Jumat, 29 Desember 2023
Published Desember 29, 2023 by sakit
teknologi ini untuk adopsi 5G jika teknologi itu telah hadir. Melihat dari timeline ITU dan timeline
5G global dimana pada tahun 2015/2016 merupakan tahap penyusunan key requirements dari teknologi 5G,
hal ini merupakan peluang negara kita agar dapat mempersiapkan hadirnya teknologi ini mulai dari sekarang.
Salah satu kesempatan yang dapat dilakukan saat ini yaitu mengidentifikasi peluang industri pendukung
teknologi 5G yang masih dapat diproduksi di negara kita atau setidaknya mempersiapkan industrinya dari
sekarang. Terkait dengsan masalah teknologi, dapat dipastikan bahwa negara kita akan kalah bersaing
dengan negara yang telah maju jika riset baru memulai dari sekarang namun jika hal itu
dikaitkan dengan kondisi spesifik (unik) di negara kita maka dapat menjadi masukan dalam forum
internasional, dimana negara yang memiliki kondisi yang menyerupai dapat mengadopsi kebijakan yang
disusun oleh negara kita .
• Perlu diwacanakan perubahan regulasi yang akan mempengaruhi perkembangan teknologi 5G
seperti pola perizinan frekuensi.
• Menyusun rencana pola perizinan shared exclusive used licensed atau licensed shared access
(LSA).
• Menyusun rencana pola perizinan radio kognitif, rentang frekuensi yang dapat dipakai , model
bisnis yang dimungkinkan.
• Menyusun rencana pola MVNO setidaknya mengkaji ulang potensinya. Begitu juga konsep sewa
frekuensi.
• Pemerintah dapat mengantisipasi dengan penyusunan regulasi pada dampak dengan adanya
konsep D2D terkait dengan ICT forensic dan sistem billing.
• Untuk mengantisipasi teknologi HetNet disarankan untuk memakai class licensed untuk pita
unlicened dan penyelenggara yang secara komersial menyelenggarakan telekomunikasi dengan
memakai pita unlicensed wajib disertifikasi seperti penyelenggara pita unlicensed di Korea
dengan tujuan terjaganya QoS.
• Membentuk studi grup untuk memantau perkembangan teknologi 5G terutama pada dokumen
working group ITU WP5D.
• Perlu dipelajari apakah dana R&D negara kita yang <1% APBN (± 0,08% / ± 20 T Rupiah) dapat
dipakai untuk konteks pengembangan 5G negara kita .
• Peningkatan koordinasi antar Kementerian dan instansi terkait dengan cara menyelaraskan visi dan
mengubah regulasi yang tidak sinergi.
• Langkah selanjutnya yaitu menyusun key requirement atau KPI dari 5G negara kita untuk dasar
penyusunan roadmap 5G negara kita yang terdiri dari:
◦ Pemetaan teknologi secara komprehensif
◦ Roadmap industri telekomunikasi
◦ Roadmap industri pendukung
◦ Roadmap regulasi terkait (security, penataan frekuensi, model bisnis)
◦ Rencana aksi (action plan)
negara kita saat ini tengah memasuki era teknologi 4G dimana secara global
teknologi ini telah dikomersilkan sejak tahun 2009. Melihat pengalaman
implementasi teknologi seluler dari 1G sampai dengan 4G di negara kita yang selalu
terlambat, maka kajian ini diharapkan dapat menjadi awal persiapan negara kita
dalam menghadapi teknologi 5G dengan mengidentifikasi teknologi seluler saat ini
dengan gambaran umum industri telekomunikasi di negara kita saat ini. Kajian ini
memakai pendekatan kualitatif dengan metode pengumpulan data melalui
FGD dan wawancara mendalam kepada regulator, operator, vendor, serta
akademisi. Dalam kajian ini didapatkan bahwa negara kita perlu memetakan key
requirement 5G yang sesuai dengan kondisi di negara kita sehingga dapat disusun
Perkembangan teknologi seluler di negara kita saat ini telah memasuki era 4G dimana jaringan pita lebar
4G LTE “tahap pertama” di negara kita telah diterapkan di pita frekuensi 900 MHz di akhir tahun 2014 dan
akan dilanjutkan pada “tahap kedua” pada pita frekuensi 1800 MHz di kuartal pertama tahun 2015
berdasarkan keterangan dari Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara. Meskipun teknologi
telekomunikasi berkembang dengan sangat pesat, masih ada tantangan pada peningkatan
permintaan kecepatan akses data berikut dengan kehandalan dari layanan dimana teknologi 4G pun tidak
dapat memenuhi dan hal ini yang memacu adanya penelitian pada teknologi terkini untuk memenuhi
kebutuhan itu . Beberapa negara telah memulai mengkaji kemungkinan penerapan teknologi 5G
dengan membentuk konsorsium ataupun working project seperti METIS, 5GNOW, dan lain-lain dimana
working project itu merupakan gabungan dari beberapa vendor telekomunikasi beserta akademisi dan
regulator yang bersama-sama berusaha menemukan teknologi yang dapat memenuhi persyaratan sebagai
teknologi generasi ke 5.
Pada kongres MWC (Mobile World Congress) 2015 di Barcelona yang dihadiri oleh perwakilan dari
regulator, operator telekomunikasi dan juga vendor dari seluruh dunia, memastikan bahwa teknologi 5G
saat ini masih dalam tahap key requirements dan masing-masing berlomba untuk dapat memenuhi visi
teknologi 5G yang diharapkan, namun dapat dipastikan teknologi ini akan diluncurkan pada tahun 2020.
Teknologi 5G diprediksikan memiliki kecepatan data sampai dengan 10 Gbit/s, berlipat dari generasi
sebelumnya. Setiap perkembangan teknologi memerlukan persiapan dalam implementasi baik dalam
persiapan regulasi, kesiapan industri dan lain-lain. Saat ini negara kita baru saja memasuki tahap teknologi
4G sehingga teknologi 5G akan terlihat sangat jauh sekali, meskipun begitu tidak dapat dipungkiri bahwa
teknologi 5G akan datang baik negara kita siap ataupun tidak, oleh sebab itu kajian ini diselenggarakan
untuk membantu menggambarkan kondisi negara kita saat ini dan diharapkan dapat memberikan masukan
dalam menentukan langkah dan roadmap 5G negara kita ke depan
Melihat pengalaman implementasi teknologi seluler dari 1G sampai dengan 4G di negara kita yang
selalu terlambat, maka dalam menghadapi era teknologi seluler 5G yang diperkirakan akan di
implementasikan pada tahun 2020, kajian awal ini dilakukan untuk melihat “Bagaimana kondisi negara kita
dalam perkembangan teknologi 5G”
Sebagai sebuah kajian awal, langkah pertama yaitu melihat seluruh gambaran besar teknologi
telekomunikasi dan melihat dimana posisi negara kita saat ini. Penelitian bertujuan untuk mengidentifikasi
kelebihan, kelemahan, peluang dan tantangan teknologi 5G jika diadopsi di negara kita .
