Rabu, 12 Februari 2025

Published Februari 12, 2025 by

emisi karbon




 Revolusi industri yang dimulai pada akhir 

abad ke-18 merupakan titik balik dalam sejarah 

dunia. Dalam kurun dua ratus tahun pertumbuhan 

warga  dan pendapatan rata-rata yang 

berkelanjutan meningkat drastis dan belum 

pernah terjadi sebelumnya. Populasi dan produksi 

yang semakin berkembang membutuhkan energi 

lebih besar dari energi yang dihasilkan dari 

pembakaran kayu dan tenaga hewani. 

Menjawab permasalahan ini, munculah 

inovasi pemakaian energi alternatif batubara dan 

produksi dengan berbasis minyak bumi. 

Konsekuensi dari pembakaran batubara dan 

minyak bumi yaitu  banyak gas karbondioksida 

(CO2) yang terlepas naik ke atmosfer dan secara 

akumulatif mengumpul di udara yang pada 

akhirnya menimbulkan eksternalitas negatif 

pencemaran udara serta global warming.

Pencemaran udara merupakan eksternalitas 

negatif yang patut menjadi perhatian bersama 

mengingat pentingnya udara sebagai penunjang 

utama kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan 

serta karakteristiknya yang merupakan barang 

publik. Mengacu pada hasil penelitian United 

Nation Environment Programme tahun 1996 

diperoleh data bahwa pencemaran udara di 

Jakarta telah menempati urutan ketiga terburuk di 

dunia setelah Mexico City dan Bangkok. Pada 

tahun 2011, data dari World Resources Institute

menyatakan bahwa negara kita  merupakan negara 

peringkat ke-6 dari 10 besar negara penghasil 

emisi karbon di dunia. Hal ini sangat ironis 

mengingat pentingnya udara sebagai unsur 

penunjang utama dalam kehidupan mahkluk 

hidup.

Keberadaaan eksternalitas negatif perlu 

diatasi dengan adanya intervensi pemerintah. 

Pada pertemuan Konferensi Perubahan Iklim 

Kopenhagen, negara kita  berkomitmen untuk 

menurunkan level emisi karbon sebesar 26% 

pada tahun 2020, untuk itu diperlukan sebuah 

kebijakan yang dapat memfasilitasi target 

penurunan level emisi karbon ini . 

Carbon tax merupakan salah satu instrumen 

efektif yang tersedia untuk mencapai tujuan 

ini .1 Beberapa negara maju seperti Swedia, 

Finlandia, dan Denmark telah dapat mengurangi 

eksternalitas negatif akibat emisi karbon sebesar 

7-15% dengan menggunakan carbon tax

(International Energy Agency, 2013). berdasar  

penelitian dan keberhasilan negara-negara lain 

dalam penerapan carbon tax peneliti lalu  

tertarik untuk melakukan analisis carbon tax 

sebagai kebijakan dalam mengatasi eksternalitas 

negatif emisi karbon. 

Rumusan masalah yang ingin dijawab dalam 

penelitian ini yaitu  “Bagaimanakah rumusan 

kebijakan carbon tax yang ideal di negara kita  dan 

bagaimana mekanisme penerapan kebijakan 

carbon tax untuk mengatasi eksternalitas negatif 

emisi karbon di negara kita ?”

2.1. Konsep Eksternalitas

Pemanasan global akibat emisi bahan bakar 

fosil merupakan salah satu contoh klasik dari apa 

yang para ekonom sebut sebagai eksternalitas. 

Eksternalitas terjadi setiap kali tindakan satu 

pihak membuat pihak lain lebih buruk atau lebih 

baik, namun pihak pertama tidak menanggung 

biaya atau menerima manfaat dari tindakannya. 

Eksternalitas terjadi sebab  adanya perbedaan 

antara marginal cost dan marginal benefit atas 

suatu barang. Sesuai macamnya, ekternalitas 

diklasifikasikan menjadi dua yaitu:

a. Eksternalitas negatif

Eksternalitas negatif timbul saat  aktivitas 

dari seseorang menimbulkan kerugian bagi orang 

lain. Eksternalitas negatif memunculkan biaya 

eksternal (external cost) yang merupakan biaya 

terhadap pihak ketiga yang tidak dapat 

direfleksikan dalam harga pasar. saat  terjadi 

eksternalitas negatif, harga barang atau jasa tidak 

menggambarkan biaya sosial tambahan (marginal 

social cost) secara sempurna pada sumber daya 

yang dialokasikan. Baik pihak pertama maupun 

pihak kedua tidak memperhatikan biaya yang 

terbebankan pada pihak ketiga.

b. Eksternalitas positif

Eksternalitas positif timbul saat  aktifitas 

dari seseorang bermanfaat bagi orang lain. 

Eksternalitas positif memunculkan keuntungan 

eksternal (external benefit) yang tidak dapat 

direfleksikan dalam harga pasar. Eksternalitas

banyak terjadi di kehidupan sehari-hari. 

Intervensi pemerintah diperlukan saat  

eksternalitas negatif sudah meluas dan merugikan 

kepentingan masyarakat. Intervensi dilakukan 

dalam bentuk penentuan harga dari dampak yang 

ditimbulkan baik dalam bentuk perpajakan atau 


Emisi karbon yaitu  jumlah emisi gas rumah 

kaca yang dilepaskan oleh pribadi atau kelompok 

dalam melakukan kegiatannya per periode 

tertentu yang diukur dengan satuan ton-setara￾CO2 (tCO2e) atau kg-setara-CO2 (kgCO2e). Terdapat 

berbagai bentuk gas rumah kaca, yang 

berdasar  jenis dan sumbernya dapat dirinci 

sebagai berikut:

Keenam jenis Gas Rumah Kaca (GRK)

ini  memiliki potensi penyebab pemanasan 

global yang berbeda-beda. Karbon dioksida 

memiliki potensi penyebab pemanasan global 

terendah di antara keenam jenis gas, meskipun 

konsentrasinya paling tinggi di atmosfer. Oleh 

sebab  potensinya yang terendah, angka acuan 

untuk indeks daya penyebab pemanasan global 

yang disebut Global Warming Potential (GWP) 

untuk karbon dioksida yaitu  1. Gas metana 

mempunyai GWP sebesar 21 yang berarti 1 ton 

metana mempunyai potensi menyebabkan 

pemanasan global 21 kali lebih tinggi daripada 1 

ton karbon dioksida. Hal ini juga berarti bahwa 

mengurangi emisi gas metana sebanyak 1 ton 

setara dengan mengurangi emisi karbon dioksida 

sebanyak 21 ton.

2.3. Konsep Carbon Tax

Carbon tax yaitu  jenis pajak atas polusi yang 

dikenakan pada penggunaan bahan bakar fosil 

untuk memperbaiki kegagalan pasar. Kegagalan 

utama pasar pada produk bahan bakar fosil 

yaitu  timbulnya eksternalitas negatif seperti 

perubahan iklim dan polusi udara. Dengan tidak 

adanya carbon tax, konsumen tidak menanggung 

biaya penuh atas penggunaan produk, yang 

merupakan jumlah dari produksi, biaya distribusi 

dan biaya sosial seperti kerugian ekonomi dari 

perubahan iklim dan polusi udara. Secara teori, 

peningkatan biaya akibat pengenaan pajak akan

menurunkan permintaan atas bahan bakar fosil. 

berdasar  alasan ini , tidak adanya 

carbon tax akan mengarah pada konsumsi bahan 

bakar yang berlebihan, dan carbon tax bertujuan 

mengoreksi kegagalan pasar ini  dengan 

memasukkan biaya sosial atas eksternalitas 

negatif yang timbul ke dalam harga jual bahan 

bakar. Pemasukan biaya sosial tadi lalu  

membuat harga jual bahan bakar fosil lebih tinggi, 

dan diharapkan dapat menurunkan jumlah 

permintaan bahan bakar fosil oleh konsumen.

