Rabu, 12 Februari 2025

Published Februari 12, 2025 by

kulkas 1

 





Pendinginan dan pembekuan pada pangan segar maupun pangan 

olahan memberikan pengaruh besar terhadap keamanan dan mutu 

pangan. Proses pendinginan dan pembekuan yang tepat terbukti dapat 

mempertahankan mutu pangan dengan mengurangi atau menonaktifkan 

aktivitas enzim dan mikroorganisme pada pangan. Seiring dengan kenaikan  

jumlah penduduk dan semakin meningkatnya kebutuhan pangan, 

kebutuhan peralatan penyimpan suhu rendah pun terus bertambah. 

Pangan harus dijaga mutu dan keamanannya dari produsen hingga 

konsumen. Oleh karena itu, pemakaian  peralatan penyimpanan suhu 

rendah banyak dipakai  pada penanganan pascapanen pangan segar, 

pada saat pendistribusian pangan, pada industri pengolahan, retailer 

hingga konsumen dalam skala rumah tangga. 

Bagaimana Perkembangan Penyimpanan Suhu Rendah?

Kebutuhan pangan segar maupun olahan terus meningkat 

seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk dunia. Bahan pangan 

segar umumnya memiliki sifat mudah rusak, sedangkan pangan olahan 

memiliki umur simpan yang lebih lama, namun tetap akan mengalami 

penurunan mutu selama waktu penyimpanan. Mengetahui bagaimana 

prinsip - prinsip penyimpanan bahan pangan segar maupun olahan yaitu  

kebutuhan baik bagi produsen maupun konsumen. 

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 

2012 Tentang Pangan, pangan segar yaitu  pangan yang belum mengalami 

pengolahan yang dapat dikonsumsi langsung dan/ atau yang dapat menjadi 

bahan baku pengolahan pangan. Saat musim panen, ketersediaan pangan 

segar sangat melimpah. Disisi lain, pangan segar merupakan bahan yang 

mudah rusak dan dapat mengalami penurunan mutu dengan cepat. Selain 

itu, produksi bahan pangan juga relatif tidak stabil yang dipengaruhi oleh 

kondisi alam. Pada musim tertentu, pangan segar bisa menjadi sangat 

langka dan terbatas. Khususnya untuk negara-negara dengan perubahan 

iklim yang drastis. Dengan demikian, manajemen penyimpanan pangan 

segar menjadi sangat penting. Ketidakmampuan menyimpan bahan 

pangan dengan tepat akan berakibat pada peningkatan food waste. 

Salah satu metode penyimpanan bahan pangan segar yang telah lama 

diterapkan yaitu  penyimpanan pada suhu rendah.

Zaman dahulu, orang telah memanfaatkan es alami, salju, gua 

dan puncak gunung yang dingin untuk menyimpan bahan pangan mereka 

agar tetap segar. Hal ini bisa kita lihat dari adanya rumah es pertama yang 

tercatat, dibangun di Suriah atas perintah Raja Zimri-Lim, dibuat pada 

tahun 1700 SM. Sejak dulu orang Cina Kuno, Suriah, dan Persia telah 

melakukan praktik penyimpanan suhu rendah. Mereka memanen es, 

yang kemudian akan disimpan di ruang bawah tanah atau rumah es yang 

terisolasi dan dipakai  untuk mengawetkan makanan dan minuman. 

Orang Yunani dan Romawi kuno memakai  es yang disimpan dari 

gudang es bukan untuk mengawetkan makanan, namun  sebagai cara untuk 

mendinginkan minuman saat musim panas tiba.  

Pada awal tahun 1800-an, seorang pengusaha Amerika menyadari 

nilai es yang dipanen bagi orang Amerika. Selanjutnya, secara komersial 

orang ini  memotong dan mengangkut es dari New England untuk 

dijual ke Karibia dan Amerika Serikat bagian Selatan. Sejak saat itu banyak 

dibangun cold storage pada setiap rumah. Hingga pada tahun 1830, 

konsumsi es untuk penyimpanan berada pada titik tertinggi sepanjang 

masa, dan warga  sangat terbiasa untuk dapat menyimpan bahan 

pangan di rumah mereka sendiri.