METIS merupakan proyek andalan dari Uni Eropa terkait dengan teknologi 5G dengan
tujuan utama menentukan pondasi dari sistem 5G. Proyek METIS secara keseluruhan melakukan
pendekatan pada teknologi 5G dengan cara mengikuti perkembangan dari teknologi eksisting
yang dirangkum dengan konsep radio telekomunikasi terbaru yang sesuai dengan tantangan atas
segala kebutuhan mengenai akses telekomunikasi yang tidak dapat terpenuhi. Integrasi dari konsep
radio telekomunikasi terbaru ini meliputi, massive MIMO, ultra dense network, moving network,
dan device to device. Komunikasi antar perangkat yang sangat reliabel akan memungkinkan 5G
untuk mendukung perkiraan peningkatan dari volume data seluler. Ada 5 skenario dalam memenuhi
tantangan teknologi 5G yang digambarkan oleh METIS: “Amazingly fast”, “Great service in a
crowd”, “Best experience follows you”, “Super real-time and reliable connections”, dan “Ubiquitous
things communicating”. Untuk memenuhi target setiap skenario, masih diperlukan penelitian lebih
lanjut pada komponen teknologi yang mendukung 5G seperti, link-level components, multi-
node/multi-antenna, multi-RAT dan multi-layer network, dan spectrum handling.
artikel ini membahas topik untuk mengidentifikasi
tantangan utama dalam penelitian kedepan dan kajian pendahuluan terkait standar teknologi 5G. Ada
beberapa teknologi yang diperkirakan akan menjadi landasan dalam teknologi 5G, dimana teknologi
itu harus memenuhi kebutuhan data rates yang tinggi, latensi yang semakin kecil sehingga
memberi kesan “koneksi instan” kepada end user, serta permasalahan yang di generasi sebelumnya
bukan merupakan masalah besar yaitu energi. Setiap pemenuhan kebutuhan itu terkait dengan
teknologi lain yang mendukung. Bagaimana pemenuhan data rates yang tinggi dapat dimungkinkan
dengan cara: densification dan offloading, Peningkatan bandwidth, Peningkatan efisiensi sprektrum.
Selain permasalahan teknis, teknologi 5G akan memberi dampak pada regulasi spektrum dan
standardisasi serta kaitannya dengan perekonomian.
Arah penelitian baru akan menuju kepada perubahan mendasar pada desain dari teknologi
5G kedepan. Dalam artikel ini dijelaskan 5 teknologi yang dapat menjadi dasar dari 5G: device
centric architectures, millimeter wave, massive MIMO, smarter devices, komunikasi M2M.
Tujuan dari artikel
ini yaitu studi komprehensif terkait dengan teknologi 5G pada telekomunikasi nirkabel. Kontribusi
utama dari artikel ini yaitu kunci dari penentuan teknologi 5G telekomunikasi seluler, yang
berorientasi kepada konsumen. Pada teknologi 5G, konsumen telekomunikasi nirkabel yang lebih
Kajian Awal 5G negara kita
diutamakan. Teknologi 5G yaitu pemakaian bandwidth yang tinggi pada telepon seluler dimana
hal ini merupakan teknologi yang dominan dimasa mendatang.
Sampai dengan saat ini teknologi generasi kelima dalam bidang telekomunikasi masih belum ditetapkan
standar yang berlaku di dunia, meskipun begitu para pelaku telekomunikasi di berbagai belahan dunia telah
berlomba-lomba untuk mencari teknologi yang dapat memenuhi persyaratan minimal dimana teknologi
itu dapat dikatakan sebagai teknologi 5G. Target teknologi 5G secara umum sebagai berikut (NTT
Docomo, 2014):
• Data rates yang tinggi (1-10 Gbps);.
• Memiliki latensi dibawah 1 ms;
• Biaya dan energi yang efisien (cost & energy efficiency);
• 1000x kapasitas saat ini;
• Cakupan yang luas dengan memakai jaringan heterogen;
• Konektivitas yang stabil.
Dalam teknologi telekomunikasi seluler, teknologi 5G bukan merupakan standar yang merevolusi
teknologi generasi sebelumnya. Standar-standar terkait teknologi 5G yang akan muncul nantinya akan
mengubah beberapa regulasi telekomunikasi sebab regulasi itu akan menjadi obsolete. usaha untuk
mengantisipasi hal itu , ada beberapa hal yang harus dirumuskan untuk mempersiapkan datangnya
standar yang selalu dikaitkan dengan “The Disruptive Standard” (Boccardi et al., 2014).
Beberapa teknologi yang searah dengan teknologi 5G (DMC R&D Centre Samsung, 2015):
Salah satu teknologi yang dipakai dalam usulan 5G yaitu Massive MIMO. MIMO sendiri sudah
dipakai dalam teknologi 4G, dimana dalam tiap stasiun pemancar/penerima memakai antena lebih dari
satu. Misal konfigurasi MIMO 2x2 berarti di sisi pemancar dan penerima masing-masing memiliki 2
antena. Pada LTE-A, konfigurasi MIMO paling banyak yakni 8 antena (Björnson, 2014).
Gambar 1. Sistem MIMO (Björnson, 2014)
. Beyond 6 GHz (mmWave)
Gelombang milimeter / Millimetre wave (mmWave) atau disebut juga millimetre band merupakan
frekuensi dengan panjang gelombang antara 10 sampai dengan 1 milimeter. Gelombang milimeter
menempati spektrum 30 – 300 Ghz, sehingga dikategorikan sebagai Extremely High Frequency (EHF).
Tingginya frekuensi gelombang milimeter serta karakteristik propagasi yang khusus membuat mereka
berguna untuk berbagai aplikasi termasuk transmisi data dalam jumlah besar pada jaringan komputer,
komunikasi seluler, dan radar. Dimungkinkannya pemakaian kanal bandwidth yang lebih besar: 2GHz,
4GHz, 10GHz bahkan 100GHz memicu kecepatan yang setara dengan pemakaian kabel (fiber)
. Advanced Radio Access Networks (RANs): Heterogeneous Networks (HetNets)
HetNet mengacu pada penyediaan jaringan seluler melalui kombinasi dari berbagai jenis sel (misalnya
makro, piko atau sel femto) dan teknologi akses yang berbeda (yaitu 2G, 3G, 4G, Wi-fi) (Warren & Dewar,
2014). Dengan mengintegrasikan beberapa teknologi yang beragam tergantung pada topologi area cakupan,
operator dapat berpotensi memberikan pengalaman pelanggan yang lebih konsisten dibandingkan dengan
apa yang dapat dicapai dengan jaringan homogen.
