Jumat, 29 Desember 2023

investasi kelistrikan 1






















Pertumbuhan ekonomi negara kita  pada periode 
2010-2014 rata-rata tumbuh sebesar 5,8%. Pada 
tahun 2013 pendapatan perkapita negara kita  
mencapai USD 3.500 yang menempatkan 
negara kita  berada pada lapis bawah negara-
negara berpenghasilan menengah. Untuk dapat 
lepas dari middle income trap dan mencapai 
target sebagai negara berpenghasilan tinggi 
pada tahun 2030, perekonomian nasional 
dituntut tumbuh rata-rata antara 6-8 persen per 
tahun. 
Sebagai salah satu upaya mencapai 
pertumbuhan 6-8 persen per tahun, pemerintah 
telah menetapkan program-program prioritas 
infrastruktur untuk lima tahun kedepan melalui 
Nawacita. Pembangunan infrastruktur juga 
diperlukan untuk mendorong penanaman 
modal yang lebih merata. Pada tahun 2015-
2019 Pemerintah telah berkomitmen untuk 
membangun infrastruktur tenaga listrik sebesar 
35 ribu MW. Selain itu, akan dibangun 24 
pelabuhan baru, 60 pelabuhan penyeberangan, 
15 bandara baru, 3.258 km jalur kereta, 2.650 km 
jalan baru, dan 1.000 km jalan tol. 
Untuk mencapai target itu , dalam lima 
tahun kedepan kebutuhan investasi infrastruktur 
negara kita  adalah Rp 5.519,4 triliun. Dimana 
dari jumah itu , pendanaan pemerintah 
hanya berkisar 40,14% atau sekitar Rp 2.215,6 
triliun selama 5 (lima) tahun ke depan. Sehingga 
ada selisih pendanaan sekitar Rp 3.303,8 
trilliun yang akan dikejar dengan partisipasi 
swasta. 
Dari seluruh proyek infrastruktur yang akan 
dibangun selama lima tahun kedepan, 
infrastruktur sektor ketenagalistrikan menjadi 
perhatian utama pemerintah. Listrik merupakan 
kebutuhan dasar yang dibutuhkan negara kita  
untuk mengejar target pertumbuhan ekonomi 
rata-rata 6-8 persen selama 2015-2019. Tidak 
hanya penting bagi pertumbuhan ekonomi, listrik 
juga memberi  pengaruh yang menonjol  bagi 
perbaikan Human Development Index (HDI). 
Dalam Journal of the Asia Pasific Economy 2011, 
seorang peneliti negara kita  yang mengadakan 
penelitian di Pulau Jawa menemukan bahwa 
setiap kenaikan 1% dari rumah tangga yang 
memakai  listrik akan menaikkan HDI 
sebesar 0,2% dalam jangka panjang. Kenaikan 
HDI yang dihasilkan dari pembangunan 
listrik paling tinggi dibandingkan dengan 
pembangunan infrastruktur lainnya seperti 1% 
kenaikan di infrastruktur air dan jalan hanya akan 
menaikkan HDI sebesar masing-masing 0,03% 
dan 0,01%.  
Konsumsi listrik dalam kurun waktu tahun 
2000-2012 mengalami pertumbuhan rata-rata 
6,2% per tahun. Rendahnya pertumbuhan ini 
menyebabkan rasio elektrifikasi nasional masih 
tertinggal dibadingkan dengan negara-negara 
ASEAN lainnya. Data dari Handbook of Energy & 
Economic Statitics tahun 2013 dari Kementerian 
ESDM menunjukkan bahwa rasio elektrifikasi 
negara kita  hanya sebesar 76,56% masih jauh bila 
dibandingkan dengan Malaysia (99,4%), Vietnam 
(97,6%), Thailand (87,7%), dan bahkan Filipina 
(83,3%).
Dalam rangka mencapai target pembangunan 
35 ribu GW selama lima tahun kedepan, PLN 
melalui RUPTL 2015-2024 telah menetapkan 
proyek-proyek infrastruktur ketenagalistrikan. 
Selama tahun 2015-2019 akan dibangun 42GW 
pembangkit listrik dimana 7 GW merupakan 
bagian dari Fast Track Program II dan 35 GW 
adalah tambahan program pemerintahan baru. 
Dari jumlah itu  PLN akan membangun 
pembangkit sebesar 17,4 GW, transmisi 
sepanjang 50 ribu kms dan gardu induk di 743 
lokasi dengan kebutuhan capital expenditure 
sebesar Rp545 trilliun. Sedangkan sisanya akan 
ditawarkan kepada swasta untuk membangun 
pembangkit sebesar 24,9 GW dan transmisi 
sepanjang 360 kms dengan kebutuhan capital 
expenditure sebesar Rp435 trilliun. Proyek-
proyek ketenagalistrikan ini masih akan 
ditambahkan dengan proyek-proyek listrik 
diluar rencana PLN. Baik yang diajukan oleh 
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 
Bappenas, pengelola kawasan industri maupun 
pemerintah daerah seperti yang tertuang dalam 
Lampiran III Infrastruktur Rencana Strategis 
BKPM 2015-2019. 
Untuk mencapai target pembangunan 
infrastruktur ketenagalistrikan, tantangan 
pemerintah khususnya BKPM adalah mendorong 
partisipasi swasta dalam pembangunan 
infrastruktur baik melalui skema Kerjasama 
Pemerintah Swasta (KPS) maupun non KPS 
(Business to Business). Untuk itulah diperlukan 
perbaikan iklim investasi dan promosi yang tepat 
dalam menarik calon penanam modal yang 
serius. 
Ketertarikan calon penanam modal untuk 
berinvestasi di sektor ketenagalistrikan 
terlihat dari banyaknya pertanyaan mengenai 
ketenagalistrikan melalui Investor Relation 
Unit di BKPM. Selama bulan Januari-Februari 
2015 saja sudah ada 12 (dua belas) pertanyaan 
dari calon investor yang masuk. Minat yang 
tinggi juga terlihat dari izin Prinsip untuk sektor 
ketenagalistrikan yang dikeluarkan BKPM. 
Selama kurun waktu 2010-2014 tercatat ada 
114 proyek PMA di sektor ketenagalistrikan 
dengan nilai investasi sebesar US$ 22.592,50 
juta. Namun selama kurun waktu 2011-2014 
hanya ada realisasi sebanyak 3 proyek PMA 
dengan nilai investasi sebesar US$ 215 juta. Agar 
minat investasi di sektor listrik dapat terealisasi, 
Direktorat Perencanaan Industri Agribisnis dan 
Sumber Daya Alam Lainnya merasa perlu untuk 
membuat panduan investasi sektor listrik di 
negara kita . Panduan investasi ini akan memuat 
peluang investasi di sektor listrik, regulasi-
regulasi terkait yang perlu diperhatikan oleh 
penanam modal baik regulasi teknis maupun 
non teknis seperti lahan, penjelasan mengenai 
skema-skema investasi, serta penjelasan 
mengenai perpajakan di negara kita . 
Dengan adanya panduan investasi ini diharapkan 
informasi mengenai investasi di sektor listrik 
dapat lebih transparan dan terpercaya sehingga 
dapat mendukung perbaikan iklim investasi. 
Selain itu, buku panduan investasi ini juga dapat 
dipakai  sebagai media promosi untuk menarik 
lebih banyak calon penanam modal.

Pembangunan Sektor 
Ketenagalistrikan dalam Rencana 
Pembangunan Nasional 
Pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah 
tahun 2015-2019, sektor ketenagalistrikan 
menjadi bagian dari strategi pembangunan 
nasional, yaitu menjadi salah satu dari tiga 
dimensi pembangunan nasional: 
 1. Dimensi pembangunan manusia dan 
masyarakat.
 2. Dimensi pembangunan sektor unggulan 
dengan prioritas
 3. Dimensi pemerataan dan kewilayahan.
Sektor ketenagalistrikan masuk dalam dimensi 
salah satu sektor unggulan dan prioritas nasional 
selain pangan, energi, kemaritiman, kelautan, 
pariwisata dan industri. 
Pada tahun 2015 ini dengan jumlah penduduk 
yang diperkirakan sudah mencapai 257,9 juta 
jiwa, jumlah pelanggan listrik PLN baru mencapai 
60,3 juta jiwa atau rasio elektrifikasi sebesar 84%. 
Kebutuhan listrik saat ini sudah mencapai 219,1 
TWH. Tahun 2024 jumlah penduduk negara kita  
diperkirakan mencapai 284,8 juta jiwa dengan 
jumlah pelanggan listrik mencapai 78,4 juta 
jiwa, bila pertumbuhan ekonomi diperkirakan 
sebesar 6,1 hingga 7,1% maka pada tahun 2024 
tambahan kapasitas listrik nasional mencapai 
70.400 MW dengan asumsi pertumbuhan 
kebutuhan listrik sebesar 8,7% per tahun, rasio 
elektrifikasi mencapai 99,4% maka kebutuhan 
listrik nasional akan mencapai 464,2 TWH.
Hasil penelitian yang dipublikasikan dalam 
Journal of the Asia Pasific Economy 2011,sektor 
ketenagalistrikan merupakan sektor yang 
memberi  pengaruh menonjol  terhadap 
peningkatan kualitas pembangunan manusia 
suatu daerah. Setiap kenaikan 1% dari rumah 
tangga yang memakai  listrik akan 
menaikkan HDI (Human Development Index) 
sebesar 0,2% dalam jangka panjang. Kenaikan 
HDI yang dihasilkan dari pembangunan 
listrik paling tinggi dibandingkan dengan 
pembangunan infrastruktur lainnya seperti 1% 
kenaikan di infrastruktur air dan jalan hanya 
akan menaikkan HDI sebesar masing-masing 
0,03% dan 0,01%.  Hal ini menunjukkan betapa 
pentingnya sektor ketenagalistrikan bagi 
peningkatan kualitas pembangunan manusia di 
negara kita .
Pada tahun 2014, kapasitas pembangkit listrik 
nasional baru mencapai 50,7 Giga Watt, selama 
masa pembangunan lima tahun saat ini (2015-
2019) peningkatan kapasitas pembangkit 
listrik nasional diharapkan mampu mencapai 
peningkatan sebesar 35,9 Giga Watt atau 
mencapai 86,6 Giga Watt pada akhir tahun 
2019. Kondisi ini diharapkan mampu mendorong 
rasio elektrifikasi nasional hingga mencapai 
96,6 % pada akhir tahun 2019, atau mengalami 
peningkatan sebesar 15,1% dari yang saat 
ini sudah dicapai. Saat ini masih ada 18,5 % 
penduduk negara kita  belum menikmati layanan 
energi listrik. Dari tingkat rasio elektrifikasi 
itu , pelayanan dasar bagi penduduk 
rentan dan kurang mampu (40% penduduk yang 
berpendapatan terendah), peningkatan akses 
penerangan ditargetkan mencapai 100% dari 
yang saat ini dicapai (52,3%) atau meningkat 
47,7% untuk kurun waktu 5 tahun kedepan.
STRATEGI PEMBANGUNAN NASIONAL
NORMAL PEMBANGUNAN KABINET KERJA
Ÿ Membangun manusia dan masyarakat ;
Ÿ Upaya meningkatkan kesejahteraan, kemakmuran, produktivitas tidak boleh menciptakan
ketimpangan yang semakin melebar. Perhatian khusus diberikan kepada peningkatan
produktivitas rakyat lapisan menengah bawah, tanpa menghalangi, menghambat, 
mengecilkan dan
mengurakngi keleluasaan pelaku-pelaku besar untuk terus menjadi bagian pertumbuhan ;
Ÿ aktivitas pembangunan tidak boleh merusak, menurunkan daya dukung lingkungan dan 
keseimbangan
ekosistem 

