Pendinginan dan pembekuan pada pangan segar maupun pangan
olahan memberikan pengaruh besar terhadap keamanan dan mutu
pangan. Proses pendinginan dan pembekuan yang tepat terbukti dapat
mempertahankan mutu pangan dengan mengurangi atau menonaktifkan
aktivitas enzim dan mikroorganisme pada pangan. Seiring dengan kenaikan
jumlah penduduk dan semakin meningkatnya kebutuhan pangan,
kebutuhan peralatan penyimpan suhu rendah pun terus bertambah.
Pangan harus dijaga mutu dan keamanannya dari produsen hingga
konsumen. Oleh karena itu, pemakaian peralatan penyimpanan suhu
rendah banyak dipakai pada penanganan pascapanen pangan segar,
pada saat pendistribusian pangan, pada industri pengolahan, retailer
hingga konsumen dalam skala rumah tangga.
Bagaimana Perkembangan Penyimpanan Suhu Rendah?
Kebutuhan pangan segar maupun olahan terus meningkat
seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk dunia. Bahan pangan
segar umumnya memiliki sifat mudah rusak, sedangkan pangan olahan
memiliki umur simpan yang lebih lama, namun tetap akan mengalami
penurunan mutu selama waktu penyimpanan. Mengetahui bagaimana
prinsip - prinsip penyimpanan bahan pangan segar maupun olahan yaitu
kebutuhan baik bagi produsen maupun konsumen.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun
2012 Tentang Pangan, pangan segar yaitu pangan yang belum mengalami
pengolahan yang dapat dikonsumsi langsung dan/ atau yang dapat menjadi
bahan baku pengolahan pangan. Saat musim panen, ketersediaan pangan
segar sangat melimpah. Disisi lain, pangan segar merupakan bahan yang
mudah rusak dan dapat mengalami penurunan mutu dengan cepat. Selain
itu, produksi bahan pangan juga relatif tidak stabil yang dipengaruhi oleh
kondisi alam. Pada musim tertentu, pangan segar bisa menjadi sangat
langka dan terbatas. Khususnya untuk negara-negara dengan perubahan
iklim yang drastis. Dengan demikian, manajemen penyimpanan pangan
segar menjadi sangat penting. Ketidakmampuan menyimpan bahan
pangan dengan tepat akan berakibat pada peningkatan food waste.
Salah satu metode penyimpanan bahan pangan segar yang telah lama
diterapkan yaitu penyimpanan pada suhu rendah.
Zaman dahulu, orang telah memanfaatkan es alami, salju, gua
dan puncak gunung yang dingin untuk menyimpan bahan pangan mereka
agar tetap segar. Hal ini bisa kita lihat dari adanya rumah es pertama yang
tercatat, dibangun di Suriah atas perintah Raja Zimri-Lim, dibuat pada
tahun 1700 SM. Sejak dulu orang Cina Kuno, Suriah, dan Persia telah
melakukan praktik penyimpanan suhu rendah. Mereka memanen es,
yang kemudian akan disimpan di ruang bawah tanah atau rumah es yang
terisolasi dan dipakai untuk mengawetkan makanan dan minuman.
Orang Yunani dan Romawi kuno memakai es yang disimpan dari
gudang es bukan untuk mengawetkan makanan, namun sebagai cara untuk
mendinginkan minuman saat musim panas tiba.
Pada awal tahun 1800-an, seorang pengusaha Amerika menyadari
nilai es yang dipanen bagi orang Amerika. Selanjutnya, secara komersial
orang ini memotong dan mengangkut es dari New England untuk
dijual ke Karibia dan Amerika Serikat bagian Selatan. Sejak saat itu banyak
dibangun cold storage pada setiap rumah. Hingga pada tahun 1830,
konsumsi es untuk penyimpanan berada pada titik tertinggi sepanjang
masa, dan warga sangat terbiasa untuk dapat menyimpan bahan
pangan di rumah mereka sendiri.
Penyimpanan bahan pangan pada suhu rendah terus
berkembang. Pada tahun 1755, percobaan pertama untuk menurunkan
suhu benda secara artifisial dilakukan oleh Profesor William Cullen,
yang berhasil membuat sejumlah kecil es secara artifisial memakai
dietil eter sebagai zat pendingin. Pada tahun 1805, O. Evans membuat
sistem kompresi uap pertama. Berikutnya pada tahun 1834, J. Perkins
membuat mesin kompresi uap yang ditingkatkan. Selanjutnya pada tahun
1850 mesin pendingin mulai memakai kompresor dengan bahan
pendingin udara, ammonia dan Freon. Pada tahun 1856, A. Twinning
mulai membuat aplikasi pendinginan komersial pertama. Kemudian pada
tahun 1918 mulai diproduksi lemari es rumah tangga pertama. Dahulu
lemari es dianggap sebagai barang mewah, karena harganya yang mahal
dan pemakaian listriknya yang besar. Namun seiring perkembangan
teknologi, saat ini telah banyak dihasilkan teknologi penyimpanan suhu
rendah yang lebih ramah lingkungan, hemat, efisien dan dengan harga
yang terjangkau.
Perkembangan teknologi pendinginan dan pembekuan
memungkinkan terjadinya pengiriman bahan pangan segar melintasi jarak
yang sangat jauh dan menyimpan dalam jumlah besar untuk jangka waktu
yang lama di ruang freezer industri atau ruang dingin yang lebih kecil. Hal
ini memicu ledakan pertanian di daerah yang sebelumnya terlalu
sulit untuk mengirimkan bahan pangan, membantu menstabilkan harga
daging, produk susu, buah dan sayuran segar di pasar. Selain itu, akses
pangan menjadi mudah didapat lintas daerah dan lintas musim.
Selain pangan segar, teknologi penyimpanan suhu rendah juga
mendorong perkembangan pangan olahan. Menurut Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan, pangan olahan
yaitu makanan atau minuman hasil proses dengan cara atau metode
tertentu dengan atau tanpa bahan tambahan. Salah satu pangan olahan
yang banyak berkembang sebagai akibat perkembangan penyimpanan
suhu rendah yaitu frozen food. Pangan olahan beku atau dikenal dengan
frozen food didefinisikan sebagai pangan olahan yang dihasilkan dari
proses pembekuan dan suhu produk dipertahankan tidak lebih dari -18°C
pada setiap bagiannya. Perubahan gaya hidup yang serba cepat juga
mendorong berkembangnya produk ini . Produk frozen food telah
banyak membantu dalam penyiapan makanan menjadi lebih cepat dan
mudah.
Hingga saat ini variasi produk frozen food yang beredar di pasaran
sangatlah banyak. Mulai dari olahan buah dan sayur (seperti: kentang
goreng (french fries) dan mix frozen vegetable), olahan serealia (seperti
mie, kulit pangsit atau kebab, dan macaroni schotel), olahan daging
(seperti: nuget, bakso, ungkep dll) hingga berbagai olahan ikan dan
seafood (seperti: udang lapis tepung, udang kupas masak, surimi, bakso
ikan, tekwan, pempek, dim sum, siomay, fish katsu, bandeng presto, naget
ikan dll). Namun demikian frozen food merupakan salah satu pangan
olahan yang memiliki resiko tinggi. Jika tidak disimpan dan ditangani
dengan tepat akan berpotensi tidak aman untuk dikonsumsi. Hal ini
menuntut lebih banyak penyediaan sistem pendingin dan pengawasan
yang lebih ketat dalam proses pengolahan bahan dan penanganan selama
penyimpanannya.
Menyimpan Dengan Benar Sama Dengan Memperpanjang
Umur Simpan
Manusia telah memakai berbagai metode untuk mengawetkan
makanan selama berabad - abad, mulai dari penggaraman, fermentasi,
pengalengan, dan pasteurisasi. Umur simpan atau shelf life suatu produk
dipahami sebagai rentang waktu yang dimiliki suatu produk mulai dari
produksi hingga konsumsi sebelum produk mengalami penurunan mutu
atau mengalami kerusakan dan tidak layak untuk dikonsumsi. Sedangkan
kondisi dimana produk sudah tidak aman untuk dikonsumsi ditunjukkan
dengan tanggal kadaluarsa (expiration date). Selama rentang waktu umur
simpan, produk memiliki kandungan gizi sesuai dengan yang tertera pada
kemasan, tetap terjaga atribut sensorinya, fungsinya, dan produk harus
aman dikonsumsi.