Gambar 2. Evolusi infrastruktur heterogeneous networks (HetNets) (Bangerter, Talwar, Arefi, & Stewart, 2014)
Evolusi infrastruktur HetNet dalam teknologi 5G:
• Small Cells; dengan menempatkan empat smallcell dalam satu makro, tidak hanya memberikan
offload data lebih dari 50 persen, namun juga meningkatkan kinerja jaringan makro oleh sebesar 315
persen (Hossain, Rasti, Tabassum, & Abdelnasser, 2014).
• Cloud RAN; C-RAN merupakan arsitektur jaringan seluler baru yang berbasis cloud computing.
• D2D (Device to Device) Communication;
. Software Define Network (SDN)
Teknologi software define radio (SDR) akan memberikan fleksibilitas, power dan biaya yang efisien.
Berdasarkan The SDR Forum dalam IEEE working group, SDR merupakan kesatuan dari teknologi
hardware dan software dimana sebagian atau semua fungsi operasional radio (termasuk proses physical
layer) diimplementasikan dalam software maupun firmware yang dapat dimodifikasi yang bekerja pada
programmable processing technologies (Ulversoy, Ulversøy, Software, & Sdr, 2010).
Yang perlu diperhatikan dalam SDN yaitu value chain yang akan menjamin kesuksesan teknologi ini.
Dalam value chain itu perlu adanya dukungan dari pihak lain diluar industri telekomunikasi seperti
lembaga pendidikan, kesehatan, pemerintah dan lain-lain, dukungan organisasi ini yang akan
memungkinkan sebuah jaringan bersifat ubiquitous sehingga end-user dapat menikmati seluruh layanan
itu .
. Cognitive Radio Network (CRN)
Radio kognitif pertama kali dikemukakan pada tahun 1999 oleh Mitola. Radio kognitif dapat
meningkatkan utilisasi spektrum dengan cara mencari secara terus menerus frekuensi (spectrum sensing)
yang kosong (tidak terpakai) secara real time. Dalam radio kognitif, hal yang diperhatikan yaitu : spectrum
sensing; manajemen spektrum dan handoff; serta alokasi spektrum dan sharing spektrum.
Gambar 3. Gambaran radio kognitif
. Visible Light Communication (VLC)
Visible Light Communication (VLC) merupakan teknologi komunikasi data dengan memakai
cahaya sebagai carrier.
Gambar 4. Frekuensi yang dipakai dalam Visible Light Communication (VLC) (Pathak, Feng, Hu, & Mohapatra, 2015)
Frekuesi yang dipakai teknologi VLC yaitu 430 THz sampai dengan 790 THz yang pada dasarnya
merupakan cahaya tampak oleh mata manusia. pemakaian frekuensi yang tinggi akan memberikan data
rate yang tinggi namun seperti sifat cahaya, VLC tidak dapat menembus sebagian besar benda dan dinding
tembok. Teknologi VLC dapat memakai atau reuse infrastruktur penerangan jalan sehingga
pemakaian infrastruktur akan lebih efisien. Standar IEEE yang pertama dalam perkembangan teknologi
VLC dikeluarkan pada tahun 2011 yaitu standar 802. 15.7 yang didalamnya mengatur standar spesifikasi
desain link layer dan physical layer. Pencapaian teknologi VLC sampai dengan saat ini yaitu 1 Gbps link
capacity dan masih perlu dikaji lebih lanjut untuk dapat menghasilkan potensi maksimal dari teknologi
VLC.
. Scenario Planning
Perencanaan skenario (scenario planning) yaitu proses terstruktur dalam memikirkan dan
mengantisipasi masa depan yang tidak diketahui, tanpa pretensi untuk dapat memprediksi masa depan atau
mampu mempengaruhi lingkungan secara global. Filosofinya yaitu secara proaktif berpikir dan
merencanakan perkembangan masa depan bukan menjadi pelaku pasif dari perubahan. Perencanaan
skenario selalu mencakup beberapa kemungkinan skenario di masa mendatang, sehingga mempersiapkan
banyak peristiwa di masa depan (Lingren & Bandhold, 2003).
Perencanaan skenario, merupakan metode untuk perencanaan jangka menengah sampai dengan jangka
panjang dengan kondisi yang tidak tentu. Metode itu membantu menentukan strategi dan menyusun
rencana pada hal yang tidak diperkirakan namun tetap pada arah yang dituju dan mengikuti
perkembangan dari isu terkait
Konsep perencanaan skenario pada dasarnya merupakan transformasi dari ‘proses TAIDA’: Tracking,
Analysing, Imaging, Deciding, dan Acting.
• Tracking. Merupakan langkah pertama dengan tujuan utama yaitu menelusuri, memperhatikan
dan menggambarkan bagaimana perubahan keadaan di sekitar yang memiliki kemungkinan dampak
pada isu yang dihadapi
• Analysing. Setelah langkah tracking selesai, langkah selanjutnya yaitu menganalisa dan menyusun
dasar skenario
• Imaging. Pada dasarnya langkah ini merupakan penentuan visi berdasarkan perkiraan masa depan
yang dimungkinkan..
• Deciding. Pada langkah ini dilakukan identifikasi masalah yang akan timbul pada pilihan
skenario yang dapat mempengaruhi visi.
• Acting. Melaksanakan skenario yang telah dipilih melalui rencana aksi (action plan).
3. Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan memakai pendekatan kualitatif dimana lokasi penelitian dilakukan
di Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Lokasi dipilih secara purposive berdasarkan lokasi operator seluler
dan vendor telekomunikasi serta dianggap dapat mewakili kriteria kota besar di negara kita dilihat dari
pertumbuhan pemakaian mobile broadband di kota itu .
Data kajian ini dibagi menjadi 2 yaitu data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer akan
dilakukan melalui FGD dan Indepth Interview untuk menggali data dan informasi sedangkan data sekunder
didapatkan dari studi pustaka.