Penyimpanan bahan pangan pada suhu rendah terus 

berkembang. Pada tahun 1755, percobaan pertama untuk menurunkan 

suhu benda secara artifisial dilakukan oleh Profesor William Cullen, 

yang berhasil membuat sejumlah kecil es secara artifisial memakai  

dietil eter sebagai zat pendingin. Pada tahun 1805, O. Evans membuat 

sistem kompresi uap pertama. Berikutnya pada tahun 1834, J. Perkins 

membuat mesin kompresi uap yang ditingkatkan. Selanjutnya pada tahun 

1850 mesin pendingin mulai memakai  kompresor dengan bahan 

pendingin udara, ammonia dan Freon. Pada tahun 1856, A. Twinning 

mulai membuat aplikasi pendinginan komersial pertama. Kemudian pada 

tahun 1918 mulai diproduksi lemari es rumah tangga pertama. Dahulu 

lemari es dianggap sebagai barang mewah, karena harganya yang mahal 

dan pemakaian listriknya yang besar. Namun seiring perkembangan 

teknologi, saat ini telah banyak dihasilkan teknologi penyimpanan suhu 

rendah yang lebih ramah lingkungan, hemat, efisien dan dengan harga 

yang terjangkau.

Perkembangan teknologi pendinginan dan pembekuan 

memungkinkan terjadinya pengiriman bahan pangan segar melintasi jarak 

yang sangat jauh dan menyimpan dalam jumlah besar untuk jangka waktu 

yang lama di ruang freezer industri atau ruang dingin yang lebih kecil. Hal 

ini memicu  ledakan pertanian di daerah yang sebelumnya terlalu 

sulit untuk mengirimkan bahan pangan, membantu menstabilkan harga 

daging, produk susu, buah dan sayuran segar di pasar. Selain itu, akses 

pangan menjadi mudah didapat lintas daerah dan lintas musim.

Selain pangan segar, teknologi penyimpanan suhu rendah juga 

mendorong perkembangan pangan olahan. Menurut Undang-Undang 

Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan, pangan olahan 

yaitu  makanan atau minuman hasil proses dengan cara atau metode 

tertentu dengan atau tanpa bahan tambahan. Salah satu pangan olahan 

yang banyak berkembang sebagai akibat perkembangan penyimpanan 

suhu rendah yaitu  frozen food. Pangan olahan beku atau dikenal dengan 

frozen food didefinisikan sebagai pangan olahan yang dihasilkan dari 

proses pembekuan dan suhu produk dipertahankan tidak lebih dari -18°C 

pada setiap bagiannya. Perubahan gaya hidup yang serba cepat juga 

mendorong berkembangnya produk ini . Produk frozen food telah 

banyak membantu dalam penyiapan makanan menjadi lebih cepat dan 

mudah.

Hingga saat ini variasi produk frozen food yang beredar di pasaran 

sangatlah banyak. Mulai dari olahan buah dan sayur (seperti: kentang 

goreng (french fries) dan mix frozen vegetable), olahan serealia (seperti 

mie, kulit pangsit atau kebab, dan macaroni schotel), olahan daging 

(seperti: nuget, bakso, ungkep dll) hingga berbagai olahan ikan dan 

seafood (seperti: udang lapis tepung, udang kupas masak, surimi, bakso 

ikan, tekwan, pempek, dim sum, siomay, fish katsu, bandeng presto, naget 

ikan dll). Namun demikian frozen food merupakan salah satu pangan 

olahan yang memiliki resiko tinggi. Jika tidak disimpan dan ditangani 

dengan tepat akan berpotensi tidak aman untuk dikonsumsi. Hal ini 

menuntut lebih banyak penyediaan sistem pendingin dan pengawasan 

yang lebih ketat dalam proses pengolahan bahan dan penanganan selama 

penyimpanannya.

