Pengendalian Impor Pangan dalam Perspektif Aturan WTO |
Pelaksanaan penyidikan terhadap adanya kerugian serius atau
ancaman kerugian serius terhadap industri dalam negeri akibat
lonjakan impor dilakukan sebuah komite. Di negara kita disebut
Komite Pengamanan Perdagangan negara kita (KPPI). Sebelum
tindakan pengamanan diberlakukan, terlebih dahulu dilakukan
pembuktian telah terjadinya kerugian serius atau ancaman
kerugian serius akibat melonjaknya barang impor.
Penentuan adanya kerugian atau ancaman kerugian
dimaksud, diatur dalam Article 4 Agreementon Safeguard sebagai
berikut. Pertama, terjadinya kerugian serius yang diartikan dapat
menghalangi perkembangan atau keberadaan industri dalam
negeri. Kedua, adanya ancaman kerugian serius yang harus
dipahami sebagai kerugian berat yang pasti akan terjadi.
Efektivitas Safeguard
Dari aspek prosedural pengenaan safeguard yang ada selama ini
memicu pengenaan safeguard di negara kita tidak efektif. Hal
ini terjadi karena panjangnya prosedur yang harus dilalui untuk
dapat menerbitkan safeguard berupa tarif bea masuk.
Ada dua alternatif yang dapat dilakukan untuk membenahi
dan mengefektifkan prosedur pengenaan safeguard yang berbentuk
tarif bea masuk, yaitu menyederhanakan prosedur pengenaannya
dan menetapkan batasan waktu. Pilihan pada alternatif pertama
memerlukan perubahan pada kewenangan yang diberikan selama
ini. Menteri Keuangan sebaiknya sudah dapat menetapkan
besaran tarif bea masuk dan tidak melalui Menteri Perdagangan
lagi, sehingga secara prosedural menjadi lebih pendek.
Komite Pengamanan Perdagangan negara kita (KPPI) juga
harus diberikan kewenangan untuk menetapkan bentuk safeguard
yang sebaiknya dilaksanakan. Jika dikenakan dalam bentuk tarif
bea masuk, maka rekomendasi disampaikan kepada Menteri
80 | Perdagangan Internasional Komoditas Pangan Strategis
Keuangan. Namun, jika bentuk safeguard berupa kuota, maka
rekomendasi disampaikan kepada Menteri Perdagangan.
Alternatif kedua memerlukan pembenahan yang lebih
sederhana, karena hanya menetapkan batasan waktu. Pembatasan
waktu ini menyangkut penyampaian usulan Menteri Perdagangan
kepada Menteri Keuangan. Begitu pula pembatasan waktu bagi
Menteri Keuangan untuk menetapkan peraturan sesudah menerima
usulan dari Menteri Perdagangan.
Produk impor negara kita yang pernah dikenakan safeguard
sangat sedikit jumlahnya. Ketidakefektifan penggunaan instrumen
safeguard sejauh ini adalah karena pasifnya pergerakan lembaga
dalam menjalankan perannya sebagai lembaga penyelidik. Untuk
melakukan penyelidikan, lembaga penyelidik harus menunggu
adanya permohonan dari pihak yang berkepentingan.
Dalam usaha menjalankan peran dan fungsi sebagai lembaga
yang mengamankan industri dalam negeri dari kemungkinan
kerugian serius yang diakibatkan impor, perlu dilakukan usaha -
usaha yang lebih serius oleh lembaga penyelidik. Yakni, dengan
cara selalu memantau perkembangan impor yang terjadi dan
pertumbuhan industri di dalam negeri, serta melakukan interaksi
yang lebih intensif dengan industri dan asosiasi industri dalam
negeri.
Penutup
Pengurangan atau penghapusan hambatan yang bersifat tarif
atau penetapan bea masuk barang merupakan alat utama untuk
meliberalisasikan perdagangan. Sebab, dengan rendahnya tarif
atau bahkan tidak ada tarif sama sekali akan lebih melancarkan
kegiatan keluar masuk barang antarnegara, sehingga perdagangan
internasional antarnegara berjalan lancar.
81Pengendalian Impor Pangan dalam Perspektif Aturan WTO |
Namun, pada kenyataannya bahwa tingkat produktivitas
suatu negara berbeda. Karena itu, banyak negara cenderung untuk
memproteksi masuknya barang luar negeri, dengan harapan
produk barang dalam negeri dapat berkembang.
Hambatan lisensi dan kuota membatasi ketergantungan
terhadap impor dengan mempersempit jangkauan negara untuk
dapat mengimpor komoditas tertentu, mengatur jumlah dan jenis
barang yang diizinkan untuk diimpor. Namun, sistem perizinan
dan kuota impor, membuat kontrol yang kuat atas perdagangan
luar negeri atas barang tertentu. Dalam banyak kasus ternyata lebih
fleksibel dan efektif daripada instrumen peraturan perdagangan
luar negeri lainnya.
ini dapat dijelaskan dengan fakta bahwa sistem perizinan
dan kuota merupakan instrumen regulasi perdagangan sebagian
besar negara di dunia. Demikian pula tariff quotas yang merupakan
komitmen yang binding. Sedangkan autonomous tariff quotas
merupakan komitmen yang tidak binding. Banyak negara masih
lebih memilih kebijakan non-tarif atas tarif, karena beranggapan
bahwa tarif tidak berfungsi secara efektif dalam mengurangi
impor.
Implementasi hambatan non-tarif (NTB) dalam perundang-
undangan nasional sudah sejalan (konsisten) dengan ketentuan
GATT. Namun, penggunaan NTB di negara kita pada praktik
perdagangan belum berjalan efektif, antara lain karena persoalan
yang berkenaan dengan kelembagaan. Kemampuan negara kita
untuk menembus pasar negara tujuan utama ekspor sangat
tergantung pada kemampuan negara kita untuk memenuhi dengan
kebijakan NTB di negara mitra, terutama yang terkait dengan SPS
dan TBT.
82 | Perdagangan Internasional Komoditas Pangan Strategis
83Mengendalikan Impor Pangan untuk Kesejahteraan Petani |
Bab 5.
MENGENDALIKAN
IMPOR PANGAN UNTUK
KESEJAHTERAAN PETANI
Salah satu usaha pemerintah meningkatkan kesejahteraan petani adalah dengan mengendalikan impor pangan. Berbagai peraturan pun diterbitkan agar produk pangan
impor tidak membanjiri pasar dalam negeri. Sementara di sisi lain,
pemerintah juga membuat program pemberdayaan petani agar
menghasilkan produk yang bisa bersaing dengan pangan impor.
Dengan usaha meminimalisasi masuknya pangan impor,
lalu memperkuat daya saing petani, diharapkan justru produk
pertanian negara kita yang akan merajai pasar dunia. Hal itu bukan
sekadar mimpi, tapi sebuah keniscayaan. Bahkan Kementerian
Pertanian telah mengibarkan bendera negara kita menjadi Lumbung
Pangan Dunia pada tahun 2045. Saat Indonesiaa merayakan
Dirgahayu Kemerdekaan ke-100.
84 | Perdagangan Internasional Komoditas Pangan Strategis
Mengintip Pasar Ekspor
Beras
Jika melihat perkembangan pasar beras global, maka data
menyebutkan pemasok utama beras (HS 100600) di pasar dunia
pada tahun 2014-2016 didominasi India, Thailand, Vietnam,
USA dan Pakistan. Kelima negara ini merupakan eksportir
terbesar beras di dunia (Gambar 20). Namun volume ekspor
beras dari India dan Thailand menunjukkan kecenderungan yang
semakin menurun, sebaliknya volume ekspor beras dari negara
pemasok lainnya tampak meningkat, seperti AS dan Uruguay.
Nilai Ekspor Beras 2014 (Juta US) Volume Ekspor Beras 2014 (000 ton)
Nilai Ekspor Beras 2016 (Juta US) Volume Ekspor Beras 2016 (000 ton)
Sumber: UNComtrade (diolah); Kode HS 100600
Gambar 20. Nilai dan volume ekspor beras menurut negara eksportir utama,
2014 dan 2016
85Mengendalikan Impor Pangan untuk Kesejahteraan Petani |
Pada periode waktu 2010-2016 negara kita melakukan ekspor
beras, walaupun dalam nilai dan volume yang relatif kecil. Selama
periode 2010-2016 ekspor beras negara kita berfluktuasi dengan
kisaran volume antara 345 ton - 2,5 juta ton/tahun. Namun,
menunjukkan pertumbuhan yang meningkat dengan laju 0,02
persen/tahun untuk nilai dan 0,07 persen/tahun untuk volume
ekspor.
Ekspor beras negara kita terutama berupa beras organik,
sehingga harga berasnya relatif lebih tinggi dibandingkan harga
beras dari negara eksportir lainnya. Beras organik negara kita
sudah memperoleh sertifikat internasional, tetapi ada sebagian
yang masih bersertifikat nasional.
Negara tujuan ekspor beras Indonesia, antara lain Singapura,
Timor Leste, dan Afrika Selatan. Bahkan beberapa tahun terakhir
negara kita juga mengekspor beras ke Thailand, Filipina, Malaysia,
dan Jerman.
Pada tahun 2016, ekspor beras negara kita ke Thailand
menempati urutan pertama, diikuti ekspor ke Timor Leste,
Singapura, dan India. Ekspor beras negara kita juga ditujukan ke
negara-negara yang berbatasan langsung dengan wilayah RI
(Timor Leste, Malaysia, Papua Nugini, dan Singapura)
ini merupakan peluang untuk meningkatkan volume
ekspor ke negara-negara di perbatasan Indonesia. Pengembangan
ekspor beras di wilayah perbatasan merupakan potensi pasar
yang harus digarap dengan serius untuk meningkatkan perolehan
devisa negara.
Jagung
Pada tahun 2014-2016, pemasok jagung (HS 100500) ke pasar dunia
adalah AS, Brasil, Argentina, Rumania, dan Prancis (Gambar 21).
Kontribusi AS di pasar jagung dunia semakin meningkat, baik dari
nilai maupun volume ekspornya. Pangsa AS berdasarkan volume
86 | Perdagangan Internasional Komoditas Pangan Strategis
naik dari 27,85 persen pada 2014 menjadi 50,5 persen pada 2016.