Nilai umur simpan terhitung sejak produk diproduksi/ dikemas dan
sangat dipengaruhi oleh kondisi penyimpanannya. Selain itu, umur simpan
bahan pangan dipengaruhi oleh karakteristik bahan pangan ini ,
pengemasan, suhu dan humiditas ruang penyimpanan. Penyimpanan
yang salah sama dengan mempercepat kerusakan bahan pangan. Salah
satu cara yang bisa dilakukan untuk mempertahankan mutu pangan segar
pasca pemanenan yaitu dengan mengatur suhu bahan maupun kondisi
ruang penyimpanannya. Pada suhu tertentu, aktivitas enzimatik dan
pertumbuhan mikroorganisme pemicu terjadinya penurunan mutu
pada pangan bisa dikurangi sehingga bahan tetap dalam keadaan segar.
Pangan segar baik bersumber dari nabati maupun hewani
masih akan mengalami respirasi sesudah proses pemanenan maupun
pemotongan. Untuk berlangsungnya respirasi ini , diperlukan suhu
optimum, yaitu suhu dimana proses metabolisme (termasuk respirasi)
dapat berlangsung secara sempurna. Pada suhu penyimpanan yang lebih
tinggi atau lebih rendah dari suhu optimum, metabolisme akan berjalan
kurang sempurna bahkan berhenti sama sekali. Penyimpanan suhu
rendah dapat menurunkan aktivitas respirasi dan menghambat aktivitas
mikroorganisme. Penyimpanan suhu rendah tidak membunuh mikroba,
namun hanya menghambat aktivitasnya. Untuk mendapatkan umur
simpan yang lebih panjang, teknik penyimpanan pada suhu rendah perlu
dikombinasikan dengan teknik pengawetan yang lainya.
Aktivitas menyimpan pangan terjadi disepanjang rantai produksi,
mulai dari pangan segar oleh produsen, bahan baku maupun pangan
olahan oleh industri pengolahan, unit distribusi, retail, sampai ditangan
konsumen. Saat penyimpanan, potensi terjadinya kerusakan pangan bisa
terjadi oleh keberadaan organisme hidup yang dapat mengkontaminasi
seperti cacing, serangga, fungi ataupun mikroorganisme lain yang bisa
mengkontaminasi pangan. Selain itu, selama penyimpanan aktivitas
biokimia yang memicu berkurangnya mutu akan terus terjadi.
Pangan segar merupakan jaringan hidup hingga bahan pangan ini
di konsumsi atau diproses lebih lanjut. Dengan demikian, fokus utama
dalam penyimpanan yaitu mengurangi laju respirasi tanpa merusak
jaringan. Sedangkan untuk pangan olahan, umumnya akan mengalami
laju penurunan mutu sebagai fungsi waktu dan suhu penyimpanan.
Menyimpan bahan pangan dengan baik berarti mengatur dan
mengendalikan kondisi ruang penyimpanan dengan memahami potensi
kerusakan pada bahan pangan
Setidaknya ada lima parameter yang harus diperhatikan
dalam penyimpanan pangan segar maupun olahan. Parameter pertama
yaitu suhu ruang penyimpanan. Seperti yang kita ketahui bahwa,
laju reaksi biokimia pada bahan pangan dipengaruhi oleh suhu. Suhu
rendah akan mampu menurunkan kerusakan pada bahan pangan dan
menghambat pertumbuhan bakteri maupun jamur. Penyimpanan suhu
rendah dibatasi oleh beberapa hal, diantaranya: karakteristik pangan dan
biaya penyimpanan. Sehingga perlu adanya keseimbangan antara biaya,
shelf life, dan resiko chilling injury maupun freezing injury.
Parameter kedua yaitu kelembapan ruang penyimpanan.
Jika kelembapan ruang penyimpanan melebihi kesetimbangan relatif
bahan, maka bahan akan menyerap kelembapan yang berlebih selama
penyimpanan. Peningkatan kadar air dalam pangan selama penyimpanan
akan meningkatkan kerentanan terhadap pertumbuhan mikroorganisme.
Sementara, jika kelembapan ruang penyimpanan lebih rendah dari kadar
air pangan maka pangan akan mengalami rehidrasi. Kehilangan kadar air
dalam pangan akan menurunkan mutu dan memicu susut masa
yang berakibat pada turunnya harga jual. Kondisi yang ideal yaitu jika
kelembapan lingkungan sama dengan bahan, sehingga tidak akan terjadi
perpindahan massa air dari lingkungan ke bahan atau sebaliknya.
Parameter ketiga yaitu komposisi udara ruang penyimpanan.
Pengendalian komposisi udara pada ruang penyimpanan bahan pangan
mentah memiliki banyak manfaat. Pada sebagian bahan yang berpotensi
mengalami reaksi oksidasi, ruangan didesain agar bebas oksigen. Pada
kondisi lain, ventilasi yang memadai diperlukan untuk mencegah
fermentasi anaerobik yang akan memicu off-flavors. Pengendalian
komposisi udara dengan meningkatkan N
dan mengurangi O
pada
ruang penyimpanan juga akan membuat proses metabolisme melambat,
menghambat respirasi, pematangan dan penuaan pangan segar.
Parameter keempat yaitu cahaya ruang penyimpanan.
Keberadaan cahaya dapat memicu berbagai macam reaksi dalam bahan
pangan. Senyawa pada bahan pangan yang sensitif terhadap cahaya
disebut fotosensitizer dan sering mengacu pada pigmen seperti klorofil,
riboflavin, karotenoid, antosianin, dan flavonoid. Molekul fotosensitizer
umumnya memiliki struktur kromofor yang mampu menyerap foton
energi dari cahaya dan menghasilkan reactive oxygen species (ROS).
Sebagai contoh, bahan pangan yang kaya protein dan lemak akan lebih
rentan mengalami kerusakan akibat cahaya akibat fotosensitizer yang
diinduksi oleh photo-oxidation.
Parameter kelima yaitu keberadaan organisme dalam ruang
penyimpanan. Dalam ruang penyimpanan sangat mungkin ada
berbagai organisme yang bisa merusak atau menurunkan mutu bahan
pangan, seperti serangga dan hewan pengerat. Upaya pengendalian
dapat dilakukan dengan penyemprotan fungisida dengan dosis yang
diizinkan dan tidak berbahaya bagi bahan pangan.
Mekanisme Penyimpanan Suhu Rendah
Pendinginan
Pendinginan terjadi akibat lepasnya panas pada bahan ke
lingkungan ruang pendingin dan lepasnya panas dari lingkungan ruang
pendingin ke luar sistem pendingin hingga mencapai suhu tertentu yang
diinginkan. Selanjutnya suhu ini akan dipertahankan agar tetap
stabil. Dalam proses pendinginan, terjadi tiga mekanisme perpindahan
panas secara simultan, yaitu: konveksi, radiasi dan penguapan. Selama
proses pendinginan, media pendingin harus mampu menyerap panas dari
dalam bahan yang akan didinginkan, panas konduksi di luar dinding ruang
pengemas/penyimpan dan panas infiltrasi dari ruangan yang terbuka.
Mekanisme perpindahan panas selama proses pendinginan
(Sumber: ilustrasi oleh penulis)
ada tiga faktor yang sangat mempengaruhi laju pendinginan.
Faktor pertama yaitu perbedaan suhu antara bahan yang didinginkan
dengan suhu media pendingin. Media pendingin yang dipakai bisa
berupa udara dingin, air suhu rendah maupun es. Pada tahap awal
proses pendinginan, laju penurunan suhu akan berlangsung lebih cepat
dan berangsur melambat. Hal ini terjadi karena seiring lamanya waktu
pendinginan selisih suhu yang ingin dicapai sudah mulai berkurang. Pada
proses pendinginan hanya terjadi perubahan panas sensible (panas untuk
merubah suhu tanpa merubah tahap ), sehingga suhu ruang pendingin
berkisar 20 OC hingga 0 OC. Penentuan suhu penyimpanan dingin
disesuaikan dengan suhu optimum penyimpanan tiap bahan pangan.
Faktor kedua yaitu besarnya luas kontak antara permukaan bahan yang
akan didinginkan dengan media pendingin. Semakin besar luas kontak
antar bahan dengan media pendingin maka laju proses pendinginan akan
lebih cepat terjadi. Dalam hal ini laju kontak media pendingin juga bisa
meningkat ketika terjadi peningkatan laju udara pendingin. Faktor ketiga
yaitu nilai konduktivitas termal produk pangan dan bahan pengemasnya.
Pendinginan akan cepat terjadi apabila bahan dan kemasan memiliki nilai
konduktivitas termal yang tinggi.
Pembekuan
Penyimpanan pada suhu beku memiliki berbagai keuntungan
karena mampu mempertahankan kandungan zat gizi, rasa, warna dan
aroma. Selain itu penyimpanan pada suhu beku juga bisa menghemat
waktu, kerja, dan uang. Metode ini juga mudah untuk diterapkan dalam
mengawetkan bahan pangan. Dengan peyimpanan beku memungkinkan
untuk memasak bahan pangan lebih cepat, ketersediaan bahan pangan
akan ada sepanjang tahun dan bisa mengurangi frekuensi kegiatan belanja.