Arah kebijakan umum pembangunan 
nasional 2015-2019 (Perpres Nomor 2 tahun 
2015 tentang RPJMN) saat ini terkait sektor 
ketenagalistrikan adalah melakukan percepatan 
pembangunan infrastruktur untuk pertumbuhan 
dan pemerataan. Pembangunan infrastruktur 
diarahkan untuk memperkuat konektivitas 
nasional untuk mencapai keseimbangan 
pembangunan, mempercepat penyediaan 
infrastruktur kelistrikan, menjamin ketahanan 
energi untuk mendukung ketahanan 
nasional. Pelaksanaan pembangunan sektor 
ketenagalistrikan ini dilaksanakan secara 
terintegrasi dan dengan meningkatkan peran 
kerjasama Pemerintah-Swasta.

Kapasitas Ketenagalistrikan negara kita 
Kapasitas ketenagalistrikan di negara kita  
ditinjau berdasarkan daya tersambung. Daya 
tersambung, energi terjual, jumlah pelanggan 
dan kapasitas terpasang merupakan gambaran 
umum dari kemampuan negara kita  dalam 
menyediakan energi listrik saat ini. Daya 
tersambung yang merupakan besaran daya 
yang disepakati oleh PLN dan pelanggan 
dalam perjanjian jual beli tenaga listrik, 
daya tersambung ini yang menjadi dasar 
penghitungan beban.
Daya tersambung listrik di negara kita  totalnya 
mencapai 100.030,53 MVA. Pembagian 
berdasarkan kelompok pelanggan di negara kita , 
untuk rumah tangga mencapai 48,374,47 MVA 
atau 48, 36% dari total daya tersambung, untuk 
industri mencapai 23.541,96 MVA atau 23,53%, 
untuk bisnis sebesar 21,22% atau mencapai 
21.223,71 MVA. Sedangkan sisanya untuk 
kebutuhan sosial, gedung kantor pemerintahan 
dan penerangan jalan umum.
Daya tersambung untuk Pulau Jawa pada 
tahun 2014 mencapai 69.874,20 MVA atau 
mencapai 69,85% dari total nasional, dengan 
tingkat pemanfaatan daya tersambung terbesar 
pada kelompok pelanggan rumah tangga yang 
mencapai 30.414,07 MVA atau mencapai 43,16% 
dari total daya tersambung di Pulau Jawa. 
Sedangkan jumlah energi yang terjual kepada 
pelanggan adalah energi (kWh) yang terjual 
kepada pelanggan TT (tegangan tinggi), TM 
(tegangan menengah) dan TR (tegangan rendah) 
sesuai dengan jumlah kWh yang dibuat rekening. 
Jumlah energi listrik terjual pada tahun 2014 
sebesar 198.601,78 GWh meningkat 5,90% 
dibandingkan tahun sebelumnya. Kelompok 
pelanggan Industri mengkonsumsi 65.908,68 
GWh (33,19%), Rumah Tangga 84.086,46 GWh 
(42,34%), Bisnis 36.282,42 GWh (18,27%), 
dan Lainnya (sosial, gedung pemerintah dan 
penerangan jalan umum) 12.324,21 GWh 
(6,21%). Penjualan energi listrik untuk semua 
jenis kelompok pelanggan yaitu industri, 
rumah tangga, bisnis dan lainnya mengalami 
peningkatan masing-masing sebesar 2,37%, 
8,90%, 5,17% dan 7,63%. Sedangkan jumlah 
pelanggan pada akhir tahun 2014 baru mencapai 
57.493.234 pelanggan atau meningkat 6,48% 
dari akhir tahun 2013. Harga jual listrik rata-rata 
per kWh selama tahun 2014 sebesar Rp 939,74 
lebih tinggi dari tahun sebelumnya sebesar Rp 
818,41.
Kapasitas terpasang dan unit pembangkit PLN 
(holding dan anak perusahaan) pada akhir 
Desember 2014 mencapai 39.257,53 MW dan 
5.007 unit, dengan 31.062,19 MW (79,12%) 
berada di Pulau Jawa. Total kapasitas terpasang 
meningkat 14,77% dibandingkan dengan akhir 
Desember 2013. 
Persentase kapasitas terpasang per jenis 
pembangkit sebagai berikut : PLTU 20.451,67 
MW (52,10%), PLTGU 8.886,11 MW (22,64%), 
PLTD 2.798,55 (7,13%), PLTA 3.526,89 MW 
(8,98%), PLTG 3.012,10 MW (7,67%), PLTP 573 
MW (1,46%), PLT Surya dan PLT Bayu 9,20 MW 
(0,02%). Adapun total kapasitas terpasang 
nasional termasuk sewa dan IPP adalah 
51.620,58 MW.
Selama tahun 2014, jumlah energi listrik produksi 
sendiri (termasuk sewa) sebesar 175.296,98 
GWh meningkat 6,91% dibandingkan tahun 
sebelumnya. Dari jumlah itu , 59,12% 
diproduksi oleh PLN Holding, dan 40,88% 
diproduksi Anak Perusahaan yaitu PT negara kita  
Power, PT PJB, PT PLN Batam dan PT PLN 

Tarakan. Persentase energi listrik produksi sendiri 
(termasuk sewa) per jenis energi primer adalah: 
gas alam 49.312,48 GWh (28,13%), batubara 
84.076,12 GWh (47,96%), minyak 26.433,18 
GWh (15,08%), tenaga air 11.163,62 GWh 
(6,37%), dan 4.285,37 GWh (2,44%) berasal dari 
panas bumi. 
Dibandingkan tahun sebelumnya penggunaan 
bahan bakar minyak untuk pembangkit listrik di 
negara kita  mengalami peningkatan, sedangkan 
pangsa gas alam, batubara, panas bumi dan 
air mengalami penurunan. Produksi total PLN 
(termasuk pembelian dari luar PLN) pada tahun 
2014 sebesar 228.554,91 GWh, mengalami 
peningkatan sebesar 12.366,36 GWh atau 5,72% 
dari tahun sebelumnya. Dari produksi total PLN 
itu , energi listrik yang dibeli dari luar PLN 
sebesar 53.257,93 GWh (23,30%). Pembelian 
energi listrik itu  meningkat 1.035,14 GWh 
atau 1,98% dibandingkan tahun 2013. Dari total 
energi listrik yang dibeli, pembelian terbesar 
sebanyak 8.434 GWh (21,31%) berasal dari PT 
Jawa Power, dan 7.435 GWh (18,79%) berasal 
dari PT Paiton Energy Company.
Pada akhir tahun 2014, total panjang jaringan 
transmisi mencapai 39.909,80 kms, yang 
terdiri atas jaringan 500 kV sepanjang 5.053,00 
kms, 275 kV sepanjang 1.374,30 kms, 150 kV 
sepanjang 29.352,85 kms, 70 kV sepanjang 
4.125,49 kms dan 25 & 30 kV sepanjang 4,16 
kms. Total panjang jaringan distribusi sepanjang 
925.311,61 kms, terdiri atas JTM sepanjang 
339.558,24 kms dan JTR sepanjang 585.753,37 
kms. Kapasitas terpasang trafo gardu induk 
sebesar 86.472 MVA, meningkat 6,30% dari 
tahun sebelumnya. Jumlah trafo gardu induk 
sebanyak 1.429 unit, terdiri atas trafo sistem 500 
kV sebanyak 52 unit, sistem 275 kV sebanyak 5 
unit, sistem 150 kV sebanyak 1.179 unit, sistem 
70 kV sebanyak 192 unit, dan sistem < 30 kV 
sebanyak 1 unit. Kapasitas terpasang dan jumlah 
trafo gardu distribusi menjadi 46.779 MVA dan 
389.302 unit. Kapasitas terpasang dan jumlah 
trafo mengalami peningkatan masing-masing 
sebesar 8,32% dan 7,32%.
2.1.3
Kebutuhan listrik negara kita 
Pertumbuhan perekonomian negara kita  selama 
10 tahun terakhir yang dinyatakan dalam 
Produk Domestik Bruto (PDB) dengan harga 
konstan tahun 2000 mengalami kenaikan rata-
rata 5,8% per tahun. Pertumbuhan 4 tahun 
terakhir mencapai nilai tertinggi 6,5% seperti 
diperlihatkan pada tabel di bawah ini:
Berdasarkan angka pertumbuhan ekonomi pada 
RPJMN tahun 2015-2019 yang dikeluarkan oleh 
BAPPENAS, ekonomi negara kita  untuk tahun 
2015-2019 diperkirakan akan tumbuh antara 
6,1%-7,1%, dan untuk periode tahun 2020-2024 
mengacu pada RUKN 2015-2034, yaitu rata-rata 
7,0% per tahun. 
Berdasarkan hal itu  maka kebutuhan 
tenaga listrik selanjutnya diproyeksikan pada 
tahun 2024 akan menjadi 464 TWh, atau tumbuh 
rata-rata dari tahun 2015-2024 sebesar 8,7% per 
tahun. Sedangkan beban puncak non coincident 
pada tahun 2024 akan menjadi 74.536 MW atau 
tumbuh rata-rata 8,2% per tahun.
Jumlah pelanggan pada tahun 2014 sebesar 
57,3 juta akan bertambah menjadi 
78,4 juta pada tahun 2024 atau bertambah rata-
rata 2,2 juta per tahun.