Demikian pula pangsa negara pemasok utama lainnya cenderung
meningkat. Kontribusi volume ekspor dari lima negara pengekspor
utama di pasar jagung dunia meningkat dari 64 persen pada tahun
2014 menjadi 69 persen pada tahun 2016.
Nilai Ekspor Jagung 2014 (Juta US) Volume Ekspor Jagung 2014 (000 ton)
Nilai Ekspor Jagung 2016 (Juta US) Volume Ekspor Jagung 2016 (000 ton)
Sumber: UNComtrade (diolah); Kode HS 100500
Gambar 21. Nilai dan volume ekspor jagung menurut negara eksportir
utama, 2014 dan 2016
Di negara kita sebagian besar kebutuhan jagung dipakai
untuk memenuhi kebutuhan industri pakan. Perkembangan
nilai dan volume ekspor jagung (HS 100500) negara kita ke pasar
dunia selama kurun waktu 2010 - 2016 menunjukkan peningkatan
dengan laju 0,14 persen/tahun dan 0,24 persen/tahun, masing-
masing untuk nilai dan volume ekspor.
87Mengendalikan Impor Pangan untuk Kesejahteraan Petani |
Nilai ekspor jagung negara kita turun dari 11,3 juta dolar AS
pada tahun 2010 menjadi hanya 5 juta dolar AS pada tahun 2016.
Sementara itu, volume ekspor turun dari 41,9 ribu ton pada tahun
2010 menjadi hanya 15,2 ribu ton pada tahun 2016. Pada periode
yang sama harga mengalami penurunan dengan laju 0,07 persen/
tahun.
Dari data ini , terlihat bahwa laju peningkatan volume
ekspor jauh lebih tinggi daripada laju peningkatan nilai ekspor
jagung dunia. ini antara lain disebabkan pada periode yang
sama terjadi fluktuasi harga jagung dunia dengan laju perubahan
yang cenderung menurun, yaitu minus 17,26 persen/tahun pada
periode waktu 2010 – 2016.
Negara utama tujuan ekspor jagung negara kita adalah Filipina,
Jepang, Vietnam, Thailand, dan Singapura. Selama periode
2011-2016, volume ekspor jagung ke Filipina menunjukkan
kecenderungan meningkat dengan laju 64,8 persen/tahun, atau
naik dari 8,4 ribu ton pada 2011 menjadi 230,8 ribu ton pada tahun
2016. Bahkan sampai April 2018, ekspor jagung negara kita ke
Filipina mencapai 500 ribu ton.
Demikian pula volume ekspor jagung ke Singapura meningkat
dengan laju 19,13 persen/tahun atau naik dari 353 ton pada 2011
menjadi 1,2 ribu ton pada tahun 2016. Sebaliknya, volume ekspor
jagung negara kita ke Jepang, Vietnam, dan Thailand menunjukkan
penurunan dengan laju masing-masing sebesar 0,21 persen, 28,94
persen dan 17,05 persen/tahun pada periode yang sama.
Bawang Merah
Negara eksportir utama bawang merah (HS 070310) adalah
Belanda, China, India, Mesir, dan AS. Nilai dan volume ekspor
negara-negara ini disajikan pada Gambar 23. Kontribusi
volume ekspor dari lima negara pengekspor utama di pasar
88 | Perdagangan Internasional Komoditas Pangan Strategis
bawang merah dunia relatif stabil, yaitu 60 persen pada tahun
2014 menjadi 61 persen pada tahun 2016.
Pemasok terbesar bawang merah ke pasar dunia pada tahun
2014 adalah Belanda (20,3 persen), diikuti India (16,1 persen)
dan China (9,8 persen). Namun, pada tahun 2016 India menjadi
eksportir terbesar dengan kontribusi sekitar 25,4 persen, diikuti
Belanda 22,3 persen dan China sebesar 9,3 persen.
Nilai Ekspor Bawang Merah 2014 (Juta US) Volume Ekspor Bawang Merah 2014 (000 ton)
Nilai Ekspor Bawang Merah 2016 (Juta US) Volume Ekspor Bawang Merah 2016 (000 ton)
Sumber: UNComtrade (diolah); Kode HS 070310
Gambar 22. Nilai dan volume ekspor bawang merah menurut negara
eksportir utama, 2014 dan 2016
Perkembangan ekspor bawang merah (HS 070310) negara kita
ke pasar dunia tahun 2011–2016 mengalami penurunan yang
drastis, baik dalam nilai maupun volume ekspor. Masing-masing
menurun dengan laju penurunan sebesar 19,5 persen/tahun dan
89Mengendalikan Impor Pangan untuk Kesejahteraan Petani |
32,4 persen/tahun. Nilai ekspor bawang merah negara kita turun
dari 6,6 juta dolar AS pada tahun 2011 menjadi hanya 0,4 juta dolar
AS pada tahun 2016.
Sementara itu, volume ekspor turun dari 13,8 ribu ton pada
tahun 2011 menjadi hanya 0,7 ribu ton pada tahun 2016. Pada
periode yang sama harga mengalami peningkatan dengan laju 8,4
persen/tahun. Penurunan ekspor bawang merah antara lain karena
terjadi kenaikan harga bawang merah yang signifikan di tingkat
petani sejak pemerintah memberlakukan kebijakan Rekomendasi
Impor Produk Hortikultura (RIPH) pada tahun 2013.
Meskipun demikian pada tahun 2017, ekspor bawang
merah mulai meningkat, yaitu mencapai 7,75 ribu ton. Negara
tujuan utama ekspor bawang merah negara kita adalah Malaysia,
Singapura, Thailand, dan Vietnam. Kondisi ini berbeda dengan
periode 2011-2016, volume ekspor bawang merah ke Malaysia
fluktuatif dengan kecenderungan yang menurun dengan laju 19,8
persen/tahun.
Volume ekspor bawang merah ke Malaysia naik dari 559 ton
pada 2011 menjadi 1,4 ribu ton pada 2012, tetapi kemudian turun
menjadi hanya 400 kg pada tahun 2016. Demikian pula volume
ekspor bawang merah negara kita ke Singapura, Thailand, dan
Vietnam menurun drastis, masing-masing sebesar 19,9 persen,
39,5 persen, dan 29,8 persen/tahun.
Strategi Memperluas Pasar Ekspor
Selain mengidentifikasi eksportir pesaing utama di pasar dunia atau
potensi pasar ekspor, strategi memperluas pasar ekspor juga perlu
mengidentifikasi negara pengimpor yang permintaannya besar
dengan laju pertumbuhan yang tinggi. Selain itu, mengidentifikasi
struktur pasar komoditas terkait.
Hasil analisis dengan memakai Herfindahl Index dan
rasio konsentrasi menunjukkan bahwa struktur pasar beras di
90 | Perdagangan Internasional Komoditas Pangan Strategis
pasar internasional merupakan struktur pasar oligopoli dengan
konsentrasi pasar yang sedang. Pasar internasional jagung
menunjukkan struktur pasar yang cenderung ke monopoli dengan
konsentrasi pasar yang sedang.
Sedangkan struktur pasar internasional bawang merah
mengarah ke persaingan monopolistik dengan konsentrasi pasar
yang sedang. Dengan demikian, persaingan di pasar jagung dan
pasar bawang merah lebih ketat dibandingkan dengan di pasar
beras.
Beras
Hal penting yang perlu disiapkan negara kita untuk dapat bersaing
dengan negara eksportir utama beras dunia adalah faktor kualitas
dan harga beras negara kita yang akan diekspor. Untuk itu, efisiensi
biaya produksi dan kehilangan hasil merupakan dua hal penting
yang perlu diperhatikan.
Pada tahun 2010, dari sepuluh negara importir utama beras
dunia, lima negara dengan volume impor terbesar berturut-turut
adalah Filipina, Saudi Arabia, Iran, Malaysia, dan Meksiko (tahun
2010). Namun di tahun-tahun berikutnya, negara kita masuk ke
dalam lima negara importir terbesar beras dunia.
Mengingat negara kita telah bertekad menjadi lumbung pangan
dunia di tahun 2045, Filipina, Saudi Arabia, Iran, dan Malaysia
dapat menjadi pasar yang potensial untuk beras Indonesia. Hal
ini dilihat dari besaran volume impor (sebagai proksi kebutuhan)
dari negara-negara importir beras ini .
Berdasarkan rata-rata besaran volume dan laju pertumbuhan
impor dari masing-masing negara menunjukkan bahwa peluang
pasar ekspor beras negara kita perlu diarahkan ke China dan Saudi
Arabia. Rata-rata volume impor dan laju pertumbuhan impor
beras China paling tinggi (lebih dari 10 persen/tahun selama 2014
-2016). Sedangkan ke Saudi Arabia, walaupun rata-rata volume
91Mengendalikan Impor Pangan untuk Kesejahteraan Petani |
impornya tidak sebesar China, namun laju pertumbuhan impor
beras pada periode tiga tahun terakhir mendekati 8 persen/tahun.
Jagung
Negara Jepang, Meksiko, Korea, Spanyol, dan Belanda merupakan
lima negara importir utama jagung dunia selama periode 2011-
2015. Volume impor jagung Jepang tampak menurun dengan laju
sebesar 0,68 persen/tahun atau turun dari 15,3 juta ton pada tahun
2011 menjadi 14,7 juta ton pada 2016.
Sementara volume impor jagung negara importir lainnya
pada periode yang sama menunjukkan peningkatan yang tinggi.
Meksiko sebesar 6,40 persen, Korea Selatan 7,93 persen, Spanyol
7,75 persen, dan Belanda 8,46 persen/tahun.
Jepang sudah menjadi pasar tujuan ekspor jagung Indonesia,
meski volumenya mengalami kecenderungan yang menurun,
terutama sesudah tahun 2013. Ekspor jagung negara kita ke Jepang
mencapai 3,3 ribu ton pada tahun 2013, namun kemudian turun
menjadi hanya 1,8 ribu ton pada tahun 2016.
Negara importir besar lainnya, seperti Meksiko, Korea, Spanyol,
dan Belanda belum menjadi pasar tujuan ekspor jagung Indonesia.
