unaan sumber-sumber dan waktu yang
tersedia.
2. Menghindari kemacetan-kemacetan dan kesimpangsiuran dalam proses pencapaian tujuan.
3. Menjamin adanya pembagian kerja, waktu dan koordinasi yang tepat.
Jadi hubungan antara manajemen dan tata kerja dapat dilukiskan seperti di bawah ini:
1. Manajemen: Menjelaskan perlunya ada proses kegiatan dan pendayagunaan sumber-sumber serta
waktu sebagai faktor-faktor yang diperlukan untuk pelaksanaan kegiatan demi tercapainya tujuan.
2. Tata Kerja: Menjelaskan bagaimana proses kegiatan itu harus dilaksanakan sesuai dengan sumber-
sumber dan waktu yang tersedia.
Eratnya hubungan timbal balik antara ketiga (Manajemen, Organisasi, dan Tata kerja) ini
yaitu :
1. Manajemen: Proses kegiatan pencapaian tujuan melalui kerjasama antar manusia.
2. Organisasi: Alat bagi pencapaian tujuan ini dan alat bagi pengelompokkan kerjasama.
3. Tata kerja: Pola cara-cara bagaimana kegiatan dan kerjasama ini harus dilaksanakan sehingga
tujuan tercapai secara efisien.
Dari konsep ini , jelaslah bahwa baik manajemen, organisasi maupun tata kerja ketiganya
diarahkan kepada tercapainya tujuan.
TEORI UMUM SISTEM ORGANISASI
Teori umum sistem awalnya dipelopori oleh ahli biologi Ludwig Von Bertalanffy yang menulis bahwa
a system is characterized by interactions of its components and the nonlinearity of those interactions.
Von Bertalanffy memperluas teori sistem termasuk sistem biologi (biological systems). Von Bertalanffy
dkk membentuk suatu perkumpulan untuk pengembangan teori sistem kemudian mempublikasikan
General System Theory: Foundation, Development, and Applications yang menulis bahwa Systems
theory is a transdisciplinary approach that abstracts and considers a system as a set of independent and
interactions part.
Teori sistem memiliki dua konsep dasar yaitu: konsep subsistem yang melihat hubungan antar
bagian sebagai hubungan sebab-akibat. Konsep kedua memandang sebab jamak (multiple causation)
sebagai hubungan yang saling berkaitan yakni tiap bagian merupakan kompleks (kumpulan) yang tiap
faktornya saling berkaitan. (Owens; 1987). Sistem yaitu suatu kebulatan keseluruhan yang kompleks
atau terorganisir; suatu himpunan atau perpaduan hal-hal atau bagian-bagian yang membentuk suatu
kebulatan/keseluruhan yang kompleks atau utuh. (Miles, cs, 1992)
Organisasi yaitu sekelompok individu yang berinteraksi untuk mencapai tujuan tertentu dalam
suatu sistem kerja yang mempunyai kejelasan dalam pembagian kerja atau peran. Organisasi memilki
subsistem yang saling berhubungan dan membutuhkan untuk menguatkan organisasi dalam mencapai
tujuan organisasi ini . Organisasi merupakan sekumpulan orang yang bekerja bersama dalam
suatu divisi untuk mencapai tujuan bersama (Schermerhorn, dkk., 1997:9). Tujuan ini tidak saja untuk
organisasi itu sendiri melainkan juga untuk kepentingan masyarakat.
Klasifikasi Sistem
Sebagai bagian yang sangat penting dalam mendukung suatu organisasi, maka sistem dapat dilihat
dalam beberapa jenis, menurut Kambey (2010:39-41) antara lain:
1. Sistem alamiah (natural system) dan sistem buatan manusia.
Sistem alamiah (natural system) yaitu sistem yang terjadi sebab proses alamiah, dan tidak
terpengaruh campur tangan manusia; seperti sistem tata surya. Sistem buatan manusia (natural
system) yaitu sistem yang dirancang dan diciptakan manusia, misalnya sistem tata organisasi.
2. Sistem terbuka (open system) dan sitem tertutup (closed system)
Sistem terbuka (open system) yaitu sistem yang selalu berhubungan dengan lingkungan luarnya
(interrelation) dan dipengaruhi oleh lingkungannya. Sehingga terjadi memberi dan menerima
informasi, energi, dan materi-materi dari lingkungannya. Sistem tertutup (closed system)
yaitu sistem yang tidak berinteraksi dan tidak dipengaruhi oleh lingkungannya, dan bekerja
mengikuti pola yang tetap secara sebab akibat (suatu saat sistem inipun akan dipengaruhi oleh
lingkungannya).
3. Sistem sederhana (simple system) dan sistem kompleks (sophisticated system)
Pembagian sistem ini didasarkan pada tingkat kerumitannya.
4. Sistem deterministic (deterministic system) dan sistem probabilistik (probabilistic system).
Sistem deterministic (deterministic system) yaitu suatu sistem yang operasinya dapat diramalkan
secara tepat dan pasti. Sistem probabilistik (probabilistic system) yaitu sistem yang tak dapat
diramal dengan tepat dan pasti sebab mengandung unsur kemungkinan.
Pendekatan Sistem
Sistem dapat diartikan sebagai gabungan sub-sub sistem yang saling berkaitan. Organisasi sebagai suatu
sistem akan dipandang secara keseluruhan, terdiri dari bagian-bagian yang berkaitan (sub-sistem), dan
sistem/organisasi ini akan berinteraksi dengan lingkungan.
Model sistem sebagaimana digambarkan oleh Bertalanffy yang terkenal dengan General System
Theory (GST). Karakteristik GTS yaitu (1) input organisasi; biasanya diperoleh dari lingkungan, seperti
bahan mentah, manusia, modal, dan informasi (2) proses transformasi; kegiatan dalam organisasi,
seperti sistem produksi, pengendalian, administrasi (3) output; keluaran yang dihasilkan ke lingkungan,
seperti produk, keuntungan, informasi (4) feedback; umpan balik. Sehingga setiap organisasi memiliki
pendekatan-pendekatan dalam sistemnya yang meliputi penerapan konsep-konsep dan strategi
yang cocok dari teori-teori sistem guna mempermudah pemahaman tentang organisasi dan praktik
manajerialnya. Sehingga pendekatan-pendekatan yang dilakukan dalam sistem suatu organisasi dapat
dijabarkan sebagai berikut:
1. Sistem terbuka. Sistem yang terbuka berarti sistem ini berinteraksi dengan lingkungan.
Sebaliknya sistem yang tertutup yaitu sistem yang tidak berinteraksi dengan lingkungan. Semua
organisasi merupakan sistem terbuka, meskipun dengan tingkat yang berbeda-beda.
2. Sub-sistem. Sub-sistem merupakan bagian dari sistem. Dalam sistem, sub-sub sistem saling
mempengaruhi. Sehingga agar dapat mengendalikan sistem dengan seksama dan sinergis, maka
sistem harus dilihat secara komprehensif, artinya sistem dapat terbangun bila sub-sub sistem
berfungsi secara sempurna.
3. Sinergi. Jika sub-sub sistem bekerjasama, maka hasil yang diperoleh akan lebih efektif dibandingkan
bekerja secara sendiri-sendiri. Sinergi sering dikaitkan dengan merger dimana dua organisasi
yang bersatu akan lebih efisien dibandingkan dengan jika dua organisasi berjalan sendiri-sendiri,
terutama pada organisasi-organisasi yang mengelola produk.
4. Batasan sistem. Batasan sistem membatasi sistem dengan lingkungannya. Dalam sistem yang
terbuka, biasanya batas ini fleksibel, berbeda dengan sistem tertutup, batas ini kaku.
5. Aliran. Input akan mengalir ke sistem, kemudian diproses oleh sistem, dan keluar sebagai output.
6. Feedback. Feedback atau umpan balik merupakan elemen penting dalam pengendalian. Umpan
balik informasi diberikan ke orang-orang yang tepat dalam organisasi, kemudian diproses lebih
lanjut. Sehingga jika sesuatu melenceng dari rencana yang telah ditetapkan, maka perbaikan bisa
segera dilakukan.
7. Entropi. Entropi merupakan proses dimana sistem menuju ke kehancuran. Jika satu organisasi
tidak mampu memproses feedback dengan baik dan tidak bisa menyesuaikan perubahan selera
konsumen/stakeholders, maka akan mengalami kebangkrutan dan mati. Aliran sistem percaya
bahwa aliran sistem akan menyerap aliran lainnya, atau berkembang menjadi aliran yang dominan
dengan definisi aliran yang jelas.
Secara sederhana suatu sistem dapat diartikan sebagai suatu kumpulan atau himpunan dari unsur,
komponen, atau variabel yang terorganisir, saling berinteraksi, saling tergantung satu sama lain, dan
terpadu. Setiap unsur pembentuk suatu organisasi yaitu penting dan harus mendapat perhatian yang
utuh susaha pengambil keputusan dapat bertindak lebih efektif. Teori sistem melahirkan konsep-
konsep:
1. Konsep futuristik, antara lain yang terkenal yaitu konsep sibernetika (cybernetics). Konsep ini
terutama berkaitan dengan usaha menerapkan berbagai disiplin ilmu, yaitu ilmu perilaku, fisika,
biologi dan teknik. Konsep sibernetik dalam sektor perikanan dan kelautan dapat dilihat pada
pembuatan peta tata ruang wilayah pesisir, di mana dalam proses pembuatannya melibatkan
banyak disiplin ilmu seperti ahli tata ruang, ahli perikanan, ahli lingkungan, ahli oseanografi dan
sebagainya.
2. Konsep sinergi, prinsipnya bahwa di dalam melakukan sesuatu output secara sistem akan lebih
besar dibanding output secara sendiri-sendiri. Kegiatan bersama dari bagian yang terpisah, namun
saling berhubungan secara bersama-sama akan menghasilkan efek total yang lebih besar dari pada
jumlah bagian secara individu dan terpisah.
Kontribusi Bertalanffy terhadap teori sistem yang paling dikenal sebab teori Open System. Para
teori sistem tradisional berpendapat bahwa model sistem tertutup berdasar pada ilmu pengetahuan
klasik dan hukum kedua termodinamika yang tidak dapat dipertahankan. Bertalanffy menyatakan
bahwa perumusan konvensional fisika pada prinsipnya, tidak bisa diterapkan pada organisme makhluk
hidup. Sistem terbuka memiliki steady state. Sehingga diduga banyak karakteristik dari sistem kehidupan
yang paradoks dalam pandangan hukum fisika merupakan konsekuensi dari fakta ini.