Penambahan pelanggan itu  akan 
meningkatkan rasio elektrifikasi dari 
84,4% pada 2014 menjadi 99,4% pada tahun 
2024. Proyeksi jumlah penduduk, 
pertumbuhan pelanggan dan rasio elektrifikasi 
periode tahun 2015-2024.
Proyeksi kebutuhan listrik periode tahun 2015–
2024 ditunjukkan pada tabel 4 dan gambar 2.
Pada periode tahun 2015-2024 kebutuhan 
listrik diperkirakan akan meningkat dari 219,1 
TWh pada tahun 2015 menjadi 464,2TWh pada 
tahun 2024, atau tumbuh rata-rata 8,7% per 
tahun. Untuk wilayah Sumatera pada periode 
yang sama, kebutuhan listrik akan meningkat 
dari 31,2TWh pada tahun 2015 menjadi 82,8 
TWh pada tahun 2024 atau tumbuh rata-rata 
11,6% per tahun. Wilayah Jawa-Bali tumbuh dari 
165,4 TWh pada tahun2015 menjadi 324,4 TWh 
pada tahun 2024 atau tumbuh rata-rata 7,8% 
pertahun. Wilayah negara kita  Timur tumbuh dari 
22,6 TWh menjadi 57,1 TWh atau tumbuh rata-
rata 11,1% per tahun.
Proyeksi penjualan tenaga listrik per kelompok 
pelanggan memperlihatkan bahwa pada 
sistem Jawa Bali, kelompok pelanggan industri 
memiliki  porsi yang cukup  
besar, yaitu rata-rata 41,4% dari total penjualan. 
Sedangkan di negara kita   Timur dan Sumatera 
rata-rata porsi pelanggan industri adalah 
Tahun Pertumbuhan Ekonomi (%) Sales (TWh)
Beban Puncak (Non-coicident) 
(MW)

Kebutuhan Investasi Sektor 
Ketenagalistrikan 
Kebijakan harga energi (BBM dan listrik) 
dengan beban subsidi yang masih sangat besar, 
mengakibatkan antara lain pengembangan 
infrastruktur energi yang memanfaatkan gas 
maupun energi baru terbarukan (EBT) menjadi 
terkendala. Hal ini mendorong pemanfaatan 
energi secara boros, dan tidak memberi  
insentif bagi pengembangan energi non-BBM 
untuk rumah tangga, transportasi, industri 
maupun bisnis, serta tercermin dari tingkat 
elastisitas energi yang masih cukup tinggi yaitu 
sekitar 1,63 (Thailand 1,4 dan Singapura 1,1, 
negara maju 0,1 hingga 0,6), tingkat intensitas 
energi pada indeks 400 (Amerika Utara 300, 
OECD sekitar 200, Thailand 350, dan Jepang 
100). Sejak tahun 2010, subsidi BMM telah 
meningkat hampir rata-rata sekitar 100 persen 
setiap tahun, sedangkan subsidi listrik telah 
meningkat rata-rata hampir 20 persen setiap 
tahun.
Isu lainnya yang dihadapi adalah masalah 
pengadaan lahan. Sifat yang khusus dari sektor 
energi dan ketenagalistrikan menimbulkan 
berbagai kendala yang belum diakomodasi 
secara memadai oleh peraturan yang ada 
saat ini. Misalnya untuk memenuhi kewajiban 
penyediaan lahan di awal proses pengadaan / 
tender pembangunan pembangkit listrik ternyata 
tidak dapat dilakukan dalam kasus pembangunan 
pembangkit Mulut Tambang dimana lokasi 
pembangunan tidak dapat ditentukan di awal. 
Selain itu, pengembangan panas bumi untuk 
pembangkit listrik lebih banyak berada di area 
hutan lindung maupun di kawasan konservasi. 
Demikian pula halnya dengan pembangunan 
jaringan transmisi baik gas bumi maupun 
ketenagalistrikan yang membentang ratusan 
kilometer yang membutuhkan waktu yang 
sangat panjang untuk proses pengadaan 
lahannya. Selanjutnya, penciptaan industri 
yang lebih efisien menjadi salah satu kunci 
pokok keberhasilan pembangunan energi 
dan ketenagalistrikan. Industri energi dan 
ketenagalistrikan masih ditandai oleh perilaku 
monopoli yang dapat menghambat efisiensi 
maupun efektifitas sistem industri secara 
keseluruhan. Kebijakan akses terbuka untuk 
pemakaian infrastruktur secara bersama (open 
access) sebagai prasyarat bagi tumbuhnya 
industri yang efisien masih belum berkembang. 
 

Kesetaraan akses terhadap sistem transmisi 
(jaringan gas bumi dan ketenagalistrikan) 
diperlukan untuk mendorong kondisi yang lebih 
kompetitif baik di sisi pemanfaatan maupun 
penyediaannya.
Pembangunan infrastruktur dasar 
ketenagalistrikan dalam RPJMN 2015-2019 
diarahkan pada Penyediaan Listrik Untuk 
Rakyat. Total rasio elektrifikasi pada tahun 2014 
diperkirakan baru mencapai sekitar 81,51 persen 
atau masih ada sekitar 18,5 persen penduduk 
negara kita  belum dapat menikmati layanan 
ketenagalistrikan. Aksesibilitas sarana prasarana 
ketenagalistrikan sangat timpang, beberapa 
daerah yang masih memiliki tingkat rasio 
elektrifikasi di bawah 60 persen pada tahun 2013 
yaitu NTT dan Papua, dimana masing-masing 
sebesar 57,58 persen, dan 35,55 persen. Tingkat 
layanan ketenagalistrikan yang masih relatif 
rendah juga dapat ditunjukkan dari besarnya 
konsumsi tenaga listrik per kapita dimana pada 
tahun 2012, tingkat konsumsi tenaga listrik 
perkapita adalah 0.6 MWh/kapita dengan 
produksi tenaga listriksebesar 173,51 ribu GWh.
Penyediaan listrik secara umum untuk menunjang 
pertumbuhan ekonomi, dalam kurun lima tahun 
terakhir telah dilakukan penambahan kapasitas 
pembangkit listrik lebih kurang sebesar 17 
GW, sehingga kapasitas pembangkit listrik 
nasional sampai akhir tahun 2014 diperkirakan 
akan mencapai sekitar 50,7 GW. Hal ini telah 
mampu menunjang pertumbuhan ekonomi 
Regional

nasional. Namun, menghadapi kesinambungan 
penyediaan listrik untuk kurun waktu beberapa 
tahun mendatang, berdasarkan perkiraan 
proyeksi neraca daya, diperkirakan akan 
terjadi penurunan cadangan daya listrik yang 
cukup menonjol , bahkan potensial terjadi 
kembali krisis listrik. Hal ini dikarenakan dalam 
beberapa tahun terakhir ini, pembangkit 
listrik yang sedang berjalan pembangunannya 
belum dapat diselesaikan dan masuk ke 
dalam sistem ketenagalistrikan sesuai dengan 
perencanaan,sehingga perlu segera dilakukan 
percepatan pembangunan berbagai pembangkit 
listrik.
Program pembangunan ketenagalistrikan 
tahun 2015-2019 meliputi pengembangan 
pembangkit, jaringan transmisi dan Gardu Induk 
(GI) dan jaringan distribusi. Pengembangan 
itu  untuk memenuhi pertumbuhan ekonomi 
6,7%, pertumbuhan kebutuhan listrik 8,8% dan 
rasio elektrifikasi 97% pada 2019. Program ini 
merupakan bagian dari rencana pengembangan 
ketenagalistrikan 10 tahun ke depan.
Pembangunan Pembangkit Listrik Tahun 2015-
2019
Tingkat kebutuhan elektifikasi yang masih 
tinggi memerlukan tambahan pembangkit baru. 
Pembangkit baru yang diperlukan untuk 5 tahun 
ke depan sebesar 35 GW tidak termasuk yang 

sedang dalam tahap konstruksi sebesar 6,6 GW, 
seperti terlihat dalam tabel 6.
Berdasarkan rencana pengembangan listrik 
35.GW, persiapan infrastruktur pembangkit listrik 
sebesar 6,6 GW saat ini sudah dalam tahap 
konstruksi, 17 GW telah committed dan 18,7 GW 
saat ini masih dalam tahap rencana. Kondisil ini 
ditampilkan pada tabel 7
Pembangunan kelistrikan di negara kita  untuk 
tahun 2015-2019 telah ditetapkan dalam 
Kepmen 0074.K/21/MEM/2015 tentang rencana 
usaha penyediaan tenaga listrik 2015-2024. 
Target pengembangan pembangkit listrik 
sebesar 35 GW akan dilaksanakan dengan 
pembangunan 109 pembangkit listrik baru. 
Pengembangan pembangkit listrik ini tidak 
hanya dilaksanakan oleh PT PLN (Persero) saja, 
tetapi juga akan melibatkan pihak swasta. 
Keterlibatan pihak swasta dalam pengembangan 
listrik nasional direncanakan mencapai  71% 
dari total pembangunan pembangkit listrik yang 
direncanakan di negara kita . Pengembangan listrik 
swasta mencapai 25.904 MW dari rencana 36,6 
MW, sedangkan sisanya sebesar  29% ( 10.681 
MW) dilaksanakan oleh pihak PT PLN (Persero).
Dari 109 pembangkit listrik yang akan 
dibangun di seluruh negara kita , ada 24 
rencana pembangunan pembangkit listrik 
yang akan dilaksanakan di regional Jawa-
Bali, 42 pembangkit listrik akan dibangun di 
regional Sumatera, 37 pembangkit listrik yang 
akan dibangun di negara kita  Timur (termasuk 
Kalimantan) dan sisanya sebanyak 6 pembangkit 
listrik yang bersifat mobile yang dapat dipindah-
pindahkan akan dikembangkan juga di 
negara kita .
Saat ini dari 109 pembangkit listrik yang 
akan dibangun itu , ada 35 proyek yang 
ditangani PT PLN (Persero) dan delapan (8) 
proyek pembangkit listrik pengadaannya sudah 
berlangsung. Pengadaan pembangkit listrik milik 
PLN yang akan dilakukan pelelangan sebanyak 
27 proyek. Sedangkan pengembangan listrik 
swasta yang saat ini proyek pengadaannya sudah 
berlangsung sebanyak 21 proyek, 9 proyek 
pengadaannya merupakan penunjukan langsung, 
1 proyek melalui proses pemilihan langsung, 
dan sisanya sebanyak 11 proyek pengadaannya 
sudah dilakukan dengan mekanisme pelelangan.
Pengembangan listrik swasta yang 
pengadaannya akan dibuka, 16 proyek akan 
dilakukan penunjukkan langsung, dan 35 proyek 
yang pengadaannya akan dibangun melalui 
mekanisme pelelangan.
Rencana pengembangan pembangkit listrik 
nasional tahun 2015-2019, ada 45 proyek 
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) atau 
mencapai 41% dari total proyek pembangkit 
listrik yang akan dikembangkan, 15 proyek 
atau 14% berupa Pembangkit Listrik Tenaga 
Air (PLTA). 10 proyek atau 9% merupakan 
Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU), 
9 proyek atau 8% merupakan Pembangkit Listrik 
Tenaga Gas atau Mesin Gas (PLTG/MG), 15 
proyek atau 15% merupakan Pembangunan 
Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap atau 
Mesin Gas Uap. Ada 10 proyek atau 9% yang 
merupakan Pembangkit Listrik Tenaga Mesin 
Gas (PLTMG), 4 proyek berupa Pembangkit 
Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP), 1 proyek yang 
merupakan Pembangkit Listrik Tenaga Diesel 
(PLTD), 1 proyek Pembangkit Listrik Tenaga Gas 
(PLTG), 2 proyek Pembangkit Listrik Tenaga 
Bayu/Angin (PLTB) dan 1 proyek Pembangkit 
Listrik Tenaga Gas/Uap.