Pembekuan merupakan salah satu metode pengawetan pangan,
dimana produk pangan diturunkan suhunya hingga bahan berada di
bawah suhu bekunya. Selama proses pembekuan terjadi perpindahan
panas sensibel (panas untuk mengubah suhu) dan perpindahan panas
laten (panas untuk mengubah wujud zat). Suhu pembekuan bahan pangan
umumnya terjadi dibawah -2oC (28oF). Selama pembekuan, sebagian dari
air berubah wujud dari tahap cair ke tahap padat dan membentuk kristal
es. Kristalisasi ini memicu mobilitas air terbatas sehingga aktivitas
air pun menurun. Kondisi ini akan memicu penghambatan
pertumbuhan mikroba, serta reaksi-reaksi kimia dan biokimia yang
mempengaruhi mutu dan keawetan produk pangan. Dengan demikian
produk beku dapat memiliki umur simpan yang lebih lama.
Selama proses pembekuan, suhu bahan pangan diturunkan
menjadi lebih rendah dari suhu titik bekunya sehingga terjadi perubahan
wujud air dari cair menjadi padat pada titik bekunya dan lewat beku
(berada di bawah titik bekunya). Proses perubahan wujud dari cair
ke lewat beku pada sistem pangan akan berbeda dengan perubahan
wujud air murni. Dalam proses pembekuan, baik pada air murni, larutan
maupun sistem pangan, terjadi fenomena supercooling. Supercooling
yaitu kondisi dimana suhu air menurun di bawah suhu bekunya, namun
kemudian meningkat lagi ke suhu titik bekunya. Suhu supercooling dapat
mencapai 10oC di bawah titik beku bahan.
Sesuai dengan sifat koligatif larutan, suhu pembekuan air menjadi
lebih rendah dengan adanya komponen lain yang membersamainya.
Jika pada air murni proses pembekuan terjadi pada suhu konstan, maka
didalam sistem larutan atau campuran proses pembekuan terjadi pada
suhu yang tidak sama (titik beku semakin menurun). Hal ini terjadi karena
pada proses pembekuan air, sebagian air yang menjadi pelarut akan
membeku yang memicu konsentrasi larutan akan semakin tinggi.
Sebagai akibatnya, titik beku larutan atau sistem pangan akan mengalami
penurunan.
yaitu suhu media pendinginan. Pada titik A hingga B air mengalami
perubahan suhu hingga dibawah 0 oC. Pada titik B air akan tetap berada
pada tahap cair meskipun suhunya 0 oC. Kondisi ini disebut dengan
supercooling. Pada titik B hingga C suhu naik dengan cepat pada suhu
pembekuannya akibat lepasnya panas laten (panas untuk mengubah tahap )
dan pada titik ini kristal es akan terbentuk pada titik beku bahan pangan
(T
f,f
). Pada titik C hingga D terus terjadi penurunan suhu pembekuan
akibat peningkatan konsentrasi padatan pada fraksi produk yang belum
membeku. Penurunan suhu akan terus terjadi hingga sebagian besar
produk pangan telah berubah tahap menjadi es dan akan berhenti ketika
padatan pada sistem pangan menjadi super jenuh dan mulai mengkristal.
Selanjutnya pada titik D panas laten kristalisasi akan kembali dilepas dan
suhu akan naik pada titik eutectic yaitu titik E. Pada titik suhu eutectic
sebagian air sudah membeku yang memicu zat terlarut mengalami
kondisi lewat jenuh dan mulai membentuk kristal. Saat terjadi kristalisasi
zat terlarut, terjadi pelepasan panas laten (perubahan wujud yang
berlangsung pada suhu konstan). Proses kristalisasi akan terus berlanjut
seiring penurunan suhu hingga titik F yaitu suhu media pendinginan T
m
.
Total waktu yang diperlukan dari titik C hingga titik F disebut sebagai
waktu pembekuan (T
m
).
Perbandingan kurva pembekuan air murni dan kurva pembekuan bahan
pangan
(Sumber: gambar ulang dari Hariyadi, 2007)
Perkiraan laju pembekuan dan pada lama waktu pembekuan
merupakan faktor paling penting dalam pemilihan maupun desain proses
pembekuan. Lama waktu pembekuan sangat tergantung pada berbagai
faktor, antara lain: ukuran dan bentuk produk yang dibekukan, nilai
konduktivitas panas bahan yang dibekukan, luas area (permukaan) bahan
yang dibekukan dengan media pembeku, nilai koefisien pindah panas di
permukaan bahan yang dibekukan dan media pembeku, perbedaan suhu
antara bahan yang dibekukan dan media pembeku dan jenis pengemas
yang dipakai untuk mengemas bahan yang dibekukan (hanya berlaku
untuk bahan yang dibekukan dalam keadaan terkemas).
Peralatan Penyimpanan Suhu Rendah
Pendinginan dan pembekuan bahan pangan yang mudah rusak
(perishable food) merupakan proses yang penting untuk dapat menjaga
kualitas bahan pangan ini . Proses pendinginan dan pembekuan
diperlukan untuk menghambat proses kimiawi dan biologis dalam bahan
pangan yang dapat memicu terjadinya penurunan mutu bahan
pangan. Dengan proses pendinginan dan pembekuan diharapkan dapat
memperpanjang shelf life dari bahan pangan yang memiliki sifat perishable
seperti daging, ikan, sayuran, dan buah–buahan. Untuk itu diperlukan
peralatan pendinginan dan pembekuan agar proses penyimpanan
berjalan dengan baik. Dalam merancang peralatan yang akan dipakai
maka diperlukan beberapa pertimbangan seperti jenis bahan pangan,
kisaran suhu, laju pendinginan, dan beberapa pertimbangan lain.
Peralatan pendinginan atau pembekuan juga berperan dalam transportasi
dan distribusi bahan pangan karena sebagian besar bahan pangan
menghabiskan waktunya dalam perjalanan. Jadi, mengetahui peralatan
untuk proses transportasi dan distribusi menjadi hal yang penting.
Berikut beberapa peralatan yang biasanya dipakai dalam
proses pendinginan dan pembekuan :
Cool box
Cool box merupakan wadah berpendingin yang biasanya
dipakai untuk menyimpan bahan – bahan yang sensitif terhadap
suhu. Cool box terbuat dari bahan isolasi dengan konduktivitas termal
rendah dan akumulator dingin ditempatkan di dalam untuk menjaga
suhu di dalam kotak sehingga transportasi rantai dingin pangan dapat
diselesaikan dengan mudah. Biasanya cool box dilengkapi dengan media
pendingin seperti es batu atau ice gel untuk menjaga suhu tetap dingin.
Peletakan dari media pendingin ini juga berpengaruh terhadap kinerja
cool box terkait masalah pendistribusian suhu. Cool box yang umumnya
dipakai terbuat dari styrofoam dan plastik HDPE (High Density Poly
Ethylene), khusus bahan HDPE dilengkapi lagi dengan bahan insulasi yang
terbuat dari polyurethane.
Penggunaan cool box ini sangat cocok untuk kebutuhan transportasi
multi frekuensi dan volume yang kecil. Kinerja cool box dapat dievaluasi
dari masa pemakaian dan kemampuan untuk mendistribusikan panas
serta mempertahankan suhu. Cool box cukup sering dipakai sebagai
peralatan penyimpanan suhu rendah karena memiliki beberapa kelebihan
seperti kontrol suhu yang lebih mudah, fleksibel, biaya yang rendah,
pengoperasiannya mudah, mudah dibawa karena ukurannya yang cukup
kecil, dan dapat dioperasikan baik di dalam maupun di luar ruangan.
Namun cool box juga memiliki kekurangan yaitu waktu penyimpanan
yang cukup singkat, bergantung pada media pendingin yang dipakai
dan desain dari cool box, suhu di dalam kabinet sangat dipengaruhi oleh
lingkungan luar, dan ada batasan waktu untuk menjaga suhu didalam
kotak.
Refrigerator
Refrigerator merupakan suatu alat yang terdiri dari rangkaian
mesin yang bekerja untuk menghasilkan suhu yang dingin dengan bantuan
refrigeran. Refrigeran memiliki fungsi sebagai zat pendingin yang dialirkan
oleh kompresor selama refrigerator bekerja. Pada awalnya refrigeran
berbentuk liquid dan akan berubah menjadi gas kemudian berubah
menjadi cair lagi selama siklus pendinginan dalam refrigerator. Beberapa
jenis refrigeran yang bisa dipakai yaitu chlorofluorocarbons (CFCs),
amonia, hidrokarbon (propane, ethane, ethylene), karbodioksida, udara
dan bahkan air (pada aplikasi diatas titik beku). Pemilihan refrigeran yang
baik hendaknya berdasarkan kondisinya, misalnya R-11, R-12, R-22, R-134a
dan R502 yang dijual banyak di pasaran. Secara umum, mesin refrigerasi
mekanik terdiri evaporasi, kompresi, kondensasi dan ekspansi.