Karena itu, pasar ekspor jagung negara kita perlu diarahkan ke
negara-negara ini . Karena itu, diperlukan usaha dukungan
kebijakan untuk meningkatkan kapasitas produksi jagung
nasional, sehingga mampu memanfaatkan peluang pasar ekspor.
Pada tahun 2006-2008 Pemerintah Provinsi Gorontalo, misal-
nya mengekspor jagung ke berbagai negara, seperti Malaysia,
Filipina dan Korea Selatan. Kebijakan Pemprov Gorontalo untuk
merangsang petani meningkatkan produksi adalah memberi
jaminan harga jual yang relatif menguntungkan. Bahkan Pemprov
Gorontalo juga memberi sanksi kepada pedagang pengumpul
yang tidak membeli sesuai harga dasar.
92 | Perdagangan Internasional Komoditas Pangan Strategis
Insentif juga diberikan kepada seluruh pegawai dari tingkat
provinsi, kabupaten hingga desa/kelurahan terkait produksi
jagung di wilayah masing-masing. Infrastruktur jalan di tingkat
usaha tani, antarkabupaten, dalam kabupaten hingga pelabuhan
dibenahi.
Bahkan Provinsi Gorontalo juga menampung produksi
jagung dari provinsi di sekitarnya untuk diekspor, karena lebih
menguntungkan daripada menjual ke pabrik pakan ternak dalam
negeri. Awal tahun 2018 Provinsi Gorontalo mulai mengekspor
jagung, yang diikuti Provinsi Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara
Barat.
Bawang Merah
Negara-negara importir utama bawang merah dunia adalah Rusia,
Malaysia, AS, Inggris, dan Jepang. Jika negara kita menargetkan
menjadi eksportir bawang di pasar dunia, maka diperlukan
pendekatan bilateral di bidang ekonomi dan perdagangan dengan
negara-negara importir utama bawang merah.
Karakteristik bawang merah yang dibutuhkan, baik jenisnya,
varietas, kualitas, ukuran dan atribut produk lainnya, oleh negara-
negara importir bawang merah dunia merupakan informasi
penting dan perlu direspons dengan baik oleh Indonesia. Malaysia
sudah menjadi pasar utama tujuan ekspor bawang merah
Indonesia, namun ekspornya terus menurun.
Ke depan, pasar ekspor bawang merah perlu diarahkan ke
negara lain, seperti Rusia dan Amerika Serikat. Sebab, rata-rata
volume impor bawang merah kedua negara ini menunjukkan
peningkatan, masing-masing sebesar 3,46 persen dan 2,07 persen.
Sebaliknya, permintaan bawang merah dari Jepang dan Inggris
menunjukkan penurunan, masing-masing sebesar 11,38 persen
dan 1,25 persen, selama periode 2014 – 2016.
93Mengendalikan Impor Pangan untuk Kesejahteraan Petani |
Peluang Ekspor dari Perbatasan
Berbagai produk pangan di wilayah perbatasan sesungguhnya
memiliki potensi ekspor yang sangat besar apabila dikelola dengan
baik. Memanfaatkan potensi ekspor komoditas pangan di wilayah
perbatasan sangat penting dalam usaha mendorong pertumbuhan
perekonomian wilayah perbatasan, meningkatkan pendapatan
warga , penyerapan tenaga kerja, dan penghasilan devisa.
Bagaimana peluang ekspor komoditas pangan di wilayah
perbatasan? Sebelum melihat sejauh mana peluang ini , perlu
diketahui seperti apa pola perdagangan lintas batas yang selama
ini terjadi di wilayah perbatasan.
Berbicara tentang “Perdagangan Lintas Batas”, yang terlintas
adalah adanya suatu kegiatan perdagangan yang dilakukan
warga yang tinggal di daerah perbatasan guna memperbaiki
atau meningkatkan kesejahteraan mereka. Perdagangan lintas
batas di wilayah perbatasan sudah terjadi sejak dahulu, meskipun
dalam jumlah yang terbatas.
Perlu diketahui, selama ini produk-produk pangan dari
wilayah perbatasan negara kita sangat diminati dan disukai
negara tetangga, seperti Malaysia, Filipina, Timur Leste, dan
Papua Nugini. Di Negeri Jiran, Malaysia, produk-produk pangan
negara kita seperti beras Raja Uncak (Kapuas Hulu), beras hitam
(Bengkayang), beras merah (Sanggau), pisang, dan lainnya sampai
kini terus diperdagangkan ke Sarawak-Malaysia secara tradisonal.
Sebaliknya dari Malaysia barang yang terbesar dibawa masuk ke
perbatasan negara kita dengan memakai fasilitas Kartu Izin
Lintas Batas (KILB), khususnya melalui perbatasan Aruk adalah
kebutuhan pokok seperti gula, beras, minyak, telur dan gas.
Perdagangan lintas batas antardua negara, terutama antara
negara kita dan Malaysia selama ini mengacu kepada aturan Bilateral
Agreement yang diatur pada Border Crossing Agreement (BCA) dan
94 | Perdagangan Internasional Komoditas Pangan Strategis
Border Trade Agreement (BTA) yang yang mengatur kesepakatan
perdagangan antara dua negara ini . Kedua kesepakatan ini,
walaupun ada perbedaan ranah cakupannya, BCA terkait
dengan pengaturan pergerakan lintas batas orang, sedangkan BTA
ada hubungannya dengan pengaturan pergerakan barang yang
bersifat lintas batas antar negara. Namun di sisi lainnya ada
persamaan dalam hal sama-sama sudah kedaluwarsa (out of date).
BCA terakhir yang telah disepakati antara Indonesia-Malaysia
adalah pada tanggal 12 Juni 2006 di Bukit Tinggi, Sumatera
Barat, sehingga merujuk pasal (article) 14 ayat (2) BCA dimaksud,
disebutkan bahwa 5 tahun sesudah ditetapkannya kesepakatan
harus dilakukan peninjauan ulang (review). Berarti, pada tahun
2011 BCA seharusnya sudah ditinjau ulang. Kenyataannya,
sampai dengan tahun 2017 belum dihasilkan kesepakatan BCA
yang baru atau dengan kata lainnya sudah kedaluwarsa lebih dari
4 tahun. Sementara BTA Indonesia-Malaysia, sejak disepakatinya
pada tanggal 24 Agustus 1970 di Jakarta sampai kini belum pernah
ditinjau ulang, berarti sudah kedaluwarsa hampir 47 tahun.
Walaupun BCA tahun 2006 dan BTA tahun 1970 sudah
kedaluwarsa, tapi masih tetap menjadi rujukan Indonesia-
Malaysia, karena mungkin ada kaitannya dengan kesepahaman
bahwa sebagai bangsa yang serumpun, semua masalah dapat
dibicarakan secara informal, selama masalah ini tidak bersifat
prinsip yang dapat mengganggu hubungan kedua negara.
Sejalan dengan berjalannya waktu, banyak hal yang telah
berubah yang mengharuskan perlunya penyesuaian BTA tahun
1970. Terutama, nilai perdagangan, dan cakupan area (access of
area) pada setiap exit/entry point yang telah disepakati pada BCA.
negara kita dan Malaysia telah sepakat memperbarui perjanjian
perdagangan wilayah perbatasan atau BTA dalam usaha untuk
normalisasi perdagangan ekspor-impor guna meningkatkan
hubungan dagang kedua negara, khususnya melalui pintu
Entikong-Tebedu, yang selama ini sempat terhenti.
95Mengendalikan Impor Pangan untuk Kesejahteraan Petani |
Sebenarnya peluang ekspor komoditas pangan di wilayah
perbatasan cukup besar. Apalagi dengan berlakunya beberapa
perjanjian internasional, terutama dengan negara tetangga,
seperti ASEAN Community, negara kita Malaysia Singapore Growth
Triangle (IMS-GT), Brunei, Indonesia, Malaysia and Philippines-East
ASEAN Growth Area (BIMP-EAGA), negara kita Malaysia Thailand-
Growth Triangle (IMT-GT) dan Australian-negara kita Development
Area (AIDA). Perjanjian itu menjadikan peluang ekspor komoditas
pertanian ke negara tetangga akan semakin besar.
ASEAN Community atau Komunitas ASEAN awalnya dibentuk
berdasarkan komitmen para pemimpin ASEAN dengan ditanda-
tangani ASEAN Vision 2020 di Kuala Lumpur pada tahun 1997.
Komuniatas ASEAN mencita-citakan ASEAN sebagai suatu
komunitas yang berpandangan maju, hidup dalam lingkungan
yang damai, stabil dan makmur, serta lebih mempererat integrasi
ASEAN dalam menghadapi perkembangan konstelasi politik
internasional.
Tekad membentuk Komunitas ASEAN kemudian dipertegas
lagi pada KTT ke-9 ASEAN di Bali pada tahun 2003 dengan
ditandatanganinya ASEAN Concord II. ASEAN Concord II menegas-
kan bahwa ASEAN akan menjadi sebuah komunitas yang aman,
damai, stabil, dan sejahtera pada tahun 2020. Namun, pada KTT
ke-12 ASEAN di Cebu, Filipina, pada Januari 2007, komitmen
untuk mewujudkan Komunitas ASEAN dipercepat dari tahun
2020 menjadi 2015 dengan ditandatanganinya Cebu Declaration
on The Acceleration of The Establishment of an ASEAN Community by
2015.
IMS-GT atau Indonesia, Malaysia, Singapore-Growth Triangle
dibentuk pada 1994 untuk memperkuat jaringan ekonomi ketiga
negara pada region yang ditentukan. Terutama dalam rangka
mengoptimalisasikan ekonomi regional di antara tiga negara.
Wilayah ini meliputi Singapura, Johor, dan sebagian Provinsi
96 | Perdagangan Internasional Komoditas Pangan Strategis
Riau dan Provinsi Kepulauan Riau (Kepri). IMS-GT dikenal
dengan istilah “Sijori”.
IMS-GT juga dimaksudkan untuk mengombinasikan kekuatan
kompetitif pada tiga area yang ditetapkan dalam rangka mening-
katkan daya tarik investasi, terutama dalam cakupan regional dan
internasional. Lebih spesifiknya adalah dengan cara menciptakan
konektivitas infrastruktur, modal, dan keahlian yang dimiliki
Singapura, dengan sumber daya alam dan manusia yang dimiliki
Johor dan Riau.