Profil dan Kebutuhan Investasi Sektor 
Kelistrikan Regional Wilayah Sumatera  
 1. Sistem Pembangkitan 
 Kapasitas terpasang pembangkit milik PLN 
dan IPP yang tersebar di Sumatera sampai 
dengan bulan September 2014 adalah 6.116 
MW dengan perincian ditunjukkan pada 
tabel 8.
 Kapasitas pembangkit  itu  sudah 
termasuk IPP dengan kapasitas 818 MW. 
Walaupun kapasitas terpasang pembangkit 
adalah 6.116 MW, kemampuan netto dari 
pembangkit itu  lebih rendah dari angka 
itu  karena banyak PLTD yang telah 

berusia lebih dari 10 tahun dan mengalami 
derating.
 Beban puncak sistem kelistrikan wilayah 
Sumatera sampai dengan bulan September 
2014 mencapai 5.017  MW. Jika beban 
puncak dibandingkan dengan daya mampu 
pembangkit pada saat ini dan jika 
menerapkan kriteria cadangan 35%, maka 
diperkirakan terjadi kekurangan sekitar 2.000 
MW. Untuk menanggulangi kekurangan 
pembangkit itu , hampir seluruh unit 
usaha PLN di Wilayah Sumatera telah 
melakukan sewa pembangkit.
 2. Sistem Transmisi
 Sistem penyaluran di Wilayah Sumatera 
dalam kurun waktu 5 tahun terakhir 
menunjukkan perkembangan yang cukup 
berarti terutama di sistem Sumatera. 
Pada tabel dibawah ini diperlihatkan 
perkembangan kapasitas trafo pada 
gardu induk di Luar Jawa-Bali selama 5 
tahun terakhir. Kapasitas terpasang gardu 
induk pada tahun 2009 sekitar 5.680 MVA 
meningkat menjadi 9.396 MVA pada bulan 
September 2014. Hal ini menunjukkan 
pembangunan gardu induk meningkat rata-
rata 10,7% per tahun dalam periode tahun 
2009-bulan September 2014. 
 Untuk pengembangan saluran transmisi  
dapat dilihat pada tabel 9, yang 
menunjukkan bahwa pembangunan sarana 
transmisi meningkat rata-rata 4% pertahun 
dalam kurun waktu tahun 2009-2014, dimana 
panjang saluran transmisi pada tahun 2009 
sekitar 9.769 kms meningkat menjadi 11.299 
kms pada bulan September 2014.

 3. Kondisi Sistem Distribusi
 Berikut ini diberikan perbaikan susut jaringan 
dan keandalan sistem distribusi pada 
lima tahun terakhir. Kondisi susut jaringan 
distribusi di wilayah Sumatera, realisasi 
susut  distribusi 12,43% diatas target RKAP 
8,82%. Dari perhitungan memakai  
formulasi Peraturan Dirjen Ketenagalistrikan 
susut teknis Sumatera adalah 11,18%. Susut 
teknis ini jauh diatas target RKAP. Mengingat 
workplan teknis untuk mengatasi susut teknis 
itu  baru dapat dikerjakan fisiknya pada 
triwulan IV tahun 2014, maka hasil workplan 
itu  baru bisa berkontribusi pada tahun 
2015.
 4. Penanggulangan Jangka Menengah Tahun 
2015-2019
 Berdasarkan gambaran diatas maka 
upaya-upaya mendesak yang hendaknya 
dilaksanakan/diselesaikan pada wilayah 
Sumatera adalah sebagai berikut:
 A. Pembangkitan 
 Menyelesaikan pembangunan pembangkit 
tenaga listrik dengan total kapasitas 9.915 
MW dalam kurun waktu tahun 2015-2019, 
yang terdiri dari PLTP sebesar 790 MW, PLTU 
Batubara 5.475 MW, PLTA/M 741 MW, PLTG/
MG 1.618 MW dan PLTGU 1.280 MW. Secara 
khusus berikut ini disebutkan proyek-proyek 
pembangkit peaker dan Load Follower untuk 
memenuhi kebutuhan sistem kelistrikan 
Sumatera :
• PLTMG Arun 200 MW dan PLTGU/MGU 
Sumbagut-1 250 MW yang keduanya 
direncanakan beroperasi dengan gas 
yang akan dipasok dari regasifikasi LNG di 
Arun. 
• PLTMG Sei Gelam 104 MW yang akan 
dipasok dari gas CNG Sei Gelam sebesar 
4,5 bbtud.  
• PLTG/MG Riau 200 MW yang 
direncanakan akan dipasok dari gas Jambi 
Merang sebesar 10 bbtud dan disimpan 
sebagai CNG. 
• PLTG/MG Jambi 100 MW yang 
diharapkan dapat memperoleh gas dari 
Jambi Merang dan disimpan sebagai 
CNG.  
• PLTG/MG Lampung 200 MW yang 
diharapkan akan mendapatkan gas dari 
beberapa alternatif sumber gas, juga 
perlu disimpan sebagai CNG.  
• PLTGU/MGU Sumbagut-3 dan 
Sumbagut-4 masing-masing dengan 
kapasitas 250 MW akan memakai  
sumber gas Arun. 
• PLTGU IPP Riau 250 MW. 
Sistem Kelistrikan Provinsi

• Mempercepat pembangunan proyek-
proyek pembangkit lainnya 
Untuk mengurangi pembangkit sewa dalam 
mengatasi kondisi kekurangan pasokan daya, 
perlu dibangun MPP (Barge Mounted atau 
Truck Mounted) dengan total kapasitas 625 MW 
dengan rincian seperti dalam tabel 11.
 B. Transmisi dan Gardu Induk 
• Pembangunan Saluran UdaraTegangan 
Ekstra Tinggi (SUTET) 500 kV Sumatera 
dari New Aur Duri – Peranap – Perawang 
sebagai Back Bone koridor timur 
Sumatera.
• Percepatan konstruksi transmisi 275  kV 
PLTU Pangkalan Susu - Binjai dan IBT 
275/150 kV di Binjai yang harus dapat 
Tabel 11 
Rencana Pengembangan MPP di Sumatera
beroperasi seiring dengan beroperasinya 
PLTU Pangkalan Susu pada tahun 2014. 
• Percepatan  pembangunan gardu 
induk dan IBT 275/150 kV pada sistem 
transmisi 275 kV di jalur barat Sumatera 
(Lahat - Lubuk Linggau -  Bangko - Muara 
Bungo - Kiliranjao) untuk meningkatkan 
kemampuan transfer daya dari Sistem 
Sumbagsel ke sistem Sumbagteng. 
• Percepatan pembangunan transmisi 
275 kV jalur timur Sumatera dari New 
Aur Duri - Betung - Palembang, untuk 
dapat mengevakuasi power dari PLTU IPP 
Sumsel-5, Sumsel-7 dan Sumsel-1.  
• Pembangunan transmisi 275 kV Muara 
Enim - double pi incomer (Lahat - 
Gumawang) dan Gumawang - Lampung 
untuk mengevakuasi power dari PLTU IPP 
Sumsel-6. 
• Percepatan pembangunan transmisi 275 
kV Arun – Langsa – Pangkalan Susu untuk 
dapat mengevakuasi power dari PLTMG 
Arun (200 MW) dan PLTGU Sumbagut-2 
(250 MW). 
• Percepatan pembangunan transmisi 275 
kV Kiliranjao - Payakumbuh - Padang 
Sidempuan dan Payakumbuh - Perawang 
untuk meningkatkan kemampuan transfer 
daya ke provinsi Sumbar dan Riau. 
• Percepatan penyelesaian konstruksi 
transmisi 275 kV Simangkok - Galang dan 
IBT 275/150 kV di Galang untuk evakuasi 
daya pembangkit besar berbahan bakar 
murah menuju pusat beban di Medan. 
• Percepatan pembangunan T/L 150 kV 
Tenayan - Teluk Lembu, untuk dapat 
mengevakuasi power dari PLTU Tenayan 
yang diperkirakan dapat beroperasi pada 
akhir tahun 2015.
• Percepatan pembangunan GI 150 kV 
Arun dan transmisi terkait, untuk dapat 
mengevakuasi power dari PLTMG Arun 
yang diperkirakan dapat beroperasi pada 
bulan Oktober 2015. 
• Percepatan interkoneksi 150 kV Batam – 
Bintan melalui kabel laut untuk memenuhi 
kebutuhan sistem Bintan dan menurunkan 
biaya produksi di pulau Bintan.
• Percepatan interkoneksi 150 kV Sumatera 
– Bangka melalui kabel laut. Tujuan 
interkoneksi adalah untuk memenuhi 
kebutuhan listrik di pulau Bangka karena 
ketidakpastian penyelesaian proyek 
PLTU disana, menurunkan biaya produksi 
dan meningkatkan keandalam sistem 
kelistrikan di pulau Bangka. Interkoneksi 
dengan kabel laut ini diharapkan dapat 
beroperasi pada tahun 2017.  
• Percepatan proyek transmisi 275 kV 
interkoneksi Kalbar  – Serawak agar dapat 
beroperasi pada akhir  tahun 2015 untuk 
memenuhi kebutuhan sistem Kalbar, 
mengurangi ketidakpastian kecukupan 
daya, menurunkan biaya produksi dan 
meningkatkan keandalan.
 5. Penambahan Kapasitas Pembangkit
 Sistem PLN di wilayah Sumatera terdiri dari 1 
sistem interkoneksi, yaitu: Sistem Sumatera. 
Di luar sistem interkoneksi itu  pada 
saat ini ada 2 sistem isolated yang 
cukup besar dengan beban puncak di atas 
50 MW, yaitu Bangka dan Tanjung Pinang 
serta ada beberapa sistem isolated 
dengan beban puncak di atas 10 MW, yaitu 
Takengon, Sungai Penuh, Rengat, Tanjung 
Balai Karimun dan Belitung. 
 Penambahan Pembangkit Wilayah Sumatera 
pada tabel dibawah ini diperlihatkan jumlah 
kapasitas dan jenis pembangkit yang 
dibutuhkan dalam kurun waktu Tahun 2015-
2024 untuk wilayah Sumatera.