Sistem Terbuka (Open System)
Bertalanffy (1968) mengandaikan paradigma sistem pada aspek ilmu kimia, biologi, dan matematika
dimana suatu sistem akhirnya akan berada pada titik equilibrium seperti hal nya sebuah proses physiologi.
Sistem di dalam sebuah organisme dikatakan sebagai sebuah sistem terbuka sebab dipengaruhi oleh
banyak faktor yang berada di luar organisme itu sendiri. Suatu sistem dikatakan terbuka menurut Ludwig
Von Bertalanffy bila aktivitas didalam sistem ini dipengaruhi oleh lingkungannya, sedangkan
suatu sistem dikatakan tertutup bila aktivitas-aktivitas didalam sistem ini tidak dipengaruhi oleh
perubahan yang terjadi dilingkungannya.
Dalam model Bertalanffy ini, teori yang ditetapkan prinsip-prinsip umum sistem terbuka dan
keterbatasan model konvensional. Teori ini dianggap berasal dari aplikasi untuk biologi, teori informasi
dan sibernetika, akan namun secara potensial dapat diaplikasikan pada ilmu-ilmu yang lain. Sistem
terbuka memiliki interaksi yang dinamis dengan lingkungannya baik transmisi dan menerima energi.
Model dasar sistem terbuka yaitu interaksi dinamis komponennya.
Sistem sederhana biasanya memiliki interaksi lingkungan terbatas dan fungsi fisik. Entitas biologis,
di sisi lain, yang dibangun dari bagian-bagian yang berbeda dan terpisah. Bertalanffy menyatakan,
“Alasan untuk dominasi segregasi dalam hidup alam tampaknya segregasi itu ke dalam sistem parsial
menunjukkan peningkatan kompleksitas dalam sistem”. Segregasi progresif dapat memicu
mekanisasi progresif, yang menciptakan kurang dinamis umpan balik sistem dan kesulitan regulasi.
Namun, peningkatan mekanisasi menyiratkan pengaturan tetap dan kondisi kendala yang dapat
membuat sistem lebih efisien menyelesaikan tugas tertentu. Akibatnya, produk akhir dari segregasi
progresif dan mekanisasi progresif yaitu peningkatan sistem kompleksitas sistem terbuka.
Sebuah sistem tertutup, sering fokus fisika konvensional dan pendekatan penelitian analitis,
terisolasi dari lingkungannya. Dalam keadaan kesetimbangan, sistem tertutup tidak perlu energi untuk
pelestariannya, juga dapat energi diperoleh dari itu.
Karakteristik Sistem Terbuka
Teori tentang open system relatif masih baru dan masih banyak pertanyaan-pertanyaan yang belum bias
terpecahkan dengan teori ini. Pengembangan teori open system didasarkan pada dua sumber, pertama
biofisik kehidupan suatu organism dan kedua perkembangan pada industri kimia, dimana disamping
adanya reaksi di dalam proses secara tertutup namun juga mempertimbangkan unsur efisiensi dan
keuntungan lainnya. Thermodynamic theory disebut irreversible thermodynamic yang merupakan satu
generalisasi teori dari physical theory.
Meskipun open system menunjukkan karakteristik yang luar biasa, namun pada beberapa kondisi
tertentu berada pada posisi steady state. Kondisi ini berada pada jarak antara equilibrium dan kondisi
yang sebenarnya. Open system memiliki interaksi yang dinamis dengan lingkungannya baik transmisi
dan menerima energi. Steady state menunjukkan karakteristik yang luar biasa dengan adanya kejelasan
pada equifinality. Equifinality merupakan satu kondisi yang dapat tercapai dengan berbagai potensi
yang dimiliki. Istilah ini berbeda dengan tujuan, saat menggambarkan satu sistem yang kompleks.
Istilah ini juga berarti bahwa satu aquifinality dapat dicapai melalui banyak jalur yang berbeda, bahkan
dengan kondisi awal yang berbeda. Dalam organisasi equifinality menyiratkan bagaimana organisasi
dapat menciptakan keunggulan kompetitif yang sama berdasar kompetensi yang berbeda secara
substansial.
berdasar prinsip dari thermodynamic, open system dapat memelihara sistem ini dari
kemungkinan yang tidak terduga dan organisasi. Open system yang lebih komplek sebenarnya ada
pada kajian biologi yang dianalisa oleh Burton, Rashevsky, Hearon, Raeiner, Denbight dan penulis
lainnya. Agar dapat melakukan pekerjaan satu sistem tidak harus berada pada kondisi equilibrium
namun cenderung untuk terus-menerus mencapainya, agar dapat mencapai titik ini maka sistem harus
dipertahankan dalam kondisi stabil. Oleh sebab itu, karakter open system yaitu kondisi yang sangat
diperlukan untuk kapasitas kerja yang terus-menerus dari organisme.
karakter open system yaitu kondisi yang sangat diperlukan untuk kapasitas kerja yang terus
menerus dari organisme.
1. Saling terkait & saling tergantung (Interrelated & interdependent)
2. Keutuhan (Wholeness)
3. Penyeimbang & Kesetaraan (Balancing & equifinality)
4. Hirarkhi(Hierarchy)
Steady state ini banyak ada pada open system, sangat tergantung pada kondisi yang ada
dan ditentukan oleh parameter sistem. Konsekuensi yang menarik pada kondisi ini yaitu ,
pertama, komposisi sistem dalam kondisi steady state tetap konstan, meskipun rasio komponen
tidak didasarkan pada keseimbangan kimia reaksi reversibel, namun reaksi yang terjadi dan,
sebagian, irreversible. Kedua, rasio steady state komponen bergantung hanya pada konstanta
sistem, bukan pada kondisi lingkungan. Sedangkan kondisi yang tetap ini tergantung pada
katalisator saat ini dan reaksi konstan. Pada open system akan terjadi
Gambar 2.1 Equifinality of Growth
https://www.google.co.id/search?q=Gambar+1+Equifinality+of+Growth
Catatan pada Gambar 2.1:
1. Saling terkait & saling tergantung (Interrelated & interdependent)
2. Keutuhan (Wholeness)
3. Penyeimbang & Kesetaraan (Balancing & equifinality)
4. Hierarki (Hierarchy)
Steady state ini banyak ada pada open system, sangat tergantung pada kondisi yang ada
dan ditentukan oleh parameter sistem. Konsekuensi yang menarik pada kondisi ini yaitu , pertama,
komposisi sistem dalam kondisi steady state tetap konstan, meskipun rasio komponen tidak didasarkan
pada keseimbangan kimia reaksi reversibel, namun reaksi yang terjadi dan, sebagian, irreversible. Kedua,
rasio steady state komponen bergantung hanya pada konstanta sistem, bukan pada kondisi lingkungan.
Sedangkan kondisi yang tetap ini tergantung pada katalisator saat ini dan reaksi konstan. Pada open
system akan terjadi fenomena overshoot dan false start saat pada awalnya sistem berada pada titik
yang berseberangan dengan steady state.
Sebagai contoh Implementasi Sistem Terbuka dan Tertutup:
1. Sistem Terbuka: Kebalikan dari Sistem Tertutup, sistem ini menerapkan suatu umpan balik.
Sistem ini jauh lebih baik dibandingkan dengan Sistem Terbuka, sebab jika sewaktu-waktu ada
suatu ketidakseimbangan didalam perusahaan maka akan ada usaha untuk menyeimbangkannya
sebab adanya suatu mekanisme pengendalian didalam suatu perusahaan.
Contoh: Microsoft coorperation, yang selalu mengikuti kebutuhan para konsumen yang sudah
disurvei oleh pihak perusahaan, sehingga perusahaan dapat berinovasi dan menciptakan suatu
produk yang dibutuhkan dalam masyarakat.
2. Sistem Tertutup: Suatu sistem yang tidak menerapkan lingkaran umpan balik atau mekanisme
pengendalian yang menunjukan sistem terbuka. Hanya sedikit perusahaan bisnis yang
memakai konsep ini . Perusahaan-perusahaan ini memakai sistem terbuka
akan namun umpan balik dan mekanisme pengendaliannya tidak bekerja semestinya. Perusahaan
itu memulai menjalankan sistem ini dan tidak pernah berganti arah. Sehingga jika sewaktu-
waktu terjadi kehilangan kendali, tidak ada yang dapat menyeimbangkan. Sehingga hasilnya
yaitu kehancuran sistem (Bangkrut).
Contoh: perusahaan Apple yang didirikan oleh Steve Jobs, perusahaan ini selalu berinovasi tanpa
adanya campur tangan dari luar ataupun survei kepada para konsumen, mereka hanya melakukan
inovasi dan menyerahkan penilaian produk mereka kepada konsumen
Sistem Terbuka Sibernatik (Open System Cybernatics)
Dasar dari model open system yaitu adanya interaksi yang dinamis antar komponen. Dasar model
cybernetic yaitu adanya umpan balik, dimana dengan adanya informasi umpan balik maka nilai-
nilai yang diinginkan dapat dijaga sehingga dapat mencapai tujuan. Teori cybernetic didasarkan pada
feedback dan informasi. Kedua model ini dapat saling melengkapi meskipun masing-masing juga
memiliki perbedaan dan keterbatasan. Model open system pada formulasi kinetik dan thermodynamic.
tidak berbicara mengenai informasi. Sebaliknya sistem umpan balik yaitu termodinamika dan
kinetikal yang tertutup tanpa adanya metabolism.
Cybernatic dapat diaplikasikan saat sistem yang akan dianalisa terlibat dalam sebuah sinyal loop
tertutup; yaitu, saat aksi dari sistem memicu beberapa perubahan pada lingkungannya dan
perubahan itu memberi umpan kepada sistem melalui informasi (umpan balik) yang memicu
sistem menyesuaikan diri dengan kondisi baru ini: perubahan sistem mempengaruhi perilakunya.
Hubungan “lingkaran sebab-akibat” ini diperlukan dan cukup untuk perspektif cybernatic.
Contemporary cybernatic mulai sebagai studi interdisiplin yang menghubungkan bidang-bidang
sistem kendali, teori sirkuit, teknik mesin, logika pemodelan, biologi evolusi, neurosains, antropologi,
dan psikologi pada tahun 1940an.
ORGANISASI SEBAGAI SISTEM TERBUKA
saat mempelajari perilaku organisasi seringkali kita menemukan istilah organisasi sebagai open
system. Organisasi disini dipahami sebagai sekumpulan orang yang bekerjasama untuk mencapai
tujuan tertentu. Organisasi bukankah entitas yang berdiri sendiri namun pasti ada lingkungan
yang menjadi wahana organisasi ini hidup tumbuh dan berkembang. sebab organisasi
membutuhkan lingkungan maka bisa dikatakan organisasi ini merupakan sistem yang terbuka.