Pada penelitian ini akan dilakukan tiga kali FGD, dengan peserta sebagai berikut :
Tabel 1. Peserta Focus Group Discussion
FGD I II III
Peserta 1. Telkomsel
2. Indosat
3. XLAxiata
4. Smartfren
5. Akademisi
6. Regulator
1. Huawei
2. Ericsson
3. Samsung
4. Nokia
5. ZTE
6. Akademisi
7. Regulator
1. Akademisi
2. Regulator
3. Mastel
4. IEEE negara kita
5. APJII
Penelitian ini memakai analisis deskriptif pada konsep perencanaan skenario (scenario
planning) berdasarkan proses TAIDA. Model yang dipakai berdasarkan penyederhanaan metode actor-
oriented yang ada dalam konsep scenario planning. Dimana nilai sebuah teknologi 5G akan dilihat dari
indikator yang mempengaruhi. Sedangkan indikator itu dipengaruhi oleh perkembangan teknologi.
Sesuai dengan kondisi di negara kita maka perlu diperlihatkan bagaimana masalah yang ada di negara kita
akan mempengaruhi implementasi calon teknologi itu .
Selanjutnya berdasarkan proses TAIDA (Tracking, Analysing, Imaging, Deciding, dan Acting).
Penelitian ini akan berhenti sampai dengan tahap analysing dimana pada tahap itu merupakan lanjutan
dari proses tracking yaitu penelusuran kondisi negara kita saat ini yang akan memberi gambaran lebih lanjut
permasalahan yang dapat menghambat perkembangan teknologi 5G di negara kita . Tahap IDA merupakan
tahap lanjutan dari kajian ini.
Meskipun sampai dengan saat ini key requirements dari teknologi 5G belum disepakati bersama, namun
dari perkembangan teknologi dan visi dari 5G didapatkan bahwa secara global teknologi ini akan dapat
memberikan atau mendukung 1000x kemampuan kapasitas data yang dimiliki oleh teknologi LTE dengan
kecepatan 1 Gbps pada sisi pengguna pada kondisi jaringan yang sangat padat (super dense network).
Prasyarat dalam 5G harus didefinisikan dalam beberapa dimensi dimana sudut pandang pengguna,
jaringan dan layanan merupakan hal yang utama (Network Technology R&D Centre SK Telecom, 2014).
Berikut merupakan indikator dalam teknologi 5G:
• Perspektif pengguna; “Kecepatan yang sangat tinggi dan latensi yang rendah” dilihat dari
pengalaman pemakaian (user experience/quality of experience - QoE) (Liotou et al., 2015).
• Perspektif performa; “Konektivitas yang besar (massive)” yang mendukung 4A connectivity –
anytime, anywhere, anyone, anything. (Ericsson AB, 2015). Perubahan infrastruktur untuk
mendapatkan latensi minimal 1ms dapat dicapai salah satunya dengan melakukan interkoneksi
antar operator pada setiap BS (Warren & Dewar, 2014).
• Perspektif arsitektur; “Jaringan yang fleksibel/pintar” Menyediakan struktur berbasis S/W, mampu
menganalisa data secara real time dan menyediakan layanan yang ”pintar” atau sesuai dengan
personalisasi
• Perspektif operasional; “Operasional yang handal dan aman” dengan tingkat keamanan mencapai
99% dan dapat auto configure/self healing jika ada sistem yang memiliki kendala
• Perspektif manajemen; “Efisiensi energi dan biaya” yang mencapai 50 s/d 100x dari kondisi LTE
dan menyediakan infrastruktur yang rendah biaya (low-cost)
. Pemetaan Teknologi
Dari hasil pengumpulan data pada perkembangan teknologi yang menuju ke arah 5G dengan
indikator teknologi dilihat dari berbagai sudut pandang maka dapat dipetakan seperti dalam Tabel 2.
Dalam Tabel 2 terlihat bahwa untuk beberapa indikator tidak terkait dengan teknologi seperti pada:
Perspektif pengguna; dimana keinginan pengguna pada ketahanan dan kualitas baterai dari sebuah
handset dapat lebih hemat, hal itu terkait secara tidak langsung pada industri pendukung
teknologi 5G selain itu dukungan konten baru terkait dengan industri (kecil – menengah) penyedia
konten.
Perspektif operasional; dimana permasalahan terkait perlindungan data pribadi lebih kepada ranah
regulasi sedangkan operasional yang lebih aman akan terkait dengan SDM secara langsung, keamanan
jaringan serta SOP penanganan permasalahan keamanan.
. Identifikasi Aspek Regulator
Melihat dari berbagai sudut pandang regulasi dan spektrum, permasalahan telekomunikasi di negara kita
memiliki peluang dan tantangan dalam penyelesaian masalah itu .
Dari sisi regulator, koordinasi antar Kementerian sangat diperlukan sebab perbedaan visi dari institusi
sehingga regulasi tidak akan berjalan sinergi. Perubahan teknologi 4G ke 5G memicu terjadinya
perubahan pada regulasi telekomunikasi. Beberapa hal teknis terkait teknologi 5G yang
direkomendasikan untuk diregulasikan oleh pemerintah.
. Regulasi Teknologi
Teknologi device-to-device communication (D2D) yaitu fitur standar dari teknologi 5G yang
mengijinkan terjadinya komunikasi langsung antar perangkat. Adanya teknologi D2D dapat mengurangi
beban eNode B sebagai penyedia akses jaringan. Namun, fitur dasar yang ada pada teknologi 5G ini
berdampak pada:
• Hilangnya call data record sehingga dapat mengacaukan proses ICT forensic.
• Sistem komunikasi D2D akan berpengaruh pada sistem billing dan hal ini perlu diatur secara
regulasi.
• Permasalahan privasi terutama kepada perangkat pribadi yang difungsikan sebagai AdHoc.
• Regulasi yang mengijinkan memakai perangkat lain sebagai relay, selain itu pemakaian
perangkat lain sebagai relay akan memicu pemborosan baterai/energi.
Teknologi Heterogenous Network (HetNet) dipakai untuk meningkatkan kapasitas atau dense
network dengan beberapa resource yang ada. Efek dari perpindahan (offload) seamless dari pita licensed ke
pita unlicensed dapat mengurangi jaminan QoS yang diterima pelanggan. Oleh sebab itu, pihak operator
wajib menyediakan QoS yang dipersyaratkan sesuai dengan peraturan yang berlaku pada saat pihak
operator menerima lisensi pemakaian frekuensi. Namun, faktanya negara kita tidak mempersyaratkan QoS
untuk penyelenggara pita unlicensed. Dampak yang terjadi dengan implementasi HetNet pada teknologi 5G
akan berpengaruh pada :
• pemakaian pita unlicensed untuk teknologi 5G akan merubah regulasi pemakaian nya
• Konsep unlicensed pada spektrum baru (mmWave)
• Akan adanya persaingan antara penyelenggara yang memakai pita unlicensed (contoh: ISP)
dengan operator yang akan memakai pita unlicensed sebagai carrier layanannya (contoh:
persaingan WiFi dengan unlicensed LTE) sehingga perlu dikaji model bisnis dimana pengguna
existing masih dapat bertahan.