Proses kerja mesin pendingin secara umum yaitu sebagai
berikut:
1. Evaporator, berfungsi untuk mengambil panas yang ada
pada ruangan yang akan didinginkan. Didalam evaporator terjadi
perubahan wujud refrigeran dari air menjadi uap. Perubahan wujud
ini memerlukan energi (yang diambil dari lingkungan dan bahan yang
disimpan dalam ruang ini ).
2. Kompressor: bekerja meningkatkan suhu dan tekanan refrigeran
sesudah keluar dari evaporator dalam fasa uap/ gas pada tekanan
tinggi. Melalui proses kompresi suhu refrigeran dapat ditingkatkan
sehingga melebihi suhu disekelilingnya. Kemudian Refrigeran ini akan
mengalir ke kondensor.
3. Kondensor bekerja untuk mengembunkan uap refrigeran bertekanan
dan bersuhu tinggi. Panas dilepas ke lingkungan, dan terjadi perubahan
tahap refrigeran dari uap ke >> cair.
4. Katub Ekspansi dipakai untuk mengendalikan laju refrigeran
sehingga supply refrigeran konstan. Katub ekspansi ini akan
memisahkan saluran bertekanan tinggi (saluran antara kompresor
dan katub ekspansi yang melalui kondensor) dan saluran bertekanan
rendah (saluran antara kompresor dan katub ekspansi yang melalui
evaporator). Perbedaan tekanan ini akan memicu
refrigeran berbentuk cair pada tekanan tinggi dan akan sangat mudah
menguap pada ruang evaporator. Keadaan mudah menguap ini
bisa dimanfaatkan untuk mengambil panas dari lingkungan di dalam
evaporator.
Mekanisme sistem refrigerasi dapat dilihat pada gambar, dimana A:
refrigeran berada pada tahap uap jenuh, B: refrigeran akan mengalami
superheated vapor (Suhu tinggi dengan bertekanan tinggi), C: refrigeran
akan mengalami saturated vapor, D: refrigeran akan mengalami saturated
liquid dan E: refrigeran akan mengalami ekspansi dan berubah menjadi
tahap gas/ vapor
Mekanisme Sistem Refrigerasi
Refrigerator merupakan salah satu alat elektronik yang
mengkonsumsi daya listrik cukup besar. Hal ini dapat terjadi karena suhu
rendah didalam refrigerator harus tetap dipertahankan sedangkan ketika
pintu refrigerator dibuka dan ditutup memungkinkan adanya panas yang
masuk dari lingkungan ke dalam refrigerator. Untuk mengembalikan
suhu refrigerator sesuai suhu yang telah disetting membutuhkan daya
listrik yang cukup besar. ada tujuh cara yang dapat dilakukan untuk
mengurangi konsumsi listrik dari pemakaian refrigerator. Pertama
menempatkan refrigerator pada tempat yang sejuk. Kedua minimalkan
kegiatan membuka dan menutup pintu refrigerator, hal ini penting
dilakukan karena untuk mengembalikan suhu sesuai dengan yang telah
disetting membutuhkan waktu yang cukup lama dan akan berpengaruh
terhadap pemakaian listrik. Ketiga, usahakan untuk mengatur suhu
refrigerator tidak terlalu rendah, refrigerator biasanya memakai suhu
2 – 4 °C untuk ruang pendingin dan -15°C untuk ruang freezer. Keempat,
hindari memasukan makanan dan/atau minuman yang bersuhu tinggi. Hal
ini menjadi penting dikarenakan makanan atau minuman yang bersuhu
tinggi memicu kenaikan suhu dalam refrigerator, sebagai akibatnya
1
untuk mengembalikan ke suhu yang telah disetting membutuhkan daya
listrik yang besar. Kelima, isi refrigerator sesuai dengan kapasitas yang
tersedia. Jika refrigerator terisi melebihi kapasitas maka sirkulasi udara
dalam refrigerator akan terganggu dan akan memperberat kinerja
refrigerator yang berpengaruh kepada meningkatnya konsumsi listrik.
Keenam, rawat refrigerator dengan benar serta pastikan komponen
berjalan dengan baik. Ketujuh, jangan dibiarkan refrigerator kosong.
Cold Room
Cold room merupakan sebuah ruangan yang didesain khusus
dengan mesin berpendingin yang dipakai sebagai ruang penyimpanan
berbagai macam bahan pangan terutama yang mudah rusak (perishable)
dengan tujuan untuk mempertahankan kualitas bahan pangan ini .
Cold room terdiri dari beberapa jenis yang umumnya dipakai seperti
chilled room, freezer room, blast freezer, dan blast chiller. Fungsi dari
keempat jenis cold room ini berbeda – beda. Untuk chiller dan freezer room
umumnya berfungsi untuk menyimpan bahan pangan dengan kondisi
tertentu. Sedangkan untuk blast freezer dan blast chiller berfungsi untuk
menyimpan bahan pangan dengan kondisi tertentu dan membutuhkan
waktu cepat dalam pendinginannya.
Chilled room memiliki suhu yang berkisar antara 1°C sampai 7°C.
Bahan pangan yang biasa disimpan dalam chilled room yaitu bahan
pangan segar seperti buah – buahan dan sayuran. Chilled room memiliki
kesamaan fungsi dengan thawing room, karena untuk memakai
bahan pangan yang sebelumnya dibekukan membutuhkan proses thawing
yang tidak bisa langsung ke suhu normal melainkan di suhu chiller terlebih
dahulu. Thawing room memiliki suhu sekitar 10°C. Sedangkan freezer room
memiliki suhu yang berkisar antara -15°C sampai -20°C. Bahan pangan
yang biasa disimpan dalam freezer room seperti daging, ikan, unggas, dan
bahan pangan lain yang membutuhkan suhu beku. Blast chiller memiliki
fungsi untuk mendinginkan bahan pangan secara cepat sesudah selesai
dimasak, dengan kisaran suhu penyimpanan 1°C sampai 4°C. Blast freezer
memiliki fungsi untuk mendinginkan bahan baku untuk makanan beku
atau olahan secara cepat dengan kisaran suhu -20°C sampai -35°C.
Penggunaan blast chiller dan blast freezer bertujuan untuk
mencegah terjadinya kontaminasi dari bakteri, mengurangi kadar air,
menjaga kadar zat gizi yang terkandung dalam pangan, mempertahankan
cita rasa dan kualitas. Dalam pemakaian cold room ada hal penting
yang harus diperhatikan yaitu menjaga kestabilan suhu. Kestabilan suhu
menjadi penting karena bahan pangan yang disimpan dapat mengalami
penurunan kualitas bahkan rusak jika terjadi ketidakstabilan suhu. Selain
itu mesin pendingin yang ada di dalam cold room juga akan rusak.
Dalam cold room menjaga suhu tetap stabil menjadi sebuah
tantangan tersendiri khususnya pada saat proses bongkar muat dari
refrigerated truck ke dalam cold room tentu suhu panas dari lingkungan
akan masuk ke dalam cold room. Tantangan kestabilan suhu pada saat
bongkar muat dapat diatasi dengan loading system. Loading system
membuat sebuah terobosan baru docking equipment yaitu stepped dock
system. Stepped dock system ini memungkinkan refrigerated truck untuk
membuka pintu dalam gudang sehingga tidak ada celah untuk panas dari
lingkungan masuk ke dalam cold room.
Refrigerated Truck
Refrigerated Truck merupakan salah satu peralatan yang sering
dipakai dalam transportasi dan distribusi bahan pangan. Refrigerated
Truck memiliki panjang mencapai 17 m, lebar 2,6 m, dan tinggi 4,3 m.
Refrigerated Truck ini harus memiliki body yang ringan dan kaku dengan
karakteristik isolasi yang baik. Untuk dapat memiliki karakteristik isolasi
yang baik maka dipakai lah lapisan insulasi yang tebal pada dinding
body truck. Hal ini bertujuan untuk mengurangi laju panas yang masuk
ke dalam ruangan pendingin. Namun hal ini juga dapat berefek
terhadap berkurangnya ruang untuk penyimpanan. Bahan insulasi
yang umumnya dipakai yaitu busa uretana dikarenakan bahan ini
memiliki konduktivitas termal yang rendah (k = 0,026 W/m.oC). Ketebalan
poliuretan yang dipakai berkisar antara 7,5 sampai 10 cm untuk
freezer truck dengan suhu yang dipertahankan pada -18°C atau lebih
rendah. Sedangkan untuk refrigrated truck ketebalan bahan insulasi yang
dipakai 2,5 sampai 6,5 cm dan suhu dipertahankan diatas suhu beku.