Untuk menghasilkan barang dan jasa organisasi mengambil sumber daya dari lingkungan eksternal
dan mengkonversi atau mengubahnya menjadi barang dan jasa yang siap untuk diolah kembali atau
dinikmati oleh end user yang dikirim kembali ke lingkungan ini , di mana mereka dibeli oleh
pelanggan. Siklus ini terus-menerus berlangsung sampai organisasi ini bubar.
Organisasi sebagai open system ini bisa diibaratkan seperti organisme yang hidup dalam
media tertentu. Agar dapat bertahan hidup organisme ini perlu terus-menerus berinteraksi dengan
lingkungannya, mengambil makanan dari lingkungan, kemudian pengkonversikannya menjadi
energi dan kemudian energi serta limbahnya dilepaskan kembali ke lingkungan. Bagan berikut ini
menggambarkan bagaimana organisasi bekerja sebagai open system.
Bagan di atas menjelaskan bahwa organisasi dilingkupi oleh lingkungan dimana organisasi
mengambil sumber daya yang berupa bahan mentah, uang dan kapital, serta SDM. Proses mengambil
sumber daya ini seringkali disebut sebaha tahapan mendapatkan input. Selanjutnya sumber daya
tesebut diubah memakai mesin, komputer, dan dikendalikan oleh keterampilan manusia untuk
menambahkan nilai dari sumber daya ini . sesudah tahapan konversi, maka kemudian masuk dalam
tahapan output dimana sumber daya tadi kemudian berubah bentuk menjadi barang dan jasa yang
siap dilepaskan di lingkungan kembali melalui proses penjualan. Proses penjualan pada hakikatnya
merupakan proses untuk mendapatkan input kembali untuk diproses menjadi barang dan jasa. Semua
itu bertujuan untuk menjamin kelangsungan hidup dan pertumbuhan organisasi.
Konsep input-output sering disebut sebagai model linear, yaitu teori yang menjelaskan bagaimana
sistem dapat dijelaskan dalam konteks dunia nyata. Suatu teori yang beranjak dari konsep umum
ke khusus yang tampak logis, rasional dan teratur berusaha untuk mencari jawaban terhadap usaha
menghubungkan nilai input dan nilai output sehingga menghasilkan efisiensi biaya.
Organisasi sebagai sistem yang menciptakan dan menjaga lingkungan didalamnya memuat
interaksi manusia yang kompleks (baik antar individu maupun dalam kelompok). Organisasi dengan
open system dapat digambarkan seperti fenomena nyala api lilin, sinar yang dipancarkannya akan
memengaruhi kondisi lingkungan di sekelilingnya. Dalam sistem yang terbuka, organisasi dengan
sistem yang lebih luas orang akan berinteraksi aktif dengan sistem eksternal yang ada pada
lingkungannya. Misalnya organisasi sekolah, harus dipandang sebagai hubungan antara perilaku
manusia dan konteksnya. Perilaku organisasi difokuskan pada sekolah sebagai suatu sistem.
Organisasi (sistem) berada dalam lingkungan (suprasistem) yang didalamnya memuat pula sub
sistem (perangkat administrasi dalam organisasi). Batasan antar sub sistem dibuat dengan garis putus-
putus yang berarti antar bagian dapat saling menembus (permeable). Antara subsistem yang terlibat
dapat saling mempengaruhi lewat hubungan yang interaktif dan adaptif antar komponen. Masalah
yang terjadi pada satu bagian dapat menjadi ancaman terhadap fungsi keseluruhan. (Owens; 1987).
Organisasi sebagai open system yaitu organisasi yang berinteraksi dengan lingkungan dengan
kata lain organisasi yang menerima sesuatu dari suatu sistem dan melepaskannya kepada sistem yang
lain. Organisasi merupakan suatu open system sebab selalu berinteraksi dengan lingkungannya. Open
system yaitu “sistem yang berhubungan dan terpengaruh dengan lingkungan luarnya”. Sistem ini
menerima masukan dan menghasilkan keluaran untuk lingkungan luar atau subsistem yang lainnya,
sehingga harus memiliki sistem pengendalian yang baik. Lingkungan dapat dilakukan dengan dua arah
yaitu organisasi dipenuhi perubahan dan sebaliknya lingkungan dipengaruhi oleh organisasi. Adapun
lingkungan organisasi terdiri atas lingkungan mikro dan makro.
Open system akan mencapai suatu tingkat dinamika tertentu atau keseimbangan dinamis. Di
sisi lain sistem ini masih mempunyai kemampuan yang berkelanjutan untuk melangsungkan kerja
dan melakukan transformasi ke pihak lain. Sistem ini mempunyai proses putaran yang kontinu yang
memicu daya hidupnya berkelangsungan. Organisasi dipandang sebagai hal yang dinamis yang
senantiasa berubah. Masukan yang berasal dari lingkungan, diterima oleh sesuatu organisasi. Kemudian
organisasi ini memproses sebagai salah satu kegiatannya untuk mencapai tujuan organisasi. Hasil
pemrosesan ini dikirim dan diterima oleh lingkungan baik berupa barang-barang atau jasa pelayanan.
Hasil ini dirasakan oleh masyarakat sebagai unsur lingkungan dari organisasi ini . Lingkungan
akan memberi umpan balik kepada organisasi yang dipakai sebagai bahan masukan baru
untuk diolah dan diproses didalam organisasi. Dengan cara demikian organisasi mencapai tingkat
keseimbangan yang dinamis dengan lingkungannya. sebab ia dirangsang untuk mendapatkan potensi
baru guna melanjutkan kelangsungan hidupnya.
Open system menekankan hubungan dan ketergantungan antara unsur-unsur organisasi yang
bersifat sosial dan teknologi. Organisasi dipertimbangkan sebagai serangkaian variabel yang saling
berhubungan, dimana perubahan satu variabel akan memicu berubahnya variabel lainnya.
Sistem organisasi terbuka tidak hanya terbuka bagi lingkungannya saja, akan namun terbuka pula bagi
dirinya sendiri. Open system menyesuaikan pada lingkungannya dengan cara melakukan perubahan-
perubahan susunan dan proses dari komponen-komponen di dalam organisasi itu sendiri.
Karakteristik dari open system ini menurut Burns dan Stalker (1994) merupakan kebalikan dari 12
butir karakteristik dari sistem tertutup.
1. Tugas-tugas yang tidak rutin berlangsung dalam kondisi-kondisi yang tidak stabil.
2. Pengetahuan spesialisasi menyebar pada tugas-tugas pada umumnya. Berbeda dengan sistem
tertutup bahwa pemahaman dari spesialisasi tugas itu pengetahuan spesialisasinya dimiliki oleh
masing-masing orang yang barang kali hanya bisa dipergunakan jika menguntungkan orang
ini untuk mengatasi berbagai tugas organisasi.
3. Hasil (atau apa yang bisa dikerjakan) diutamakan
4. Konflik di dalam organisasi diselesaikan dengan interaksi diantara teman sejawat.
5. Pencairan pertanggungjawaban ditekankan. Dalam hal ini tugas-tugas yang bersifat formal
dikesampingkan untuk melibatkan semua anggota didalam memecahkan persoalan-persoalan
organisasi.
6. Rasa pertanggungjawaban yang loyalitas seseorang yaitu pada organisasi secara keseluruhan,
tidak hanya pada subunit organisasi yang telah dibebankan kepada seseorang pejabat.
7. Organisasi dipandang sebagai struktur network yang merembes (fluiding network structure)
(dalam hal ini organisasi dilihat sebagai amoeba).
8. Pengetahuan atau informasi dapat berada dimana saja di dalam organisasi (misalnya, setiap orang
mengetahui sesuatu yang bergayutan dengan organisasinya. Tidak semua orang termasuk kepala
atau pimpinan dapat mengetahui semua hal).
9. Interaksi di antara orang-orang di dalam organisasi cenderung bergerak secara horizontal, selancar
geraknya interaksi vertikal.
10 Gaya interaksi yang diarahkan untuk mencapai tujuan lebih berifat pemberian saran dibandingkan
dengan pemberian instruksi, dan disifati dengan mitos setia kawan dengan mengesampingkan
hubungan antara atasan-bawahan.
11. Hasil tugas dan pelaksanaan kerja yang baik diutamakan, bukannya menekankan pada loyalitas
dan kepatuhan pada seseorang atasan.
12. Prestise ditentukan dari pihak luar (externalized) misalnya kedudukan atau status seseorang di
dalam organisasi sangat ditentukan oleh kemampuan profesional dan reputasi seseorang.
Kelemahan Organisasi Terbuka
Organisasi dengan open system merupakan satu sistem yang sudah sangat baik sebab menerima
masukan tertentu, seperti bahan baku, informasi, tenaga kerja, dan peralatan. Di sisi lain organisasi juga
menghasilkan produk yang dilepas, disalurkan dan diterima oleh sistem lain. Proses ini berlangsung
terus-menerus tanpa ada hentinya.
namun kelemahan pada organisasi open system yang perlu diwaspadai yaitu jika organisasi gagal
memperoleh masukan yang diperlukan dari sistem lain dan keluarannya tidak diserap atau ditolak
sistem lain maka, organisasi lama-kelamaan akan hilang eksistensinya. Hal ini yang kemudian membuat
suatu organisasi atau industri bubar atau bangkrut.
Pemikiran Sistem (System thinking)
Pemikiran sistem (System thinking) telah begitu popular di kalangan masyarakat hal ini memicu
berbagai pendapat dari para pemikir (cendekiawan) mengenai pemikiran sistem. Sifat-sifat system
thinking berhubungan dengan tiga persoalan filsafat, yaitu apa dan berapa banyak yang ingin diketahui,
serta seberapakah nilainya pengetahuan bagi umat manusia. Inti utama dari System thinking merupakan
pewujudan dasar dari pemikiran sistem sebagai konsep teori sistem umum yaitu sebagai teori sistem
terbuka. Konsep ini telah banyak dipakai secara luas dan telah di aplikasikan ke bidang-bidang
pokok persoalan yang beraneka ragam sebab dapat dilihat persoalan dari sudut pandang pemikiran
sistem dan persoalan subjek sebagai sistem terbuka. Berkaitan dengan system thinking ada beberapa hal
yang perlu kita ketahui.