Ada tiga kelebihan utama kebijakan carbon 

tax dibanding kebijakan yang lain dalam 

mengendalikan emisi gas rumah kaca. Pertama, 

carbon tax yaitu  kebijakan ekonomi yang luas 

dan dapat memotong emisi dari setiap sumber 

utama, sementara kebijakan lain cenderung 

menargetkan emisi dari sumber tertentu, seperti 

listrik, pemanas, atau transportasi. Carbon tax

dapat diberlakukan untuk semua jenis bahan 

bakar fosil, sehingga mencakup semua sumber 

emisi utama.

Kedua, carbon tax menyediakan sinyal harga 

yang jelas untuk perusahaan dan rumah tangga, 

yang memungkinkan mereka untuk membuat 

pembelian dan keputusan investasi yang lebih 

baik. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa 

dengan informasi harga karbon yang telah jelas, 

konsumen dan bisnis cenderung lebih terdorong 

untuk melakukan tindakan hemat energi dan 

berinvestasi lebih banyak pada teknologi hemat 

energy. 2 Oleh sebab  itu, carbon tax dapat 

memaksimalkan efeknya pada perilaku konsumen 

dengan menunjukkan sinyal harga yang jelas.

Kesederhanaan administrasi juga merupakan 

kelebihan lainnya dari carbon tax. Mekanisme 

pemungutan carbon tax dapat dibuat sama dengan 

mekanisme pemungutan pajak yang telah ada, 

sehingga kemungkinan menimbulkan kesulitan 

administrasi saat diterapkannya carbon tax dapat 

diminimalkan. Sebaliknya, bentuk regulasi dan 

skema perdagangan karbon membutuhkan 

bentuk-bentuk baru. Hal ini sering membutuhkan

biaya administrasi yang cukup besar terkait 

penciptaan lembaga pemerintah yang baru. 

Terakhir, carbon tax dapat membawa dua 

manfaat ekonomi. Salah satu manfaat berasal dari 

menghilangkan eksternalitas negatif bahan bakar 

fosil. Seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.1, 

dengan tidak adanya pajak, biaya privat marjinal 

lebih rendah dari biaya sosial marginal sebab  

biaya privat marjinal tidak termasuk eksternalitas 

negatif. Dalam posisi ini, keseimbangan biaya 

privat marjinal dan kurva permintaan berada 

pada titik optimal bagi individu tetapi belum 

berada pada titik optimal bagi masyarakat. Hal ini 

menyebabkan timbulnya welfare loss akibat 

kelebihan konsumsi bahan bakar fosil, atau yang 

sering disebut sebagai deathweight loss,

sebagaimana ditunjukkan dalam warna merah 

pada Gambar 2.1.Adanya carbon tax menggeser kurva biaya 

privat marjinal ke kiri menjadi kurva MSC akibat 

adanya carbon tax dan memindahkan titik 

keseimbangan sepanjang pasar dari E ke E’. Jika 

pendapatan dari carbon tax didistribusikan secara 

optimal, maka carbon tax akan benar-benar dapat 

menghilangkan welfare loss dan meningkatkan 

kesejahteraan sosial. Hal itu berarti manfaat lain 

carbon tax muncul saat  pendapatan dari carbon 

tax digunakan untuk mengimbangi pendapatan 

pajak lainnya. 

Pada prinsipnya, pajak seperti pajak 

penghasilan dan pajak komoditi mendistorsi pasar 

dan mengurangi kesejahteraan sosial saat  

mereka dibebankan pada semua barang. saat  

suatu barang tidak memiliki eksternalitas negatif 

(atau karakteristik barang publik lainnya), biaya 

privat marjinal identik dengan biaya sosial 

marjinal, sehingga titik keseimbangan sebelum 

pajak sebenarnya sudah merupakan titik optimal 

terbaik, baik bagi individu maupun bagi 

masyarakat. 

Oleh sebab  itu, adanya pajak akan menggeser 

keseimbangan dari yang titik optimal, yang 

mengakibatkan hilangnya kesejahteraan. Welfare 

loss ini sering disebut marginal excess tax burden

(deadweight loss). Atas hal ini  carbon tax

dapat mencegah hilangnya kesejahteraan jika 

pendapatan dari carbon tax digunakan untuk 

mengimbangi pajak lainnya. Dengan cara ini, 

carbon tax dapat meningkatkan kesejahteraan 

sosial dengan menghilangkan welfare loss dari 

polusi (perubahan iklim) dan dengan 

mengimbangi pajak lainnya yang menimbulkan 

welfare loss. Manfaat ini sering disebut sebagai 

"dividen ganda" dan merupakan atribut penting 

dari carbon tax.3

2.4. DESAIN CARBON TAX

Carbon tax berpotensi mengubah perilaku 

rumah tangga dan industri untuk menurunkan 

penggunaan energi yang tinggi emisi. Agar tujuan 

ini  dapat tercapai, maka dalam membuat 

desain carbon tax hal-hal yang perlu diperhatikan 

menurut Sumner, et al. yaitu  terkait dasar pajak, 

tarif pajak, distribusi pendapatan, dampak pada 

konsumen dan memastikan penurunan emisi.4

OECD (2001) dalam Enviromental Taxation a

Guide for Policy Makers memberikan beberapa 

poin penting yang perlu diperhatikan para 

pengambil keputusan dalam mendesain 

perpajakan lingkungan.5 Poin penting yang perlu 

diperhatikan itu yaitu :

a. Dasar pengenaan pajak lingkungan harus 

ditujukan kepada polutan atau perilaku polusi.

b. Ruang lingkup pajak lingkungan idealnya 

harus seluas lingkup kerusakan lingkungan.

c. Tarif pajak harus sepadan dengan kerusakan 

lingkungan.

d. Pajak harus dapat dipercaya dan tarifnya dapat 

diprediksi sehingga memotivasi perbaikan 

lingkungan.

e. Pendapatan dari pajak lingkungan dapat 

membantu konsolidasi fiskal atau membantu 

mengurangi pajak yang lainnya.Tujuan dari carbon tax yaitu  untuk 

memitigasi eksternalitas yang berhubungan 

dengan emisi karbon. Tanpa carbon tax, individu 

menghadapi distorsi harga dimana kegiatan yang 

menghasilkan emisi karbon dihargai relatif terlalu 

rendah sebab  individu tidak mempertimbangkan 

biaya emisi yang dirasakan oleh pihak lain. 

Adanya pajak memaksa individu untuk 

mempertimbangkan segala konsekuensi dari 

tindakan mereka. Selain bertujuan menurunkan 

emisi gas rumah kaca, carbon tax juga dapat 

meningkatkan pendapatan dengan menyediakan 

dana yang dapat digunakan untuk program 

mitigasi emisi karbon ataupun membuat sinyal 

pasar pada konsumen, bervariasi tergantung 

tujuan dari kebijakan yang dipilih.