Permukaan luar dari refrigerated truck harus memiliki sifat yang tahan
uap. Hal ini ditujukan untuk mencegah uap air masuk ke dalam isolasi dan
kondensasi di dalam isolasi.
Secara teknis, sebelum bahan pangan dimuat ke refrigerated truck
maka bagian dalam refrigerated truck dan bahan pangan harus didinginkan
terlebih dahulu. Hal ini dilakukan karena refrigerated truck tidak memiliki
kapasitas pendingin tambahan untuk mendinginkan produk dengan cepat.
Pada refrigerated truck proses pembekuan dan pemanasan dipasang
otomatis dan operator hanya perlu mengatur termostat pada tingkat yang
diinginkan. Sistem penyimpanan pada refrigerated truck menyediakan
suhu yang telah ditentukan. Termostat harus dikalibrasi secara teratur
karena jika terjadi penyimpangan derajat dari pengaturan suhu yang
telah ditentukan dapat berpengaruh pada kerusakan bahan pangan yang
disebabkan oleh pembekuan atau pembusukan yang berlebihan.
Bahan pangan yang akan dimuat dalam refrigerated truck
biasanya memakai wadah. Wadah ini harus memungkinkan
terjadinya pertukaran panas sekaligus melindungi bahan pangan. Wadah
yang dipakai juga harus memiliki sirkulasi udara.
Media Pendingin Alternatif
Es Batu
Es batu merupakan media pendingin alternatif yang sudah
dipakai sejak zaman dahulu. Pemilihan es batu sebagai media
pendingin alternatif dikarenakan beberapa pertimbangan seperti
harganya yang relatif murah, mudah dalam pembuatannya, dan mudah
dalam pengemasan. Namun media pendingin alternatif ini juga memiliki
kekurangan seperti sifatnya yang mudah mencair, tidak dapat dipakai
secara berulang, dan jangka pemakaian nya yang relatif singkat. Es
batu yang dipakai untuk media pendingin alternatif bahan pangan
harus memenuhi persyaratan yang diatur dalam SNI No. 01 - 3839 -
1995. Di dalam peraturan ini dijelaskan bahwa es batu yang layak
dipakai harus memenuhi syarat – syarat air minum yang sesuai dengan
PerMenKes RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990. Dalam PerMenKes ini
dicantumkan syarat mutu yang harus diterapkan untuk es batu yaitu
syarat mutu mikrobiologi total Coliform tidak melebihi 0 bakteri/100 ml
dan Coliform fekal tidak melebihi 0 bakteri/100 ml.
Es batu yang umumnya dipakai terbagai menjadi 2 jenis yaitu es
balok dan es kristal. Kedua jenis es batu ini memiliki fungsi yang berbeda.
Untuk es batu jenis es balok biasanya dipakai untuk mengawetkan hasil
laut dan penyimpanan dingin pangan seperti yang ada dalam coolbox.
Sedangkan untuk jenis es kristal banyak dipakai dalam minuman
karena lebih jernih, tidak perlu dipecahkan sebelum memakai nya,
dan bentuknya lebih seragam. Es kristal dibuat memakai alat yang
disebut ice tube.
Ice Pack Gel
Ice pack gel yaitu salah satu media pendingin alternatif yang
sekarang mulai dikembangkan. Ice pack gel merupakan media pendingin
yang berbentuk gel cair. Pada umumnya ice pack gel dibuat dengan
formulasi khusus sehingga dapat menghasilkan gel yang lembut dan
dapat dibekukan sehingga dapat mendinginkan produk. Ice pack gel
diformulasikan dengan memakai 70% air, 25% propilen glikol, dan
5% berat hidroksipropil metilselulosa dengan jenis KISMDGS yang telah
dipasarkan oleh Minnosta Mining and Manufacturing Company, Amerika.
Ice pack gel dapat menghasilkan dingin hingga -23°C. Ice pack gel penting
memiliki viskositas 100.000 cP pada suhu ruang. Ice pack gel dipakai
sebagai pengganti pemakaian es batu dan dry ice yang dapat dipakai
secara berulang dan dapat menjaga suhu rendah hingga 12 jam pada
proses penyimpanan dingin dalam wadah box styrofoam. Ice pack gel pada
umumnya dipakai untuk menyimpan obat-obatan, ASI, dan beberapa
produk pangan seperti penyimpanan sementara ikan segar. Ice pack gel
akan bekerja lebik baik dalam kemasan yang tertutup.
Ice pack gel memiliki karakteristik beku pada suhu rendah dan cair
pada suhu ruang. Jika dilihat dari material pembentuknya, ice pack gel
terbagi menjadi dua jenis yaitu ice pack gel yang hanya berfungsi sebagai
pendingin dan ice pack gel yang berfungsi ganda (media pendingin
sekaligus media pemanas). Ice pack gel yang bewarna biru berfungsi
sebagai media pendingin sedangkan ice pack gel yang bewarna putih
berfungsi ganda yaitu sebagai media pendingin sekaligus pemanas.
Bentuk Ice pack gel memiliki peranan penting dalam penyimpanan
suhu rendah. Ice pack gel yang memiliki permukaan luas dan volume kecil
akan lebih mudah mencair namun tetap bisa mempertahankan produk
dalam suhu rendah. Sedangkan ice pack gel yang memiliki permukaan
yang kecil dan volume besar lebih bertahan lama namun tidak dapat
mempertahankan produk pada suhu rendah dalam waktu yang lama.
Phase Change Material (PCM)
Media pendingin alternatif semakin dikembangkan untuk
memenuhi kebutuhan penyimpanan suhu rendah bahan pangan. Salah
satu media alternatif yang dikembangkan dan mulai sering dipakai
baik untuk industri skala kecil maupun skala besar yaitu phase change
material (PCM). Phase change material (PCM) merupakan media
pendingin alternatif dengan prinsip penyimpanan energi termal sehingga
mampu untuk menyerap dan melepaskan sejumlah besar kalor selama
proses perubahan tahap . Secara umum PCM diklasifikasikan berdasarkan
keadaan zat sebelum dan sesudah perubahan tahap dan sifat kimiawinya.
Diantara media pendingin alternatif yang sudah ada, PCM memiliki
keunggulan yaitu suhu penyimpanan dapat disesuaikan dengan bahan
pangan yang akan disimpan sehingga penyimpanan lebih optimal.
Untuk menghasilkan PCM dengan kualitas yang baik maka ada
beberapa parameter yang harus diperhatikan seperti jenis bahan, metode
pembuatan, sifat termal fisik, dan mekanisme perpindahan panas. Jenis
bahan yang dipakai dibagi menjadi 3 klasifikasi berdasarkan sifat
kimiawinya yaitu organik, anorganik, dan eutectic. Dari setiap jenis ini
tentu memiliki kekurangan dan kelebihan masing – masing. Untuk jenis
bahan organik memiliki kelebihan seperti tidak korosif, tidak beracun,
tidak terjadi supercooling, dan tidak terjadi pemisahan tahap . Sedangkan
kelemahan bahan organik yaitu mudah terbakar, panas laten rendah,
dan konduktivitas termal yang rendah. Untuk bahan jenis anorganik
memiliki kelebihan seperti konduktivitas termal yang tinggi, perpindahan
panas yang baik, dan harganya yang murah. Sedangkan untuk kelemahan
jenis bahan anorganik yaitu terjadi pemisahan tahap , korosif, toksisitas
yang relatif tinggi, dan terjadi supercooling. Untuk bahan jenis eutectic
merupakan PCM yang terbentuk dari campuran antar PCM untuk
mendapatkan PCM dengan karakteristik yang lebih baik.
Metode pembuatan menjadi salah satu parameter yang penting
karena dapat meningkatkan kinerja PCM sebagai media pendingin
alternatif. Metode pembuatan PCM terbagi menjadi 3 yaitu metode
enkapsulasi, struktur nano, dan composite. Metode enkapsulasi
merupakan sebuah metode yang dipakai dengan cara menyalut partikel
padat, cair, atau gas dalam sebuah bahan penyalut yang kompatible.
Penerapan metode ini bertujuan untuk melindungi PCM dari kebocoran
jika digabungkan dengan bahan pangan, meningkatkan kinerja dari PCM,
mengatasi kekurangan dari PCM tunggal, dan melindungi dari degradasi
selama proses penyerapan dan pelepasan panas. Metode composite
merupakan metode yang dibuat dengan menggabungkan salah satu
jenis PCM dengan campuran biner atau multiple. Metode struktur nano
merupakan metode yang membuat salah satu PCM menjadi struktur nano
dan kemudian didispersikan pada PCM lainnya.