• Pengalaman penggelaran pita unlicensed 2,4 GHz salah satunya yaitu permasalahan kedisiplinan
pengguna dalam mematuhi spesifikasi teknis regulasi.
. Pemanfaatan Sumber Daya
Tactile internet merupakan konsep lanjutan dari internet of things (IoT) dimana tactile internet
merupakan end to end system dari IoT yang berdasarkan visi dari 5G yaitu latensi rendah yang
dikombinasikan dengan ketersediaan jaringan, keandalan dan keamanan yang baik (Dohler, 2015). Sumber
daya yang akan berperan dalam perkembangan tactile internet pada teknologi 5G yaitu IPv6 akan
dipakai secara massive sehingga diperlukan pengaturan bersama dengan pembuatan IPv6 Forum dan
diharapkan pihak Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet negara kita (APJII) dapat menyerahkan sebagian
pengaturannya untuk diatur bersama dengan pemerintah terkait pemakaian resource untuk teknologi 5G.
Saat ini kebijakan roadmap penerapan IPv6 di negara kita berada dalam tahap perancangan dan diharapkan
dapat segera di uji coba kepada publik.
Frekuensi yaitu sumber daya terbatas yang memiliki sifat reuseable selama tidak dipakai , hal ini
akan mempengaruhi konsep efisiensi sumberdaya dimana frekuensi yang tidak termanfaatkan seharusnya
dapat dipakai kembali. Oleh sebab itu wacana mengenai pola sewa frekuensi, spectrum pooling,
spectrum sharing diajukan agar spektrum frekuensi itu terutilisasi secara maksimal. Keterbatasan
pelaksanaan hal itu terkait dengan Undang-Undang dan regulasi, sebagai contoh yaitu spektrum yang
dimiliki oleh operator pada umumnya memiliki izin pita yang bersifat exclusive dan berlaku nasional
sehingga baik dipakai ataupun tidak, frekuensi itu tidak dapat dipakai oleh pihak lain melalui
skema apapun. Banyak usaha yang diajukan untuk memanfaatkan frekuensi yang terutilisasi dengan baik
seperti pemakaian OpenBTS yang diajukan oleh akademisi, dengan pertimbangan hanya dipakai
jika dalam keadaan darurat (bencana) dan frekuensi itu tidak sedang dipakai oleh pemilik izin
frekuensi namun hal itu tidak diperbolehkan oleh regulasi. Diperkirakan dalam 5 tahun lagi akan
berlaku konsep shared exlusive used licensing yaitu antar operator dapat bekerjasama dalam pemakaian
lisensi frekuensi. usaha untuk mengantisipasi hal itu , pemberian shared exlusive used licensing harus
disetujui oleh pemerintah dengan mempertimbangkan tidak adanya antikompetisi dalam satu wilayah
layanan. Hal ini perlu dipertimbangan sebab teknologi 5G dapat memakai radio kognitif dan carrier
aggregation untuk meningkatkan kecepatan dan kapasitas data.
Dari beberapa frekuensi yang diidentifikasi oleh ITU untuk IMT di negara kita frekuensi itu telah
dialokasikan untuk pemakaian layanan satelit, pemakaian spektrum diatas 6 GHz terutama pada C-Band
saat ini ditolak oleh penyelenggara komunikasi satelit, dimana slot orbit satelit negara kita hanya pada C-
Band, sehingga tidak dapat dipakai oleh mobile broadband dan harus dicari frekuensi yang diidentifikasi
dapat dipakai untuk layanan mobile broadband hanya saja jika tidak sesuai dengan standar ITU maka
akan timbul permasalahan sebab ekosistem lokal tidak cocok dengan ekosistem global yang berakibat
segalanya akan mahal (perangkat dan penggelaran infrasruktur), untuk mengantisipasi hal itu maka
standar di negara kita harus harmonis dengan standar global.
. Identifikasi Aspek Industri
Melihat dari kondisi industri telkomunikasi di negara kita saat ini, ada beberapa peluang dan
tantangan yang akan mempengaruhi teknologi 5G di negara kita .
Bisnis dan industri Peluang Tantangan
Penggelaran infrastruktur Konsep sharing infrastruktur Adanya negatif EBITDA untuk
beberapa infrastruktur (contoh:
penggelaran smallcells, biaya sewa
BTS dan lain-lain.)
Biaya perijinan BTS tinggi
Fiberisasi Fiberisasi dapat memacu percepatan
perluasan jaringan
Bagi operator ROIC fiberisasi butuh
waktu lama.
Faktor “x” perijinan penggalian
Sumber data: diolah
Dalam industri hal yang terpenting yaitu keuntungan (revenue) dimana hal itu berkaitkan
dengan biaya (cost). Elemen biaya penggelaran sebuah jaringan yaitu pada capital expenditure (CAPEX)
dan operational expenditure (OPEX). Penurunan beban CAPEX dan OPEX pada industri dapat bergantung
dari kebijakan regulasi yang mengatur. Peluang dalam menurunkan beban biaya pada saat teknologi 5G
hadir dapat dilakukan antara lain melalui beberapa poin
. Industri ICT, Perangkat dan Jaringan Telekomunikasi
Keberadaan dan dominasi vendor asing di negara kita saat ini melemahkan industri lokal yang kalah
modal dan selain itu rendahnya tingkat kepercayaan dari warga pada produksi dalam negeri.
Dalam industri perangkat telekomunikasi, elemen TKDN dapat menjadi barrier to entry vendor asing dan
penguatan industri lokal. Sebagai contoh pada transisi teknologi 3G, ada beberapa kelemahan dalam
transisi teknologi 3G antara lain :
1. Pihak operator telekomunikasi telah siap akan namun perangkat tidak siap, yaitu operator telah
banyak menghabiskan dana investasi untuk migrasi ke 3G namun perangkat 3G tidak tersedia
dengan harga yang terjangkau di pasaran sehingga impor dan teknik bundling perangkat dipakai
sebagai shortcut alternatif untuk menyelesaikan permasalahan itu .
2. warga belum siap menghadapi era 3G, yaitu dana investasi migrasi teknologi ke 3G yang
dikeluarkan pihak operator tidak linear dengan adopsi teknologi 3G oleh warga sehingga
Break Event Point (BEP) modal investasi 3G menjadi lambat.