IMT-GT atau negara kita Malaysia Thailand-Growth Triangle
adalah inisiatif kerja sama subregional, Pemerintah RI, Malaysia,
dan Thailand yang dibentuk tahun 1993 untuk mempercepat
transformasi ekonomi di provinsi yang kurang berkembang.
Sektor swasta telah memainkan dan akan terus memainkan peran
kunci dalam mempromosikan kerja sama ekonomi dalam IMT-GT.
Pembentukan IMT-GT telah berkembang dalam lingkup geografis
dan kegiatan yang mencakup lebih dari 70 juta orang yang terdiri
atas 14 provinsi di Thailand Selatan, 8 negara bagian Semenanjung
Malaysia dan 10 provinsi Sumatera di Indonesia.
Kerja sama BIMP-EAGA atau Brunei Darussalam negara kita
Malaysia Philippines-East ASEAN Growth Area dibentuk secara
resmi pada Pertemuan Tingkat Menteri (PTM) ke-1 di Davao
City, Filipina pada 26 Maret 1994. Kerja sama itu bertujuan
untuk meningkatkan kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi
warga di daerah perbatasan negara-negara BIMP-EAGA.
Para pelaku usaha diharapkan menjadi motor penggerak
kerja sama dimaksud, sedangkan pemerintah bertindak sebagai
regulator dan fasilitator. Wilayah negara kita yang menjadi anggota
BIMP-EAGA adalah Kalimantan Barat, Kalimantan Timur,
Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Sulawesi Utara, Sulawesi
Tenggara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat,
Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat.
97Mengendalikan Impor Pangan untuk Kesejahteraan Petani |
Selanjutnya, kerja sama AIDA atau Australia negara kita
Development Area adalah kerja sama antara Pemerintah RI dengan
Pemerintah Northern Territory of Australia (NT). Kerja sama itu
disepakati melalui Memorandum Kesepahaman antara Pemerintah
RI dengan pemerintah NT tentang Kerja Sama Pengembangan
Ekonomi yang ditandatangani di Jakarta pada 21 Januari 1992.
Kedua pemerintah berkeinginan untuk mendukung hubungan
perdagangan yang telah berjalan antara Indonesia, khususnya
dengan NT. Kerja sama ini bertujuan untuk meningkatkan
ekonomi di Kawasan Timur Indonesia.
Berlakunya beberapa kesepakatan kerja sama internasional
seharusnya dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan ekspor
komoditas pangan dan pertanian di wilayah perbatasan. Apalagi
beberapa komoditas pangan negara kita sudah diekspor ke beberapa
negara yang berbatasan langsung dengan Indonesia. Karena itu,
Menteri Pertanian, Amran Sulaiman membuat program terobosan
untuk membangun wilayah perbatasan menjadi lumbung pangan
berorientasi ekspor.
ini sejalan dengan kebijakan utama pembangunan
yang tertuang dalam Nawa Cita poin ketiga, yaitu membangun
negara kita dari pinggiran dengan memperkuat wilayah perbatasan
dalam kerangka NKRI. ini juga sejalan dengan Nawa Cita poin
keenam dan ketujuh, yaitu meningkatkan produktivitas rakyat dan
daya saing di pasar internasional, serta mewujudkan kemandirian
ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi
dan domestik.
Membangun lumbung pangan di wilayah perbatasan sebagai
usaha meningkatkan kapasitas produksi pangan di wilayah
perbatasan guna memenuhi kebutuhan sendiri. Sedangkan jika
ada kelebihan produksi bisa diekspor ke negara tetangga seperti
Malaysia, Singapura, Brunei, Filipina, Papua Nugini, dan Timor
Leste.
98 | Perdagangan Internasional Komoditas Pangan Strategis
Pengembangan lumbung pangan di wilayah perbatasan juga
menjadi salah satu solusi dalam mengurangi impor pangan ilegal.
Karena itu, sasaran awal pengembangan lumbung pangan di
wilayah perbatasan adalah mewujudkan sistem produksi pangan
eksisting yang andal. Sedangkan sasaran jangka menengah dan
jangka panjangnya adalah mewujudkan sistem produksi pangan
modern, inklusif berkelanjutan, adaptif perubahan iklim, dan
tidak menggradasi sumber daya dan lingkungan.
Ekspor pangan di wilayah perbatasan, tidak hanya ditujukan
ke negara-negara tetangga, tapi juga ke negara-negara lainnya
seperti Australia, Arab Saudi, dan negara-negara Afrika. Karena
itu, pengembangan komoditas pangan harus sesuai dengan
kebutuhan lokal dan ekspor sesuai dengan persyaratan dari
negara tujuan.
Ekspor pangan dari wilayah perbatasan dapat ditempuh
melalui beberapa strategi dan skenario. Pertama, peningkatan
volume ekspor pangan dari wilayah perbatasan yang selama ini
sudah berjalan secara tradisional. Kedua, peningkatan produksi
dan perdagangan komoditas potensial baru untuk diekspor.
Ketiga, pengembangan wilayah katalisator ekspor (kabupaten atau
provinsi tetangga wilayah perbatasan) yang potensial.
Memperkuat Hilirisasi Komoditas Pangan
Berbagai istilah “hilirisasi” telah banyak dipakai di antaranya
adalah downstreaming, beneficiation, value-adding, dan lain-lain.
Dalam tulisan ini, yang dimaksudkan hilirisasi merupakan
kegiatan transformasi hasil produksi primer menjadi produk
antara dan akhir.
Berbagai tahapan dalam proses produksi yang dilakukan
dalam hilirisasi melibatkan pengolahan bahan baku (primer) di
hulu menjadi produk jadi dan setengah jadi (hilir), untuk kemudian
menjual produk ini kepada pelanggan. Kegiatan hilirisasi ini
99Mengendalikan Impor Pangan untuk Kesejahteraan Petani |
ditujukan sebagai usaha meredam ekspor bahan mentah, serta
mendorong industri pangan domestik untuk memakai bahan
ini dalam usaha mengendalikan impor produk olahan,
meningkatkan nilai tambah domestik, dan menciptakan lapangan
kerja.
Karena itu, Kementerian Pertanian terus mendorong
pengembangan hilirisasi komoditas pangan dalam mewujudkan
kedaulatan pangan. Kegiatan hilirisasi ini memiliki kontribusi
penting dalam proses industrilisasi pertanian dan peningkatan
pendapatan petani, terutama di wilayah pedesaan.
Apalagi permintaan terhadap produk-produk hilirisasi
pertanian cenderung mengalami peningkatan. Di samping itu,
pergeseran pola konsumsi global akan terjadi seiring dengan
peningkatan pendapatan warga . Karena itu, usaha
memperkuat industri hilir komoditas pangan tidak saja dalam
rangka meningkatkan jumlah pangan dan jenis produk pangan di
pasar, tetapi juga menurunkan jumlah impor pangan olahan dan
meningkatkan ekonomi perdesaan.
Harus diakui bahwa negara kita merupakan negara pengekspor
dan sekaligus sebagai negara pengimpor produk pertanian.
Sebagian besar ekspor produk pertanian negara kita hingga saat ini
merupakan bahan mentah. Mirisnya juga, negara kita mengimpor
produk olahan, baik di komoditas pangan, hortikultura, perke-
bunan, dan peternakan.
Tentunya, negara kita dirugikan karena nilai tambah produk
ini diambil alih oleh negara lain. Karena itu, usaha
memperkuat industri hilir komoditas pangan menjadi penting
dalam usaha meningkatkan nilai tambah dan mendorong ekspor
pangan nasional.
ada berbagai pertimbangan perlunya memperkuat
industri hilirisasi komoditas pangan. Di antaranya, karena
negara kita merupakan negara yang kaya sumber daya alam dan
100 | Perdagangan Internasional Komoditas Pangan Strategis
menyebar secara merata di seluruh penjuru tanah air, sehingga
perlu mendorong industri pangan domestik untuk meningkatkan
nilai tambah dan ekspor. Selain itu, memperkuat industri
hilirisasi komoditas pangan diyakini berdampak pada penciptaan
kesempatan kerja seluas-luasnya sekaligus menciptakan peme-
rataan pembangunan.
Diakui atau tidak, pengembangan industri hilirisasi komoditas
pangan di negara kita masih menghadapi beberapa permasalahan,
antara lain kemampuan yang rendah dalam transformasi produk.
Teknologi yang dipakai sebagai teknologi industri pengolahan
juga masih sangat terbatas, terutama mencakup teknologi
perlakuan pascapanen dan teknologi pengolahan.
Rendahnya produktivitas ditunjukkan dari masih banyaknya
bahan baku impor, serta terbatasnya bahan baku yang berkualitas
sesuai kebutuhan kegiatan industri hilirisasi. Demikian halnya
ketersediaan sarana dan prasarana yang mendukung belum
maksimal berjalan sesuai harapan yang diinginkan industri dan
pengusaha. Karena itu, perkembangan nilai ekspor hasil olahan
pertanian masih relatif lambat dibandingkan industri lainnya.
Produk olahan beras misalnya, dibandingkan impornya,
ekspor beras dan produk olahan beras tergolong sangat kecil, baik
volume maupun nilainya. Volume ekspor beras pada tahun 2012
tercatat 900 ton dengan nilai 1.2 juta dolar AS, meningkat menjadi
1.000 ton pada tahun 2016 dengan total nilai 0,9 juta dolar AS.
Pada tahun 2016, negara kita mengekspor beras ke beberapa
negara antara lain, Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, Timor
Leste, India, Amerika Serikat dan beberapa Negara Eropa lainnya.
Menurut informasi beras yang diekspor negara kita ke Amerika
Serikat dan beberapa negara Eropa (Italia dan Belgia) adalah beras
organik dalam kemasan.
Meskipun volume ekspor produk olahan beras fluktuatif
selama periode 2012-2016, namun nilai ekspornya mengalami
101Mengendalikan Impor Pangan untuk Kesejahteraan Petani |
peningkatan, yakni dari 0,2 juta dolar AS tahun 2012 meningkat
menjadi 0,5 juta dolar AS tahun 2014 dan 0,7 juta dolar AS tahun
2016 (Tabel 6). Pada tahun 2016, negara tujuan ekspor produk
olahan beras negara kita antara lain Hong Kong, Taiwan, Malaysia,
India, Saudi Arabia, Timor Leste, Jerman, dan Swiss. Tidak
diperoleh informasi jenis produk olahan beras yang diekspor oleh
Indonesia.