penambahan kapasitas rata-rata 1,7 
GW per tahun yang terdiri dari sistem 
interkoneksi Sumatera 16,2 GW dan luar 
sistem interkoneksi sumatera 1,5 GW. 
• PLTU batubara akan mendominasi jenis 
pembangkit thermal yang akan dibangun, 
yaitu mencapai 8,1 GW atau 45,5%, 
disusul oleh PLTG/MG dengan kapasitas 
1,8 GW atau 10,3% dan PLTGU 1,3 GW 
atau 7,2%. Sementara untuk energi 
terbarukan khususnya panas bumi sebesar 
2,6 GW atau 14,6%, PLTA/PLTM/pumped 
storage sebesar 3,9 GW atau 22,3%, dan 
pembangkit lainnya 0,01 GW atau 0,1%.
 6. Pengembangan Sistem Penyaluran 
 Pengembangan transmisi di Sumatera 
akan membentuk transmisi back-bone 500 
kV yang menyatukan sistem interkoneksi 
Sumatera pada koridor timur. Pusat-pusat 
pembangkit skala besar dan pusat-pusat 
beban yang besar di Sumatera akan 
tersambung ke sistem transmmisi 500 kV ini. 
Transmisi ini juga akan mentransfer tenaga 
listrik dari pembangkit listrik di daerah 
yang kaya sumber energi primer murah 
(Sumbagsel dan Riau) ke daerah pusat beban 
yang kurang memiliki sumber energi  primer 
murah (Sumbagut). Selain itu transmisi 500 
kV juga dikembangkan di Sumatera Selatan 
sebagai feeder pemasok listrik dari PLTU 
mulut tambang ke stasiun konverter transmisi 
HVDC yang akan menghubungkan pulau 
Sumatera dan pulau Jawa. Pengembangan 
transmisi sistem Sumatera sebagaimana 
ditunjukkan pada gambar 4.
 Rencana pengembangan sistem transmisi 
dalam RUPTL 2015-2024 akan banyak 
mengubah topologi jaringan dengan 
terwujudnya sistem interkoneksi 275 kV 
di koridor barat dan 500 kV di koridor 
timur Sumatera. Pengembangan juga 
banyak dilakukan untuk memenuhi 
pertumbuhan demand dalam 
bentuk penambahan kapasitas trafo. 
Pengembangan untuk meningkatkan 
keandalan dan debottlenecking yang juga 
ada di beberapa sistem, antara lain 
rencana pembangunan sirkit kedua dan 
reconductoring beberapa ruas transmisi di 
 
sistem Sumbagut dan Sumbagsel.  Rencana 
interkoneksi dengan tegangan 275 kV di 
Sumatera diprogramkan untuk terlaksana 
seluruhnya pada tahun 2017. Selain itu 
ada pembangunan beberapa gardu 
induk dan transmisi 150 kV untuk mengambil 
alih beban dari pembangkit diesel ke sistem 
interkoneksi (dedieselisasi).
 Rencana pengembangan sistem penyaluran 
Wilayah Sumatera hingga tahun 2024 
diproyeksikan sebesar 49.016 MVA untuk 
pengembangan gardu induk (500 kV, 275 
kV, 150 kV dan 70 kV) serta 23.613 kms 
pengembangan transmisi dengan perincian 
pada tabel 13 dan tabel 14
Beberapa proyek transmisi strategis di Sumatera 
antara lain:
• Pembangunan transmisi baru 150 dan 
275 kV terkait dengan proyek pembangkit 
PLTU percepatan, PLTA, PLTU IPP dan 
PLTP IPP. 
• Pengembangan transmisi 150 kV yang 
ada di lokasi tersebar di sistem Sumatera 
dalam rangka memenuhi kriteria 
keandalan (N-1) dan untuk mengatasi 
bottleneck penyaluran, perbaikan 
tegangan pelayanan, dediselisasi dan 
fleksibilitas operasi. 
• Pembangunan transmisi 275 kV  mulai 
dari Lahat - Lubuk Linggau – Bangko
• Muara Bungo – Kiliranjau – Payakumbuh – 
Padangsidempuan – Sarulla – Simangkok  
– Galang  – Binjai  – Pangkalan Susu  
sebagai tulang punggung  interkoneksi 
Sumatera koridor barat  yang akan 
mengevakuasi daya dari Sumatera 
bagian selatan yang kaya akan sumber 
energi primer ke pusat beban terbesar 
di Sumatera bagian utara. Interkoneksi 
275 kV ini akan dapat beroperasi secara 
bertahap mulai tahun 2015, tahun 2016 
dan tahun 2017. 

• Proyek transmisi 500 kV mulai dari 
Muara Enim – New Aur Duri – Peranap 
– Perawang  – Rantau Parapat  – Kuala 
Tanjung  – Galang, sebagai tulang 
punggung  interkoneksi Sumatera koridor 
timur yang akan mengevakuasi daya 
dari Sumatera bagian selatan yang kaya 
akan sumber energi primer ke pusat 
beban terbesar di Sumatera bagian 
utara. Interkoneksi 500 kV ini akan dapat 
beroperasi secara bertahap mulai tahun 
2017 sampai dengan tahun 2022. 
• Pembangunan transmisi dan kabel laut 
±500 kV HVDC Sumatera – Peninsular 
Malaysia yang bertujuan untuk 
mengoptimalkan operasi kedua sistem 
dengan memanfaatkan perbedaan waktu 
terjadinya beban puncak pada kedua 
sistem itu . 
• Interkoneksi  Batam  – Bintan dengan 
kabel laut 150 kV dimaksudkan untuk 
memenuhi sebagian kebutuhan 
tenaga listrik pulau Bintan dengan 
tenaga listrik dari Batam 53 dengan 
mempertimbangkan rencana 
pengembangan pembangkit di Batam 
yang akan mencukupi kebutuhan 
Batam dan sebagian Bintan 54. Adanya 
interkoneksi 150 kV itu  tidak ada 
hubungannya dengan perluasan wilayah 
usaha PLN Batam. 
• Interkoneksi 150 kV Sumatera – Bangka 
dengan kapasitas 200 MW pada kondisi 
N-1 dengan perkiraan COD tahun 2017. 
Dengan adanya interkoneksi itu , 
maka di Bangka dapat dibangun 
PLTU dengan kelas yang lebih besar 
dibandingkan jika seandainya tidak ada 
interkoneksi, yaitu kelas 100 MW.
 Dalam kurun waktu tahun 2015-2024, 
panjang transmisi yang akan dibangun 
mencapai 23.613 kms dan trafo dengan 
kapasitas total mencapai 49.016 MVA.
 7. Pengembangan Sistem Distribusi
 Rencana pengembangan sistem distribusi 
untuk Regional Sumatera dapat dilihat 
pada tabel di bawah ini. Kebutuhan fisik 
sistem distribusi Sumatera hingga tahun 
2024 adalah sebesar 40 ribu kms jaringan 
tegangan menengah 41 ribu kms jaringan 
tegangan rendah 5,3 ribu MVA tambahan 
kebutuhan trafo distribusi. Kebutuhan fisik 
itu  diperlukan untuk mempertahankan 
keandalan serta untuk menampung 
tambahan sekitar 4,8 juta pelanggan. 
 8. Proyeksi Kebutuhan Investasi
Proyeksi kebutuhan investasi pembangkit, sistem 
penyaluran dan distribusi dalam kurun waktu 
tahun 2015-2024 untuk Wilayah Sumatera adalah 
sebesar US$ 17,8 miliar atau rata-rata US$ 1,78 
miliar per tahun, tidak termasuk proyek IPP, 
dengan disbursement tahunan seperti pada 
tabel 16 dan gambar 5. 
Kebutuhan investasi Wilayah Sumatera untuk 
proyek pembangkitan sampai tahun 2024 adalah 

sebesar US$ 8,2 miliar, proyek penyaluran 
sebesar US$ 6,6 miliar dan distribusi sebesar US$ 
3,0 miliar. Disbursement proyek pembangkitan 
mencapai puncaknya pada tahun 2018 yang 
sebagian besar merupakan proyek reguler 
dan percepatan tahap 2 (FTP2). Sedangkan 
disbursement proyek pembangkitan pada tahun 
berikutnya terus menurun karena proyek-proyek 
IPP akan semakin mendominasi sistem Sumatera. 
Proyek transmisi Sumatera didominasi oleh 
pengembangan transmisi 275 kV dan 500 kV 
untuk interkoneksi seluruh Sumatera, di samping 
pengembangan transmisi 150 kV.

Profil dan Kebutuhan Investasi Sektor 
Kelistrikan Regional Wilayah Jawa - 
Bali 
 1. Sistem Pembangkitan 
 Pembangkit baru yang masuk ke sistem 
Jawa-Bali pada tahun 2014 adalah PLTU 
Pelabuhan Ratu unit 2-3 (2x350 MW), PLTU 
Tanjung Awar-Awar unit 1(1x350 MW) 
dan PLTP Patuha (55 MW). Sedangkan 
pembangkit yang akan beroperasi tahun 
2015 adalah PLTU Adipala (660 MW), PLTMG  
Peaker Pesanggaran (200 MW), PLTU 
Celukan Bawang unit 1-2-3 (380 MW), PLTU 
Cilacap Ekspansi (614 MW) dan PLTP Karaha 
Bodas (30 MW) dengan total penambahan 
kapasitas pembangkit tahun 2014-2015 
sebesar 2.990 MW. Penambahan pasokan 
daya pembangkit itu  membantu 
meningkatkan kemampuan pasokan sistem 
Jawa Bali menjadi total sebesar 35.300 
MW pada tahun 2015. Rincian kapasitas 
pembangkit sistem Jawa-Bali berdasarkan 
jenis pembangkit dapat dilihat pada tabel 
17.
 2. Sistem Transmisi
 Perkembangan kapasitas trafo gardu induk 
dan sarana penyaluran sistem Jawa Bali 
untuk 5 tahun terakhir ditunjukkan pada 
tabel 18 dan tabel 19.