Menyimpan Dengan Benar Sama Dengan Memperpanjang 

Umur Simpan

Manusia telah memakai  berbagai metode untuk mengawetkan 

makanan selama berabad - abad, mulai dari penggaraman, fermentasi, 

pengalengan, dan pasteurisasi. Umur simpan atau shelf life suatu produk 

dipahami sebagai rentang waktu yang dimiliki suatu produk mulai dari 

produksi hingga konsumsi sebelum produk mengalami penurunan mutu  

atau mengalami kerusakan dan tidak layak untuk dikonsumsi. Sedangkan 

kondisi dimana produk sudah tidak aman untuk dikonsumsi ditunjukkan 

dengan tanggal kadaluarsa (expiration date). Selama rentang waktu umur 

simpan, produk memiliki kandungan gizi sesuai dengan yang tertera pada 

kemasan, tetap terjaga atribut sensorinya, fungsinya, dan produk harus 

aman dikonsumsi. 

Nilai umur simpan terhitung sejak produk diproduksi/ dikemas dan 

sangat dipengaruhi oleh kondisi penyimpanannya. Selain itu, umur simpan 

bahan pangan dipengaruhi oleh karakteristik bahan pangan ini , 

pengemasan, suhu dan humiditas ruang penyimpanan. Penyimpanan 

yang salah sama dengan mempercepat kerusakan bahan pangan. Salah 

satu cara yang bisa dilakukan untuk mempertahankan mutu pangan segar 

pasca pemanenan yaitu dengan mengatur suhu bahan maupun kondisi 

ruang penyimpanannya. Pada suhu tertentu, aktivitas enzimatik dan 

pertumbuhan mikroorganisme pemicu  terjadinya penurunan mutu 

pada pangan bisa dikurangi sehingga bahan tetap dalam keadaan segar. 

Pangan segar baik bersumber dari nabati maupun hewani 

masih akan mengalami respirasi sesudah  proses pemanenan maupun 

pemotongan. Untuk berlangsungnya respirasi ini , diperlukan suhu 

optimum, yaitu suhu dimana proses metabolisme (termasuk respirasi) 

dapat berlangsung secara sempurna. Pada suhu penyimpanan yang lebih 

tinggi atau lebih rendah dari suhu optimum, metabolisme akan berjalan 

kurang sempurna bahkan berhenti sama sekali. Penyimpanan suhu 

rendah dapat menurunkan aktivitas respirasi dan menghambat aktivitas 

mikroorganisme. Penyimpanan suhu rendah tidak membunuh mikroba, 

namun hanya menghambat aktivitasnya. Untuk mendapatkan umur 

simpan yang lebih panjang, teknik penyimpanan pada suhu rendah perlu 

dikombinasikan dengan teknik pengawetan yang lainya.

Aktivitas menyimpan pangan terjadi disepanjang rantai produksi, 

mulai dari pangan segar oleh produsen, bahan baku maupun pangan 

olahan oleh industri pengolahan, unit distribusi, retail, sampai ditangan 

konsumen. Saat penyimpanan, potensi terjadinya kerusakan pangan bisa 

terjadi oleh keberadaan organisme hidup yang dapat mengkontaminasi 


seperti cacing, serangga, fungi ataupun mikroorganisme lain yang bisa 

mengkontaminasi pangan. Selain itu, selama penyimpanan aktivitas 

biokimia yang memicu berkurangnya mutu akan terus terjadi. 

Pangan segar merupakan jaringan hidup hingga bahan pangan ini  

di konsumsi atau diproses lebih lanjut. Dengan demikian, fokus utama 

dalam penyimpanan yaitu  mengurangi laju respirasi tanpa merusak 

jaringan. Sedangkan untuk pangan olahan, umumnya akan mengalami 

laju penurunan mutu sebagai fungsi waktu dan suhu penyimpanan.

Menyimpan bahan pangan dengan baik berarti mengatur dan 

mengendalikan kondisi ruang penyimpanan dengan memahami potensi 

kerusakan pada bahan pangan


Setidaknya ada  lima parameter yang harus diperhatikan 

dalam penyimpanan pangan segar maupun olahan. Parameter pertama 

yaitu  suhu ruang penyimpanan. Seperti yang kita ketahui bahwa, 

laju reaksi biokimia pada bahan pangan dipengaruhi oleh suhu. Suhu 

rendah akan mampu menurunkan kerusakan pada bahan pangan dan 

menghambat pertumbuhan bakteri maupun jamur. Penyimpanan suhu 

rendah dibatasi oleh beberapa hal, diantaranya: karakteristik pangan dan 

biaya penyimpanan. Sehingga perlu adanya keseimbangan antara biaya, 

shelf life, dan resiko chilling injury maupun freezing injury.  