Pertimbangan desain kebijakan terkait 

carbon tax menurut Sumner, et al. mencakup 

penentuan: a. Dasar pajak dan sektor mana yang 

harus dipajaki; b. Dimana harusnya penentuan 

tarif pajak; c. Penggunaan pendapatan dari pajak; 

d. Bagaimana menilai dampak pada konsumen; 

dan e. Bagaimana memastikan pajak mencapai 

tujuan pengurangan emisi.6

 6 Jenny Sumner, Op.Cit., hlm. 3.

4.1.1. Dasar pajak

Carbon tax dapat dikenakan pada setiap titik 

dalam rantai pasokan energi. Untuk menerapkan 

carbon tax, pemerintah harus memutuskan bahan 

bakar atau sumber daya mana untuk dikenai 

pajak. Pemerintah juga harus memutuskan apakah 

akan menempatkan pajak pada hulu atau hilir 

sumber emisi. 

Mengenakan pajak pada hulu sumber emisi 

yang lebih sedikit subyek pajaknya dapat 

memberikan metode pemungutan pajak yang 

secara administratif efisien, sementara pengenaan 

pajak pada hilir seperti konsumsi listrik dapat 

memberikan sinyal lebih langsung kepada 

konsumen tetapi dapat memungkinkan timbulnya 

biaya administrasi yang lebih besar.

Atas hal ini  di atas, lalu  banyak 

penelitian yang lebih menyarankan agar pajak 

sebaiknya diterapkan pada pemasok hulu 

batubara, fasilitas pengolahan gas alam, dan 

kilang minyak sebagai lawan dari pengenaan pada 

utilitas listrik ataupun industri energi intensif, 

rumah tangga dan kendaraan. Berikut yaitu  

ringkasan dasar pengenaan carbon tax di berbagai 

negara terhadap sumber emisi.Melihat bahwa emisi bahan bakar fosil belum 

mendominasi saat ini dan memungkinkan untuk 

mengubah ekonomi negara kita  yang rendah 

karbon, maka dasar pengenaan carbon tax yang 

ideal yaitu  dikenakan pada pembakaran bahan 

bakar fosil dan dikecualikan untuk LPG. LPG 

dikecualikan dari pengenaan pajak agar selaras 

dengan program pemerintah dalam mengkonversi 

minyak tanah ke LPG. Selain itu juga untuk 

menghindari adanya beban yang terlalu besar 

pada rumah tangga sebab  sebagian besar sumber 

bahan bakar untuk memasak yaitu  berasal dari 

LPG. Terkait mekanisme, pengenaan carbon tax

akan dilakukan pada hulu untuk liquid fuels dan 

pada titik poin emisi untuk pembangkit listrik dan 

instalasi industri skala besar.

Dasar pengenaan di atas diperkuat dengan 

kesimpulan dari OECD (2001) yang menyatakan 

bahwa pengenaan pajak pada bahan bakar dapat memberikan keandalan dan sumber pendapatan 

yang tinggi sebab  permintaannya yang 

cenderung inelastis dengan kata lain dapat 

memberikan pendapatan yang signifikan, 

menghemat energi dan mengurangi emisi 

berbahaya serta jika dilaksanakan dengan tepat 

dapat memberikan hasil yang progresif.

4.1.2. Tarif pajak

Secara teoritis, prinsip dalam menentukan 

tarif pajak yang tepat yaitu  setara antara biaya 

social marginal damage dari penambahan satu ton 

CO2 dengan social marginal benefit dari 

pengurangan satu ton CO2. Teori ini juga 

menyarankan bahwa tarif pajak harus turut naik 

seiring dengan kenaikan tingkat pertumbuhan 

kerusakan marginal dari emisi.

Dalam prakteknya, tarif carbon tax bervariasi 

antar negara sesuai dengan fungsi dan tujuan 

pengenaan pajak yang ingin dicapai. Tarif carbon 

tax yang lebih tinggi dapat memberikan sinyal 

yang lebih kuat untuk merubah perilaku 

masyarakat, sedang tarif pajak yang rendah tidak 

terlalu dapat merubah perilaku namun dapat 

menyediakan dana untuk program mitigasi emisi 

karbon.

The Interagency Panel on the Social Cost of 

Carbon (2010) memperkirakan biaya sosial atas 

karbon antara USD4.7 hingga USD65 per ton CO2

(2007 USD). Dengan menggunakan perhitungan 

biaya sosial atas karbon ini  untuk 

menentukan tarif awal pajak, tarif pajak dapat 

ditetapkan pada tingkat yang relatif rendah dan 

menaikkannya seiring waktu untuk 

meminimalkan gangguan ekonomi. Jika pajak 

harus ditetapkan pada tingkat tarif tetap, 

sebagaimana umumnya pajak yang berlaku luas, 

tingkat pajak yang optimal akan berada pada 

kondisi marginal benefit of abatement sama 

dengan marginal cost of abatement.

Menghitung tarif carbon tax yang benar-benar 

tepat merupakan hal yang sulit. Penetapan tarif 

carbon tax yang lebih memungkinkan yaitu  

penetapan tarif yang paling dekat dengan biaya 

sosial yang telah ada. Alternatif lain yang dapat 

digunakan dalam menentukan tarif carbon tax 

yaitu  dengan menentukan tarif pajak yang dapat 

mencapai penurunan emisi sesuai dengan yang 

ditargetkan (misalnya penurunan 26% pada 

2020). Pendekatan ini memisahkan analisis 

menjadi dua komponen: keputusan sosial secara 

menyeluruh tentang seberapa level GRK di 

atmosfer yang dapat ditoleransi dan analisis 

teknis bagaimana cara terbaik mencapai tujuan 

ini . saat  analis mengambil pendekatan ini 

dan menggunakan target yang sama, rentang tarif 

pajak yang mereka hasilkan yaitu  sama dengan 

hasil penilaian yang tepat dari the social cost of 

carbon.7

Penetapan tarif optimal carbon tax 

menggunakan persamaan marginal benefit of 

abatement sama dengan marginal cost of 

abatement, 8 yaitu  yang disarankan untuk

negara kita  sebab  lebih mencerminkan kondisi 

harga atas karbon yang sesungguhnya dan lebih 

dinamis dapat disesuaikan seiring waktu saat  

harga atas karbon berubah. 

Menggunakan persamaan ini  harga 

karbon yang tepat untuk mencapai penurunan 

26% pada tahun 2020 yaitu  sebesar Rp300.000 

per ton CO2. Pemerintah melalui Menteri 

Keuangan mengusulkan tarif awal carbon tax

sebesar Rp80.000 per ton CO2 dan dinaikkan 

sebesar 5% per tahun hingga 2020 (Kementerian 

Keuangan, 2009). Penurunan yang diperoleh dari 

penetapan pajak sebesar Rp 80.000 yaitu  10%. 

Usulan dari Pemerintah ini  belum dapat 

mencapai target penurunan 26 % sesuai yang 

ditetapkan. Atas kondisi ini  peneliti 

mengusulkan penetapan tarif carbon tax yaitu  

sebesar Rp 80.000 per ton CO2 dan akan dinaikkan 

bertahap 5% hingga mencapai besaran Rp 

300.000 per ton CO2 sesuai dengan harga yang 

tepat atas marginal cost of abatement. Penetapan 

tarif awal Rp 80.000 per ton CO2 relatif lebih 

rendah dibandingkan besaran tarif yang 

diterapkan di negara Finlandia, Swedia, Denmark 

dan British Columbia, dan bahkan harga karbon 

internasional.