Impor beras berfluktuasi tetapi cenderung menurun selama
periode 2012-2016. Pada tahun 2012, negara kita mengimpor beras
1,8 juta ton dengan nilai 946 juta dolar AS. Namun, menurun pada
tahun 2016 menjadi 1,3 juta ton dengan nilai 0,582 juta dolar AS.
Pada tahun 2016, impor beras negara kita terbesar berasal dari
Thailand (558 ribu ton), disusul dari Vietnam (536 ribu ton) dan
Pakistan (135 ribu ton). negara kita juga mengimpor beras dari
China, India, dan Jepang.
Impor produk olahan beras dalam periode 2012-2016 sangat
kecil dan cenderung menurun. ini dapat diartikan bahwa
hilirisasi beras cukup berhasil, sehingga dapat memenuhi
kebutuhan produk olahan beras domestik, sekaligus untuk tujuan
ekspor.
Meskipun demikian kegiatan hilirisasi beras selama ini
diketahui belum mampu memberi nilai tambah secara optimal.
Kondisi ini disebabkan pelaku usaha pengolahan beras memiliki
beberapa keterbatasan. Pertama, keterbatasan modal, sementara
kegiatan hilirisasi beras memerlukan sarana dan fasilitas dengan
nilai investasi yang tidak kecil.
Kedua, keterbatasan kemampuan tata kelola. Sebagian besar
pelaku usaha tidak memiliki pengetahuan dan pengalaman
yang cukup untuk melakukan kegiatan hilirisasi beras secara
efisien. Ketiga, keterbatasan informasi, terutama terkait teknologi
pengolahan dan pasar. Keempat, keterbatasan dalam pemasaran
produk hilirisasi beras. Pelaku usaha umumnya hanya berorientasi
pada pasar domestik.
Dengan berbagai permasalahan ini , pengembangan
hilirisasi beras di negara kita masih dihadapi dengan banyak
tantangan. Di antaranya adalah terbatasnya akses permodalan,
terbatasnya pengembangan teknologi hilirisasi, minimnya
kelengkapan infrastruktur pendukung, serta regulasi yang belum
sepenuhnya mendukung usaha meningkatkan kinerja kegiatan
hilirisasi beras. Kondisi itu memicu daya saing berbagai
produk turunan beras menjadi rendah dan belum mampu bersaing
dengan produk-produk dari negara lainnya.
Berbeda dengan produk beras, volume, dan nilai ekspor
jagung segar negara kita menurun cukup tajam pada periode 2012-
2016 dengan laju penurunan masing-masing 12,8 persen dan
23,1 persen/tahun (Tabel 7). Pada tahun 2016 terjadi penurunan
volume ekspor 22,7 ribu ton atau penurunan nilai ekspor 8,3 juta
dolar AS. Nilai ekspor jagung olahan juga cenderung menurun
selama periode 2012-2016, dari 17,2 juta dolar AS menjadi hanya
8,3 juta dolar AS. Filipina, Jepang, Thailand, Korea, dan Malaysia
103Mengendalikan Impor Pangan untuk Kesejahteraan Petani |
merupakan lima negara tujuan ekspor utama jagung negara kita
pada tahun 2016.
Meningkatnya permintaan jagung untuk kebutuhan industri
dan pakan ternak memicu impor jagung, khususnya jagung
olahan juga naik. Terlihat dari nilai impornya yang meningkat dari
66,5 juta dolar AS (2012) menjadi 73,8 juta ton dolar AS (2016).
Sedangkan menurunnya ekspor jagung diperkirakan juga
sebagai akibat dari terus meningkatnya permintaan jagung di
pasar domestik. Pada tahun 2016, negara asal impor jagung segar
utama adalah Brasil, AS, Argentina, dan Thailand dengan nilai
impor masing-masing 103,6 juta dolar AS, 62,7 juta dolar AS, 59,9
juta dolar AS, dan 3,4 juta dolar AS.
Sementara negara asal impor jagung olahan lebih bervariasi.
Lima di antaranya yang terbesar adalah China dengan nilai 28,6
104 | Perdagangan Internasional Komoditas Pangan Strategis
juta dolar AS, Turki (10,7 juta dolar AS), AS (5,8 juta dolar AS),
Ukraina (5,0 juta dolar AS) dan Brasil sebesar 4,7 juta dolar AS.
Meskipun demikian mulai tahun 2017 negara kita tidak lagi
mengimpor jagung untuk pakan ternak. Bahkan sampai April
2018, justru negara kita tercatat sudah mampu mengekspor jagung
ke Filipina sebanyak 500.000 ton.
Sementara untuk produk-produk industri berbahan jagung
diakui masih sangat terbatas. ini tidak terlepas karena produk-
produk industri dari bahan jagung umumnya memakai
teknologi tinggi, sehingga teknologi ini belum bisa terjangkau
warga umum, terutama petani.
Padahal dalam perkembangan globalisasi, pengolahan jagung
sebagai bahan pangan sudah mulai beragam. Di antaranya,
pengolahan jagung menjadi kerupuk jagung, kue kering,
tortilla, grits, dan lainnya. Sementara produk industri yang telah
berkembang di negara kita adalah pembuatan kerupuk jagung dan
pembuatan kue semprit atau kue kering.
Selanjutnya untuk ekspor dan impor cabai merah olahan
meningkat cukup pesat selama 2012-2016, baik volume maupun
nilainya. Nilai ekspor cabai merah olahan meningkat dengan laju
20,5 persen/tahun, sedangkan nilai impornya juga naik dengan laju
30,8 persen/tahun (Tabel 8). Karena sifatnya yang mudah rusak
cabai merah segar terbatas untuk diperdagangkan lintas negara,
sebaliknya cabai olahan akan lebih banyak diperdagangkan.
Produk cabai olahan negara kita di ekspor ke beberapa negara
Asia, Eropa, Timur Tengah, Afrika, dan Amerika. Pada tahun
2016 total nilai ekspornya mencapai 34,5 juta dolar AS. Sepuluh
negara tujuan ekspor utama cabai merah olahan dari negara kita
adalah Saudi Arabia dengan total nilai ekspor 11,1 juta dolar AS.
Selanjutnya, Nigeria (5,4 juta dolar AS), India (4,3 juta dolar AS),
Malaysia (2,8 juta dolar AS), Taiwan (1,4 juta dolar AS), Hong
Kong (1,1 juta dolar AS), Australia (976 ribu dolar AS), AS (919 ribu
105Mengendalikan Impor Pangan untuk Kesejahteraan Petani |
dolar AS), Uni Arab Emirates (900 ribu dolar AS), dan Thailand
(789 dolar AS).
Kebutuhan produk cabai olahan di pasar domestik juga terus
meningkat.Terbukti dengan meningkatnya total nilai impor cabai
olahan dari 23,1 juta dolar AS tahun 2012 menjadi 39,5 juta dolar
AS pada tahun 2016, atau meningkat dengan laju rata-rata 30,4
persen/ tahun.
Lima negara asal impor utama adalah India (32 juta dolar AS),
China (5,1 juta dolar AS), Malaysia (763 ribu dolar AS), Thailand
(547 ribu dolar AS) dan Vietnam (233 ribu dolar AS). Peningkatan
impor cabai olahan diperkirakan terkait dengan bertumbuhnya
industri pengolahan makanan, restoran, dan jasa boga yang
menyajikan hidangan dari berbagai negara asal impor ini .
Meskipun permintaan produk cabai olahan di pasar domestik
terus meningkat, namun kegiatan hilirisasi cabai merah belum
berkembang secara optimal karena adanya berbagai permasalahan.
Pertama, kemampuan teknologi industri hilirisasi cabai merah
masih terbatas. Kedua, industri pengolahan cabai merah
umumnya berskala rumah tangga yang memiliki kelemahan
seperti,rendahnya pengetahuan dan keterampilan SDM dalam
pengolahan produk turunan cabai merah, serta terbatasnya modal
usaha.
Ketiga, belum menerapkan standar produk yang mampu
berdaya saing. Keempat, pemanfaatan pasar ekspor masih sangat
terbatas karena produk yang dihasilkan kurang memiliki daya
saing dibandingkan dengan produk yang sama dari negara lain.
Dengan berbagai permasalahan ini , pengembangan
hilirisasi komoditas cabai merah di negara kita juga menghadapi
banyak tantangan. Di antaranya, tingginya fluktuasi harga bahan
baku cabai, kapasitas produksi untuk pengolahan masih terbatas,
terbatasnya permodalan, terbatasnya pengembangan teknologi
hilirisasi, minimnya kelengkapan infrastruktur pendukung,
serta regulasi yang belum sepenuhnya mendukung usaha
meningkatkan kinerja kegiatan hilirisasi cabai merah.
Gambaran industri hilirisasi untuk beberapa komoditas pangan
ini menunjukkan bahwa produk hilirisasi pangan cukup
beragam dengan keunggulan komparatif produksi pertanian yang
cukup besar. Meskipun demikian untuk mengembangkan industri
hilirisasi pangan yang mampu memanfaatkan peluang ekspor
masih menghadapi berbagai tantangan berat, terutama terkait
iklim persaingan dalam dunia industri yang semakin tajam.
Penerapan kebijakan yang bersifat protektif untuk mendorong
tumbuhnya dan berkembangnya kegiatan hilirisasi, sudah tidak
dimungkinkan dilakukan, karena terikat berbagai kesepakatan
FTA regional dan global. usaha memperkuat industri hilirisasi
107Mengendalikan Impor Pangan untuk Kesejahteraan Petani |
komoditas pangan memerlukan strategi kebijakan khusus, di
antaranya:
1. Meningkatkan kemampuan teknologi industri hilirisasi
pangan. ini mengingat, secara umum pengelola industri
hilirisasi pangan belum mengembangkan teknologi yang
layak, karena terbatasnya akses informasi dan akses modal
sehingga usaha peningkatan mutu produk masih terkendala.