Parameter kedua yaitu  kelembapan ruang penyimpanan. 

Jika kelembapan ruang penyimpanan melebihi kesetimbangan relatif 

bahan, maka bahan akan menyerap kelembapan yang berlebih selama 

penyimpanan. Peningkatan kadar air dalam pangan selama penyimpanan 

akan meningkatkan kerentanan terhadap pertumbuhan mikroorganisme. 

Sementara, jika kelembapan ruang penyimpanan lebih rendah dari kadar 

air pangan maka pangan akan mengalami rehidrasi. Kehilangan kadar air 

dalam pangan akan menurunkan mutu dan memicu  susut masa 

yang berakibat pada turunnya harga jual. Kondisi yang ideal yaitu  jika 

kelembapan lingkungan sama dengan bahan, sehingga tidak akan terjadi 

perpindahan massa air dari lingkungan ke bahan atau sebaliknya. 

Parameter ketiga yaitu  komposisi udara ruang penyimpanan. 

Pengendalian komposisi udara pada ruang penyimpanan bahan pangan 

mentah memiliki banyak manfaat.  Pada sebagian bahan yang berpotensi 

mengalami reaksi oksidasi, ruangan didesain agar bebas oksigen.  Pada 

kondisi lain, ventilasi yang memadai diperlukan untuk mencegah 

fermentasi anaerobik yang akan memicu  off-flavors. Pengendalian 

komposisi udara dengan meningkatkan N

 

dan mengurangi O


 pada 

ruang penyimpanan juga akan membuat proses metabolisme melambat, 

menghambat respirasi, pematangan dan penuaan pangan segar. 

Parameter keempat yaitu  cahaya ruang penyimpanan. 

Keberadaan cahaya dapat memicu berbagai macam reaksi dalam bahan 

pangan. Senyawa pada bahan pangan yang sensitif terhadap cahaya 

disebut fotosensitizer dan sering mengacu pada pigmen seperti klorofil, 

riboflavin, karotenoid, antosianin, dan flavonoid. Molekul fotosensitizer 

umumnya memiliki struktur kromofor yang mampu menyerap foton 

energi dari cahaya dan menghasilkan reactive oxygen species (ROS). 

Sebagai contoh, bahan pangan yang kaya protein dan lemak akan lebih 

rentan mengalami kerusakan akibat cahaya akibat fotosensitizer yang 

diinduksi oleh photo-oxidation. 

Parameter kelima yaitu  keberadaan organisme dalam ruang 

penyimpanan. Dalam ruang penyimpanan sangat mungkin ada  

berbagai organisme yang bisa merusak atau menurunkan mutu bahan 

pangan, seperti serangga dan hewan pengerat.  Upaya pengendalian 

dapat dilakukan dengan penyemprotan fungisida dengan dosis yang 

diizinkan dan tidak berbahaya bagi bahan pangan.

Mekanisme Penyimpanan Suhu Rendah

Pendinginan

Pendinginan terjadi akibat lepasnya panas pada bahan ke 

lingkungan ruang pendingin dan lepasnya panas dari lingkungan ruang 

pendingin ke luar sistem pendingin hingga mencapai suhu tertentu yang 

diinginkan. Selanjutnya suhu ini  akan dipertahankan agar tetap 

stabil. Dalam proses pendinginan, terjadi tiga mekanisme perpindahan 

panas secara simultan, yaitu: konveksi, radiasi dan penguapan. Selama 

proses pendinginan, media pendingin harus mampu menyerap panas dari 

dalam bahan yang akan didinginkan, panas konduksi di luar dinding ruang 

pengemas/penyimpan dan panas infiltrasi dari ruangan yang terbuka.