Carbon tax memiliki potensi menaikkan 

pendapatan Pemerintah tergantung harga karbon 

yang ditetapkan. Pendapatan dari carbon tax 

diarahkan dengan cara yang berbeda-beda. 

Pendapatan pada prinsipnya: 1) diarahkan secara 

khusus untuk program mitigasi emisi karbon, 2) 

diarahkan kepada individu melalui langkah￾langkah, seperti pengurangan pajak penghasilan, 

atau 3) digunakan untuk melengkapi anggaran 

pemerintah. Pemilihan distribusi pendapatan 

dapat mempengaruhi dukungan keberlanjutan 

pajak.Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah 

mengalokasikan pendapatan carbon tax ke dalam 

program penurunan emisi yang telah mereka 

tetapkan dan terapkan. Beberapa program carbon 

tax mengembalikan pendapatan pajak pada 

pengurangan pajak yang lain seperti pengurangan 

pada pajak penghasilan. British Columbia dan 

Swedia menggunakan metode ini. Pendekatan 

Finlandia tidak melakukan earmark pendapatan 

carbon tax, namun pajak dilengkapi dengan 

pemotongan independen pada pajak penghasilan.

Mekanisme pendapatan netral didesain 

untuk mengubah perilaku masyarakat sembari 

mengurangi pajak yang lain. Teori dividen ganda 

menyatakan bahwa kebijakan pendapatan netral 

menghasilkan dua manfaat: sebuah harga 

dibebankan pada barang-barang yang 

membahayakan lingkungan dan penurunan pajak 

penghasilan akan memacu kesempatan kerja baru. 

Pendekatan pendapatan netral juga dapat 

menurunkan dampak ekonomi secara 

keseluruhan atas penerapan carbon tax.10

Penghematan biaya yang lebih besar juga 

dapat terjadi saat  pendapatan dari pajak 

dikembalikan melalui pemotongan pada pajak lain 

yang terdistorsi (seperti pajak penghasilan) 

daripada saat  mereka dikembalikan secara lump 

sum ataupun digunakan pada belanja pemerintah 

lainnya. Hasil ini telah dibuktikan oleh teori 

ekonomi dan didukung oleh simulasi numerik. 

Di sisi lain, beberapa carbon tax, seperti di 

Swedia, digunakan khusus untuk meningkatkan 

pendapatan bagi Pemerintah. Mengarahkan 

pendapatan untuk anggaran Pemerintah lebih 

mudah dikelola daripada ditujukan untuk 

pendanaan program mitigasi emisi karbon. 

Namun, kritikus menilai tujuan ini lebih 

merupakan cara Pemerintah untuk meningkatkan 

pendapatan bukan pada tujuan memberikan 

manfaat kepada lingkungan. Jika Pemerintah 

menaikkan tarif pajak murni untuk meningkatkan 

pendapatan, pajak yang dihasilkan tidak akan 

efisien secara ekonomi. Untuk pajak yang efisien, 

tarif harus ditetapkan sama dengan kerusakan 

marjinal yang disebabkan oleh emisi karbon.

negara kita  dengan penetapan tarif carbon tax 

sebesar Rp 80.000 dan kenaikan 5% per tahun 

hingga Rp 300.000 pendapatan pada tahun 

pertama diperkirakan akan terkumpul sebesar Rp

25 trilyun dan mencapai total pendapatan hingga 

Rp 95 trilyun sebelum 2020. Pendistribusian

kembali pendapatan melalui penyesuaian pajak 

pertambahan nilai (PPN) seperti yang dilakukan 

Denmark tidak disarankan untuk negara kita  

sebab  dinilai kurang efisien. Penyesuaian pada 

PPN hanya mengena pada beberapa pihak sebab  

 

10 Menurut pendapat Repetto dalam Ibid.

preferensi atas barang yang dibeli masyarakat 

yaitu  bervariasi sehingga penyesuaian ini 

kurang dapat menghasilkan pemerataan. Maka, 

desain carbon tax yang paling baik yaitu  dengan 

memasukkan efek dari emisi dan melakukan 

penyesuaian pada pajak penghasilan hingga 

tingkat progresivitas sama atau hampir sama 

dengan kondisi sebelum adanya penerapan 

carbon tax.

Pada tingkat yang lebih luas, desain carbon 

tax sebenarnya terpisah dengan masalah 

bagaimana menggunakan uang ini . Namun 

demikian, sebab  pendapatan dan efek distributif 

yaitu  signifikan, maka hal lain yang perlu 

menjadi perhatian yaitu  bagaimana cara terbaik 

untuk mendistribusikan pendapatan carbon tax.

Terdapat dua alternatif yang memungkinkan 

untuk digunakan oleh negara kita . Alternatif 

pertama yaitu  pendapatan dari carbon tax akan 

ditambahkan pada anggaran dan dapat digunakan 

saat  Pemerintah menilai sudah tepat untuk 

melakukan distribusi. Lebih rinci, strategi yang 

dapat digunakan yaitu  pendapatan 

didistribusikan untuk membantu proses reformasi 

perpajakan lingkungan serta membantu 

meringankan dampak regresif kenaikan harga 

akibat carbon tax (jika terjadi) pada rumah 

tangga berpendapatan rendah dan industri 

berupa pengurangan pajak yang lain secara 

proposional, agar tingkat progresivitas pajak yang 

lain tetap terjaga. 

Meskipun jika keseluruhan pajak yang lain 

disesuaikan pada tingkat progresivitas, carbon tax 

tetap akan memiliki dampak yang tidak 

proporsional pada industri tertentu, dengan 

industri batubara misalnya. Namun, sebab  

kandungan karbon batubara sangat tinggi serta 

jumlah emisi karbon yang dihasilkan sangat tinggi 

pula maka batubara tidak dapat dikecualikan. 

Alternatif kedua yaitu  menggunakan 

sebagian pendapatan untuk menciptakan 

pergeseran ke arah ekonomi negara kita  yang 

rendah karbon. Hal ini dapat dilakukan dengan 

salah satunya mengalokasikan pendapatan pada 

penelitian dan pengembangan (research and 

development) yang berhubungan dengan inovasi 

energi dan pengurangan GRK. Selain itu, 

dukungan terhadap investasi efisiensi energi 

seperti investasi pada teknologi terbarukan, 

investasi transportasi umum berbahan bakar 

biofuel dan teknologi kendaraan listrik turut 

diperlukan dalam rangka mendorong penurunan 

konsumsi energi dan emisi karbon. Hal ini seiring 

dengan hasil penelitian Hartono dan Resosudarmo 

(2007), yang menyatakan bahwa dengan 

negara kita  melakukan efisiensi energi akan 

memberikan dampak yang baik pada golongan rumah tangga. 11 Efisiensi energi akan 

meningkatkan pendapatan terutama pendapatan 

golongan rendah.