1. Aspek Ontologi dari system thinking
Menurut Quine masalah ontology dapat diungkapkan menjadi tiga kata What is there? Untuk
menjawab pertanyaan yang mendasar mengenai masalah ontology ini seorang ahli mengatakan
jawaban dari pertanyaan Quine yaitu sebuah sistem. Hal ini menunjukkan bahwa setiap eksistensi
tidak dapat berdiri sendiri namun berhubungan secara teratur. Selanjutnya ahli teori sistem
mempunyai pandangan dan penilaian bahwa tiap eksistensi memiliki tatanan yang beraturan
dan ketidakacakan. Sejumlah pertanyaan seputar aspek ontology pada akhirnya menjawab secara
keseluruhan apa yang ingin diketahui yaitu sifat wujud yang ada dengan cara teratur melalui
pembentukan sistem.
2. Aspek Epistemologi system thinking:
Platform epistemologis pemikiran sistem juga melandaskan pada premis tentang holisme. Pada
tataran ini menyatakan bahwa metode penelitian harus didasarkan pada keberadaan seluruh
objek yang diteliti dan bukan di dasarkan pada pendekatan analitik maupun atomistik.
3. Aspek Aksiologi system thinking:
Para pakar teori sistem melihat dunia dalam bentuk pemikiran. Jadi para pakar teori sistem
mengatakan bahwa harus dilakukan usaha untuk menempatkan dunia pada kondisi yang teratur.
C.P. Snow menegaskan bahwa masyarakat barat telah menjadi sangat terpecah ini merupakan
polarisasi kedalam ilmu pengetahuan dan kemanusiaan. Sedangkan menurut Boulding secara
keseluruhan dunia empiris akan lebih menarik saat dalam keteraturan. Dalam kasus ini pakar
teori sistem sangat diperlukan dalam merencanakan usaha untuk menempatkan dunia dalam
keteraturan. Secara sederhana hal ini menegaskan pakar teori sistem menaruh perhatian terhadap
perencanaan masa depan dengan merancang kembali sistem yang ada kedalam suatu yang lebih
kohern secara totalitas untuk kebutuhan manusia.
4. Logika Metafisika system thinking:
Ciri dasar yang membedakan system thinking dari pemikiran kontemporer yaitu logika metafisika.
Hollisme, yang melengkapi dasar ontology dan epistemology menghasilkan sistem logika sebagai
dasar metafisika. Dari pandangan ini system thinking dapat dipahami sebagai meta science titik
kedudukan yang di benarkan oleh pendukung system thinking. Pada permulaan abad sembilan
belas karya Auguste Comte sampai pada pemikir kontemporer seperti Karl Poper, Arthur Eddington
dan James Jean mereka menyarankan ide metafisika untuk mengikuti tempat pengesahan dalam
penyelidikan ilmiah. Kenyataan menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan memainkan dua peran
penting yang berbeda pada satu sisi sebagai metafisika dan di sisi lain sebagai pengertian umum
terdidik. Dasar metafisika pemikiran sistem yaitu sistem logis.
Sejarah System Thinking
System thinking memiliki sejarah panjang yang berhubungan dari Khaldun sampai Whitehead. Sejarah
pemikiran sistem modern menganut pada Teori Sistem Umum dan Sistem Penelitian Umum. Konsep
Teori Sistem Umum diperkenalkan oleh Ludwig von Bertalanffy tahun 1937. Selanjutnya konsep Teori
Sistem Umum ini menjadi panduan gerakan pemikir sistem modern. Perkembangan selanjutnya pada
tahun 1948 Nobert Wiener memperkenalkan teori sibenatika yang menjelaskan tentang perilaku yang
memiliki tujuan dan adaptasi yang memberi kontribusi signifikan terhadap perkembangan studi
sistem. Dengan pendekatan sistem yang ada. Selanjutnya pada tahun 1954 Penelitian Sistem Umum
(General System Research) dilembagakan.
Logika sistem telah diterapkan pada berbagai bidang mulai dari ekonomi, pemasaran, sosiologi,
psikologi, pendidikan. Pergerakan sistem dikategorikan menjadi dua arah, yang pertama yaitu
penelitian lanjutan tentang sifat sistem dalam istilah ilmiahnya disebut Penelitian Sistem Umum.
Tujuan utama dari Penelitian Sistem Umum yaitu sebagai berikut:
1. Menyelidiki konsepisomorf, hukum dan model dalam berbagai bidang dan membantu transfer
yang bermanfaat dari satu bidang ke bidang lainnya.
2. Mendorong pengembangan model teoritis yang memadai dalam bidang-bidang yang kekurangan
model teoritis ini .
3. Meminimalisir duplikasi usaha teoritis pada bidang-bidang yang berbeda.
4. Mempromosikan kesatuan ilmu pengetahuan melalui perbaikan komunikasi diantara spesialis.
System thinking di dalam Organisasi
Organisasi pada dasarnya terdiri atas unit yang harus bekerja sama untuk menghasilkan kinerja yang
optimal. Kesuksesan suatu organisasi sangat ditentukan oleh kemampuan organisasi untuk melakukan
pekerjaan secara sinergis yang akan dimiliki jika semua anggota unit saling memahami pekerjaan unit
lain dan memahami juga dampak dari kinerja unit tempat dia bekerja pada unit lainnya. Seringkali
dalam organisasi orang hanya memahami apa yang dikerjakan dan tidak memahami dampak dari
pekerjaannya dia pada unit lainnya. Selain itu seringkali timbul fanatisme seakan-akan hanya unitnya
sendiri yang penting perannya dalam organisasi dan unit lainnya tidak berperan sama sekali. Fenomena
ini disebut denga nego-sektoral. Kerugian akan sangat sering terjadi akibat ketidakmampuan untuk
bersinergi satu dengan lainnya, pemborosan biaya, tenaga dan waktu.
Tidak adanya pemikiran sistemik ini akan membuat anggota tidak memahami konteks
keseluruhan dari organisasi. Kini semakin banyak organisasi yang mengandalkan pada struktur tanpa
batas (boundaryless organization). Sementara pada organisasi yang masih memakai struktur
organisasi berbasis fungsi, kini fungsi-fungsi yang terkait dengan proses yang sama dibuat saling
melintas batas fungsi; organisasi yang demikian disebut organisasi lintas fungsi atau cross functional
organization. Organisasi-organisasi yang demikian ini akan membuat proses pembelajaran lebih cepat
sebab masing-masing orang dari fungsi yang berbeda akan berbagi pengetahuan dan pengalamannya
dan akan mempercepat proses pembelajaran individu (individual learning) di dalam organisasi terkait.
Pendidikan Sebagai Sistem (Education as a System)
Pendidikan sebagai sebuah sistem terdiri dari sejumlah komponen. Komponen ini antara lain:
raw input (sistem baru), output (tamatan), instrumental input (guru, kurikulum), environmental
input (budaya, kependudukan, politik dan keamanan). Sistem pendidikan juga dapat dilihat dalam
ruang lingkup makro. Sebagai subsistem, bidang ekonomi, pendidikan, dan politik masing-masing-
masing sebagai sistem. Pendidikan formal, nonformal, dan informal merupakan subsistem dari bidang
pendidikan sebagai sistem dan seterusnya.
Penggunaan analisis sistem dalam pendidikan dimaksudkan untuk memaksimalkan pencapaian tujuan
pendidikan dengan cara yang efesien dan efektif. Prinsip utama dari penggunaan analisis sistem ialah:
bahwa kita dipersyaratkan untuk berpikir secara sistematik, artinya harus memperhitungkan segenap
komponen yang terlibat dalam masalah pendidikan yang akan dipecahkan. Komponen-komponen
yang baik menunjang terbentuknya suatu sistem yang baik. namun komponen yang baik saja belum
menjamin tercapainya tujuan sistem secara optimal, manakala komponen tidak berhubungan secara
fungsional dengan komponen lain.
Pada ruang lingkup besar terlihat pula sistem yang satu saling berhubungan dengan sistem yang
lain. Hal ini wajar, oleh sebab pada dasarnya setiap sistem itu hanya merupakan satu aspek dari
kehidupan. Sedangkan segenap segi kehidupan itu kita butuhkan, sehingga semuanya memerlukan
pembinaan dan pengembangan.
Organisasi pendidikan merupakan sistem terbuka punya konsekuensi perilaku tambahan. Sekolah
sebagai contoh yaitu subjek dari dua kekuatan eksternal yang secara alami menentukan pengaturan
internal sekolah. Standar profesional dan harapan yang ditujukan pada guru lewat training, asosiasi
akrediting, permintaan dari kolega, kaitan antara pendidikan dan industri, aturan tahunan yaitu
sedikit dari pengaruh profesional yang berasal dari luar dan pengaruh perilaku yang ada di sekolah.
Kekuatan pengaruh yang kedua berasal dari pengaruh sosiokultural yang lebih luas yang
pengaruhi norma yang berlaku di sekolah. Hal ini bersumber dari perbedaan yang ada pada standar
tradisi komunitas, hukum, peraturan yang berlaku dan juga budaya barat secara luas. Penerapan
sistem tertutup ke dalam objek pendidikan berbentuk penyelenggaraan sistem kegiatan pendidikan
menurut koridor pengajaran. Sedangkan sistem terbuka cenderung menurut koridor pembimbingan
dan pengasuhan.
Sasaran sistem pengajaran, khusus dikembangkan di pendidikan sekolah, yaitu sesuatu yang
bersifat konkret positif, yaitu berupa ‘keterampilan’. Terampil membaca, menulis, dan berhitung. Materi
pendidikan dalam jenis mata pelajaran dipolakan dalam bentuk ‘textbook’, yakni buku pelajaran yang
disusun menurut pola tertentu (Satuan Acara Pengajaran). Sementara pembimbingan dan pengasuhan
menunjuk pada ‘output’ atau hasil dari seluruh rangkaian penyelenggaraan pendidikan menurut
objek forma, metode, dan sistem seperti ini di atas. Hasilnya berupa ‘kecerdasan intelektual’,
yaitu kemampuan berkreasi untuk mencipta segala perubahan yang berguna bagi kelangsungan dan
perkembangan kehidupan sehari-hari.
Manajemen Perubahan Dalam Sebuah Organisasi (Change Management in an Organization)
Perubahan tidak dapat dielakkan dalam kehidupan manusia. Dimulai oleh dunia usaha yang lebih
dulu menyadari pentingnya perubahan bagi peningkatan kualitas produksi yang dihasilkan, sampai
ke administrasi pemerintahan. Berbagai usaha dan pendekatan telah dilakukan untuk memecahkan
masalah yang timbul akibat adanya perubahan.