3. Operator hanya menjadi dump pipe, yaitu biaya investasi telah dikeluarkan operator ternyata hanya
menjadi penyedia jaringan yang menguntungkan pihak-pihak Over The Top (OTT). Kajian bisnis
untuk kerjasama dengan industri konten pun juga dinilai terlambat
Sehubungan dengan hal itu , negara kita harus belajar dan menyiapkan strategi dalam menghadapi
era teknologi 5G untuk 5 tahun kedepan melalui langkah-langkah antara lain sebagai berikut :
1. Penyiapan industri perangkat dalam negeri dengan melakukan inisiasi atau kerjasama dengan
learning center industri internasional yang telah mapan seperti Qualcomm dan Intel untuk belajar
pengembangan handset dari chipset ternama sehingga negara kita dapat mandiri dalam pembuatan
handset.
2. Kementerian Kominfo dapat bergabung secara aktif pada working group ITU WP5D atau dengan
yang lain seperti 3GPP sehingga dapat memperoleh informasi standar lebih awal dan memiliki
peluang dalam memberikan kontribusi penyusunan standar yang dapat disesuaikan ekosistem di
negara kita ; dsb.
Migrasi teknologi dari 4G ke 5G akan memaksa pengguna untuk mengubah terminal end user dimana
CPE itu harus bersifat universal pada semua layanan dan dapat beroperasi dalam jaringan nirkabel
yang berbeda, selain itu juga harus mengatasi isu utilisasi perangkat itu dari sisi biaya produksi dan
power yang lebih tahan lama. Banyaknya pilihan sistem nirkabel dapat dipengaruhi dari kondisi geografis
maupun waktu tertentu sistem itu bekerja. Sehingga pilihan sebuah sistem dalam setiap kondisi akan
berbeda-beda berdasarkan pilihan QoS terbaik yang dapat diberikan. Salah satu permasalahan QoS yang
mempengaruhi migrasi yaitu isu security yang diharuskan bersifat dapat direkonfigurasi dan adaptif.
Sehingga banyak sekali yang perlu diperhatikan oleh industri perangkat telekomunikasi.
Dari sisi industri CPE, negara kita secara umum telah memiliki rantai suplai (supply chain) secara
keseluruhan mulai dari design house, system integrator, manufaktur sampai dengan brand owner
(Puslitbang SDPPI, 2014) namun ekosistem yang belum mature memicu masih banyak tergantungan
dari pasar global, hal ini disebab kan keterbatasan manufaktur di negara kita .
Industri ICT di negara kita saat ini telah mulai bergerak kepada penyediaan perangkat untuk IoT,
sebagai contoh yaitu PT. INTI yang telah memulai bisnis IoT pada bidang transportasi mengenai
kepadatan lalu lintas dengan melakukan kerjasama dengan Kementerian Perhubungan. Perkembangan
bisnis IoT kedepan akan semakin pesat jika teknologi 5G mendukung, sebab model IoT tidak selalu
tergantung dengan data rates sebab model bisnis yang berbeda-beda, data rates dan latensi rendah
mungkin sangat berpegaruh kepada PPDR namun tidak pada IoT smart city misalnya. Oleh sebab itu
perkembangan industri ICT perlu dukungan pemerintah dengan adanya roadmap dan rencana aksi (action
plan) peningkatan industri lokal.
. Industri Penyelenggara Telekomunikasi
Penyelenggaraan telekomunikasi berdasarkan regulasi di negara kita dibagi lagi menjadi tiga bagian
yaitu: Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi; Penyelenggaraan jasa telekomunikasi; dan
Penyelenggaraan telekomunikasi khusus (UU No. 36, 1999). Penyelenggara jaringan telekomunikasi dapat
menyelenggarakan jasa telekomunikasi begitu juga penyelenggara jasa telekomunikasi dalam
menyelenggarakan jasanya memakai dan atau menyewa jaringan telekomunikasi milik penyelenggara
jaringan telekomunikasi. Pada dasarnya saat seseorang atau perusahaan/instansi memiliki izin pita maka
dapat disebut sebagai penyelenggara jasa telekomunikasi. Sedangkan penyelenggara jaringan
telekomunikasi jika ingin menyelenggarakan jasa telekomunikasi tidak serta merta dengan menyewa
frekuensi yang dimiliki oleh penyelenggara jasa telekomunikasi namun juga harus merangkap sebagai
penyelenggara jasa telekomunikasi dan memiliki izin pita, hal ini berkaitan dengan BHP frekuensi dan BHP
telekomunikasi yang harus dibayar oleh penyelenggara telekomunikasi. BHP frekuensi dibayarkan sekali
pada saat penyelenggara telekomunikasi mendapatkan izin pita sedangkan BHP telekomunikasi dibayarkan
setiap tahun oleh seluruh penyelenggara telekomunikasi.
Dalam penyelenggaraan telekomunikasi ada beberapa model bisnis yang dapat
diimplementasikann antara lain:
1. Passive sharing; pemakaian bersama elemen pasif yang dipakai dalam jaringan termasuk juga situs
(site), power supply, dsb. Operator dapat memberikan cakupan wilayah yang lebih luas dengan biaya
dan pemakaian power yang lebih rendah jika melakukan sharing ini dan hal ini sangat penting
jika kondisi jaringan 5G yang padat (dense). Pada UU Telekomunikasi dan Peraturan Pemerintah no
53 tahun 2000 telah memperbolehkan passive sharing dengan skema pemakaian menara bersama.
2. Active sharing; pemakaian bersama elemen aktif yang dipakai dalam jaringan telekomunikasi yang
mencakup antena, base station, jaringan radio akses, sampai dengan core network. Ada 3 (tiga) model
bisnis active sharing berdasarkan 3GPP:
Gambar 5. Jenis active infrastructure sharing o
Sampai dengan saat ini negara kita telah memperbolehkan sistem roaming dimana pada dasarnya
merupakan model active sharing MOCN dan masih perlu kajian lebih lanjut mengenai model active
sharing lain terutama GWCN dimana model ini diharapkan dapat memberikan efisiensi pemanfaatan
infrastruktur terbaik sehingga dapat menurunkan beban CAPEX oleh operator.
3. Mobile Virtual Network Operators (MVNO); konsep MVNO yaitu penyelenggaraan layanan tanpa
memiliki infrastruktur dan sumber daya (blok frekuensi). Konsep MVNO merupakan solusi yang
utilisasi spektrum yang lebih baik, dimana jika penyelenggara telekomunikasi (pemilik izin
frekuensi dan infrastruktur) tidak memakai frekuensi yang dimiliki maka dapat dilakukan model
kerjasama MVNO dengan penyelenggara yang hanya memiliki layanan. MVNO secara umum dapat
meningkatkan jumlah penyenggara layanan telekomunikasi secara cepat dengan konsekuensi timbul
persaingan usaha yang tidak sehat. Sampai dengan saat ini, konsep MVNO tidak dapat dilakukan di
negara kita sebab terkendala akan UUD 45 pasal 33 dimana frekuensi merupakan sumberdaya alam
milik negara sehingga tidak dapat diperjualbelikan (dipindahtangankan tanpa persetujuan negara),
selain itu UU Telekomunikasi dan PP 53 tahun 2000 juga melarang konsep ini.