Singkat kata, dari keseluruhan alternatif 

yang memungkinkan, pendapatan dari carbon tax 

negara kita  seharusnya pendapatan netral dan 

distribusi netral. Pendapatan dapat digunakan 

untuk menyediakan bantuan dalam transisi 

reformasi perpajakan lingkungan, mengurangi 

dampak distorsi ataupun pengembangan 

penelitian inovasi energi serta investasi efisiensi 

energi untuk menggeser ekonomi negara kita  ke 

arah ekonomi yang rendah karbon.


saat  merancang carbon tax, dampak pada 

rumah tangga berpendapatan rendah juga harus 

dipertimbangan. Kritik umum terhadap carbon tax

yaitu  bahwa pajak ini  tidak membebani 

secara proporsional rumah tangga berpendapatan 

rendah. Beberapa kebijakan, termasuk 

pengurangan pajak penghasilan dan kredit kepada 

rumah tangga berpendapatan rendah dapat 

digunakan untuk mengurangi masalah ini. Sebagai 

contoh, British Columbia menyediakan climate 

action tax credit (pengurangan pajak sebesar 5% 

pada dua tingkat pajak penghasilan pribadi 

pertama), dan mengusulkan memberikan

Northern and Rural Homeowner Benefit hingga 

Canadian Dollar (CAD) 200 terhadap rumah 

tangga berpenghasilan rendah.

Carbon tax juga akan berdampak pada 

perusahaan. Perusahaan mungkin akan lebih 

memilih carbon tax dibandingkan kebijakan 

mitigasi emisi karbon lainnya sebab  carbon tax

memberikan besaran harga yang pasti sehingga 

lebih relevan dan mudah untuk dimasukkan ke 

dalam proyeksi beban usaha perusahaan 

dibanding kebijakan cap-and-trade yang harganya 

tidak pasti. Industri energi intensif ataupun 

perusahaan dengan persaingan yang sangat 

kompetitif terhadap perusahaan lain yang secara 

peraturan tidak kena pajak banyak menaruh 

kekhawatiran terhadap pengenaan carbon tax. 

Untuk mengatasi kekhawatiran atas dampak dari

carbon tax pada perusahaan, beberapa peraturan 

memungkinkan perusahaan tertentu untuk 

mendapatkan pengurangan pada tarif pajaknya. 

Swedia memberikan pengurangan tarif pajak 

sebesar 0,8% terhadap perusahaan, sedang 

Denmark memberikannya kepada industri yang 

menandatangani perjanjian energy savings. 

Denmark juga memberikan pengurangan besaran 

tarif energy tax saat  carbon tax diterapkan, 

sehingga tarif pajak efektif pada dasarnya sama.

Untuk negara kita , berdasar  penelitian 

Yusuf (2008), pengenaan carbon tax tidak seperti 

umumnya, dampak carbon tax akan progresif di 

daerah pedesaan dan antara netral dan sedikit 

progresif di daerah perkotaan.12 Namun, untuk 

mengantisipasi kemungkinan timbulnya dampak 

regresif, maka untuk negara kita  terdapat beberapa 

cara yang dapat digunakan untuk membantu 

mengurangi dampak carbon tax pada rumah 

tangga berpendapatan rendah tanpa menciptakan 

kenaikan biaya ekonomi secara luas. Cara pertama 

yaitu  dengan memberikan keringanan pada 

pajak yang lain yang dalam hal ini disarankan 

pada pajak penghasilan. Pemerintah dapat 

menaikkan ambang batas pengenaan Penghasilan 

Tidak Kena Pajak (PTKP) sehingga memberikan 

jumlah penghasilan tidak kena pajak yang lebih 

besar bagi subyek pajak sebagai kompensasi. 

Dapat juga dengan pemberian dana tambahan 

maupun pengurangan pajak terhadap industri 

yang lebih efisien energi dalam melakukan 

produksinya. negara kita  dapat mencontoh 

Denmark yang memberikan insentif terhadap 

industri yang bersedia melakukan perjanjian 

efisien energi untuk mendapatkan pengurangan 

tarif pajak.

Cara lain yang dapat ditempuh yaitu  

dengan memberikan potongan langsung secara

lump sum dengan atau tanpa syarat terhadap 

penurunan emisi sesuai yang diperjanjikan 

kepada rumah tangga berpendapatan rendah, 

warga  lanjut usia dan pengangguran. Hal yang 

sama juga dapat diterapkan pada industri dengan 

mengkompensasi usaha-usaha yang mengalami 

kerugian akibat timbulnya carbon tax, baik 

melalui kompensasi langsung ataupun dengan 

insentif efisiensi energi. Insentif dapat digunakan 

sebagai alat pendorong transisi pada industri yang 

memiliki ketergantungan pada bahan bakar 

fosilnya tinggi. Pemerintah dapat memberikan 

insentif dari hasil penyisihan dana, kepada

industri yang melakukan klaim atas 

keberhasilannya dalam menciptakan efisiensi,

sehingga biaya yang dibebankan ke konsumen 

berkurang.

Yang perlu diperhatikan, jika Pemerintah 

memilih kebijakan distribusi pendapatan secara 

lump sum selain terkait biaya yang lebih besar dan tetap hadirnya distorsi pajak, pemerintah juga 

harus mempertimbangkan secara matang sisi 

psikologi perilaku dan sisi yang lain. 

Dimungkinkan bahwa distribusi secara lump sum

kurang dapat mempengaruhi preferensi 

masyarakat terhadap kebijakan rendah emisi dan 

memungkinkan pencapaian tujuan tidak optimal 

sebagaimana yang diharapkan.

Salah satu argumen utama penolakan carbon 

tax dan lebih memilih kebijakan lain seperti cap￾and-trade yaitu  bahwa pajak tidak selalu 

menjamin pengurangan emisi seperti yang 

ditargetkan. Atas argumen ini , pendekatan 

lain yang mungkin dan belum dipraktekkan untuk 

mengatasi hal ini  dapat berupa kebijakan 

pajak yang mengakomodasi kenaikan tarif pajak 

(secara otomatis) sedemikian rupa saat  target 

penurunan emisi karbon tidak tercapai, walaupun 

kemungkinan tantangan politik atas mekanisme 

pajak yang ini akan lebih besar.

Pada kenyataannya, banyak pajak yang 

disusun dengan desain yang lebih memungkinkan 

untuk dapat diterima secara politik. Kebijakan 

pendapatan netral dan adanya pengembalian 

kepada rumah tangga berpendapatan rendah 

dapat digunakan untuk membuat kebijakan 

terlihat lebih menarik secara politik. Beberapa 

negara telah menaikkan tarif pajak carbon tax dari 

waktu ke waktu, tetapi belum ada yang 

menerapkan kebijakan untuk menaikkan tarif 

pajak secara otomatis jika target pengurangan 

emisi tidak terpenuhi.

Dalam menciptakan kepastian penurunan 

emisi, negara kita  belum memungkinkan untuk 

membuat model carbon tax dengan kenaikan tarif 

otomatis saat  harga atas karbon meningkat. 

Konstitusi di negara kita  belum dapat 

mengakomodir hal ini . Kementerian 

Keuangan selaku pihak yang mengelola carbon 

tax, dalam hal melakukan perubahan tarif perlu 

mendapatkan ijin terlebih dari lembaga legislatif 

dan memakan waktu yang tidak singkat. Selain itu, 

melihat bahwa carbon tax masih merupakan hal 

yang baru dan perlu penyesuaian, opsi menaikkan 

tarif secara otomatis dapat dikesampingkan 

terlebih dahulu. Perubahan perilaku dan adaptasi 

merupakan hal yang lebih prioritas.