Mekanisme perpindahan panas selama proses pendinginan

(Sumber: ilustrasi oleh penulis)

ada  tiga faktor yang sangat mempengaruhi laju pendinginan. 

Faktor pertama yaitu  perbedaan suhu antara bahan yang didinginkan 

dengan suhu media pendingin. Media pendingin yang dipakai  bisa 

berupa udara dingin, air suhu rendah maupun es. Pada tahap awal 

proses pendinginan, laju penurunan suhu akan berlangsung lebih cepat 

dan berangsur melambat. Hal ini terjadi karena seiring lamanya waktu  

pendinginan selisih suhu yang ingin dicapai sudah mulai berkurang. Pada 

proses pendinginan hanya terjadi perubahan panas sensible (panas untuk 

merubah suhu tanpa merubah tahap ), sehingga suhu ruang pendingin 

berkisar 20 OC hingga 0 OC.  Penentuan suhu penyimpanan dingin 

disesuaikan dengan suhu optimum penyimpanan tiap bahan pangan. 

Faktor kedua yaitu  besarnya luas kontak antara permukaan bahan yang 

akan didinginkan dengan media pendingin. Semakin besar luas kontak 

antar bahan dengan media pendingin maka laju proses pendinginan akan 

lebih cepat terjadi. Dalam hal ini laju kontak media pendingin juga bisa 

meningkat ketika terjadi peningkatan laju udara pendingin. Faktor ketiga 

yaitu  nilai konduktivitas termal produk pangan dan bahan pengemasnya. 

Pendinginan akan cepat terjadi apabila bahan dan kemasan memiliki nilai 

konduktivitas termal yang tinggi. 

Pembekuan

Penyimpanan pada suhu beku memiliki berbagai keuntungan 

karena mampu mempertahankan kandungan zat gizi, rasa, warna dan 

aroma. Selain itu penyimpanan pada suhu beku juga bisa menghemat 

waktu, kerja, dan uang. Metode ini juga mudah untuk diterapkan dalam 

mengawetkan bahan pangan. Dengan peyimpanan beku memungkinkan 

untuk memasak bahan pangan lebih cepat, ketersediaan bahan pangan 

akan ada sepanjang tahun dan bisa mengurangi frekuensi kegiatan belanja. 

Pembekuan merupakan salah satu metode pengawetan pangan, 

dimana produk pangan diturunkan suhunya hingga bahan berada di 

bawah suhu bekunya. Selama proses pembekuan terjadi perpindahan 

panas sensibel (panas untuk mengubah suhu) dan perpindahan panas 

laten (panas untuk mengubah wujud zat). Suhu pembekuan bahan pangan 

umumnya terjadi dibawah -2oC (28oF). Selama pembekuan, sebagian dari 

air berubah wujud dari tahap  cair ke tahap  padat dan membentuk kristal 

es. Kristalisasi ini memicu  mobilitas air terbatas sehingga aktivitas 

air pun menurun. Kondisi ini  akan memicu  penghambatan 

pertumbuhan mikroba, serta reaksi-reaksi kimia dan biokimia yang 

mempengaruhi mutu dan keawetan produk pangan. Dengan demikian 

produk beku dapat memiliki umur simpan yang lebih lama.

Selama proses pembekuan, suhu bahan pangan diturunkan 

menjadi lebih rendah dari suhu titik bekunya sehingga terjadi perubahan 

wujud air dari cair menjadi padat pada titik bekunya dan lewat beku 

(berada di bawah titik bekunya). Proses perubahan wujud dari cair 

ke lewat beku pada sistem pangan akan berbeda dengan perubahan 

wujud air murni. Dalam proses pembekuan, baik pada air murni, larutan 

maupun sistem pangan, terjadi fenomena supercooling. Supercooling 

yaitu  kondisi dimana suhu air menurun di bawah suhu bekunya, namun 

kemudian meningkat lagi ke suhu titik bekunya. Suhu supercooling dapat 

mencapai 10oC di bawah titik beku bahan.

Sesuai dengan sifat koligatif larutan, suhu pembekuan air menjadi 

lebih rendah dengan adanya komponen lain yang membersamainya. 