Sifat termal fisik menjadi parameter yang penting karena dengan
mengetahui sifat termal fisik dari PCM maka dapat diketahui karakteristik
dari PCM ini . Hal ini menjadi penting dikarenakan PCM bekerja
secara spesifik, sehingga untuk menghasilkan penyimpanan yang optimal
maka karakteristik PCM harus disesuaikan dengan bahan pangan yang
akan disimpan. Sifat termal fisik yang mempengaruhi PCM antara lain
panas fusi, konduktivitas termal, panas spesifik, viskositas, densitas, dan
suhu leleh. Mekanisme perpindahan panas menjadi parameter yang harus
diperhatikan juga untuk mengetahui kualitas PCM sebagai media pendingin
alternatif untuk mendinginkan dan mempertahankan suhu bahan pangan
agar kualitasnya tetap terjaga. Dengan mengetahui parameter penentu
kualitas dari PCM ini maka mengetahui keefektifan PCM sebagai media
pendingin alternatif dan menyesuaikan karakteristik dari PCM dengan
bahan pangan yang akan disimpan sehingga penyimpanan akan lebih
optimal.
Pangan merupakan media tumbuh bagi mikroorganisme. Sifat mikroba yang
dapat membusukan pangan yaitu hal yang tidak dikehendaki karena dapat
memperpendek umur simpan. Salah satu faktor pertumbuhan penting
bagi mikroba selain dari karakteristik dan komposisi bahan pangan yaitu
suhu yang berada disekelilingnya. Secara umum, aktivitas metabolisme
akan terhambat pada penyimpanan suhu rendah. Namun, ada jenis
mikroba yang tetap dapat melakukan aktivitas metabolismenya yaitu
mikroba psikrotrofik (baik psikrofilik maupun mesofilik). Mikroba ini
memiliki rentang suhu pertumbuhan pada kondisi suhu chiller/ dingin,
sedangkan pada suhu pembekuan aktivitas akan terhenti bahkan bisa
terjadi kematian. Dengan demikian, penyimpanan bahan pangan pada
suhu dingin tetap memiliki masa kadaluarsanya, terlebih sesudah proses
thawing berlangsung. Dikarenakan mikroba dapat melakukan aktivitas
metabolismenya kembali sesudah enzim atau protein teraktivasi pada
suhu kamar.
Mikroorganisme Sebagai Organisme Pembusuk
Mikroorganisme atau mikroba yaitu makhluk hidup yang
memiliki peranan dalam kehidupan biosfer. Dari segi bahasa Yunani,
mikroorganisme terdiri dari kata mikro (kecil), bios (hidup) dan logos
(ilmu) yang berarti organisme berukuran renik yang tidak dapat dilihat
dengan kasat mata, melainkan memerlukan alat bantu seperti mikroskop.
Secara garis besar, ada dua golongan mikroorganisme menurut
peranannya di biosfer, yaitu mikroba yang berbahaya dan mikroba yang
menguntungkan. Mikroba yang berbahaya atau yang biasa disebut dengan
patogen, diantaranya yaitu mikroba yang memicu pembusukan
pada makanan dan mikroba yang memicu penyakit pada makhluk
lainnya. Mikroorganisme tidak sepenuhnya bersifat patogen atau
berbahaya, namun ada pula yang bermanfaat bagi kehidupan. Diantaranya
yaitu mikroba yang berperan terhadap pembentukan makanan atau
minuman fermentasi, serta mikroba sebagai dekomposer di alam semesta.
Namun, berkaitan dengan penyimpanan pangan segar maupun
pangan olahan, maka jenis mikroba yang berasosiasi yaitu mikroba yang
tidak menguntungkan karena sifatnya yang membusukkan makanan.
Mikroba ini terdiri dari jenis bakteri, ragi maupun kapang. Setiap jenis
mikroba ini memiliki sifat dan karakteristik yang berbeda-beda
sehingga akan tumbuh pada jenis makanan yang berbeda pula baik secara
intrinsik yaitu pada komposisi penyusunan makanan, maupun faktor
ekstrinsiknya yaitu lingkungan yang mengelilinginya.
Faktor Pertumbuhan Mikroorganisme
Mikroorganisme dapat tumbuh dan berkembang pada makanan
dengan dipengaruhi faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik
meliputi bagian yang terkandung pada bahan pangan diantaranya yaitu
pH, kadar air, potensi redoks, kandungan zat gizi, konstituen antimikroba
dan struktur biologis bahan pangan. Sedangkan faktor ekstrinsik terdiri
dari suhu penyimpanan, kelembapan relatif lingkungan, keberadaan dan
konsentrasi gas serta keberadaan dan aktivitas mikroorganisme lain.
Dari faktor luar yang berpengaruh ini , suhu penyimpanan menjadi
parameter penting untuk pertumbuhan mikroba.
Mikroorganisme melakukan aktivitas metabolisme untuk
menunjang kehidupannya. Sebagaimana layaknya makhluk hidup lainnya,
mikroba memiliki aktivitas metabolisme, baik anabolisme maupun
katabolisme. Dalam melakukan aktivitas ini , mikroba selalu
membutuhkan enzim untuk mempercepat reaksi. Hal ini yang menjadi
dasar suatu aktivitas enzimatis pada mikroba berfungsi dengan baik atau
tidak. Masing - masing mikroba secara spesifik memiliki suhu optimum
untuk tumbuh diantara rentang suhu pertumbuhannya. Pada kondisi suhu
ekstrim yaitu suhu diluar rentang suhu pertumbuhan, mikroba memiliki
sistem untuk mempertahankan kehidupannya. Enzim berupa protein
juga membutuhkan suhu optimum untuk aktivasi. Aktivitas metabolisme,
reaksi enzimatik dan pertumbuhan mikroba akan bekerja dengan baik
pada suhu pertumbuhan optimumnya. Saat suhu rendah, aktivitas
metabolisme mikroba akan melambat, karena laju katalis enzim sangat
bergantung kepada suhu.
Penggolongan Mikroorganisme berdasar Suhu
Pertumbuhan
Mikroorganisme, baik secara individu maupun berkelompok,
dapat tumbuh pada rentang suhu tertentu. Suhu terendah mikroorganisme
dapat tumbuh berada pada -34oC, sedangkan suhu tertinggi diatas 100oC.
Pada prinsipnya, pertumbuhan mikroba dapat berlangsung dengan
reaksi enzimatis. Setiap peningkatan suhu 10oC (50oF), laju katalitik enzim
meningkat sebanyak dua kali. Begitu juga sebaliknya, laju reaksi enzimatis
akan tereduksi setengahnya dengan adanya penurunan suhu 10oC.
Dikarenakan suhu dapat berpengaruh terhadap reaksi enzimatis, hal ini
menjadi sangatlah penting pada pertumbuhan mikroba.
berdasar suhu pertumbuhan mikroba, ada lima golongan
bakteri sebagai berikut:
1. Bakteri Psikrofilik
Organisme ini tumbuh dengan baik diantara 7 - 15oC dan rentang suhu
yang masih dapat diterima yaitu (-5) - 20oC. Psikrofilik dapat tumbuh pada
suhu lemari es maupun penyimpanan dingin (4,4oC). Karakteristik dari
semua bakteri psikrofilik yaitu akan tumbuh pada suhu 0 - 5 oC.
2. Bakteri Psikrotrofik
Merupakan definisi dari mikroorganisme yang dapat tumbuh pada
makanan yang disimpan pada suhu lemari es terlepas dari jenis psikrofilik
maupun mesofilik. Rentang suhu berada di antara (-2) - 35 oC. Mikroba
ini dapat memicu kebusukan makanan pada suhu 5 - 7oC seperti
daging, ikan, unggas, telur dan jenis makanan lain yang biasa disimpan
pada suhu ini . Pengujian angka lempeng total (ALT) pada suhu 7oC
dengan waktu inkubasi setidaknya 7 hari menunjukkan nilai yang lebih
tinggi dibandingkan dengan penyimpanan di suhu diatas 30oC. Hal ini
membuktikan bahwa mikroba tetap dapat tumbuh pada suhu refrigerator,
bahkan jauh lebih tahan terhadap suhu rendah dibandingkan suhu tinggi.
Beberapa spesies mesofilik pun ditemukan pada suhu refrigerator ini. Ada
jenis bakteri yang dapat tumbuh di kisaran rentang suhu yang luas yaitu
bakteri Enterococcus faecalis.
3. Bakteri Mesofilik
Untuk mikroba dikisaran 15 - 45oC dengan optimum tumbuh dikisaran
30 -40oC, karakteristik mikroba ini dapat tumbuh pada suhu tubuh (37 oC),
dan tidak dapat tumbuh pada suhu di atas 45 oC.