Tabel 19 
Perkembangan Saluran Transmisi Sistem Jawa Bali

 3. Penanggulangan Jangka Menengah Tahun 
2015-2019
 Untuk menjaga reserve margin tahun 
2015-2017 yang di bawah 30% tidak 
makin menipis, diperlukan percepatan 
pembangunan pembangkit sebagai berikut: 
• Mempercepat penyelesaian 
pembangunan PLTU Adipala (660 MW), 
PLTMG  Peaker Pesanggaran (200 MW), 
PLTU Celukan Bawang (380 MW),  PLTU 
Cilacap ekspansi (614 MW), PLTU Tanjung 
Awar-Awar unit-2 (350 MW) dan PLTU 
Banten (625 MW) yang diharapkan dapat 
beroperasi tahun 2015/2016. 
• Mempercepat pembangunan PLTGU  
Muara Tawar Add-on (650 MW), PLTGU 
Grati Add-on (150 MW), PLTGU Peaker 
Grati (450 MW), PLTGU Peaker Muara 
Karang (500 MW), PLTGU/MG  Peaker 
Jawa-Bali 1 (400 MW) indikasi lokasi 
Sunyaragi, PLTGU/MG  Peaker Jawa-
Bali 2 (500 MW) indikasi lokasi Perak, 
PLTGU  Peaker Jawa-Bali 3 (500 MW) 
indikasi lokasi di Provinsi Banten dan 
PLTGU/MG  Peaker Jawa-Bali 4 (450 MW) 
indikasi lokasi di Provinsi Jawa Barat, 
yang diharapkan dapat beroperasi tahun 
2016/2017.
 Untuk menjaga reserve margin sesuai 
kriteria pada tahun 2018-2019, diperlukan 
percepatan pembangunan pembangkit 
sebagai berikut: 
• Mempercepat pembangunan PLTGU 
Load Follower Jawa-1 (2x800 MW) lokasi 
di Provinsi Jawa Barat dengan koneksi ke 
GITET Muara Tawar atau GITET Cibatu 
Baru, PLTGU Load Follower Jawa-2 (1x800 
MW) lokasi Priok, PLTGU  Load Follower 
Jawa-3 (1x800 MW) lokasi Gresik, PLTU 
Lontar ekspansi (315 MW), PLTU Jawa-
8 (1.000 MW) indikasi lokasi di Provinsi 
Jawa Tengah dan PLTU Jawa-9 (600 MW) 
indikasi lokasi di Provinsi Banten, yang 
diharapkan dapat beroperasi tahun 2018. 
• Mempercepat pembangunan PLTU 
Indramayu-4 (1.000 MW), PLTA Upper 
Cisokan (1.040 MW), PLTU Jawa Tengah 
(2x950 MW), PLTA Jatigede (110 MW), 
PLTU Jawa-1 (1.000 MW), PLTU Jawa-4 
(2x1.000 MW), PLTU Jawa-5 (2x1.000 
MW), PLTU Jawa-7 (2x1.000 MW), PLTU 
Jawa-10 (660 MW), PLTU Sumsel-8 (2x600 
MW) dan beberapa PLTP (220 MW) yang 
diharapkan dapat beroperasi tahun 2019. 
Transmisi dan Gardu Induk  
Diperlukan perkuatan SUTET dan GITET 500 
kV untuk evakuasi daya dari pembangkit – 
pembangkit skala besar yang terhubung ke 
sistem 500 kV sebagai berikut:   
• Mempercepat penyelesaian 
pembangunan SUTET 500 kV dari 
PLTU Cilacap – PLTU Adipala – Rawalo 
/ Kesugihan, untuk evakuasi daya dari 
PLTU Cilacap ekspansi dan PLTU Adipala, 
diharapkan dapat beroperasi tahun 2015.
• Mempercepat  pembangunan looping 
SUTET 500 kV Kembangan – Duri 
Kosambi – Muara Karang – Priok – Muara 
Tawar dan GITET 500 kV terkaitnya. 
SUTET ini diperlukan untuk evakuasi 
daya dari PLTGU Jawa-1, PLTGU Jawa-
2 dan PLTU Jawa-12, diharapkan dapat 
beroperasi tahun 2018.
• Mempercepat pelaksanaan 
rekonduktoring SUTET 500 kV Suralaya 
Baru – Bojanegara- Balaraja, dan 
pembangunan SUTET 500 kV Balaraja – 
Kembangan untuk evakuasi daya PLTU 
Jawa-5, PLTU Jawa-7 dan PLTU Jawa-9, 
diharapkan dapat beroperasi tahun 2019.
• Mempercepat pembangunan SUTET 
500 KV Tanjung Jati B  – Tx Ungaran, 
sirkit ke-2 Tx Ungaran – Pedan, sirkit 2-3 
(rekonfigurasi sirkit 1 menjadi 2 sirkit) 
ruas Mandirancan  – Bandung Selatan 
dan Bandung Selatan – incomer (Tasik – 
Depok) untuk evakuasi daya PLTU Jawa-
1, PLTU Jawa Tengah dan PLTU Jawa-4, 
diharapkan dapat beroperasi tahun 2019. 


• Mempercepat pembangunan SUTET 500 
kV PLTU Indramayu  – Delta Mas dan 
GITET baru Delta Mas, untuk evakuasi 
daya dari PLTU Indramayu-4, diharapkan 
dapat beroperasi tahun 2019. 
• Mempercepat pembangunan GITET/
IBT baru yaitu: GITET Lengkong, GITET 
Cawang Baru, GITET Cibatu Baru, 
GITET Tambun, GITET Delta Mas, GITET 
Cikalong, GITET Ampel, GITET Surabaya 
Selatan termasuk SUTET Grati  – Surabaya 
Selatan, GITET Pemalang dan beberapa 
tambahan IBT di GITET eksisting.
• Rekonfigurasi SUTET Muara Tawar - 
cibinong – Bekasi – Cawang. 
 Penguatan pasokan lainnya terdiri dari 
beberapa program, yaitu:  
• Mempercepat pembangunan transmisi 
interkoneksi HVDC 500 kV Sumatera-Jawa 
untuk menyalurkan daya dari PLTU mulut 
tambang di Sumsel sebesar 3.000 MW 
pada tahun 2019. 
• Mempercepat pembangunan Jawa Bali 
Crossing 500 kV dari PLTU Paiton ke New 
Antosari (tahun 2018) dan GITET Antosari, 
untuk memperkuat pasokan ke sistem 
Bali.
• Mempercepat pembangunan sirkit 3-4 
SUTET 500 kV Tx Ungaran – Pemalang – 
Mandirancan – Indramayu – Delta Mas.
 4. Penambahan Kapasitas Pembangkit
 Penambahan Pembangkit Sistem Jawa Bali 
pada tabel 20 diperlihatkan jumlah kapasitas 
dan jenis pembangkit yang dibutuhkan pada 
tahun 2015-2024 untuk wilayah Jawa-Bali.
 Tabel 20 menunjukkan hal-hal sebagai 
berikut:
• Tambahan kapasitas pembangkit 
tahun 2015-2024 adalah 38,5 GW atau 
penambahan kapasitas rata-rata 3,8 GW 
per tahun, termasuk PLTM skala kecil 
tersebar sebesar 333 MW dan PLT Bayu 
50 MW. 
• PLTU batubara akan mendominasi jenis 
pembangkit yang akan dibangun, yaitu 
mencapai 27,0 GW atau 70,1%, disusul 
oleh PLTGU gas dengan kapasitas 6.8 GW 
atau 17,7% dan PLTG/MG 0,2 GW atau 
0,6%. 
 Sementara untuk energi terbarukan 
khususnya panas bumi sebesar 1,9 GW atau 
4,9%, PLTA/PLTM/pumped storage sebesar 
2,6 GW atau 6,7%, dan pembangkit lainnya 
0,05 GW atau 0,1%.  
 5. Pengembangan Sistem Penyaluran 
 Pengembangan transmisi 500 kV di Jawa 
pada umumnya dimaksudkan untuk 
mengevakuasi daya dari pembangkit-
pembangkit baru maupun ekspansi skala 
besar dan untuk menjaga kriteria security 
N-1, baik statik maupun dinamik.Sedangkan 
pengembangan transmisi 150  dimaksudkan 
untuk menjaga kriteria security N-1 dan 
sebagai transmisi yang terkait dengan gardu 
induk 150 kV baru. Pengembangan transmisi 
Sistem Jawa-Bali sebagimana ditunjukkan 
pada Gambar 6.
 Memperhatikan pembangunan SUTET dan 
SUTT yang sering terlambat karena masalah 
perizinan, ROW dan sosial, serta kebutuhan 
tambahan daya yang mendesak, maka 
PLN perlu melakukan usaha meningkatkan 
kapasitas transmisi dalam waktu dekat.
 Pembangunan SUTET dengan memakai  
rute baru akan memerlukan waktu yang lama 
sehingga upaya yang dapat dilakukan adalah 
rekonduktoring beberapa ruas transmisi 
500 kV/150 kV dan mulai akan membangun 
under ground cable 500 kV disekitar Jakarta.
 Pada tabel 21 dan tabel 22 diperlihatkan 
kebutuhan fisik fasilitas penyaluran dan 
gardu induk di sistem Jawa-Bali.

 Dari Tabel 21 dan 22  terlihat bahwa 
sampai dengan tahun 2024 akan dibangun 
transmisi 500 kV AC sepanjang 2.806 kms 
dan transmisi 500 kV DC sepanjang 300 
kms. Transmisi itu  dimaksudkan untuk 
mengevakuasi daya terkait dengan program 
percepatan pembangkit PLTU Suralaya 
Baru, PLTU Adipala, PLTU IPP Tanjung Jati 
Unit 3 dan 4, PLTU IPP Jawa Tengah, PLTU 
Indramayu Unit 4 dan 5, Jawa-Bali Crossing 
dari Paiton hingga ke pusat beban di Bali, 
PLTA pumped storage Upper Cisokan dan 
Matenggeng, dan beberapa PLTU skala 
besar baru lainnya.  
Gambar 2.6.  Rencana Pengembangan Transmisi Sistem Jawa-Bali Tahun 2015-2024Gambar 6 