Desain carbon tax yang memungkinkan 

yaitu  perubahan tarif secara berkala dan tarif 

diindeks sesuai dengan inflasi. negara kita  dapat 

mengacu pada negara Swedia dan Denmark yang 

telah mengindeks tarif pajak sesuai dengan inflasi 

agar lebih mencerminkan harga atas karbon yang 

aktual. Perubahan tarif berkala dinilai tetap 

senada dengan pendapat Metcalf dan Wesibach 

(2009) yang menyatakan bahwa perubahan tarif 

dalam jangka waktu pendek tidak banyak 

memberikan manfaat. 13 Pemerintah dapat 

meninjau tarif carbon tax per lima atau sepuluh 

tahun sekali melalui konsultan ahli. Pemilihan 

waktu lima tahun sekali dianggap paling baik 

sebab  tidak terlalu lama tapi cukup untuk dapat 

memotret perubahan harga karbon. Penetapan 

tarif dilakukan oleh konsultan ahli sebab  dinilai 

lebih bebas dari tekanan politik, serta memiliki 

pengetahuan dan kemampuan yang lebih luas 

untuk mengolah berbagai informasi kompleks.


Menurut Stiglitz (2000), pajak dan subsidi/

insentif yaitu  beberapa solusi sektor publik 

dalam mengatasi ekternalitas termasuk di 

dalamnya permasalahan emisi karbon. 

Dibandingkan dua solusi ini, pajak pengkoreksi 

yang sering disebut pajak pigouvian dinilai lebih 

baik dalam mengurangi inefisiensi.14

Senada dengan hal ini , Fischhoff, 

Profesor Ilmu Sosial dan Keputusan Howard Heinz 

University dan Profesor Kebijakan Publik di 

Carnegie Mellon University juga mendukung 

pendekatan carbon tax. Fischhoff menilai bahwa 

pajak lebih sederhana, lebih transparan, dan lebih 

dapat dipercaya, dan memiliki kemampuan untuk 

menghasilkan respon langsung dari tujuan yang 

ditetapkan,

Penelitian Yusuf dan Ramayandi terkait 

pemilihan logis instrumen kebijakan publik pajak 

karbon dan mengurangi subsidi pada bahan bakar 

yang menimbulkan emisi karbon menunjukkan 

bahwa dengan jumlah anggaran yang sama, 

pemajakan karbon menghasilkan nilai yang lebih 

baik dibandingkan dengan pengurangan subsidi 

bahan bakar di dalam ukuran biaya dan 

memberikan dampak yang lebih baik terhadap 

ketidakseimbangan penghasilan dan kemiskinan,

dan lebih cepat dalam mengurangi emisi CO2. 

berdasar  penelitian ini  maka dapat 

diperoleh satu kesimpulan bahwa dibandingkan 

subsidi dan insentif, maka pajak merupakan solusi 

terbaik dalam mengurangi emisi karbon. Pemerintah melihat kebijakan carbon tax 

merupakan instrumen yang memungkinan untuk 

diterapkan. Tidak hanya negara kita , negara-negara 

di dunia kini telah menyadari permasalahan emisi 

karbon merupakan permasalahan yang tidak 

dapat dipandang sebelah mata. Dengan 

meletakkan kebijakan yang dapat mendorong 

pertumbuhan ekonomi yang selaras dengan upaya 

penurunan emisi, negara kita  akan mendapatkan 

dua keuntungan sekaligus dimana menempatkan 

negara kita  sebagai bagian penting dari negara 

penggerak ramah lingkungan juga sekaligus 

bergerak lebih cepat merestukturisasi 

ekonominya menjadi rendah emisi. Hal ini akan 

memberikan manfaat kompetitif dibandingkan 

negara yang lain, baik secara ekonomi maupun 

secara keuangan.

Sesuai dengan OECD (2001) tantangan agar 

carbon tax dapat diterapkan sesuai dengan tujuan 

yaitu  perlunya memperhatikan daya saing, biaya 

administratif dan kepatuhan, serta acceptance

building/ membangun penerimaan.16 Secara rinci 

poin-poin ini  dapat diuraikan sebagai 

berikut:


Tantangan utama yang sering muncul dari 

pengenalan pajak baru yaitu  hadirnya ancaman 

penurunan daya saing internasional di beberapa 

sektor. Pengenalan pajak lingkungan memaksa 

kenaikan harga lebih tinggi pada barang yang 

diperdagangkan secara internasional, membuat 

cost of production atas barang ekspor lebih mahal, 

produksi dalam negeri secara umum diperkirakan 

akan menurun, dan adanya guncangan ekonomi. 

Carbon tax yang ditujukan untuk mendorong 

konservasi energi melalui pengurangan 

permintaan barang dan jasa tinggi emisi, dan 

pengarahan ke proses dan teknologi ramah 

lingkungan bagaimanapun juga menimbulkan 

biaya bisnis tambahan yang signifikan yang tidak 

dapat diatasi dengan cara menaikkan harga 

output yang lebih tinggi maupun menurunkan 

imbalan pada tenaga kerja atau modal. 

Secara luas, efek pengenalan carbon tax 

akan bervariasi tergantung pada situasi pasar. 

Oleh sebab  itu, diperlukan analisis lebih 

mendalam terkait daya saing dan dampak yang 

ditimbulkan dari pengenaan carbon tax pada 

suatu negara. Menggunakan Inter-Regional System 

of Analysis for ASEAN (IRSA-ASEAN) untuk 

melihat dampak ekonomi secara luas atas 

pengenaan carbon tax di negara-negara ASEAN, 

penelitian Nurdianto dan Resosudarmo (2014) 

menunjukkan bahwa untuk negara kita  pengenaan 

carbon tax akan memiliki posisi yang 

menguntungkan di antara negara ASEAN yang 

 16 OECD, Loc.Cit., hlm. 10.

lain.17 Pengenaan carbon tax tidak hanya akan 

memberikan pertumbuhan ekonomi yang baik 

tetapi juga akan memberikan dampak perbaikan 

lingkungan. Meskipun, dampak merugikan pada 

beberapa sektor dan segmen masyarakat tetap 

harus menjadi perhatian. 

Melihat negara-negara yang telah berhasil 

menerapkan carbon tax, langkah-langkah yang 

dapat dilakukan untuk menjawab tantangan daya 

saing yaitu  sebagai berikut: 

a. Mengurangi tarif pajak, pengecualian pajak, 

dan plafon pajak.

Banyak negara mengaplikasikan

pemotongan tarif pajak untuk industri tertentu. 

Sebagai contoh, Swedia awalnya memberikan 

potongan 75% carbon tax untuk industri, namun 

terdapat pengecualian untuk energy tax, yang 

berarti bahwa hanya 25% dari basis carbon tax

saja yang diaplikasikan. Potongan tarif pajak 

ini  lalu  dikurangi menjadi 50% pada 

Juli 1997. Di Denmark, potongan pajak 50% atas 

carbon tax diberikan untuk industri selama 

periode 1993-1995. Sebagian besar negara acuan 

telah memperkenalkan sistem perpajakan CO2

yang berbeda-beda yang membebankan tarif 

terendah (atau tarif nol) pada industri yang paling 

energi intensif, namun dengan insentif untuk 

mengganti campuran bahan bakarnya dengan 

bahan bakar yang rendah karbon secara berkala.

Pada kebanyakan kasus lainnya, 

pengecualian pajak penuh diberikan untuk 

kegiatan, sektor, atau produk tertentu yang terkait 

dengan pajak lingkungan. Satu pendekatan dalam 

memberikan pengecualian yaitu  dengan 

mengeluarkan industri utama dari penerapan 

pajak. Pendekatan lainnya yaitu  dengan 

mengecualikan produk energi yang utamanya 

digunakan oleh industri berat.