4. Bakteri Termofilik
Mikroba ini dapat tumbuh optimum pada suhu 45oC dengan
kisaran suhu 40 -80oC. Spesies dari Bacillus, Clostridium, Pediococcus,
Streptococcus, Lactobacillus termasuk dalam kelompok ini. Habitat
bakteri termofilik yaitu pada tempat -tempat yang mempunyai kondisi
lingkungan panas, dapat hidup dan berkembang biak pada lingkungan yang
ekstrem. Beberapa habitat ekstrem bagi bakteri termofilik diantaranya
yaitu sumber air panas, kawah gunung berapi, dan di celah hidrotermal
kedalaman air laut.
5. Bakteri Hipertermofilik
Bakteri ini dapat tumbuh pada kisaran suhu 70oC dan 105oC (suhu
yang dianggap membatasi kinerja enzim dan struktur sel). Sebagian
besar mikroba ini berasal dari domain Archaea (terutama Kingdom
Crenarchaeota), sebagian lagi dari domain bakteri. Mikroorganisme ini
cenderung hidup di lingkungan dengan suhu rata - rata yang tinggi.
Pada kapang, pertumbuhan didukung dengan rentang suhu yang
lebih luas sama seperti pada bakteri. Beberapa kapang ditemukan pada
telur, bagian daging, dan buah - buahan. Sedangkan yeast lebih luas
rentang suhu pertumbuhan di kisaran tumbuh psikrofilik dan mesofilik,
namun tidak untuk termofilik.
Apakah mikroorganisme mati pada suhu rendah
Sel-sel mikroba terutama prokariot tidak dapat mengatur suhu
dalam sistem intraselulernya sehingga suhu yang ada di sekelilingnya
menjadi bagian dari habitat alami mereka. Kelangsungan hidup mikroba
tergantung pada kemampuan beradaptasi pada berbagai varian suhu.
Suhu kisaran terdiri dari tiga titik kardinal, diantaranya suhu minimum,
suhu optimum dan suhu maksimum. Suhu minimum yaitu suhu terendah
yang memungkinkan aktivitas metabolisme mikroba jika di bawah nilai
ini maka aktivitas menjadi terhambat. Suhu optimum yaitu rentang
menengah antara minimum dan maksimum dimana metabolisme mikroba
dalam kondisi aktif bekerja, dan tercapai pertumbuhan yang sangat baik.
Sedangkan suhu maksimum yaitu batasan suhu tertinggi mikroba untuk
melakukan metabolisme, namun jika berada diatas suhu maksimumnya
maka pertumbuhan akan terhenti, enzim dan asam nukleat akan menjadi
tidak aktif atau dikenal dengan denaturasi, dan sel pun akan mengalami
kematian.
Pangan sejak dari pertanian hingga dihidangkan ke tangan
konsumen tentu akan terpapar pada suhu yang berbeda-beda. Bergantung
dengan proses pengolahan yang dipakai , suatu bahan pangan akan
mengalami perubahan suhu dari sekitar 65oC menjadi lebih besar dari suhu
100oC. Pada kasus penyimpanan yang panjang, makanan dapat disimpan
pada suhu 5oC (lemari es) hingga -20oC atau bahkan dibawahnya (pada
suhu pembekuan). Beberapa makanan yang relatif stabil disimpan pada
suhu diantara 10 dan 35oC (dingin hingga suhu kamar). Beberapa produk
siap santap (Ready To Eat/ RTE) disimpan pada suhu hangat (50 - 60oC)
untuk beberapa jam. Perbedaan suhu juga dipakai untuk merangsang
pertumbuhan mikroba yang diinginkan dalam fermentasi makanan.
Pertumbuhan mikroorganisme pada rentang suhu di bawah
optimal dapat memicu sejumlah perubahan fisiologis dan morfologi.
Perubahan produk metabolik dapat terjadi sebagai respon dari aktivitas
enzim yang tertunda. Penurunan suhu selama pertumbuhan juga dapat
memicu ketidakseimbangan metabolik bahkan pertumbuhan dapat
terhenti karena sensitivitas beberapa proses pengaturan metabolik.
Inkubasi pada suhu rendah juga dapat mengubah komposisi lipid sel
mikroba. Baik bakteri dan ragi mengalami peningkatan proporsi asam
lemak tak jenuh seiring dengan penurunan suhu. Peningkatan proporsi
asam lemak tak jenuh diyakini penting untuk fungsi membran pada suhu
rendah.
Ketika suhu diturunkan, beberapa komponen yang biasanya
berbentuk cairan berubah bentuk menjadi gel, hal ini tentu dapat merusak
fungsi protein sehingga memicu kebocoran membran bakteri.
Protein pada membran sel baik integral maupun peripheral berfungsi
dalam arus lalu lintas keluar masuknya zat. Namun, jika komponen
membran berubah, dengan kata lain membran mempertahankan fluiditas
saat suhu menurun, pembentukan gel dapat dicegah sehingga bakteri
masih bisa melakukan pertumbuhannya.
Respons lain terhadap penurunan suhu yang tiba-tiba melibatkan
pola ekspresi gen, yang disebut “respons kejutan dingin”. Hal ini melibatkan
induksi protein kejutan dingin, protein aklimatisasi dingin, dan represi
protein kejutan panas. Suhu dapat mempengaruhi respon mikroorganisme
secara langsung terhadap laju pertumbuhan, aktivitas enzim, komposisi
sel, dan kebutuhan zat gizi, atau secara tidak langsung yaitu pengaruhnya
terhadap kelarutan molekul zat terlarut, transpor ion dan difusi, efek
osmotik pada membran, tegangan permukaan, dan kepadatan. Ketika suhu
menurun, tahap lag memanjang, laju pertumbuhan menurun, dan jumlah
sel akhir dapat menurun. Selama tahap lag, banyak perubahan fisiologis
terjadi, termasuk penurunan saturasi asam lemak dan penghambatan
DNA, RNA, dan sintesis protein. Pertumbuhan mikroorganisme pada suhu
di bawah optimum pertumbuhannya juga dapat memicu sejumlah
perubahan struktural seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1. berikut:
Terjadi peningkatan produksi pigmen dan aktivitas enzimatis
lainnya pada suhu rendah; misalnya, produksi lipase dan proteinase oleh
Pseudomonas dan genera lain. Selain itu, Serratia marcescens memproduksi
pigmen merah pada suhu yang lebih rendah (25°C) dibandingkan pada
suhu 37°C. Toleransi terhadap suhu rendah juga dapat diamati sesudah
perlakuan awal organisme terhadap suhu subletal dengan menghasilkan
kelangsungan hidup yang lebih besar. Sebagai contoh, perlakuan awal
pada 20°C dari Streptococcus thermophilus, menghasilkan peningkatan
kelangsungan hidup 1000 kali lipat sesudah 4 siklus pembekuan -pencairan
dibandingkan dengan sel-sel yang tidak diberi perlakuan sebelumnya.
Sejarah suhu sel sebelumnya telah ditemukan menjadi penentu penting
dari kelangsungan hidup dan pertumbuhan organisme karena pengaruhnya
terhadap panjang tahap lag sebelum pertumbuhan dimulai. Hasil ini
menunjukkan lamanya waktu jeda pertumbuhan suatu organisme dalam
makanan akan bergantung pada banyak faktor lain, termasuk suhu di
mana organisme ini sebelumnya diinkubasikan.
Bakteri juga mungkin menghadapi sejumlah perubahan suhu
dalam lingkungan pengolahan pangan. Misalnya, jika mikroorganisme
dalam makanan yang didinginkan berasal dari sumber mamalia,
kemungkinan jeda waktu akan menjadi maksimum; namun, jika organisme
berasal dari lingkungan yang dingin, maka jeda waktu kemungkinan
menjadi minimum. Dengan demikian, mikroba tidak akan mati pada suhu
dingin, khususnya untuk mikroba golongan psikrotrofik yaitu psikrofilik
dan mesofilik.
Pengendalian mikroorganisme pada suhu rendah
Penyimpanan makanan pada suhu rendah tentu menjadi alasan
untuk memperpanjang masa simpan dari bahaya perkembangbiakan
mikroba pembusuk. Namun, sensitivitas sel terhadap tekanan dingin
bergantung pada beberapa faktor diantaranya suhu, laju pendinginan/
pembekuan, media pangan, regangan mikroba dan lama penyimpanan.
Respon membran sel terhadap suhu rendah
Membran sel yaitu sistem heterogen kompleks yang sifatnya
sebagian besar ditentukan oleh komposisi dan organisasi spasialnya serta
oleh pengaruh eksternal, di mana suhu yaitu salah satu parameter
penting. Membran sel disebut sebagai membran lipid lapisan berganda,
terdiri dari bagian kepala hidrofilik yang berada di area luar sel serta di
bagian dalam sel, dan juga bagian hifrobik di bagian dalam membran sel.