4. Offloading; Mobile data offloading, sering dikenal sebagai WiFi offloading, yaitu pemakaian
teknologi jaringan yang saling melengkapi untuk memberikan data yang awalnya ditargetkan untuk
jaringan seluler. Offloading mengurangi jumlah data yang dibawa oleh pita seluler, membebaskan
bandwidth untuk pengguna lain. Hal ini juga dipakai dalam situasi di mana penerimaan sel lokal
lemah, dimana kemudian dimungkinkan pengguna untuk terhubung melalui layanan kabel dengan
konektivitas yang lebih baik. Pada dasarnya mobile data offloading yaitu memperbolehkan offloading
(berdasarkan regulasi) data seluler melalui jaringan Wi-Fi, hal ini akan menurunkan kepadatan jaringan
seluler dan menurunkan biaya operasional dari provider telekomunikasi.
5. Backhaul; jaringan backhaul yang paling dimungkinkan dalam penerapan teknologi 5G saat ini yaitu
dengan memakai jaringan fiber optik dimana saat ini penerapan penggelaran jaringan fiber
dilapangan memiliki beberapa kendala. Perizinan penanaman fiber optik saat ini ada pada pemerintah
daerah. Izin penggalian fiber optik diberikan oleh dinas PU dengan rekomendasi dari Dinas Kominfo
daerah, kelemahan pada rekomendasi yang diberikan oleh Dinas Kominfo yaitu informasi kondisi dari
jalan/area yang akan digali itu , dimana biasanya tempat yang akan digali sudah ada jaringan
lain seperti pipa PDAM, kabel listrik, dll. Sehingga pemberian rekomendasi secara umum terdengar
klise seperti: “diberikan rekomendasi asalkan tidak mengganggu jaringan yang sudah ada”. ada
juga kendala adanya faktor “x” dalam perizinan penggalian seperti kondisi estetika, sistem ducting, dll.
Pembuatan sistem ducting secara keseluruhan akan memerlukan waktu yang lama dan memerlukan
biaya yang besar sehingga proses pembuatan sistem ducting dilakukan hanya pada saat ada proyek
pembuatan jalan baru dimana sistem ducting sudah tercantum dalam perencanaannya. namun berbagai
permasalahan terkait backhauling itu dapat diatasi dengan meregulasikan bahwa meletakkan fiber
maupun antena merupakan bagian dari public service obligation sehingga ada kemudahan
pengembangan infrastruktur dan tidak akan ada penolakan dari berbagai pihak maupun biaya investasi
tinggi.
6. Konsep sewa frekuensi; Pembatasan pihak yang berhak menyewa yaitu hanya pada penyelenggara
telekomunikasi sehingga jika pada saat jam sibuk atau pada saat tertentu lainnya, operator seluler
memerlukan tambahan frekuensi, mereka dapat meminjam/menyewa. Kondisi itu saat ini hanya
berlaku pada frekuensi imarsat mara bahaya yang dipakai telepon oleh penerbangan/pesawat jarak jauh.
jika konsep sewa dapat dilakukan setidaknya utilisasi frekuensi di daerah dapat lebih baik, sebagai
contoh saat ini ada operator yang hanya memiliki tidak lebih dari 5 BTS di wilayah Papua,
seharusnya frekuensi itu dapat dipakai kembali dengan skema tertentu, namun saat ini masih
terkendala oleh regulasi.
Terlepas dari model bisnis, ketersedian infrastruktur jaringan yang baik akan mendorong percepatan
pekembangan teknologi 5G. jika palapa ring telah selesai maka hal ini dapat menjadi solusi untuk
mendorong kemudahan penggelaran smallcells, selain itu ketersedian jaringan ini akan menurunkan biaya
akses dan meningkatkan konektivitas. Palapa ring juga dapat ditawarkan kepada pihak internasional sebagai
jaringan transit sebab palapa ring menghubungkan 2 samudra yaitu Samudera Hindia dan Samudera
Pasifik, dapat sebagai jalur akses antara benua Asia dan Australia serta pendukung proyek China-ASEAN
Superhighway.
. Industri Pendukung Telekomunikasi
Perkembangan industri pendukung teknologi 5G akan berkaitan erat dengan konten dan aplikasi yang
dapat mendorong utilisasi sebuah teknologi. Tidak terlepas dari perkembangan teknologi, dorongan ini
dapat merupakan sebuah kebutuhan, contoh dalam hal ini yaitu fenomena GoJek, dimana hal ini
merupakan social innovation yang menerapkan ilmu supply chain management, dimana terciptanya konten
atau aplikasi (inovasi) itu berdasarkan keinginan agar suatu hal dapat berjalan lebih efisiensi dan
mudah, namun industri lokal kecil-menengah yaitu salah yang hal mudah collapse dalam persaingan usaha
terutama jika bersaing dengan industri asing dengan modal besar, oleh sebab itu perlu adanya
perlindung dengan payung regulasi untuk melindungi dan menjamin keberlangsungan industri lokal
itu .
Adopsi teknologi perlu memperhatikan pasar lokal negara kita , selain itu juga perlu diperhatikan
bagaimana sifat warga di negara kita dalam mengadopsi teknologi baru. Teknologi 5G akan
berkembang jika konsep “smart” diterapkan seperti contohnya pada konsep smart cities dimana
didalamnya terkandung konsep “smart” lainya yaitu (Dharmanto, 2015): Smart parking; Structural healt;
Noise urban maps; Smartphone detection; Electromagnetic fields levels; Traffic congestion; dsb.
warga dan Umum
Saat ini hampir pada setiap academic converence, selalu ada bahasan mendalam mengenai massive
MIMO dimana teknologi itu dapat menjadi solusi akan sistem yang bersifat heterogen. Tahap
perkembangan teknologi 5G saat ini masih memberi peluang kepada negara kita dalam memberikan sebuah
kontribusi sehingga dapat meningkatkan competitiveness negara kita di mata dunia, oleh sebab itu perlu
adanya fokus arah penelitian di negara kita terkait dengan teknologi 5G, terutama untuk pihak akademisi.