Dengan demikian, pengecualian pajak dapat 

bersyarat, yang dikenal dengan terminologi tax 

conditionality. Pada kasus ini , pajak 

lingkungan diberlakukan hanya jika industri tidak 

mencapai tujuan atau komitmen yang telah 

dicanangkan. Sebagai contoh, di Denmark konsesi 

pada CO2 tax diberikan untuk industri yang telah 

memasuki perjanjian dengan Pemerintah untuk 

menurunkan emisi.

Tarif pajak efektif juga dapat dijaga dengan 

memperkenalkan plafon pajak atau batasan dari 

jumlah pajak yang dibayarkan. Plafon pajak digunakan di Swedia untuk melindungi sektor 

tertentu dari pajak yang tinggi.

b. Pengembalian pajak

Denmark struktur carbon tax-nya 

memberikan serangkaian pengembalian pada 

industri. Sulit untuk memastikan apakah 

pengembalian didesain secara khusus untuk

mengurangi dampak daya saing yang mungkin 

terjadi. Beberapa pengembalian ini  

dimaksudkan untuk memberikan reward atas 

praktek atau proses yang ramah lingkungan, 

sebagian besar didesain untuk meringankan 

beban pajak industri, dibawah persyaratan 

tertentu.

c. Daur ulang

Mendaur ulang pendapatan pajak 

merupakan jalan lain untuk merujuk tantangan 

terkait daya saing. Di Denmark, CO2 dan SO2 tax 

didistribusikan ulang sepenuhnya pada industri 

dalam bentuk kontribusi keamanan sosial 

pemberi kerja dan subsidi untuk investasi hemat 

energi.

d. Implementasi berkala (phase-in)

Implementasi berkala dari pajak dapat 

mengurangi dampak biaya segera, dan juga 

memberikan waktu untuk perusahaan dalam

merencanakan penyesuaian produksi.

e. Penyesuaian boarder tax

Penyesuaian boarder tax dapat diaplikasikan 

untuk merujuk permasalahan daya saing di pasar 

tertentu. Membebankan pajak atas impor barang 

yang ditargetkan dapat membantu melindungi 

produsen dalam negeri dari persaingan luar 

negeri. Bagaimanapun, membebankan pajak atas 

produk dalam negeri atau yang diimpor 

memunculkan permasalahan daya saing jika 

produk ini  digunakan dalam rantai 

produksi.

Sebuah contoh dari praktek penyesuaian 

boarder tax yaitu  pajak yang diberlakukan oleh 

Amerika pada produk impor yang mengandung 

senyawa perusak ozon, namun pada produk 

ini  mengandung senyawa yang digunakan 

dalam proses produksinya meskipun senyawa 

ini  tidak lagi terkandung dalam produk 

ini . Untuk menghitung pajaknya, bobot 

senyawa ini  dari barang impor diestimasi 

menggunakan data produksi standar. 

Importir yang dapat membuktikan bahwa 

bobot senyawa perusak ozon dari produk mereka 

dibawah benchmark, dikenakan tarif pajak yang 

lebih rendah. Apabila sulit untuk mengkalkulasi 

bobot senyawanya, metode nilai digunakan, 

dimana pajaknya setara dengan 1% dari nilai 

produk.


Biaya administratif penerapan carbon tax

bervariasi tergantung pada desain pajak. Pajak 

dengan ketentuan dan potongan yang berbeda￾beda lebih memakan biaya untuk dilaksanakan. 

Beberapa pajak lalu  menjadi kurang efektif 

saat  biaya administratif yang ditimbulkan besar. 

Denmark merupakan salah satu negara yang 

memiliki biaya administratif yang efektif dengan 

biaya administratif tambahan diperkirakan hanya 

sebesar 1-2% dari total pendapatan atas CO2 tax

yang dikenakan pada sektor bisnis.

Beberapa faktor yang mungkin 

mempengaruhi biaya administratif diantaranya:

a. Jumlah dan kerumitan dasar pajak;

b. Jumlah, kerumitan dan ketentuan pajak 

spesifik, seperti: pengecualian, pengembalian, 

plafon pajak, dll;

c. Jumlah pajak yang berbeda;

d. Jumlah wajib pajak;

e. Kemungkinan dan kesulitan untuk mengukur 

atau mengestimasi emisi.

Hingga kini belum ada kesimpulan umum 

dan pasti yang dapat ditarik dari biaya 

pemberlakuan carbon tax, isu ini harus dinilai 

dengan hati-hati pada tahapan desain. Untuk 

mengurangi biaya administratif dan kepatuhan,

bila memungkinkan pajak lingkungan harus 

mendukung struktur pajak dan catatan 

administratif yang sudah ada. Pajak yang rumit 

strukturnya, dengan tarif berbeda-beda dan 

adanya ketentuan khusus untuk pihak dan kondisi 

tertentu, biasanya lebih mahal untuk 

diimplementasikan. Pajak yang berdasar pada 

emisi yang mudah diukur, atau yang menargetkan 

sejumlah kecil wajib pajak, biasanya lebih murah 

untuk diberlakukan.


Swedia dan Denmark dalam 

memperkenalkan perpajakan lingkungannya 

mendirikan sebuah komisi yang dinamakan Green 

Tax Commission. Green Tax Commission ini 

mempunyai tugas untuk memfasilitasi dan 

menciptakan penerimaan publik atas pengenalan 

pajak baru. Komisi ini pada umumnya berisi 

perwakilan dari pihak-pihak yang terkena 

dampak (misalnya dari industri dan publik), 

akademisi, serta para ahli di bidang perpajakan 

dan lingkungan. 

Green Tax Commission menyediakan forum 

diskusi dari segala aspek pajak lingkungan, 

termasuk bermacam tindakan mitigasi dan 

kompensasi untuk industri dan rumah tangga, dan 

dapat membantu mempercepat pengenalan serta 

menciptakan komitmen politik pada pajak 

lingkungan dengan melibatkan seluruh stakeholder utama dalam proses formulasi 

kebijakan. 

Salah satu bentuk keberhasilan Green Tax 

Commission dalam mempercepat implementasi

perpajakan lingkungan dapat dilihat di Denmark 

dimana proposal reformasi perpajakan hijau 

setelah diajukan dapat dengan mudah segera 

diberlakukan. Hal ini tidak lepas dari serangkaian 

upaya yang telah dilakukan komite dengan 

membuat analisis berbagai kemungkinan untuk 

memperkenalkan pajak hijau, mengembangkan 

model phase-in tax dan redistibusi pendapatan. 

Green Tax Commission juga mengadakan 

pertemuan dengan organisasi industri, 

lingkungan, dan konsumen. Pemangku 

kepentingan ini  memberikan kontribusi 

terhadap proses reformasi dan amandemen 

proposal.

Selain pendekatan dengan mendirikan Green 

Tax Commission, alternatif lain yang dapat 

ditawarkan untuk menciptakan penerimaan 

publik yaitu  dengan merencanakan pajak 

lingkungan baru secara hati-hati, termasuk tujuan 

yang sederhana dan jelas, pembauran informasi, 

dan pemberian waktu konsultasi, termasuk public

hearing. Periode konsultasi membuat berbagai 

stakeholder mampu mempengaruhi desain 

kebijakan dan membuat Pemerintah mampu 

menjabarkan tujuan kebijakan yang lebih luas. 