 Ruas SUTET 500 kV yang harus segera 
direkonduktoring terkait dengan evakuasi 
daya PLTU Jawa-7 adalah SUTET Suralaya 
Baru-Bojanegara-Balaraja (tahun 2019), 
SUTET Suralaya Lama-Balaraja-Gandul (tahun 
2020). 
 Selain itu ruas SUTET 500 kV yang harus 
segera dilaksanakan adalah sirkit 2 dari 
Ungaran-Pedan, sirkit ke 2-3 Mandirancan-
Bandung Selatan (rekayasa  tower 1 sirkit 
menjadi 2 sirkit) dan Bandung Selatan – 
Incomer (Tasik – Depok) untuk evakuasi daya 
dari PLTU Jawa-1, PLTU Jawa-4 dan PLTU 
Jawa Tengah. 
 Rencana pembangunan SUTET 500 kV 
baru adalah ruas SUTET dari Tanjung Jati 
B-Pemalang-Indramayu-Delta Mas, ruas 
SUTET Balaraja-Kembangan-Durikosambi 
dan Durikosambi-Muara  Karang-Priok-
Muaratawar membentuk looping SUTET 
jalur utara Jakarta, untuk perkuatan dan 
peningkatan keandalan serta fleksibilitas 
operasi sistem Jakarta.  
 Rencana kebutuhan GITET 500 kV dan 
tambahan trafo interbus 500/150 kV yang 
direncanakan merupakan perkuatan grid 
yang tersebar di Jawa. 
 Transmisi 500 kV DC adalah transmisi 
HVDC interkoneksi Sumatera–Jawa, di sini 
hanya diperhitungkan bagian kabel laut 
dan overhead line yang berada di pulau 
Jawa, selebihnya diperhitungkan sebagai 
pengembangan sistem transmisi Sumatra. 
 Sistem transmisi 70 kV pada dasarnya 
sudah tidak dikembangkan lagi, bahkan di 
sistem 70 kV di Jawa Barat banyak yang 
ditingkatkan menjadi 150 kV.
 Rencana proyek reconductoring SUTT 70 kV 
yang memasok konsumen besar dan saluran 
distribusi khusus. Program pemasangan 
trafo-trafo 50/70 kV dan 70/20 kV pada tabel 
itu  juga hanya merupakan relokasi 
trafo-trafo dari Jawa Barat ke Jawa Timur. 
 Beberapa proyek transmisi strategis di Jawa-
Bali antara lain: 
• Proyek transmisi SUTET 500 kV Tx 
Ungaran-Pemalang-Mandirancan-
Indramayu tahun 2020. 
• Pembangunan transmisi 500 kV HVDC 
bipole 3,000 MW Sumatra - Jawa 
berikut GITET X Bogor - Incomer (Tasik 
- Depok dan Cilegon  – Cibinong) untuk 
menyalurkan listrik dari PLTU mulut 
tambang di Sumatra Selatan ke sistem 
Jawa Bali tahun 2019.  
• Pembangunan SUTET 500 kV Paiton – 
New Kapal termasuk overhead line 500 
kV  menyeberangi selat Bali (Jawa Bali 
Crossing) tahun 2018 sebagai solusi 
jangka panjang pasokan listrik ke pulau 
Bali.  

• SUTET 500 kV Balaraja-Kembangan-
Durikosambi-Muara Karang (tahun 2018) 
dan Muara Karang-Priok-Muara Tawar 
tahun 2018.
 6. Pengembangan Sistem Distribusi 
 Perencanaan kebutuhan fisik untuk 
mengantisipasi pertumbuhan penjualan 
energi listrik dapat diproyeksikan seperti 
pada tabel 23.
 Dalam kurun waktu 10 tahun mendatang 
dari tahun 2015 sampai dengan tahun 2024 
untuk sistem Jawa Bali diperlukan tambahan 
jaringan tegangan menengah sebanyak 70 
ribu kms, jaringan tegangan rendah 53 ribu 
kms, kapasitas trafo distribusi 28 ribu MVA 
dan jumlah pelanggan 11,2 juta.
 7. Proyeksi Kebutuhan Investasi 
 Pengembangan pembangkitan, 

transmisi dan distribusi oleh PLN sampai 
dengan tahun 2024 di sistem Jawa Bali 
membutuhkan dana investasi sebesar US$ 
33,6 miliar dengan disbursement tahunan 
sebagaimana diperlihatkan pada tabel dan 
gambar dibawah ini. Kebutuhan investasi 
untuk proyek pembangkitan sampai tahun 
2024 adalah sebesar US$ 16,5 miliar atau 
sekitar US$ 1,65 miliar per tahun.
 Pembiayaan proyek pembangkitan PLN 
berasal dari beberapa sumber. Proyek 
percepatan pembangkit melalui Peraturan 
Presiden Nomor 71 tahun 2006 didanai 
dengan pinjaman luar negeri (Cina) dan 
dalam negeri yang diusahakan oleh PLN 
dengan jaminan Pemerintah. Proyek Upper 
Cisokan pumped storage senilai US$ 800 
juta telah diusulkan mendapat pendanaan 
dari IBRD yang merupakan lender 
multilateral, sedangkan PLTU Indramayu 
1x1.000 MW senilai US$ 2.000 juta dengan 
pendanaan dari lender bilateral.  
 Kebutuhan dana investasi untuk penyaluran 
dan distribusi masing-masing sebesar 
US$ 9,6 miliar dan US$ 7,4 miliar. Proyek 
penyaluran pada tahun 2018 cukup besar 
karena merupakan  disbursement proyek 
transmisi interkoneksi HVDC Sumatera – 
Jawa dan transmisi Jawa – Bali Crossing 500 
kV. Proyek itu  menurut rencana akan 
didanai dari APLN, pinjaman luar negeri (two 
step loan) dan kredit ekspor.

Landasan hukum investasi sektor 
ketenagalistrikan baik melalui melalui skema 
Independent Power Producers (IPP), Kerjasama 
Pemerintah Swasta (KPS), Engineering, 
Production and Construction (EPC), maupun 
Swasta Murni adalah sebagai berikut :
 1. Pengadaan Investasi Untuk Ketenagalistrikan 
Umum
• UU Nomor 30 Tahun 2009 tentang 
Ketenagalistrikan
• PP Nomor 14 Tahun 2012 tentang 
Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik 
sebagaimana telah diubah dengan PP No 
23 Tahun 2014
• Peraturan Menteri ESDM Nomor 03 
Tahun 2015 tentang Prosedur Pembelian 
Tenaga Listrik dan Harga Patokan 
Pembelian Tenaga Listrik dari PLTU Mulut 
Tambang, PLTU Batubara, PLTG/PLTMG, 
dan PLTA oleh Perusahaan Listrik Negara 
(Persero) Melalui Pemilihan Langsung dan 
Penunjukkan Langsung
• Peraturan Menteri ESDM Nomor 01 
Tahun 2006 jo No 04 Tahun 2007 tentang 
Prosedur Pembelian Tenaga listrik dan 
atau Sewa Menyewa Jaringan dalam 
Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk 
Kepentingan Umum
• Peraturan Menteri ESDM Nomor 05 Tahun 
2009 tentang Pedoman Harga Pembelian 
Tenaga Listrik oleh PT PLN Persero dari 
Koperasi atau Badan Usaha Lain
 2. Pengadaan Investasi Khusus Energi 
Geothermal, ditambah dengan
• UU Nomor 21 Tahun 2016 tentang 
Geothermal
• PP Nomor 59 Tahun 2007 jo No 70 Tahun 
2010 tentang Kegiatan Geothermal
• Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 
2009 tentang Pedoman Penyelenggaraan 
Kegiatan Panas Bumi
• Peraturan Menteri ESDM Nomor 17 Tahun 
2014 tentang Pembelian Tenaga Listrik 
dari PLTP dan Uap Panas Bumi untuk 
PLTP oleh PT Perusahaan Listrik Negara 
(Persero)
 3. Regulasi Pembiayaan melalui Public Private 
Partnership (PPP) 
• Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 
tentang Kerjasama Pemerintah dan Badan 
Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur dan 
telah direvisi dengan Perpres Nomor 13 
Tahun 2010 (perubahan pertama), Perpres 
Nomor 56 Tahun 2011 (perubahan kedua), 
dan Perpres Nomor 66 Tahun 2013 
(perubahan ketiga).
• Peraturan Menteri Perencanaan 
Pembangunan Nasional/Kepala 
BAPPENAS Nomor 3 Tahun 2012 tentang 
Pedoman Umum Pelaksanaan Pengadaan 
Infrastruktur melalui Public Private 
Partnership (PPP).

Independent Power Producers (IPP)
 1. Konsep 
 Pembelian Tenaga Listrik dan Harga Patokan 
Pembelian Tenaga Listrik oleh PT PLN 
(Persero) Melalui Pemilihan Langsung dan 
Penunjukan Langsung, diatur dalam Permen 
ESDM Nomor  3 tahun 2015. Regulasi ini 
disusun untuk meningkatkan kapasitas 
pembangunan tenaga listrik nasional, 
khususnya untuk mendorong pembangunan 
pembangkit listrik melalui mekanisme 
Independent Power Producers (IPP).
 Ketentuan itu untuk mendukung 
penyediaan tenaga listrik yang tertuang 
dalam RUPTL PT PLN (Persero) 2015-2024 
telah mempertimbangkan perencanaan 
penyediaan tenaga listrik yang ada dalam 
Draft Rencana Umum Ketenagalistrikan 
Nasional (RUKN) 2012 hingga 2031 dan 
Draft RUKN 2015 hingga 2034. Untuk 
sepuluh tahun mendatang, PLTU batubara 
masih mendominasi jenis pembangkit yang 
akan dibangun, yaitu mencapai 42 GW (60%) 
sementara PLTGU sekitar 9 GW (13%) dan 
PLTG/MG sekitar 5 GW (7%). Adapun energi 
terbarukan yang akan dikembangkan adalah 
PLTP sekitar 4,8 GW (7%) dan PLTA/PLTM 
dan Pump Storage sebesar 9.250 MW (13%).
 PT PLN wajib memenuhi kebutuhan tenaga 
listrik dalam wilayah usahanya dengan 
melakukan pembelian tenaga listrik dari 
PLTU Mulut Tambang, PLTU Batubara, 
PLTG/PLTMG dan PLTA. Pembelian dengan 
pemegang izin usaha penyediaan tenaga 
listrik lainnya dilakukan berdasarkan rencana 
usaha penyediaan tenaga listrik. 
 Pembelian tenaga listrik itu dapat dilakukan 
melalui pemilihan langsung dan penunjukkan 
langsung sepanjang memenuhi kriteria 
sebagai berikut:
• Pembelian tenaga listrik dilakukan dari 
PLTU Mulut Tambang, PLTG marginal dan 
PLTA
• Pembelian kelebihan tenaga listrik dari  
PLTU Mulut Tambang, PLTU Batubara, 
PLTG/ PLTMG dan PLTA
• Pembelian tenaga listrik dari  PLTU 
Mulut Tambang, PLTU Batubara,PLTG/
PLTMG dan PLTA jika sistem tenaga listrik 
setempat dalam kondisi krisis atau darurat 
penyediaan listrik dan/atau
• Pembelian tenaga listrik dari  PLTU Mulut 
Tambang, PLTU Batubara,PLTG/PLTMG 
dan PLTA dalam rangka penambahan 
kapasitas pembangkitan pada pusat 
pembangkit tenaga listrik yang telah 
beroperasi di lokasi yang sama
 2. Mekanisme Pengadaan
 A. Prosedur Penunjukan Langsung
 Proses penunjukan langsung dengan 
uji tuntas atas kemampuan teknis dan 
finansial yang dapat dilakukan oleh pihak 
procurement agent yang ditunjuk oleh 
PT PLN Persero dan sampai dengan 
penandatanganan perjanjian jual beli tenaga 
listrik, paling lama 30 (tiga puluh) hari. 
Mekanisme IPP untuk Penunjukkan Langsung 
sebagaimana gambar 8
 B. Prosedur Pemilihan Langsung
 Proses pemilihan langsung didahului 
dengan uji tuntas atas kemampuan teknis 
dan finansial yang dapat dilakukan oleh 
pihak procurement agent yang ditunjuk 
oleh PT PLN Persero dan sampai dengan 
penandatanganan perjanjian jual beli 
tenaga listrik, paling lama 45 (empat puluh 
lima) hari. Mekanisme IPP untuk Pemilihan 
Langsung sebagaimana gambar 9.
 C. Tender / Lelang Terbuka
 Lelang terbuka dilaksanakan jika 
kondisi IPP tidak layak untuk penunjukkan 
langsung atau pemilihan langsung atau 
PLN menginginkan Lelang Terbuka 
untuk semua jenis tenaga pembangkit. 
Pemenang ditetapkan pada pengajuan 
tarif terendah. Berdasarkan peraturan IPP, 
proses lelang terbuka dengan kapasitas >/= 
15 MW dari pengumuman tender sampai 
penandatanganan kontrak  memerlukan 
waktu 321 hari jika tidak ada tender ulang. 
Adapun mekanisme disajikan pada gambar 
10.  
 3. Tahapan Bisnis IPP
• Tahapan bisnis ketenagalistrikan melalui 
Pola IPP mencakup:
• Tahap pra kualifikasi 
• Tahap permintaan proposal
• Tahap pengajuan surat penawaran
• Tahap penandatangan kontrak
• Tahap pembayaran sesuai tanggal yang 
telah disepakati
• Tahap pelaksanaan komersial
• Tahap akhir masa kontrak