Berkaitan dengan ini, seorang ahli filsafat Yunani kuno yang bernama Heraclitus pernah berkata
bahwa didunia ini tidak ada yang permanen, kecuali perubahan. Pernyataan ini kiranya masih
mengandung kebenaran sampai saat ini. Dikatakan demikian sebab memang pada kenyataannya di
dunia ini selalu terjadi perubahan yang mencakup seluruh segi kehidupan baik pada tingkat individu
maupun tingkat organisasional. Menarik untuk dicatat bahwa di samping selalu terjadi perubahan di
semua segi kehidupan, perubahan dalam satu bidang pasti mempunyai dampak langsung maupun
tidak langsung pada bidang kehidupan yang lainnya. Dengan kata lain, suatu perubahan merupakan
dependent variabel untuk perubahan di bidang yang lainnya dan oleh sebab itu antara satu perubahan
dengan perubahan yang lainnya selalu ada interelasi dan interdepedensi nyata, meskipun
korelasinya mungkin tidak segera dapat dilihat.
Oleh sebab perubahan memang selalu terjadi dan pasti akan selalu terjadi, pimpinan organisasi
baik organisasi pemerintah maupun non-pemerintah disamping harus memiliki kepekaan terhadap
perubahan-perubahan yang terjadi diluar organisasi yang dipimpinnya dan mampu memperhitungkan
dan mengakomodasikan dampak dari perubahan-perubahan yang terjadi itu, mutlak perlu pula untuk
mempunyai keterampilan dan keberanian untuk melakukan perubahan didalam organisasi demi
peningkatan kemampuan organisasional untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Di lain pihak tidak banyak orang yang suka akan perubahan, namun walau begitu perubahan
tidak bisa dihindarkan, harus dihadapi. sebab hakikatnya memang seperti itu maka diperlukan satu
manajemen perubahan agar proses dan dampak dari perubahan ini mengarah pada titik positif.
Pengertian Perubahan Manajemen
Perubahan yaitu respon terencana atau tak terencana terhadap tekanan-tekanan dan desakan-
desakan yang ada. Manajemen Perubahan yaitu usaha yang dilakukan untuk mengelola akibat-akibat
yang ditimbulkan sebab terjadinya perubahan dalam organisasi. Perubahan mempunyai manfaat
bagi kelangsungan hidup suatu organisasi, tanpa adanya perubahan maka dapat dipastikan bahwa usia
organisasi tidak akan bertahan lama. Perubahan dapat terjadi sebab sebab-sebab yang berasal dari
dalam maupun dari luar organisasi ini .
Perubahan bertujuan agar organisasi tidak menjadi statis melainkan tetap dinamis dalam
menghadapi perkembangan jaman, kemajuan teknologi dan dibidang pelayanan masyarakat yaitu
peningkatan kesadaran masyarakat akan pelayanan yang berkualitas.
Perubahan terdiri dari 3 tipe yang berbeda, dimana setiap tipe memerlukan strategi manajemen
perubahan yang berbeda pula. Tiga macam perubahan ini yaitu :
a. Perubahan Rutin, dimana telah direncanakan dan dibangun melalui proses organisasi;
b. Perubahan Peningkatan, yang mencakup keuntungan atau nilai yang telah dicapai organisasi;
c. Perubahan Inovatif, yang mencakup cara bagaimana organisasi memberi pelayanannya.
Tahap-Tahap Manajemen Perubahan
Suatu perubahan terjadi melalui tahap-tahapnya. Pertama-tama adanya dorongan dari dalam (dorongan
internal), kemudian ada dorongan dari luar (dorongan eksternal). Untuk manajemen perubahan perlu
diketahui adanya tahapan perubahan. Tahap-tahap manajemen perubahan ada empat, yaitu:
Tahap 1, yang merupakan tahap identifikasi perubahan, diharapkan seseorang dapat mengenal
perubahan apa yang akan dilakukan /terjadi. Dalam tahap ini seseorang atau kelompok
dapat mengenal kebutuhan perubahan dan mengidentifikasi tipe perubahan
Tahap 2, yaitu tahap perencanaan perubahan. Pada tahap ini harus dianalisis mengenai
diagnostik situasional teknik, pemilihan strategi umum, dan pemilihan. Dalam proses
ini perlu dipertimbangkan adanya faktor pendukung sehingga perubahan dapat terjadi
dengan baik.
Tahap 3, merupakan tahap implementasi perubahan dimana terjadi proses pencairan, perubahan
dan pembekuan yang diharapkan. jika suatu perubahan sedang terjadi kemungkinan
timbul masalah. Untuk itu perlu dilakukan monitoring perubahan.
Tahap 4, yaitu tahap evaluasi dan umpan balik. Untuk melakukan evaluaasi diperlukan data,
oleh sebab itu dalam tahap ini dilakukan pengumpulan data dan evaluasi data ini .
Hasil evaluasi ini dapat di umpan balik kepada tahap 1 sehingga memberi dampak pada
perubahan yang diinginkan berikutnya.
Sasaran Perubahan
Dalam menganalisa sasaran-sasaran perubahan yang sifatnya organisasional, hendaknya selalu
diperhatikan kaitan antara sasaran-sasaran yang ingin dicapai itu dengan tujuan yang hendak dicapai,
sepanjang tujuan yang telah ditentukan sebelumnya tidak turut diubah. Memang bukan hal yang
mustahil terjadi bahwa tujuan organisasi pun dirasakan memerlukan perubahan, baik dalam arti
keseluruhan, maupun komponen tertentu dari tujuan ini .
Berikut yaitu sasaran-sasaran perubahan ini :
a. Perubahan dalam struktur organisasi: Komponen organisasi yang amat sering dijadikan sebagai
salah satu sasaran perubahan organisasional yaitu stuktur organisasi. Perubahan dalam struktur
organisasi meliputi:
1) Perumusan dalam rumusan atau segi-segi tertentu pada tujuan yang telah ditetapkan.
2) Perubahan dalam mision yang hendak di emban. Seperti misalnya mission suatu Angkatan
Bersenjata yang dirumuskan dengan gaya tertentu dalam suasana damai yang perlu diubah
jika negara dalam keadaan perang.
3) Perubahan dalam rumusan, sifat dan jenis tugas pokok, tugas dan kegiatan operasional.
4) Perubahan dalam beban kerja yang dipikul oleh organisasi sebagai keseluruhan atau
komponen-komponen tertentu dari organisasi.
b. Perubahan prosedur kerja.: Perubahan dalam bidang prosedur kerja dapat saja terjadi dengan atau
tanpa perubahan dalam struktur organisasi. Perubahan dalam prosedur kerja dapat terjadi secara
menyeluruh dan mencakup seluruh peroses administrasi, ataupun terjadi secara inkeremental
artinya hanya mencakup sebagian proses administrasi. Perubahan prosedur kerja meliputi:
1) Perubahan prosedur kerja dalam kegiatan investigatif dalam rangka analisa dan perumusan
kebijaksanaan. Dalam rangka analisa dan perumusan kebijaksanaan, organisasi-organisasi
modern melakukan kegiatan investigatif atau dengan kata lain usaha pengumpulan informasi.
Jika misalnya suatu organisasi mengambil keputusan untuk mengubah strategi dan caranya
memperoleh informasi, keputusan ini tentunya mempunyai implikasi dalam bentuk
perubahan dalam prosedur kerja untuk memenuhi kebutuhan organisasi akan informasi
tertentu.
2) Perubahan prosedur kerja dalam perumusan kebijaksanaan. Hal ini berkaitan dengan
manajemen dan gaya kepemimpinan para pemimpin organisasi. Artinya, jika seorang
pemimipin menerapkan manajemen terbuka dan sifatnya partisipatif, ia akan mengajak
bawahannya untuk berperan aktif dalam perumusan kebijaksanaan. Cara dan pendekatan
seperti ini mungkin terasa berbelit-belit dan rumit, akan namun dipandang dari segi perilaku
administratif, jalan inilah merupakan cara yang terbaik. Atau sebaliknya saat seorang
pemimpin menjalankan manajemen yang sifatnya otoriter ia akan menutup partisipasi
bawahannya dalam proses perumusan kebijaksanaan ini
3) Perubahan prosedur kerja dalam proses pengambilan keputusan. Sebagaimana halnya dengan
proses perumusan kebijaksanaan, proses pengambilan keputusan juga berkaitan dengan
manajemen dan gaya kepemimpinan para pemimpin organisasi. Dalam proses pengambilan
keputusan perlu dirumuskan secara tegas dan jelas sifat dan bentuk keterlibatan berbagai
pihak, termasuk segala perubahan yang dianggap perlu untuk peningkatan efisiensi dan
efektifitas kerja baik di tingkat individual maupun pada tingkat organisasional.
4) Perubahan prosedur dalam perencanaan. Hal ini berkaitan dengan kepekaan dan sikap
tanggap terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dalam berbagai bidang diluar organisasi
yang pengaruhnya dirasakan dalam pelaksanaan tugas fungsional organisasi. Perubahan-
perubahan ini berimplikasi terhadap kualitas, jenis dan bentuk informasi yang
diperlukan dalam menyusun rencana yang pada gilirannya mungkin menuntut perubahan
dalam prosedur kerja. Misalnya, suatu organisasi niaga yang memproduksi mobil mewah.
Tiba-tiba terjadi krisis ekonomi yang mengakibatkan harga-harga kebutuhan pokok naik.
Sehingga orang-orang terpaksa mempertimbangkan kembali niatnya untuk membeli mobil
mewah dan lebih banyak memikirkan untuk memenuhi kebutuhan pokoknya yang lebih
mendesak. Hal ini mengakibatkan organisasi niaga ini harus mengadakan penyesuaian
tertentu dalam menyusun rencana kerjanya baik dalam rencana produksi, penggudangan,
pemasaran dan sebagainya.
5) Perubahan prosedur kerja dalam pengorganisasian. Hal ini berkaitan dengan perubahan yang
bersifat struktural dalam organisasi.
6) Perubahan perubahan prosedur kerja dalam pergerakan bawahan. Hal ini berkaitan
dengan faktor motivasional yang bersifat kebendaan dan non-kebendaan dari para anggota
organisasi. Para anggota organisasi akan menerima perubahan yang akan terjadi jika
dalam diri mereka timbul keyakinan bahwa perubahan yang terjadi itu akan menguntungkan
atau bahkan merugikannya. Disamping itu pimpinan organisasi memang perlu untuk selalu
mencari dan menemukan prosedur baru yang dapat menguntungkan bagi organisasi dan
yang memberi kemudahan bagi para anggotanya. Misalnya pada prosedur pembayaran
gaji dan upah. Pembayaran gaji dengan cara yang konvensional dengan cara antri di depan
loket pembayaran gaji mungkin lebih efisien dan lebih mudah jika diganti dengan sistem
pembayaran transfer via rekening. Hal ini di atas dapat mempunyai efek motivasional
yang tidak kecil artinya.