Pengumuman detail pajak yang dini, termasuk 

tarif pajak, dan implementasi berkala pajak baru, 

memberikan wajib pajak waktu untuk 

mengadaptasi produksi, konsumsi, dan strategi 

investasinya pada instrumen baru.

Menganalisis langkah menciptakan

penerimaan carbon tax di negara kita , hal yang 

dapat diambil dari uraian di atas yaitu  bahwa 

langkah pertama yang dapat dilakukan yaitu  

dengan cara menciptakan atau menunjuk suatu 

komite atau instansi yang diserahi tanggung 

jawab untuk menggiring keberhasilan penerapan 

carbon tax. Langkah kedua dilakukan dengan 

perencanaan carbon tax secara hati-hati, termasuk 

tujuan yang sederhana dan jelas, pembauran 

informasi, dan pemberian waktu konsultasi, 

termasuk public hearing. 

Kedua langkah di atas dapat dilakukan di 

negara kita . Namun, terdapat sedikit modifikasi 

dimana untuk Pemerintah negara kita  melihat 

kondisi pemerintahan yang ada sekarang, lebih 

baik dilakukan dengan menunjuk instansi untuk 

diserahi tanggung jawab, dibandingkan dengan 

mendirikan lagi sebuah komite yang khusus untuk 

menggiring proses penerapan kebijakan carbon 

tax. Langkah ini  dinilai lebih efisien dan 

lebih mudah dilakukan sebab  di Kementerian 

Keuangan telah berdiri Badan Kebijakan Fiskal 

yang khusus menangani kebijakan-kebijakan 

terkait perpajakan.

Timing yang tidak tepat akan beresiko 

menimbulkan kegagalan penerapan seperti yang 

terjadi di Australia. Belajar dari keempat negara 

acuan yang telah berhasil menerapkan carbon tax, 

adanya political will yang kuat serta kesadaran 

masyarakat yang tinggi akan lingkungan 

merupakan faktor kunci keberhasilan penerapan 

carbon tax. 

 

untuk negara kita  yaitu  sebagai berikut:

a. Dasar pajak dikenakan pada pembakaran 

bahan bakar fosil dan dikecualikan untuk 

LPG (Liquid Petroleum Gas). 

b. Tarif carbon tax pada penetapan awal 

dikenakan sebesar Rp 80.000 per ton CO2

dan naik 5% per tahun hingga mencapai 

besaran Rp 300.000 per ton CO2 sesuai 

dengan nilai marginal cost of abatement

dan memberikan penurunan emisi 26% di 

bawah BAU pada tahun 2020.

c. Distribusi pendapatan carbon tax 

digunakan untuk program mitigasi karbon 

dalam rangka menciptakan pergeseran ke 

arah ekonomi negara kita  yang rendah 

karbon, membantu proses reformasi 

perpajakan lingkungan dan mengurangi 

dampak yang tidak proposional pada 

rumah tangga dan industri tertentu.

d. Untuk menjamin pelaksanaan carbon tax di 

negara kita  tidak berdampak regresif maka 

dapat dilakukan langkah mitigasi berupa 

pengurangan tarif ataupun kenaikan 

ambang batas PTKP pada pajak lainnya, 

pemberian potongan secara langsung 

dengan atau tanpa perjanjian tertentu, 

serta penyisihan dana pada akun 

Pemerintah untuk industri dan industri 

dapat mengklaimnya saat  berhasil 

menciptakan efisiensi.

e. Cara untuk memastikan reduksi emisi yang 

dapat dilakukan negara kita  yaitu  dengan 

mengindeks tarif carbon tax sesuai dengan 

inflasi dan per lima atau sepuluh tahun 

sekali dilakukan penilaian ulang. Penilaian 

ulang dilakukan oleh konsultan ahli 

sehingga lebih bebas dari tekanan politik 

dan memadai sesuai dengan kompetensi.

 

tax untuk mengatasi eksternalitas negatif 

emisi karbon di negara kita  yaitu  dengan mempertimbangkan daya saing, penciptaan 

penerimaan publik, dan biaya administratif 

dan kepatuhan. Eksternalitas negatif emisi 

karbon yaitu  masalah bersama baik di 

negara kita  maupun di dunia global dan 

negara kita  harus turut serta berupaya 

mengatasi permasalahan ini. Atas 

permasalahan ini , maka menerapkan 

carbon tax yaitu  hal yang penting. Carbon 

tax tepat digunakan untuk mengubah 

perilaku masyarakat dari yang tinggi emisi 

menjadi masyarakat yang rendah emisi. 

Carbon tax memungkinkan untuk 

diterapkan di negara kita  namun hingga kini 

kendala pemberlakuan penerapan carbon 

tax yaitu  belum adanya peraturan yang 

melandasi kebijakan ini .


sebagai kebijakan untuk mengatasi 

eksternalitas negatif emisi karbon dengan 

distribusi pendapatan netral. Distribusi 

pendapatan netral dapat menghasilkan dua 

manfaat yaitu sebuah harga dibebankan 

pada barang yang menghasilkan 

eksternalitas negatif dan pengurangan pada 

pajak yang lain akan memacu kesempatan 

kerja baru.


yaitu  distribusi pendapatan netral. 

Distribusi pendapatan netral dapat 

menghasilkan dua manfaat yaitu sebuah 

harga dibebankan pada barang yang 

menghasilkan eksternalitas negatif dan 

pengurangan pada pajak yang lain akan 

memacu kesempatan kerja baru.


penghasilan untuk menghindari dampak 

regresif carbon tax. Pengurangan pada 

pajak komoditi (PPN) tidak disarankan 

sebab  dinilai kurang efisien. 

Pendapatan dari carbon tax harus 

digunakan untuk kepentingan lingkungan. 

Jika memungkinkan harus dibuat akun 

tersendiri (trust fund) untuk menampung 

pendapatan ini . 


Pemerintah harus memperhatikan waktu 

yang tepat untuk menerapkan carbon tax. 

Pengenalan carbon tax disarankan bertahap 

agar lebih mudah mendapatkan dukungan

dari seluruh pihak dan memungkinkan 

untuk mendapatkan pendanaan yang terus￾menerus.


Pemerintah perlu terlebih dahulu 

menetapkan harga atas karbon, peraturan 

yang melandasi, serta institusi yang 

melaksanakan carbon tax. Ketiga faktor 

ini  merupakan faktor kunci 

keberhasilan implementasi carbon tax yang 

saling berkaitan.


Pemerintah perlu memulai untuk 

melakukan gerakan sosialisasi dan 

kesadaran peduli lingkungan sembari 

mengenalkan harga atas karbon serta 

disarankan pula untuk melakukan 

pengurangan dan pencabutan subsidi BBM 

agar nilai kerusakan dari pembakaran 

bahan bakar fosil dapat tercermin tanpa 

distorsi dalam harga pasar. 


Diperlukan suatu penelitian lebih lanjut 

mengingat bahwa penelitian ini terbatas pada 

studi terhadap rumusan kebijakan serta 

mekanisme penerapan carbon tax, sekaligus 

menjadi keterbatasan penelitian ini. Beberapa 

area yang perlu diteliti lebih mendalam yaitu  

mengenai behavioral effect kesiapan masyarakat 

negara kita  atas penerapan carbon tax, 

pengembangan penelitian inovasi energi dan 

efisiensi yang mampu menggeser ekonomi 

negara kita  ke arah ekonomi yang rendah karbon 

serta perhitungan yang komprehensif atas usulan 

tarif pajak.