 1. Kerangka Regulasi 
Di tengah keterbatasan anggaran pemerintah 
untuk mengalokasikan belanja modal untuk 
mempercepat pembangunan infrastruktur, 
pemerintah memilih suatu konsep yang 
mengundang para investor untuk bekerjasama 
dan berkontribusi secara aktif dalam penyediaan 
pembangunan infrastruktur. Konsep itu dikenal 
dengan skema Public Private Partnership (PPP) 
atau Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS). Konsep 
ini secara intensif mulai diperkenalkan sejak 
tahun 2005.
Regulasi yang terkait dengan proyek KPS 
khususnya dalam penyediaan infrastruktur telah 
berkembang sejak masa pemerintahan Orde 
Baru. Dalam masa itu  Pemerintah telah 
menerbitkan beberapa regulasi sektoral yang 
didalamnya ada pengaturan berkaitan 
dengan KPS, contohnya UU dan PP tentang 
Ketenagalistrikan serta UU dan PP tentang Jalan 
Tol. Pada masa Orde Baru hanya beberapa jenis 
infrastruktur saja yang dikerjasamakan dengan 
Badan Usaha Swasta, misalkan jalan tol dan 
ketenagalistrikan.
Saat ini kebijakan dan dukungan yang strategis 
yang sudah dilakukan oleh Pemerintah dalam 
rangka mendukung pelaksanaan pembangunan 
infrastruktur dengan skema KPS diantaranya 
adalah dengan menerbitkan Peraturan Presiden 
Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama 
Pemerintahdan Badan Usaha dalam Penyediaan 
Infrastruktur dan telah direvisi dengan Perpres 
Nomor 13 Tahun 2010 (perubahan pertama), 
Perpres Nomor 56 Tahun 2011 (perubahan 
kedua), dan Perpres Nomor 66 Tahun 2013 
(perubahan ketiga). Adapun kerangka regulasi 
mengenai KPS disajikan pada tabel 25
 2. Konsep
Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) 
merupakan kerjasama pemerintah dengan swasta 
dalam penyediaan infrastruktur yang meliputi: 
desain dan konstruksi, peningkatan kapasitas/
rehabilitasi, operasional dan pemeliharaan dalam 
rangka memberi  pelayanan Pengembangan 
KPS di negara kita  utamanya didasari oleh 
keterbatasan sumber pendanaan yang bisa 
dialokasikan oleh pemerintah.
Prinsip Dasar KPS adalah :
• Adanya pembagian risiko antara 
pemerintah dan swasta dengan memberi 
pengelolaan jenis risiko kepada pihak 
yang dapat mengelolanya;
• Pembagian risiko ini ditetapkan dengan 
kontrak di antara pihak dimana pihak 
swasta diikat untuk menyediakan layanan 
dan pengelolaannya atau kombinasi 
keduanya;
• Pengembalian investasi dibayar melalui 
pendapatan proyek (revenue) yang 
dibayar oleh pengguna (user charge);
• Kewajiban penyediaan layanan kepada 
masyarakat tetap pada pemerintah, untuk 
itu bila swasta tidak dapat memenuhi 
pelayanan (sesuai kontrak), pemerintah 
dapat mengambil alih.
Tujuan pelaksanaan KPS adalah :
• Mencukupi kebutuhan pendanaan secara 
berkelanjutan melalui pengerahan dana 
swasta;
• Meningkatkan kuantitas, kualitas dan 
efisiensi pelayanan melalui persaingan 
sehat;
• Meningkatkan kualitas pengelolaan 
dan pemeliharaan dalam penyediaan 
infrastruktur;
• Mendorong dipakainya prinsip pengguna 
membayar pelayanan yang diterima atau 
dalam hal tertentu mempertimbangkan 
kemampuan membayar pengguna.
Manfaat Skema KPS meliputi:
47
• Tersedianya alternatif berbagai sumber 
pembiayaan;
• Pelaksanaan penyediaan infrastruktur 
lebih cepat;
• Berkurangnya beban (APBN/APBD) dan 
risiko pemerintah;
• Infrastruktur yang dapat disediakan 
semakin banyak;
• Kinerja layanan masyarakat semakin baik;
• Akuntabilitas dapat lebih ditingkatkan;
• Swasta menyumbangkan modal, 
teknologi, dan kemampuan manajerial.
 3. Kerangka Pengaturan
Kerjasama Pemerintah Swata (KPS) - merupakan 
Tabel 25 
Kerangka Regulasi Investasi Pola KPS  
PERATURAN KETENTUAN
Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah 
dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrasruktur sebagaimana telah diubah 
dengan Peraturan Presiden Nomor 13 tahun 2010 dan Peraturan Presiden 
Nomor 56 tahun 2011.
Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2005 tentang Komite Kebijakan 
Percepatan Penyediaan Infrastruktur (KKPPI) sebagaimana telah diubah dengan 
Peraturan Presiden Nomor 12 tahun 2011.
Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2010 tentang Penjaminan Infrastruktur 
dalam Proyek Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha yang dilakukan 
melalui Penjaminan Infrastruktur.
Petunjuk Pelaksanaan Proyek KPS yang merupakan acuan dasar dari 
pelaksanaan proyek KPS di tanah air.
Tata Cara Penyusunan Daftar Rencana Proyek Kerjasama dengan Badan Usaha 
dalam Penyediaan Infrastruktur.
Panduan Umum Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha 
dalam Penyediaan Infrastruktur.
Organisasi dan Tata Kerja Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan 
Infrastruktur.
Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian    
Nomor 04/M.Ekon/06/2006 tentang Tata Cara Evaluasi Proyek Kerjasama 
Pemerintah dan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur yang 
membutuhkan Dukungan Pemerintah.
Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk 
Kepentingan Umum.
Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian    
Nomor 03/M.Ekon/06/2006 tentang Prosedur dan Kriteria Penyusunan Daftar 
Prioritas Proyek Infrastruktur  Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha.
Perpres 56/2011
Perpres 12/2011
Perpres 78/2010
PMK 260/2010
Permen PPN 
03/2009
Permen PPN 
04/2010
Permenko  
01/2006
Permenko  
04/2006
Perpres 36/2006 jo  
Perpres 65/2006
Permenko  
03/2006


mekanisme pembiayaan alternatif dalam 
pengadaan pelayanan publik yang telah 
dipakai  secara luas di berbagai negara 
khususnya negara maju. KPS sering dipandang 
sebagai alternatif dari pembiayaan pengadaan 
tradisional melalui desain, pengadaan 
dan konstruksi (Engineering, Procurement, 
Construction) kontrak, di mana sektor publik 
melakukan kompetitif penawaran untuk 
membuat kontrak terpisah untuk elemen desain 
dan konstruksi dari sebuah proyek.
Sektor publik mempertahankan kepemilikan 
aset dan bertanggung jawab untuk pembiayaan 
kebijakan itu . KPS atau memungkinkan 
sektor publik untuk memanfaatkan kemampuan 
manajemen dan keahlian pihak swasta dan juga 
meningkatkan dana tambahan untuk mendukung 
layanan tertentu. Tergantung pada derajat 
keterlibatan swasta dan penggunaan keuangan 
swasta, pengaturan pengalihan resiko dalam 
proyek KPS dapat bervariasi di seluruh spektrum 
risk-return sebagaimana pada gambar 12 dan 
tabel 26.

Tabel 26 
Bentuk dan Modalitas KPS
No Jenis Uraian
1 Design–Build
Sektor publik melakukan kontrak dengan swasta sebagai penyedia tunggal untuk melakukan 
desain dan konstruksi. Dengan cara ini, Pemerintah mendapatkan keuntungan dari economies of 
scale dan mengalihkan resiko yang terkait dengan desain kepada sektor swasta.
2
Design, Build,
Operate
Sektor publik melakukan kontrak dengan penyedia swasta untuk merancang, membangun dan 
mengoperasikan aset modal. Sektor publik tetap bertanggung jawab untuk meningkatkan modal 
yang dibutuhkan dan mempertahankan kepemilikan fasilitas. 
3
Design, Build,
Finance, Operate
Sektor publik melakukan kontrak dengan penyedia swasta untuk merancang, membangun, 
membiayai dan mengoperasikan (DBFO) aset modal. Model ini biasanya melibatkan perjanjian 
konsesi jangka panjang. Sektor publik memiliki pilihan untuk mempertahankan kepemilikan aset 
atau sewa aset ke sektor swasta untuk periode waktu. Jenis pengaturan ini umumnya dikenal 
sebagai inisiatif keuangan swasta (PFI)
4
Design, Build,
Own,
Operate
Sebuah penyedia swasta bertanggung jawab untuk semua aspek proyek. Kepemilikan fasilitas 
baru ditransfer kepenyedia swasta,baik tanpa batas waktu atau untuk jangka waktu yang tetap.
Kesepakatan jenis ini juga termasuk
Share:
TRANSLATE
English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Translate

viewer

SEARCH

widget translate
English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Archive