7) Perubahan prosedur kerja dalam melaksanakan tugas operasional. Hal ini berkaitan dengan
kebiasaan, cara kerja dan prosedur kerja operasional yang sudah biasa dipergunakan oleh
para petugas operasional yang yang tidak mudah untuk diubah. Masalahnya sering berubah
dari masalah yang bersifat teknis menjadi masalah sikap. Contohnya para petani yang tinggal
di daerah pedesaan dan hidup dalam lingkungan yan dapat dikatakan tradisional, sudah
mempunyai persepsi dan kebiasaan tertentu tentang cara bercocok tanam atau bertani.
Persepsi dan kebiasaan tertentu itu bahkan mungkin sudah dianggap sebagai satu-satunya
persepsi dan kebiasaan yang benar dan oleh sebab itu tidak perlu diubah lagi. Apalagi kalau
mengingat bahwa persepsi dan kebiasaan itu telah berlaku turun-temurun di masyarakat.
jika ada usaha dari pemerintah misalnya untuk mengubah persepsi dan kebiasaan itu
tidak mudah dan memerlukan kesabaran, tenaga, biaya, waktu yang tidak sedikit. Umpamanya
kebiasaan dalam menyuburkan tanah dengan cara lama yang memakai pupuk kimiawi
diganti dengan cara memakai pupuk organik. Jelaslah bahwa mengubah prosedur kerja
operasional tidak tepat jika hanya dipandang sebagai masalah teknis saja, sebab sering
yang menjadi penghalang yaitu justru sikap mental yang mengakibatkan orang tidak mau
atau enggan menerima perubahan. sebab nya, pendekatan yang diperlukan tidak hanya
pendekatan teknis, melainkan juga pendekatan psikologis dan perilaku.
8) Perubahan prosedur kerja dalam hal melakukan pengawasan. Pengawasan merupakan
fungsi manajemen yang sangat penting artinya dalam meningkatkan efisiensi, efektifitas
dan produktifitas kerja. Dengan kata lain, pengawasan amat penting peranannya dalam
menghilangkan atau mengurangi pemborosan dan penyimpangan dari rencana yang telah
ditetapkan sebelumnya. Misalnya, dalam usaha pengumpulan fakta dan data operasional
dengan teknologi informasi dapat meningkatkan efisiensi pengawasan yang nantinya akan
meningkatkan efisiensi organisasi.
c. Perubahan Dalam Hubungan Kerja Antar Personal: Hubungan yang serasi antara semua orang
dalam organisasi yaitu suatu hal yang sangat penting, oleh sebab itu suasana demokratis dan
partisipatif perlu dikembangkan dan dipelihara dalam organisasi. Jika organisasi dikelola dengan
cara-cara yang otoriter, diktatorial, tertutup dan melalui “tangan besi“, organisasi demikian
diperkirakan akan gagal dalam pencapaian tujuannya. Oleh sebab itu hubungan kerja harus
disoroti. Hubungan kerja yaitu segala bentuk interaksi personal yang terjadi dalam rangka
pelaksanaan tugas baik vertikal maupun horizontal antara anggota organisasi. Hubungan kerja
yang serasi itu hendaknya ditumbuhkan dan dipelihara secara melembaga sehingga bentuk dan
sifatnya tidak tergantung kepada selera individu tertentu.
Di bawah ini yaitu hal-hal yang perlu mendapat perhatian dalam hal perubahan dalam hubungan
kerja antar personal:
1) Loyalitas kelembagaan. Yang perlu ditumbuhkan dalam organisasi yaitu loyalitas para
anggotanya kepada organisasi bukan kepada orang tertentu, misalnya jika pada waktu
tertentu si A menjadi direktur utama perusahaan X, loyalitas yang melembaga yaitu loyalitas
kepada perusahaan X dan kepada direktur utama, bukan kepada si A secara pribadi. Dengan
demikian, jika terjadi pergantian jabatan direktur utama, dari si A ke si B, tidak sulit bagi
anggota organisasi mempertahankan loyalitasnya yang sejak semula memang tidak ditujukan
kepada si A secara pribadi.
2) Kebijaksanaan tentang sifat hubungan kerja hendaknya dinyatakan secara tertulis.
Pentingnnya kebijaksaaan tentang hubungan kerja itu dinyatakan secara tertulis terlihat
bukan saja dalam rangka kontinuitas, akan namun juga agar tidak mudah diubah-ubah untuk
memenuhi selera manajerial dari orang-orang tertentu. Misalnya perlu diatur secara tertulis
siapa yang berhubungan dengan siapa dan dalam hal apa, mekanisme koordinasi yang berlaku
dalam organisasi, cara dan teknik pendelegasian wewenang serta pengaturan hubungan
pertanggungjawaban.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perubahan (Factors That Affect Change)
Setiap perubahan akan memengaruhi siapapun; apakah dia pihak manajemen ataukah anggota
organisasi. Perubahan bisa ditanggapi secara positif ataukah negatif bergantung pada jenis dan derajat
perubahan itu sendiri. Ditanggapi secara negatif atau dalam bentuk penolakan kalau perubahan yang
terjadi dinilai merugikan diri manajemen dan anggota organisasi. Misalnya yang menyangkut penurunan
kompensasi, pembatasan karir, dan rasionalisasi anggota organisasi. Sementara kalau perubahan
itu terjadi pada inovasi proses perbaikan mutu maka perubahan yang timbul pada manajemen dan
anggota organisasi yaitu dalam hal pengetahuan, sikap dan keterampilan mengoperasikan teknologi
baru. Kalau itu terjadi pada perubahan motivasi anggota organisasi staf dalam suatu tim kerja maka
perubahan yang semestinya terjadi yaitu terjadinya perubahan manajemen mutu sumber daya
manusia. Itu semua tanggapan positif atas terjadinya perubahan.
Untuk mencapai keberhasilan suatu program perubahan maka setiap orang harus siap dan mampu
merubah perilakunya. Hal ini sangat bergantung pada apa yang mempengaruhi perilaku dan apa
pula yang mendorong seseorang untuk berubah. Faktor-faktor internal yang diduga mempengaruhi
perilaku meliputi pengetahuan, keterampilan, kepercayaan/keyakinan, lingkungan dan visi organisasi.
Sementara faktor-faktor pendorong seseorang untuk berubah yaitu kesempatan memperoleh
keuntungan nyata atau menghindari terjadinya kerugian pribadi.
Beragam faktor mempengaruhi perubahan perilaku dimaksud diuraikan sebagai berikut.
1) Pengetahuan: Pengetahuan merupakan unsur pokok bagi setiap anggota organisasi untuk
merubah perilakunya dalam mengerjakan sesuatu. Semakin tinggi tingkat pengetahuan anggota
organisasi semakin mudah dia untuk mengikuti perubahan sesuai dengan tugasnya. sebab itu
pengetahuan ditempatkan secara strategis sebagai salah satu syarat penting bagi kemajuan perilaku
anggota organisasi. Anggota organisasi yang hanya memakai pengetahuan yang sekedarnya
akan semakin tertinggal kinerjanya dibanding anggota organisasi yang selalu menambah
pengetahuannya yang baru.
2) Keterampilan: Keterampilan, baik fisik maupun non-fisik, merupakan kemampuan seseorang
yang diperlukan untuk melaksanakan suatu pekerjaan baru. Keterampilan fisik dibutuhkan
untuk pekerjaan-pekerjaan fisik, misalnya mengoperasikan komputer, mesin produksi dsb.
Keterampilan non-fisik dibutuhkan untuk mendapatkan sesuatu yang sudah jadi. Misalnya
kemampuan memimpin rapat, membangun komunikasi, dan mengelola hubungan dengan
para pelanggan secara efektif. Jadi disitu ada hubungan antara proses dan keterampilan
komunikasi antarpersonal. Keterampilan lebih sulit untuk diubah atau dikembangkan ketimbang
pengetahuan. Perubahan keterampilan sangat terkait dengan pola perilaku naluri (instink). Proses
perubahan respon instink anggota organisasi membutuhkan waktu relatif cukup panjang sebab
faktor kebiasaan apalagi budaya tidak mudah untuk diubah. Misalnya anggota organisasi yang
biasanya bertanya pada anggota organisasi dengan ucapan “apa yang manajer inginkan” (kurang
sopan) sulit untuk segera berubah menjadi ucapan”apa yang dapat saya kerjakan untuk manajer”
atau “bolehkah saya membantu manajer” (lebih sopan).
3) Kepercayaan: Kepercayaan anggota organisasi menentukan sikapnya dalam memakai
pengetahuan dan keterampilannya untuk mengerjakan sesuatu. Boleh jadi anggota organisasi
diberikan pengetahuan dan keterampilan baru dengan cara berbeda. Namun hal itu dipengaruhi
oleh kepercayaan yang dimilikinya apakah pengetahuan dan keterampilan yang diterimanya akan
berguna atau tidak. Dengan kata lain suatu kepercayaan relatif sulit untuk diubah. Jadi kalau ingin
melatih anggota organisasi harus diketahui dahulu kepercayaan yang dimiliki anggota organisasi
sekurang-kurangnya tentang aspek persepsi dari kegunaan suatu pelatihan.
4) Lingkungan: Suatu lingkungan organisasi mempengaruhi perilaku anggota organisasi apakah
melalui pemberian penghargaan atas perilaku yang diinginkan ataukah dengan mengoreksi
perilaku yang tidak diinginkan. Lingkungan organisasi seperti keteladanan pimpinan dan model
kepemimpinan serta masa depan organisasi yang cerah akan berpengaruh pada derajat dan mutu
perubahan perilaku anggota organisasi. “Apa yang organisasi berikan pada anggota organisasi dan
apa pula yang organisasi dapatkan”. Keberhasilan organisasi sangat ditentukan oleh apa yang bisa
diberikan organisasi kepada anggota organisasinya. Semakin tinggi kadar insentif yang diberikan
semakin efektif terjadinya perubahan perilaku anggota organisasinya. Sebaliknya organisasi yang
tidak efektif atau gagal cenderung akan menciptakan perubahan perilaku yang juga tidak efektif.
5) Tujuan organisasi: Tujuan organisasi ditentukan oleh kepercayan kolektif dari para pimpinan
organisasi dan ini menciptakan lingkungan tertentu. Selain itu tujuan merupakan turunan dari
visi masa depan dan sistem nilai organisasi. Pemimpin organisasi yang memiliki visi dan tujuan
yang jelas akan menciptakan lingkungan yang mendorong perilaku produktif. Sebaliknya hanya
akan menciptakan kebingungan di kalangan anggota organisasi.