2. Melakukan industrial upgrading secara bertahap dengan
meningkatkan struktur endowment (modal dan tenaga
kerja). Modal (capital) harus terakumulasi lebih cepat dari
pertumbuhan tenaga kerja dan SDA. Akumulasi modal dapat
diperoleh salah satunya melalui investasi FDI.
3. Mengembangkan hilirisasi yang bersifat Comparative Advantage
Following (CAF), yaitu mengeksplorasi comparative advantage
dengan learning and innovation.
4. Mengembangkan industri kecil dan menengah (IKM).
Dalam hal ini, secara alami IKM memiliki kelemahan dalam
menghadapi ketidakpastian pasar, mencapai skala ekonomi,
dan memenuhi sumber daya yang diperlukan. Karena itu,
pemerintah perlu membantu IKM dalam mengatasi per-
masalahan yang muncul akibat dari kelemahan ini .
5. Menerapkan standar keamanan produk di industri hilirisasi
agar lebih berdaya saing di kancah global, sehingga akan
mendorong perluasan pasar ekspor.
6. Menyusun Standar Kompetensi Kerja Nasional negara kita
(SKKNI), pengembangan lembaga pendidikan dan pelatihan,
termasuk pengembangan pendidikan vokasi, sehingga
dihasilkan SDM yang lebih terampil dan profesional sesuai
kebutuhan dunia industri.
7. Mendorong investasi asing masuk di sektor hilirisasi,
terutama yang membutuhkan intensif kapital dan advance
108 | Perdagangan Internasional Komoditas Pangan Strategis
technology untuk membawa sektor hilirisasi masuk ke pasar
internasional, membangun SDM, serta melakukan transfer
ilmu pengetahuan.
Memberantas Praktik Mafia Pangan
Keberadaan mafia pangan sampai saat ini terus berkeliaran
dan memiliki banyak tempat bersandar. Para mafia pangan ini
cenderung menghalalkan segala cara guna menarik keuntungan
besar dalam waktu singkat. Praktik seperti menimbun bahan-
bahan kebutuhan pokok dan melakukan kartelisasi menjadi cara-
cara para mafia pangan berkerja guna mendongkrak harga agar
memperoleh margin yang lebih besar. Praktik kecurangan seperti
ini tidak bisa terus dibiarkan, karena merugikan petani, peternak,
dan produsen pangan, serta industri kecil dan menengah (IKM).
Mafia pangan tidak muncul sendiri, keterlibatan korporasi
dan oknum pemerintah yang cenderung korup membuka akses
masuknya para pelaku kartel untuk mengintervensi besaran harga
atas barang. Praktik-praktik mafia pangan begitu menguasai
perdagangan komoditas pangan, seperti gula, terigu, beras,
minyak goreng dan hampir semua komoditas pangan.
Perilaku mafia ini sudah sangat terbuka, namun menangkap
basah pelaku kartel ini ternyata tidak semudah merasakan
keberadaannya. Kemampuan para mafia pangan mengatur harga-
harga pangan dan komoditas bisnis bisa dirasakan langsung
warga . Bahkan sangat mengganggu tujuan pemerintah yang
ingin melakukan efisiensi dan meningkatkan produktivitas, serta
daya saing di sektor pangan.
Sudah menjadi pengetahuan umum bila pasar pangan di
negeri ini memang telah lama dibelit para mafia dan kartel pangan.
Para ‘pemain’ inilah yang mengendalikan harga pangan. Karena
itu, hampir setiap tahun terjadi gejolak harga pangan di tingkat
109Mengendalikan Impor Pangan untuk Kesejahteraan Petani |
konsumen, terutama menjelang Hari Besar Keagamaan Nasional
(HBKN).
Misalnya pada Febuari 2017, kenaikan harga cabai rawit
merah di pasar menembus pada angka Rp120.000/kg. Padahal
pada Maret produksi cabai mencapai 75.465 ton dengan asumsi
konsumsi sebesar 68.472 ton.
Hal yang sama terjadi pada komoditas bawang merah.
Produksi pada Maret sebesar 99.435, dengan asumsi kebutuhan
sebesar 98.639 ton, berarti ada kelebihan produksi. Namun di
pasar harganya mencapai Rp50.000/kg, naik tinggi dari harga
normal Rp28.000/kg.
Lebih mirisnya lagi, kenaikan harga bawang merah tak
dinikmati petani. Justru yang terjadi petani bawang merah di
Brebes dihadapi dengan harga yang jatuh ke angka Rp4.000/kg,
saat harga di konsumen Rp28.000/kg. Artinya ada selisih harga di
tingkat petani dan konsumen hingga 500 persen. Mahalnya harga
bawang merah di tingkat konsumen ini tidak dirasakan
petani sebagai pihak yang memproduksi.
sesudah harga cabai dan bawang berangsur turun ke harga
normal, giliran harga bawang putih yang melonjak tajam dipasar
mencapai Rp48.000/kg dari harga normal Rp22.000/kg. Bahkan di
beberapa daerah harga bawang putih hingga Rp60.000/kg.
Begitu juga dengan harga beras medium. Sebelum dan sesudah
pemerintah menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) melalui
payung hukumnya Permendag Nomor 57 Tahun 2017 yang
dikeluarkan 24 Agustus 2017, harga beras medium terus bergerak
naik. Dalam Permendag ini , pemerintah menetapkan HET
beras medium di Jawa, Lampung, dan Sumatera Selatan Rp9.450/
kg.
Permendag tak mampu menurunkan harga beras yang hingga
kini berkisar antara Rp11.000 – 12.000/kg. Lonjakan harga ini
yang mungkin mendasari Menteri Perdagangan RI, Enggartiasto
Lukita menerbitkan izin impor beras 500.000 ton dari Vietnam dan
Thailand. Beras impor ini mulai masuk ke tanah air sekitar
Febuari 2018. Padahal sejatinya bila tidak ada mafia pangan, harga
beras medium itu harusnya berkisar Rp9.450/kg. Sayangnya lagi,
importasi dilakukan saat petani tengah panen raya di berbagai
daerah dan umumnya surplus.
Persoalan juga menyelimuti produk peternak. Harga telur
ayam naik sejak November hingga jelang Tahun Baru 2018 yang
mencapai Rp29.000/kg, padahal biasanya hanya berkisar antara
Rp21.000 - 22.000/kg. Sementara produksinya tercatat surplus. Hal
ini terlihat dari rekomendasi ekspor yang dikeluarkan Kementerian
Pertanian dan kemudian disetujui Kemendag untuk mengekspor
telur ayam, termasuk ayamnya ke beberapa negara.
Demikian halnya minyak goreng harganya sering labil, dan
lebih sering naik ketimbang turun. Padahal negara kita dikenal
sebagai produsen utama dan eksportir terbesar sawit nomor
dua di dunia sesudah Malaysia. Dengan total produksi CPO saat
ini sekitar 32 juta ton atau setara 27 juta ton minyak goreng,
kebutuhan dalam negeri hanya 4 juta ton, negara kita seharusnya
tidak akan pernah kekurangan minyak goreng. Tetapi realitanya,
harga minyak goreng tinggi di tingkat konsumen.
Untuk mengatasi gejolak harga minyak goreng, Menteri
Perdagangan mengeluarkan Permendag Nomor 27 Tahun 2017
tentang Penetapan Harga Acuan Pembelian Komoditas Pertanian
di Tingkat Petani dan Harga Acuan Penjualan untuk Konsumen.
Dalam Permendag ini , pemerintah menetapkan harga
minyak goreng dalam kemasan sederhana sebesar Rp11.000/kg.
Namun nyatanya di pasar masih cukup tinggi. Contohnya di Pasar
Senen pada 12 Januari 2018 menurut data IPJ sebesar Rp12.500/kg.
Demikian halnya dengan masalah kelangkaan komoditas
jagung. Di satu sisi, pelaku industri kesulitan mencari bahan baku
untuk produksi pakan ternak. Di sisi lain, produksi jagung di dalam
negeri cukup besar. Kondisi itu mengakibatkan, ketergantungan
industri pakan ternak terhadap jagung impor cukup tinggi,
mencapai 3,5 juta ton/tahun atau setara dengan nilai Rp12 triliun
devisa negara tergerus. Dengan terus mendorong peningkatan
produksi jagung dalam negeri dan kerja sama dengan industri
pakan ternak, akhirnya sejak tahun 2017, pemerintah tak lagi
mengeluarkan izin impor jagung.
Untuk mengatasi gejolak harga pangan, pemerintah kemudian
mendengungkan usaha pemberantasan mafia pangan. Hal itu
sebagai bagian dalam pengamanan stok pangan dan stabilisasi
harga. Kementerian Pertanian, bahkan telah merevisi Rekomendasi
Impor Produk Hortikultura (RIPH) Nomor 83 Tahun 2013 menjadi
Permentan Nomor 16 Tahun 2017 yang isinya mewajibkan importir
bawang putih untuk menanam 5 persen dari total impor setahun.
Sementara Kementerian Perdagangan menyiapkan regulasi
baru terkait izin impor, yaitu setiap importir wajib menyebutkan
jumlah stok, posisi gudang, dan tujuan distribusi. Sedangkan di sisi
lain, Polri juga mengerahkan seluruh Kapolda yang berkoordinasi
dengan Dinas Pertanian dan Dinas Perdagangan di provinsi dalam
memerangi para kartel pangan.
Satuan Tugas atau Satgas Pangan yang merupakan sinergi
antara Polri, Kemendag, Kemendagri, KPPU, Bulog, dan Kementan
juga terus diperkuat fungsinya. Satgas Pangan ini juga dibentuk
di setiap daerah untuk memudahkan dalam mengawasi stabilitas
harga pangan. Tim satgas pangan daerah dipimpin Direktur
Reserse Kriminal Khusus Polda dengan anggota terdiri atas Dinas
Pertanian, Dinas Perdagangan, dan instansi terkait lainnya.
Koordinasi antarlembaga dan pembentukan satgas ini
merupakan perwujudan dari perintah Presiden Joko Widodo yang
meminta beberapa menterinya agar menstabilkan harga sembako.
Karena itu, satgas ini bertugas melakukan pengawasan harga dan
ketersediaan pangan di pasar-pasar yang akan dievaluasi hasilnya
pada tiap dua pekan.