Pengembangan massive MIMO di negara kita akan terlihat sangat tertinggal di mata dunia sehingga untuk
mengejar ketinggalan, negara kita dapat memulai dari industri pendukung teknologi 5G, tidak dari sisi
advanced namun dari sisi lain seperti dari sisi kebutuhan energi, 5G akan memerlukan energi secara terus
menerus maka akan ada suplai dari sisi energi secara kontinu dan energi dapat berupa energi yang
terbarukan (renewable energy), dimana industri dibidang itu dapat dihubungkan dengan
perkembangan teknologi 5G sebagai support technology, atau jika dilihat dari sisi aplikasi dan konten
dapat dilihat dari pengembangan sisi layanan kesehatan (health service) dengan konsep IoT, dan masih
banyak sisi lain terkait dengan teknologi pendukung 5G.
Di forum global, isu mengenai coverage pada teknologi 5G sudah sedikit dibahas sehingga dapat
diasumsikan bahwa isu terkait dengan coverage akan terselesaikan pada teknologi 4G dengan frekuensi
pemakaian dibawah 2 GHz dan skenario pemakaian femtocells pada jaringan yang padat sehingga jika frekuensi mmWave dipakai pada 5G maka isu tidak lagi terkait
permasalahan coverage sebab akan ada banyak cell dan hal itu memicu adanya perubahan
regulasi. Selain itu spektrum tidak lagi akan bersifat nasional ataupun secara regional sebab hal itu
masih menyangkut coverage. Teknologi terkait network densification akan mengacu kepada jaringan
heterogen (heterogeneous network) yang akan memerlukan banyak smallcells dimana pada teknologi 5G
akan memakai femtocell yang bersifat autonomous yang memiliki sistem kontrol tersendiri tidak
seperti pada picocell. pemakaian femtocell akan memerlukan regulasi yang mendukung dalam
penggelarannya dan keterkaitan permasalahan security.
Sudut pandang lain yang perlu diperhatikan yaitu bagaimana jika teknologi 5G dimasa yang akan
datang merupakan teknologi yang bersifat disruptive (mengganggu). Sebagai contoh: sejak teknologi 3G,
visi sebuah teknologi sebagian besar akan mempermudah hidup namun setelah diimplementasikan hal
itu jauh dari visi diawal. Disruptive technology akan menghasilkan satu atau lebih pasar baru namun
bisa jadi teknologi sebelumnya akan runtuh, yang diharapan teknologi baru itu bersifat kompatibel
dengan teknologi sebelumnya sehingga beban investasi tidak akan besar, namun bagaimana jika 5-10
tahun lagi ditetapkan bahwa teknologi 5G merupakan suatu yang baru sehingga memerlukan perangkat
baru, dan investasi dari awal, hal ini akan memicu adanya penolakan akan implementasi teknologi.
Future service application dari 5G akan seputar cloud, IoT/M2M, dan personalization (human-centric
applications), namun sebelumnya perlu dilihat apakah negara kita memerlukan penerapan teknologi itu
sebab baik butuh ataupun tidak teknologi itu akan tetap hadir. ada pilihan apakah perlu
mendorong warga /pasar untuk memakai teknologi ini atau membiarkan mekanisme pasar
sehingga muncul aplikasi-aplikasi yang mendorong utilisasi teknologi 5G. namun tidak terlepas bahwa perlu
adanya promosi maupun seminar pada perkembangan teknologi 5G dan dapat dimulai dari sisi
akademis dan komunitas riset sehingga dapat dipersiapkan arah penelitian teknologi 5G kedepan.
Sampai dengan saat ini, konsep 5G masih pada taraf riset sehingga dibutuhkan banyak dana
pendukung riset. Riset di negara yang aktif dalam perkembangan teknologi telekomunikasi memiliki skema
pendanaan yang berbeda-beda, namun secara umum pendanaan itu mengarah kepada lembaga
penelitian baik di universitas-universitas maupun R&D dari industri telekomunikasi. negara kita memiliki
dana R&D yang dialokasikan sebesar <1% APBN (± 0,08% / ± 20 T Rupiah), oleh sebab ranah teknologi
5G tidak hanya pada telekomunikasi maka perlu ada wacana mengenai pemakaian sebagian dana R&D
negara kita untuk pengembangan 5G negara kita .
Implementasi sebuah teknologi dilihat dari sudut pandang badan usaha pada dasarnya mengacu kepada
ketersediaan pasar / market, dalam hal ini yaitu pengguna atau warga . warga sebagai end user
melihat teknologi hanya kepada manfaat yang dapat mereka terima tanpa mempedulikan apa nama
teknologi itu dan bagaimana cara bekerjanya. Asas kebutuhan dan ketidakpuasan akan layanan
biasanya merupakan pemicu utama masyakat menerima teknologi yang telah ditawarkan.
. Penerapan Scenario Planning
Sesuai dengan langkah perencanaan skenario dalam penelitian ini pelaksanaan konsep TAIDA hanya
sampai dengan proses tracking dan analysing. Melihat dari pemetaan teknologi pada indikator dan
kondisi negara kita pada pembahasan sebelumnya dapat di bentuk flowchart langkah negara kita selanjutnya
dalam menentukan visi 5G negara kita n. Langkah dalam menetukan arah penentuan visi negara kita pada
teknologi 5G memerlukan identifikasi dan roadmap. Visi negara kita pada 5G bisa jadi berbeda dengan
visi global, hal ini disebab kan kondisi negara kita berbeda dengan kondisi negara lain. namun perlu
diperhatikan bahwa terkait dengan teknologi maka sebaiknya untuk saat ini negara kita lebih baik mengikuti
teknologi yang memiliki ekosistem atau yang banyak diadopsi oleh negara lain, hal ini disebab kan kondisi
industri lokal telekomunikasi belum “mature”.
Gambar 6. Flowchart persiapan 5G negara kita
Gambar 6. merupakan flowchart langkah yang dapat dilakukan dalam mempersiapkan visi 5G untuk
negara kita . Untuk mencapai hal itu dalam penelitian ini telah di identifikasi permasalahan dari kondisi
negara kita saat ini. Dari identifikasi masalah langkah selanjutnya yaitu menentukan kebutuhan dan
membentuk indikator-indikator yang berpengaruh persiapan negara kita . jika indikator telah dipersiapkan
maka penentuan roadmap 5G negara kita dapat disusun sampai dengan rencana aksi (action plan) dalam
melaksanakannnya. Setelah itu kita dapat melihat visi diawal apakah masih konsisten dengan setelah
adanya roadmap dan dilihat juga bagaimana kesesuaian visi negara kita dengan visi global.