Pengaruh suhu pada serapan zat terlarut
Mikroorganisme seperti psikrotrofik dapat tumbuh dengan cepat
pada suhu rendah jika efektif mengangkut molekul yang larut melintasi
membran sitoplasma. Psikrotrofik mampu mengoksidasi glukosa eksogen
pada 0°C, sedangkan mesofilik tidak menunjukkan aktivitas metabolik pada
suhu kurang dari 5°C. Namun, mesofilik mampu bermetabolisme secara
endogen pada suhu kurang dari 5°C, hal ini menunjukkan bahwa faktor
pembatasnya yaitu kemampuan untuk mengangkut gula ke dalam sel
pada suhu mendekati 0°C. Sebaliknya, penelitian lain telah menunjukkan
pengambilan substrat sebagian besar tidak bergantung pada suhu.
Berikut ini yaitu perbedaan antara kemampuan psikrofilik
dan mesofilik dalam mengangkut zat terlarut masuk ke dalam sel pada
suhu rendah: kemampuan permeabilitas membran, Psikrofilik tidak
sensitif terhadap inaktivasi suhu rendah dibandingkan dengan mesofilik;
permeabilitas membran pada mesofilik sebetulnya tidak sensitif terhadap
dingin, namun ada perubahan membran lipid lapisan berganda yang
membuat mereka tidak dapat mengikat substrat dan pada suhu rendah,
ada energi yang tidak cukup dalam mesofilik untuk memungkinkan
transpor aktif melintasi membran.
Perubahan suhu yang disebabkan komposisi asam lemak
Di dalam membran sel, molekul fosfolipid disusun dalam bentuk
bilayer dengan gugus kepala kutub pada permukaan intraseluler dan
ekstraseluler. Kelompok-kelompok ini dengan demikian dapat berinteraksi
dengan tahap air di dalam dan di luar sel.
Sebaliknya, rantai asil asam lemak ditumpuk secara paralel
pada sudut siku-siku ke bidang membran, dengan gugus metil terminal
terletak di bagian dalam lapisan ganda. Mikroorganisme menyesuaikan
komposisi membrane lipidnya sebagai respons terhadap perubahan suhu
pertumbuhan untuk memastikan fungsi membran seperti aktivitas enzim
dan transpor zat terlarut. Umumnya selama pertumbuhan suhu rendah,
komposisi asam lemak fosfolipid dan glikolipid paling sering berubah
karena fluiditas membran berubah pada struktur bagian asam lemak
dibandingkan di kelompok kepala. Agar sel berfungsi normal, lapisan
membran lipid ganda harus dalam kondisi cair sehingga protein membran
dapat terus memompa ion, mengambil zat gizi, dan melakukan respirasi.
Oleh karena itu, sangat penting mengondisikan membran lipid dalam
keadaan kristal cair.
Ketika suhu pertumbuhan mikroorganisme berkurang, beberapa
komponen yang biasanya cair menjadi seperti gel, yang mencegah
protein berfungsi normal; Oleh karena itu, agar komponen ini tetap cair,
sejumlah perubahan pola asam lemak harus terjadi. Rantai asam lemak
tak jenuh yaitu perubahan yang paling sering ditemukan yang terjadi
saat suhu diturunkan; hal ini meningkatkan fluiditas membran karena
gugus asam lemak tak jenuh menciptakan lebih banyak gangguan pada
membran daripada rantai jenuh dan dicapai oleh desaturase yang terletak
di membran itu sendiri. Dengan demikian mampu bereaksi dengan
cepat. Misalnya, Clostridium botulinum mengalami peningkatan tingkat
ketidakjenuhan, dari 27% menjadi 40%, sesudah penurunan suhu dari 37°C
menjadi 8°C. Peningkatan asam lemak tak jenuh pada Aspergillus niger,
Neurospora crassa, Penicillium chrysogenum, dan Trichoderma reesei juga
diamati pada penurunan suhu.
Panjang rantai asam lemak rata - rata dapat diperpendek, yang
akan berdampak pada peningkatan fluiditas membran sel karena interaksi
karbon -karbon yang lebih sedikit antara rantai tetangga. Organisme
psikrofilik, Micrococcus cryophilus misalnya, yang mengandung asam lemak
tak jenuh dalam proporsi tinggi di bawah semua kondisi pertumbuhan,
merespons penurunan suhu, dari 20°C menjadi 0°C dengan pengurangan
panjang rantai rata-rata asam lemak. Rata-rata panjang rantai asam lemak
pada ragi Zygosaccharomyces bailii juga menurun pada suhu rendah.
Setelah penurunan suhu, peningkatan jumlah dan/ atau jenis asam lemak
bercabang juga dapat terjadi. Mungkin ada penurunan proporsi asam
lemak siklik dan dengan demikian peningkatan asam lemak rantai lurus
tak jenuh tunggal seperti yang ditunjukkan pada Salmonella spp. dan C.
botulinum. Ini lagi-lagi meningkatkan fluiditas membran karena ikatan
rangkap menciptakan lebih banyak gangguan pada pengemasan rantai
asam lemak di bilayer daripada cincin siklopropana.
Semua perubahan ini, seperti dirangkum dalam Tabel 2,
menghasilkan “membran yang mempertahankan fluiditasnya, dengan
menghasilkan lipid dengan gel yang lebih rendah ke suhu transisi kristal
cair, dengan memasukkan asam lemak titik leleh yang lebih rendah secara
proporsional ke dalam membran lipid “. Hal ini memungkinkan membran
berfungsi normal dan karena itu mempertahankan kemampuannya untuk
mengatur aktivitas sistem transportasi zat terlarut dan fungsi enzim
terikat membran esensial dan juga mengkompensasi penurunan suhu
pertumbuhan.
Efek penurunan suhu pada komposisi asam lemak membran L.
monocytogenes telah dipelajari secara ekstensif. Enam spesies Listeria,
termasuk L. monocytogenes, juga merespon suhu rendah dengan
meningkatkan proporsi C
15:0
. Rantai C
15:0
memiliki peran penting dalam
pertumbuhan L. monocytogenes pada suhu dingin, mungkin melalui
sifat fisiknya dan efeknya dalam mempertahankan keadaan cair, kristal
cair dari membran lipid. Mikroorganisme lain dengan respon serupa
termasuk Pseudomonas fluorescens, Escherichia coli ML30, Lactobacillus
plantarum dan Yersinia enterocolitica yang merespons suhu rendah
dengan mensintesis peningkatan proporsi asam lemak tak jenuh dengan
mengorbankan asam lemak jenuh. Komposisi asam lemak juga telah
dipelajari pada spesies Serratia, E. coli, Pseudomonads, dan ragi seperti
Candida utilis dan Saccharomyces cerevisiae.
Respon Bacillus subtilis terhadap penurunan suhu dari 37°C
menjadi 15°C. Selama respon kejut dingin, B. subtilis mengubah komposisi
membrannya dengan meningkatkan kandungan asam lemak bercabang
ante-iso dan menurunkan kandungan bercabang iso. Namun, strain yang
kekurangan isoleusin tidak dapat mensintesis lebih banyak asam lemak
bercabang ante-iso sesudah penurunan suhu, menunjukkan pentingnya
isoleusin untuk kelangsungan hidup B. subtilis untuk penurunan suhu dari
37°C menjadi 15°C.
Efek lain dari penurunan suhu. Untuk mengkompensasi aktivitas
metabolik yang berkurang pada suhu rendah, telah disarankan bahwa
psikrofilik juga mensintesis peningkatan level enzim. Pada suhu rendah,
aktivitas enzim spesifik yang tinggi dari mikroorganisme psikrofilik
telah dianggap disebabkan oleh struktur konformasi yang lebih longgar
dan lebih fleksibel dari protein. Karena kemampuan psikrofilik untuk
menghasilkan enzim yang beradaptasi dengan dingin seperti galaktosidase
yang menunjukkan aktivitas katalitik tinggi pada suhu rendah, dari enzim
yang diadaptasi dingin ini banyak dipakai dalam pemrosesan
makanan, seperti untuk memproses jus buah dan susu, dalam kondisi
suhu rendah. Hal ini akan membantu mencegah pembusukan, yang
mungkin terjadi jika diproduksi pada suhu kamar.
Pengaruh stres suhu rendah pada ekspresi gen: respon kejutan dingin
Penemuan awal dari respon syok dingin pada E. coli dan
menggambarkan respon ini sebagai pola ekspresi gen yang spesifik
dalam menanggapi perubahan mendadak ke suhu yang lebih rendah.
Pola ini sekarang diketahui mencakup pemasukan protein