Satgas juga melakukan penegakan hukum terhadap kartel
dan mafia pangan. Sejak dibentuk awal Mei 2017 hingga 5 Juli
2017, Tim Satgas Pangan berhasil mengungkap 212 praktik kartel.
Terdiri atas 105 kasus terkait bahan kebutuhan pokok, sedangkan
sisanya merupakan kasus bahan kebutuhan nonpokok.
Salah satu kasus yang mengundang perhatian banyak pihak
adalah penggerebekan pabrik beras milik PT Indo Beras Unggul
(PT IBU), anak perusahaan PT Tiga Pilar Sejahtera (TPS) di
Bekasi yang memproduksi beras merk Maknyuss dan Ayam Jago.
Penggerebekan dilakukan Bareksrim Mabes Polri yang tergabung
dalam Satgas Pangan pada tanggal 20 Juli 2017.
Fakta di lapangan ditemukan PT IBU melakukan pembelian
gabah ditingkat petani Rp4.900/kg di atas harga pembelian
pemerintah, sehingga diduga dapat mematikan pelaku usaha
lain. ini bisa dikarenakan mayoritas petani pasti menjual gabah
ke PT IBU. Hasil pembelian gabah petani selanjutnya diproses
dan dikemas PT IBU dengan merk Maknyus dan Ayam Jago yang
kemudian dijual dengan harga masing-msing Rp13.700/kg dan
Rp20.400/kg. Dari kasus ini, Mabes Polri akhirnya menetapkan
Direktur Utama PT IBU, Trisnawan Widodo sebagai tersangka,
karena praktik bisnis perusahaan yang dipimpinnya diduga
curang dan tidak sehat.
Dengan dibentuknya Tim Satgas Pangan terbukti efektif karena
pergerakan harga pangan saat Ramadan dan Lebaran tahun 2017
relatif stabil dibandingkan tahun sebelumnya. Relatif stabilnya
harga kebutuhan pangan selama Ramadan dan menjelang Idul Fitri
ini membuat Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengapresiasi
kinerja tim Satgas Pangan. Apresiasi ini disampaikan Jokowi
saat memimpin Sidang Kabinet Paripurna Rapat Evaluasi terkait
harga-harga bahan pokok dan antisipasi mudik Lebaran di Istana
Merdeka, pada 22 Juni 2017.
Stabilnya harga ini terlihat dari harga daging sapi segar
saat Lebaran tahun sebelumnya (2016) bisa mencapai Rp150.000/
kg, tetapi pada Lebaran tahun 2017 harganya relatif stabil di angka
Rp120.000/kg untuk daging segar kualitas terbaik. Sedangkan
harga daging sapi beku tetap stabil di posisi Rp80.000/kg sesuai
ketentuan HET.
Harga gula di pasar-pasar ritel juga stabil sesuai HET senilai
Rp12.500/kg. Padahal, tahun sebelumnya sempat menyentuh
Rp18.000/kg. Demikian halnya dengan harga minyak goreng tetap
sesuai HET, yaitu Rp11.000/kg, bahkan ada yang Rp10.000/kg di
pasar tradisional untuk minyak kemasan sederhana. Padahal saat
Lebaran tahun 2016 naik hingga Rp23.000/kg (Suyanto, 2017).
Stabilnya harga komoditas pangan secara langsung akan
berdampak pada penurunan laju inflasi nasional. Total inflasi pada
periode Ramadan dan Lebaran 2017 (Mei–Juni) sebesar 1,08 persen
yang merupakan total inflasi terendah dibandingkan dengan total
inflasi selama Ramadan dan Lebaran tahun-tahun sebelumnya.
Pada tahun 2016, total inflasi pada periode Ramadan dan
Lebaran (Juni-Juli) adalah sebesar 1,35 persen. Sementara untuk
tahun 2015 dan 2014 (Juni-Juli) sebesar 1,47 dan 1,36 persen.
Dengan inflasi yang rendah akan memberi prospek ekonomi
yang lebih baik dengan tumbuhnya ekspektasi positif dari para
investor di pasar bursa saham.
Penutup
Peningkatan produksi beras dalam negeri mampu menekan
impor beras. Bahkan akhir-akhir ini negara kita mengekspor beras,
khususnya beras premium dan organik. Impor jagung, khususnya
untuk pakan, juga telah jauh menurun. Umumnya impor jagung
saat ini lebih ditujukan untuk industri dan hanya sedikit untuk
bahan pangan. negara kita terus melakukan eskpor jagung dan
cenderung meningkat dari tahun ke tahun.
Ekspor bawang merah terus dilakukan dengan semakin
meningkatnya produksi dalam negeri. Penurunan ekspor bawang
merah karena peningkatan harga bawang merah di dalam negeri.
Peluang memperluas pasar ekspor ke negara tetangga maupun
negara lain masih terbuka luas. Khususnya, perluasan ekspor ke
negara tetangga maupun negara lain yang memiliki perjanjian
multilateral maupun bilateral dengan Indonesia.
Produksi dalam negeri untuk beras, jagung dan bawang
merah perlu terus ditingkatkan, baik volume maupun kualitasnya.
Pengolahan pangan di tingkat industri hilir (hilirisasi) dapat
meningkatkan nilai tambah dan mengurangi ekspor dalam bentuk
bahan baku atau produk tidak diolah.
Pemerintah perlu tegas memberantas mafia pangan yang
mengambilkan keuntungan secara tidak wajar. Mafia pangan
mengimpor produk pertanian yang harganya jauh lebih murah,
sehingga petani tidak bergairah meningkatkan produksi. Harga
produk pertanian harus menguntungkan bagi petani, tetapi tetap
terjangkau konsumen dalam negeri.
Kebijakan pangan Kementerian Pertanian di bawah komando Menteri Andi Amran Sulaiman dalam mengen-dalikan impor untuk mewujudkan kedaulatan pangan
dan kesejateraan petani dinilai tepat. Pasalnya, negara kita dengan
penduduk yang jumlah besar (262 juta jiwa) membutuhkan
kedaulatan pangan. Ketergantungan pada impor pangan
berisiko besar terhadap ketahanan pangan dan akan mengancam
kedaulatan pangan.
Bagi Indonesia, dengan semakin membanjirnya produk pangan
impor akan memicu petani semakin tidak memiliki daya
saing, baik dari sisi harga maupun mutu. Kemudian berdampak
pada melemahnya daya beli warga , terutama petani. Dengan
melemahnya daya beli, akhirnya kesejahteraan petani pun semakin
tidak membaik.
Perdagangan internasional, di mana negara kita juga ikut di
dalamnya, membuat tantangan baru bagi petani Indonesia. Negara
maju mampu memakai terknologi untuk menurunkan
biaya produksi dan meningkatkan produktivitas. Sementara di
negara kita sebagian besar mengandalkan tenaga manual.
Negara-negara maju membuat standar ganda. Berbagai aturan
yang diberlakukan negara maju untuk mendorong peningkatan
produktivitas dan menurunkan biaya produksi tidak digolongkan
dalam subsidi. Sebaliknya, bantuan Pemerintah negara kita kepada
petani selalu dipersoalkan karena dianggap sebagai subsidi.
Kondisi ini membuat harga komoditas pangan di pasar
internasional hampir selalu lebih rendah dari harga di dalam
negeri. Hal itu kemudian menjadi daya tarik pedagang untuk
mengimpor dan menjadi alasan mendapatkan izin impor.
Selama ini banyak pihak selalu menganggap harga komoditas
pangan di negara kita terlalu mahal. Ini menjadi tantangan yang
harus dapat diatasi, agar produk negara kita mampu bersaing di
pasar internasional.
Negara maju dalam memasarkan surplus produk pertaniannya
dilakukan dalam bentuk bantuan ke negara penerima bantuan.
Misalnya, dengan menjual lebih murah, pinjaman dengan bunga
rendah dan ada tenggang waktu untuk pembayaran cukup lama.
Ini sangat menarik bagi negara yang tidak mampu mengimpor
melalui pasar internasional. Di satu pihak, negara penerima
pinjaman murah ini merasa tertolong dengan berbagai
kemudahan ini , namun di pihak lain (petani) dirugikan dan
semakin tidak berdaya.
Kedaulatan Pangan dan Kesejahteraan Petani
Keberpihakan pemerintah terhadap rakyat untuk menjaga
ketahanan pangan, mewujudkan kedaulatan pangan, serta
kesejahteraan petani adalah sebuah keharusan. negara kita harus
berdaulat pangan dengan cara mencukupi pangan dari produksi
sendiri, mengatur kebijakan pangan secara mandiri, serta
melindungi dan menyejahterakan petani dan rakyatnya.
Negara-negara lain juga selalu menjaga pangan dan melin-
dungi petani dan rakyatnya sesuai rambu-rambu perdagangan
internasional yang telah disepakati dalam perundingan WTO.
Demikian halnya dengan pemerintahan Jokowi-JK melalui visinya
yang tertuang dalam Nawa Cita menaruh komitmen dan perhatian
serius pada sektor pertanian, yaitu menitikberatkan pada usaha
mewujudkan Kedaulatan Pangan dan Kesejahteraan Petani.
Pemerintahan Jokowi-JK telah menetapkan kedaulatan pangan
dan kesejahteraan petani sebagai single goal dalam pembangunan
pertanian. Bahkan dalam berbagai kesempatan Menteri Pertanian,
Andi Amran Sulaiman selalu mengatakan bahwa negara kita bukan
negara antiimpor, bahkan senantiasa menjaga hubungan antar-
negara saling menguntungkan. Impor hanya dilakukan sesuai
kebutuhan, bukan berdasarkan keinginan. ini dilakukan atas
dasar amanat Undang-Undang Pangan.
Untuk mencukupi kebutuhan konsumsi dan menekan impor
pangan, Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman telah membuat
perubahan paradigma kebijakan dan program Pembangunan
Pertanian. Pertama, merevisi Perpres 172 Tahun 2014 mengenai
tender penyediaan benih dan pupuk menjadi penunjukkan
langsung atau e-katalog, sehingga realisasinya tepat waktu
menjelang masa tanam.