Kombinasi dari lima faktor di atas menentukan keefektifan suatu perubahan perilaku anggota
organisasi. Dengan pengembangan pengetahuan yang ada anggota organisasi semakin mengetahui
atau memahami apa yang dibutuhkan untuk mampu mengerjakan pekerjaannya. Keterampilan dalam
bentuk kemampuan fisik dan non-fisik dibutuhkan agar anggota organisasi mampu mengerjakan
pekerjaan yang baru. Kepercayaan menentukan apakah anggota organisasi akan memakai
keterampilan dan teknik barunya dalam praktek. Sementara lingkungan organisasi akan menciptakan
tujuan organisasi dalam merumuskan standar apa yang bisa diterimanya. Tujuan organisasi itu sendiri
ditentukan oleh visi organisasi dan dapat menciptakan lingkungan baru. Selain itu bisa jadi faktor
pengaruh menguatnya kecerdasan emosional dan spiritual dari anggota organisasi akan membantu
organisasi lebih siap dalam mengelola perubahan.
Pelaku Perubahan (Actor & Agent of Change)
Setidak-tidaknya ada tiga pelaku perubahan yang bisa berperan dalam setiap proses perubahan,
diantaranya yaitu :
1. Para pelaku perubahan dengan kekuasaan resmi (legitimacy of change) yaitu mereka yang
memiliki kekuasaan yang diakui secara formal dan dianggap sah.
2. Para pendorong dan penganjur timbulnya perubahan (instigators of change) yaitu mereka yang
memandang perlunya perubahan sebab telah membandingkan dan melihat sesuatu yang baik di
tempat lain, seperti mereka yang baru kembali dari studi banding.
3. Para fasilitator perubahan (facilitator of change) yaitu mereka yang memiliki kewibawaan dan
diakui serta dikenal sebagai pemimpin informal yang memudahkan serta melicinkan proses
timbulnya perubahan.
Para pelaku perubahan ini di atas memiliki karakteristik dan ciri-ciri sebagai berikut:
1. Memiliki pemikiran dan ide inovatif, bersemangat dan berani.
2. Selalu mencari hal-hal baru yang menantang dengan mempertimbangkan risiko yang tidak terlalu
tinggi.
3. Ingin selalu melihat organisasi, masyarakat atau institusinya berkembang maju dan memilii
loyalitas yang tinggi serta komitmen yang kuat
4. Pandai berorganisasi, cerdik dalam berpolitik, mengerti sistem kekuasaan serta batas-batas
perubahan yang ingin dilakukan namun tidak terkalahkan oleh rintangan dan keterbatasan yang
ada.
5. Dapat menjadi anggota dan pemain tim yang efektif serta gampang dan senang berkawan.
Masalah dalam Perubahan
Tidak banyak orang yang suka akan perubahan, namun walau begitu perubahan tidak bisa dihindarkan.
Harus dihadapi. sebab hakikatnya memang seperti itu maka diperlukan satu manajemen perubahan
agar proses dan dampak dari perubahan ini mengarah pada titik positif. Banyak masalah yang
bisa terjadi saat perubahan akan dilakukan. Masalah yang paling sering dan menonjol yaitu
“penolakan atas perubahan itu sendiri”. Istilah yang sangat populer dalam manajemen yaitu resistensi
perubahan (resistance to change). Penolakan atas perubahan tidak selalu negatif sebab justru sebab
adanya penolakan ini maka perubahan tidak bisa dilakukan secara sembarangan.
Penolakan atas perubahan tidak selalu muncul dipermukaan dalam bentuk yang standar.
Penolakan bisa jelas kelihatan (eksplisit) dan segera, misalnya mengajukan protes, mengancam mogok,
demonstrasi, dan sejenisnya; atau bisa juga tersirat (implisit), dan lambat laun, misalnya loyalitas pada
organisasi berkurang, motivasi kerja menurun, kesalahan kerja meningkat, tingkat absensi meningkat,
dan lain sebagainya.
Untuk keperluan analitis, dapat dikategorikan sumber penolakan atas perubahan, yaitu penolakan
yang dilakukan oleh individual dan yang dilakukan oleh kelompok atau organisasional.
a. Penolakan individual
sebab persoalan kepribadian, persepsi, dan kebutuhan, maka individu punya potensi sebagai
sumber penolakan atas perubahan. Penolakan individual dapat terjadi sebab hal-hal di bawah
ini:
1). Kebiasaan. Kebiasaan merupakan pola tingkah laku yang kita tampilkan secara berulang-
ulang sepanjang hidup kita. Kita lakukan itu, sebab kita merasa nyaman, menyenangkan.
Bangun pukul 5 pagi, ke kantor pukul 7, bekerja, dan pulang pukul 4 sore. Istirahat, nonton TV,
dan tidur pukul 10 malam. Begitu terus kita lakukan sehingga terbentuk satu pola kehidupan
sehari-hari. Jika perubahan berpengaruh besar terhadap pola kehidupan tadi maka muncul
mekanisme diri, yaitu penolakan.
2). Rasa aman. Jika kondisi sekarang sudah memberi rasa aman, dan kita memiliki kebutuhan
akan rasa aman relatif tinggi, maka potensi menolak perubahan pun besar. Mengubah cara
kerja padat karya ke padat modal memunculkan rasa tidak aman bagi para pegawai.
3). Faktor ekonomi. Faktor lain sebagai sumber penolakan atas perubahan yaitu soal menurunnya
pendapatan. Pegawai menolak konsep 5 hari kerja sebab akan kehilangan upah lembur.
4). Takut akan sesuatu yang tidak diketahui. Sebagian besar perubahan tidak mudah diprediksi
hasilnya. Oleh sebab itu muncul ketidakpastian dan keraguraguan. Kalau kondisi sekarang
sudah pasti dan kondisi nanti sesudah perubahan belum pasti, maka orang akan cenderung
memilih kondisi sekarang dan menolak perubahan.
5). Persepsi. Persepsi cara pandang individu terhadap dunia sekitarnya. Cara pandang ini
mempengaruhi sikap. Pada awalnya program keluarga berencana banyak ditolak oleh
masyarakat, sebab banyak yang memandang program ini bertentangan dengan ajaran agama,
sehingga memicu sikap negatif.
b. Penolakan Organisasional
Organisasi, pada hakekatnya memang konservatif. Secara aktif mereka menolak perubahan.
Misalnya saja, organisasi pendidikan yang mengenalkan doktrin keterbukaan dalam menghadapi
tantangan ternyata merupakan lembaga yang paling sulit berubah. Sistem pendidikan yang
sekarang berjalan di sekolah-sekolah hampir dipastikan relatif sama dengan apa yang terjadi dua
puluh lima tahun yang lalu, atau bahkan lebih. Begitu pula sebagian besar organisasi bisnis.
ada enam sumber penolakan atas perubahan yaitu:
1) Inersia struktural. Artinya penolakan yang terstrukur. Organisasi, lengkap dengan tujuan,
struktur, aturan main, uraian tugas, disiplin, dan lain sebagainya menghasilkan stabilitas. Jika
perubahan dilakukan, maka besar kemungkinan stabilitas terganggu.
2) Fokus perubahan berdampak luas. Perubahan dalam organisasi tidak mungkin terjadi hanya
difokuskan pada satu bagian saja sebab organisasi merupakan suatu sistem. Jika satu bagian
diubah maka bagian lain pun terpengaruh olehnya. Jika manajemen mengubah proses
kerja dengan teknologi baru tanpa mengubah struktur organisasinya, maka perubahan sulit
berjalan lancar.
3) Inersia kelompok kerja. Walau saat individu mau mengubah perilakunya, norma kelompok
punya potensi untuk menghalanginya. Sebagai anggota serikat pekerja, walau sebagai pribadi
kita setuju atas suatu perubahan, namun jika perubahan itu tidak sesuai dengan norma serikat
kerja, maka dukungan individual menjadi lemah.
4) Ancaman terhadap keahlian. Perubahan dalam pola organisasional bisa mengancam keahlian
kelompok kerja tertentu. Misalnya, penggunaan komputer untuk merancang suatu desain,
mengancam kedudukan para juru gambar.
5) Ancaman terhadap hubungan kekuasaan yang telah mapan. Mengintroduksi sistem
pengambilan keputusan partisipatif seringkali bisa dipandang sebagai ancaman kewenangan
para penyelia dan manajer tingkat menengah.
6) Ancaman terhadap alokasi sumber daya. Kelompok-kelompok dalam organisasi yang
mengendalikan sumber daya dengan jumlah relatif besar sering melihat perubahan organisasi
sebagai ancaman bagi mereka. Apakah perubahan akan mengurangi anggaran atau pegawai
kelompok kerjanya?.
Strategi Mengatasi Penolakan
Coch dan French Jr. menyarankan ada enam taktik yang bisa dipakai untuk mengatasi resistensi
perubahan yaitu:
1) Pendidikan dan Komunikasi. Berikan penjelasan secara tuntas tentang latar belakang, tujuan,
akibat, dari diadakannya perubahan kepada semua pihak. Komunikasikan dalam berbagai macam
bentuk. Ceramah, diskusi, laporan, presentasi, dan bentuk-bentuk lainnya.
2) Partisipasi. Ajak serta semua pihak untuk mengambil keputusan. Pimpinan hanya bertindak
sebagai fasilitator dan motivator. Biarkan anggota organisasi yang mengambil keputusan
3) memberi kemudahan dan dukungan. Jika pegawai takut atau cemas, lakukan konsultasi atau
bahkan terapi. Beri pelatihan-pelatihan. Memang memakan waktu, namun akan mengurangi
tingkat penolakan.
4) Negosiasi. Cara lain yang juga bisa dilakukan yaitu melakukan negosiasi dengan pihak-pihak
yang menentang perubahan. Cara ini bisa dilakukan jika yang menentang mempunyai kekuatan
yang tidak kecil. Misalnya dengan serikat pekerja. Tawarkan alternatif yang bisa memenuhi
keinginan mereka.
5) Manipulasi dan Kooptasi. Manipulasi yaitu menutupi kondisi yang sesungguhnya. Misalnya
memelintir (twisting) fakta agar tampak lebih menarik, tidak mengutarakan hal yang negatif,
sebarkan rumor, dan lain sebagainya. Kooptasi dilakukan dengan cara memberi kedudukan
penting kepada pimpinan penentang perubahan dalam mengambil keputusan.
6) Paksaan. Taktik terakhir yaitu paksaan. Berikan ancaman dan jatuhkan hukuman bagi siapapun
yang menentang dilakukannya perubahan.
Oleh sebab itu untuk menghadapi perubahan kita perlu melakukam manajemen perubahan
yang berarti usaha yang dilakukan untuk mengelola akibat-akibat yang ditimbulkan sebab terjadinya
perubahan dalam organisasi.