Kedua, refocusing anggaran 2015 hingga 2017 sebesar Rp12,2
triliun dari perjalanan dinas, rapat, rehabilitasi gedung direvisi
menjadi rehabilitasi irigasi, alat mesin pertanian, cetak sawah, dan
lainnya untuk petani. Ketiga, bantuan benih yang disalurkan ke
petani tidak lagi di lahan existing, sehingga bantuan berdampak
pada luas tambah tanam. Keempat, pengembangan inovasi
teknologi mulai dari benih unggul, teknis budi daya, mekanisasi,
pascapanen, dan lainnya.
118 | Perdagangan Internasional Komoditas Pangan Strategis
Kelima, deregulasi perizinan dan investasi dengan menginven-
tarisasi dan mengidentifikasi, serta usaha simplifikasi seluruh
regulasi internal pada lingkup Kementerian Pertanian, terutama
terkait dengan perizinan dan investasi. Keenam, kebijakan
pengendalian impor dan mendorong ekspor sebagai salah satu
instrumen strategis untuk pencapaian swasembada pangan secara
berkelanjutan.
Di samping itu, penataan SDM dan Manajemen di lingkup
Kementerian Pertanian juga dilakukan selama tiga tahun ini.
Pertama, melakukan lelang jabatan dan demosi/mutasi berbasis
kompetensi dan kinerja secara transparan dan kompetitif, sehingga
diperoleh birokrat yang memiliki visi dan kompetensi yang bisa
meningkatkan profesionalisme.
Kedua, pengawalan program usaha Khusus (UPSUS) dan
evaluasi harian dengan mengerahkan sumber daya yang tersedia
di Kementerian Pertanianuntuk pengawalan dan pendampingan
UPSUS Padi, Jagung dan Kedelai (Pajale) di lapangan. Kegiatan itu
didukung jajaran TNI mulai dari persiapan pertanaman sampai
pengawalan benih dan pupuk.
Ketiga, melepaskan ego-sektoral dalam penataan regulasi,
perencanaan anggaran maupun implementasi berbagai
program pembangunan dengan melakukan berbagai koordinasi
dan sinkronisasi secara intensif. Keempat, memberantas aksi
pungli dengan membentuk Tim Sapu Bersih Pungli di lingkup
Kementerian Pertanian. Dengan demikian, seluruh pejabat dan
pelaksana di Kementerian Pertanian benar-benar bekerja sesuai
dengan aturan dalam usaha meningkatkan kepercayaan dan
produktivitas.
Kelima, menempatkan Satgas KPK, Kejagung, Polri, dan BPKP
berkantor di Kementerian Pertanian dalam usaha pengawasan,
pencegahan, dan penindakan kejahatan tindak pidana korupsi di
lingkungan Kementerian Pertanian. Keenam, menyiapkan grand
desain dan langkah-langkah strategis pengembangan komoditas
pertanian menuju Lumbung Pangan Dunia 2045.
Berpijak pada paradigma kebijakan baru ini , kinerja sektor
pertanian di era pemerintahan Jokowi-JK telah menghasilkan
karya besar. Dari mulai peningkatan produksi, ekspor maupun
kesejahteraan petani yang diukur dari meningkatnya daya beli.
Bahkan dengan fondasi pembangunan pertanian yang semakin
kuat, negara kita mampu melewati ancaman El Nino 2015 dan La
Nina 2016. Keberhasilan beradaptasi terhadap kedua peristiwa
ini memicu tidak ada lagi paceklik dan produksi
pangan terus meningkat.
Kenaikan produksi pangan selama tiga tahun (2014-2017)
untuk padi dari 70,84 juta ton menjadi 81,38 juta ton gabah kering
giling (GKG) atau naik 15 persen dan jagung dari 19,0 juta ton
menjadi 27,95 juta ton atau naik 32,0 persen.
Untuk komoditas hortikultura yakni, bawang merah naik dari
1,23 juta ton menjadi 1,42 juta ton atau naik 15,3 persen, cabai dari
1,87 juta ton menjadi 1,90 juta ton atau naik 1,5 persen. Sedangkan
produksi daging sapi naik dari 0,49 juta ton menjadi 0,53 juta ton
atau naik 8,1 persen.
Sejak tahun 2016 negara kita sudah swasembada padi, cabai,
bawang merah dan pada 2017 swasembada jagung. Bahkan
ditargetkan pada tahun 2018 akan swasembada kedelai. Demikian
pula untuk swasembada bawang putih dan gula ditargetkan akan
dicapai pada tahun 2019.
Kinerja ekspor impor juga terus meningkat yang ditunjukkan
dengan tidak adanya impor beras sepanjang tahun 2016-2017,
bahkan ekspor beras naik 43,7 persen. Demikian dengan impor
jagung turun 66,6 persen pada tahun 2016, padahal sebelumnya
jumlah impor jagung tercatat 3,5 juta ton. Bahkan pada 14 Februari
tahun 2018 dilakukan ekspor perdana jagung hasil pertanian dari
120 | Perdagangan Internasional Komoditas Pangan Strategis
Provinsi Gorontalo ke Filipina dengan total pengiriman sebanyak
57.650 ton. Tercatat, sampai April 2018 negara kita sudah mampu
mengekspor jagung ke Filipina sebanyak 500.000 ton.
negara kita tidak hanya mampu menurunkan impor bawang
merah sebesar 93 persen, tetapi juga mengekspor bawang merah
sebanyak 7.750 ton keenam negara tetangga pada tahun 2017.
Dalam konteks pengembangan Lumbung Pangan Dunia 2045,
negara kita juga melakukan ekspor perdana beras ke Sarawak
Malaysia dan Papua Nugini pada tahun 2017.
Ekspor ini merupakan inisiatif awal untuk membuka
pintu ekspor melalui pelabuhan darat, baik di Entikong Kabupaten
Sanggau Kalimantan Barat maupun Merauke. negara kita juga
membuka kerja sama ekspor dengan negara tetangga Republik
Demokratik Timur Leste (RDTL). Kegiatan ini ditandai
dengan launching ekspor bawang merah ke Timor Leste yang
digelar secara simbolis di Mota Masin, Kabupaten Malaka pada
tahun 2017.
Capaian lainnya adalah peningkatan kesejahteraan petani
yang diukur dari penurunan kemiskinan di desa sebesar 0,01
persen, peningkatan Nilai Tukar Petani (NTP) sebesar 101,7
dan peningkatan Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP) 109,8.
Data Global Food Security Index (GFSI) yang dirilis The Economist
Intelligence Unit (EIU) pada 9 Juni 2016 juga menunjukkan bahwa
peringkat ketahanan pangan negara kita meningkat signifikan dari
74 pada tahun 2015 menjadi 71 pada tahun 2016 dari 113 negara
yang diobservasi.
Pada tahun 2016, negara kita tercatat sebagai salah satu negara
yang meraih peningkatan ketahanan pangan terbesar di antara
negara yang diobservasi. Peningkatan ketahanan pangan ini
dilihat dari tiga aspek yakni, keterjangkauan (affordability),
ketersediaan (availability), serta kualitas dan keamanan (quality and
safety).
Pada aspek ketersediaan peringkat negara kita mencapai 66, di
atas peringkat keseluruhan ketahanan pangan. Pada aspek keter-
jangkauan, negara kita mendapat nilai 50,3, naik dari sebelumnya
46,8. Ketersediaan juga meningkat menjadi 54,1 dari sebelumnya
51,2. Sementara kualitas dan keamanan naik tipis ke-42 dari
sebelumnya 41,9.
Peran sektor pertanian semakin besar dalam mendorong
pertumbuhan ekonomi. Pada kuartal II tahun 2016, kontribusi
pertanian terhadap perekonomian nasional mencapai 14,32 persen,
termasuk kehutanan dan perikanan. Dalam periode ini ,
industri bergerak positif, baik dari sisi migas maupun nonmigas.
Secara total, industri menyumbang 21 persen terhadap
pertumbuhan ekonomi. Ketika pertanian tumbuh pesat, industri
tumbuh pesat, barang yang diperdagangkan juga menjadi lebih
banyak. Kontribusi ini bisa menjadi pemantik untuk mengatasi
persoalan kesenjangan dan kemiskinan yang banyak ada di
daerah-daerah.
Capaian-capaian dalam mewujudkan kedaulatan pangan
dan kesejahteraan petani di era pemerintahan Jokowi-JK diakui
beberapa pihak. Asisten Director General FAO, Kundhawi
Kadiresan memberi apresiasi pencapaian swasembada pangan
Indonesia, yang disampaikan ketika pertemuan Menteri Pertanian,
Andi Amran Sulaiman dengan FAO pada 12 Maret 2017 di Jakarta.
Deputi Deputi Perdana Menteri Uzbekistan saat berkunjung ke
negara kita pada 21 Agustus 2017 juga menyampaikan keinginannya
mencontoh negara kita yang sudah swasembada.
Keseluruhan kinerja dan apresiasi ini merupakan
konsekuensi terimplementasinya berbagai program utama untuk
mewujudkan kedaulatan pangan dan kesejateraan petani, yaitu
pembangunan irigasi dan mekanisasi pertanian. Program kunci
lainnya ialah perluasan lahan pertanian, mendorong investasi,
percepatan inovasi, penyediaan dan fasilitasi akses benih dan
pupuk, penyediaan insentif dan perlindungan usaha, pemerataan
pembangunan, dan penataan institusi.
Program yang dilakukan diarahkan, sehingga mencakup
seluruh faktor kunci untuk perkembangan pangan dan pertanian.
Keseluruhan program aksi yang dilaksanakan Kementerian
Pertanian bermuara pada pembangunan faktor-faktor kunci
penopang atau pilar pembangunan pangan dan pertanian:
1. Infrastruktur: irigasi, pasar pertanian, jalan usaha tani
2. Investasi: lahan pertanian, populasi ternak, alat dan mesin
pertanian, modal kerja
3. Inovasi: benih/bibit unggul, teknologi budi daya (Paket
Teknologi Terpadu), pola pertanaman
4. Input: penyediaan dan jaminan akses input utamanya pupuk
5. Insentif: harga input, harga output, perlindungan risiko usaha
(asuransi)
6. Inklusi: pemerataan penerima bantuan, lumbung pangan di
wilayah perbatasan perbatasan
7. Insitusi: penguatan kelembagaan petani, pembangunan
klaster, tata kelola pembangunan