Tidak banyak orang yang suka akan perubahan, namun walau begitu perubahan tidak bisa
dihindarkan. Harus dihadapi. sebab hakikatnya memang seperti itu maka diperlukan satu manajemen
perubahan agar proses dan dampak dari perubahan ini mengarah pada titik positif.
KONSEP TEORI PERUBAHAN TERENCANA (THEORIES OF PLANNED CHANGE)
Konsepsi teori perubahan terencana cenderung berfokus pada bagaimana perubahan dapat
implementasikan organisasi. Disebut “teori perubahan,” kerangka kerja ini menjelaskan kegiatan yang
harus dilakukan untuk memulai dan melaksanakan sukses organisasi berubah.
Digambarkan dan membandingkan tiga teori perubahan: model perubahan Lewin, model
penelitian tindakan, dan model positif.
a. Lewin’s Change Model: Model Perubahan Terencana, Mencairkan (unfreezing), Tindakan
(action), Mendinginkan (Refreezing)
b. Action Research Model: Identifikasi masalah, Konsultasi dengan Behaviora, Tanggapan ke Key
Klien atau Kelompok, Diagnosis bersama masalah, Perencanaan Aksi Bersama, Aksi, Pengumpulan
Data sesudah Aksi
c. The Positive Model: Model Perubahan Terencana, Memulai penyelidikan, Praktik Terbaik,
Temukan Thema, Membayangkan sebuah Masa Depan yang dipilih, Desain dan memberi
Cara Membuat Masa depan.
(a)
Lewin
(b)
Action Research Model
(c)
Model positif
Model Perubahan
Terencana Identifikasi masalah Praktik Terbaik
Mencairkan (unfreezing) Memulai penyelidikan
Tindakan Konsultasi dengan Behaviora Science Expert Temukan Thema
Mendinginkan (Refreezing) Tanggapan ke KeyKlien atau Kelompok
Membayangkan sebuah
Masa Depan yang dipilih
Diagnosis bersama masalah
Perencanaan Aksi Bersama
Aksi
Pengumpulan Data sesudah
Aksi
Desain dan memberi
Cara Membuat Masa depan
d. Gen. Model of Planned Change: Memasuki dan Pemetaan (Entering And Contracting), Diagnosa
(Diagnosing), Merencanakan dan Implementasi Perubahan (Planning and Institutionalizing
Change), Evaluasi dan ganti/perubahan lembaga (Evaluating and Implementing Change)
43
Memasuki dan Pemetaan Diagnosa Merencanakan dan
Impelementasi
Perubahan
Evaluasi
(Entering And Contracting) (Diagnosing) (Planning and
Implementing Change)
(Evaluating and
Institutionalizing
Change)
Gambar 2.3: Model Umum Perubahan Terencana (General Model of Planned Change)
44
45
BAB 3
Diagnosis Organisasi
MENDIAGNOSA ORGANISASI (WHAT IS DIAGNOSIS?)
Mendiagnosa organisasi merupakan salah satu komponen utama dalam melakukan perencanaan
perubahan. Diagnosis yaitu proses untuk mengerti suatu fungsi dari arus sistem, yang pada kegiatan
ini melibatkan pengumpulan informasi bersangkutan tentang operasi organisasi yang sedang
berjalan, meneliti data ini , dan menggambarkan penarikan kesimpulan untuk peningkatan dan
perubahan yang potensial. Hasil diagnosa yang efektif menyediakan pengetahuan yang sistematis
bagi organisasi untuk mendesain intervensi yang sesuai. Banyak organisasi-organisasi lainnya dalam
melakukan pengembangan dan perubahan organisasi tidak melakukan diagnosa organisasi secara benar,
sehingga memicu keterhambatan dalam proses perubahan dan perkembangan. Apapun bentuk
dari perubahan yang dilakukan oleh organisasi, baik itu secara Radical Change ataupun Incremental
Change, kebutuhan akan mendiagnosa organsiasi perlu untuk merencanakan langkah selanjutnya
yang lebih strategik. Diagnosa merupakan sesuatu yang penting dalam perubahan dan pengembangan
organisasi, untuk itu dalam tulisan ini, menyajikan suatu definisi diagnosa secara umum, serta model
diagnosa organisasi.
Diagnosa yaitu suatu proses mengerti bagaimana fungsi organisasi saat ini dan menyediakan
informasi yang diperlukan untuk mendesain intervensi perubahan. Kegiatan diagnosa ini biasanya
dilakukan sesudah adanya proses entering dan contracting yang dilakukan oleh organisasi untuk melakukan
perencanaan perubahan, yang pada kedua proses ini organisasi telah menetapkan langkah untuk
menindak lanjuti hasil diagnosa yang berhasil. Proses ini membantu praktisi pengembangan organisasi
dan anggota klien (yang memakai konsultan perubahan) yang bersama-sama menentukan fokus isu
organisasi pada, bagaimana mengumpulkan dan menganalisis data untuk mengerti posisi organiassi,
dan bagaimana bekerja bersama dalam mengembangkan langkah aksi dari diagnosa ini . Diagnosa
dalam pengembangan organisasi, bagaimanapun merupakan banyak kolaborasi, seperti menyiratkan
perpektif medis. Hal yang perlu dipersiapkan dalam melakukan diagnosa organisasi, agar adanya suatu
kesuksesan dalam melakukan diagnosa, serta mendapatkan hasil yang optimal dalam melakukan
perubahan dan pengembangan.
Pertama, nilai dan kepercayaan etis yang mendasari pengembangan organisasi menyatakan bahwa
anggota organisasi seluruhnya dan agen perubahan harus dilibatkan dalam menemukan faktor penentu
dari efektivitas organisasi sekarang. Dengan cara yang sama, kedua-duanya harus dilibatkan dengan
aktif di dalam mengembangkan intervensi yang sesuai dan menerapkannya. Untuk contohnya seorang
manajer mungkin mencari pengembangan organisasi membantu mengurangi ketidak hadiran dalam
departemennya. Manajer dan konsultan pengembangan organisasi, bersama-sama memutuskan dalam
mendiagnosa pemicu masalah dengan menguji arsip ketidakhadiran perusahaan dan mewawancara
pekerja tentang pertimbangan kemungkinan untuk tidak hadir. Dengan nilai-nilai ini maka akan
ada kerjasama dalam mendiagnosa maupun melakukan langkah aksi sebagai hasil (follow up) dari
diagnosa.
Kedua, model diagnosa medis juga menyiratkan sesuatu yang salah dengan pasien dan
membutuhkan sesuatu untuk membongkar pemicu penyakit. Dalam kasus ini dimana organisasi
mempunyai masalah spesifik, diagnosa dapat mengorientasikan masalah, mencari pertimbangan
untuk masalah. Pada contoh di atas, dalam bagian ini agen perubahan harus mampu mencari, untuk
membongkar area spesifik untuk pengembangan masa depan departemen yang efektif. Nilai yang
kedua ini mengadopsi dari diagnosa dalam medis, yang mencari dan menemukan penyakit pada
pasien, lalu menyembuhkan bagian ini . Disini perlu adanya informasi yang jelas akan penyakit
dan persoalan organisasi sehingga diberikan suatu penyelesaian aksi yang tepat dan menuju pada
perubahan organisasi yang diharapkan.
Dalam pengembangan organisasi, diagnosis dipakai dengan sangat luas seperti dalam
yang dipakai dalam definisi medis. Diagnosa organisasi, merupakan proses kolaborasi antara
anggota organisasi dan konsultan pengembangan organisasi dalam mengumpulkan informasi yang
bersangkutan, menganalisa, dan menggambarkan kesimpulan untuk perencanaan aksi dan intervensi.
Jadi proses organisasi yaitu kerjasama dalam mengumpulkan data dalam organisasi ini , sebagai
langkah strategik kedepan dari organisasi.
Masuk dalam proses perubahan dan melakukan proses kontrak dalam perubahan sebagai hasil
dalam suatu kebutuhan untuk mengerti juga suatu sistem utuh atau beberapa bagian, atau corak
organisasi. Untuk mendiagnosa organisasi, praktisi pengembangan organisasi dan anggota organisasi
membutuhkan data serta memiliki ide tentang apa informasi yang dikumpulkan dan dianalisa guna
perkembangan organisasi selanjutnya. Sebagai hasilnya, model diagnostik menunjukkan wilayah
apa yang untuk menguji dan pertanyaan apa yang dalam menaksir atau meramalkan bagaimana
suatu organisasi sedang berfungsi. Proses dan model diagnostik harus terpilih secara hati-hati untuk
menunjuk organisasi dalam mempresentasikan permasalahan seperti halnya untuk memastikan
kelengkapan dan keluasan dalam diagnosa. Model potensial diagnosa ada dimana-mana, mereka
menyediakan informasi tentang bagaimana dan mengapa sistem organisasi tertentu dalam proses
atau fungsi yang efektif. Study yang sering dilakukan oleh para akasemisi dan praktisi mengenai
organisasi, sering berhubungan dengan segi perilaku organisasi (organization behaviuor) seperti stress
pekerja, kepemimpinan, motivasi, penyelesaian masalah, dinamika kelompok, desain pekerjaan, dan
pengembangan karier. Selain hal ini , juga dilibatkan dalam organisasi yang lebih luas, termasuk
lingkungan, strategi, struktur dan budaya. Model diagnosa dapat diperoleh dari informasi dengan
mencatat dimensi atau variabel yang dihubungkan dengan efektifitas organisasi. Kebutuhan akan model
diagnosa bukan saja, membuat para agen perubahan makin mudah dalam melakukan suatu perubahan
atau perkembangan organisasi, akan namun menambah pekerjaan yang lebih serius lagi dalam mencapai
kesuksesan diagnosa.
IDE DIAGNOSIS ORGANISASI
Banyak pengembangan strategi organisasi (OD) yang dilakukan untuk meningkatkan efektivitas
organisasi (Beer & Spector, 1993; Cummings & Worley, 1993; Rothwell & Sredl, 1992). Salah satu
strategi ini, diagnosis organisasi, melibatkan “ mendiagnosa, “ atau menilai, tingkat saat organisasi
berfungsi untuk merancang intervensi perubahan yang sesuai. Konsep diagnosis dalam pengembangan
organisasi dipakai dengan cara yang mirip dengan model medis. Misalnya, dokter melakukan tes,
mengumpulkan informasi penting tentang sistem manusia, dan mengevaluasi informasi ini untuk
meresepkan pengobatan. Demikian pula, diagnosa organisasi memakai prosedur khusus untuk
mengumpulkan informasi penting tentang organisasi, untuk menganalisis informasi