Jika pada air murni proses pembekuan terjadi pada suhu konstan, maka 

didalam sistem larutan atau campuran proses pembekuan terjadi pada 

suhu yang tidak sama (titik beku semakin menurun). Hal ini terjadi karena 

pada proses pembekuan air, sebagian air yang menjadi pelarut akan 

membeku yang memicu  konsentrasi larutan akan semakin tinggi. 

Sebagai akibatnya, titik beku larutan atau sistem pangan akan mengalami 

penurunan. 


 

yaitu  suhu media pendinginan. Pada titik A hingga B air mengalami 

perubahan suhu hingga dibawah 0 oC. Pada titik B air akan tetap berada 

pada tahap  cair meskipun suhunya 0 oC. Kondisi ini  disebut dengan 

supercooling. Pada titik B hingga C suhu naik dengan cepat pada suhu 

pembekuannya akibat lepasnya panas laten (panas untuk mengubah tahap ) 

dan pada titik ini kristal es akan terbentuk pada titik beku bahan pangan 

(T

f,f

). Pada titik C hingga D terus terjadi penurunan suhu pembekuan 

akibat peningkatan konsentrasi padatan pada fraksi produk yang belum 

membeku. Penurunan suhu akan terus terjadi hingga sebagian besar 

produk pangan telah berubah tahap  menjadi es dan akan berhenti ketika 

padatan pada sistem pangan menjadi super jenuh dan mulai mengkristal. 

Selanjutnya pada titik D panas laten kristalisasi akan kembali dilepas dan  

suhu akan naik pada titik eutectic yaitu titik E. Pada titik suhu eutectic 

sebagian air sudah membeku yang memicu zat terlarut mengalami 

kondisi lewat jenuh dan mulai membentuk kristal. Saat terjadi kristalisasi 

zat terlarut, terjadi pelepasan panas laten (perubahan wujud yang 

berlangsung pada suhu konstan). Proses kristalisasi akan terus berlanjut 

seiring penurunan suhu hingga titik F yaitu suhu media pendinginan T

m

Total waktu yang diperlukan dari titik C hingga titik F disebut sebagai 

waktu pembekuan (T

m

).

Perbandingan kurva pembekuan air murni dan kurva pembekuan bahan 

pangan

(Sumber: gambar ulang dari Hariyadi, 2007)

Perkiraan laju pembekuan dan pada lama waktu pembekuan 

merupakan faktor paling penting dalam pemilihan maupun desain proses 

pembekuan. Lama waktu pembekuan sangat tergantung pada berbagai 

faktor, antara lain: ukuran dan bentuk produk yang dibekukan, nilai 

konduktivitas panas bahan yang dibekukan, luas area (permukaan) bahan 

yang dibekukan dengan media pembeku, nilai koefisien pindah panas di 

permukaan bahan yang dibekukan dan media pembeku, perbedaan suhu 

antara bahan yang dibekukan dan media pembeku dan jenis pengemas 

yang dipakai  untuk mengemas bahan yang dibekukan (hanya berlaku 

untuk bahan yang dibekukan dalam keadaan terkemas).

Peralatan Penyimpanan Suhu Rendah

Pendinginan dan pembekuan bahan pangan yang mudah rusak 

(perishable food) merupakan proses yang penting untuk dapat menjaga 

kualitas bahan pangan ini . Proses pendinginan dan pembekuan 

diperlukan untuk menghambat proses kimiawi dan biologis dalam bahan 

pangan yang dapat memicu  terjadinya penurunan mutu bahan 

pangan. Dengan proses pendinginan dan pembekuan diharapkan dapat 

memperpanjang shelf life dari bahan pangan yang memiliki sifat perishable 

seperti daging, ikan, sayuran, dan buah–buahan. Untuk itu diperlukan 

peralatan pendinginan dan pembekuan agar proses penyimpanan 

berjalan dengan baik. Dalam merancang peralatan yang akan dipakai  

maka diperlukan beberapa pertimbangan seperti jenis bahan pangan, 

kisaran suhu, laju pendinginan, dan beberapa pertimbangan lain. 

Peralatan pendinginan atau pembekuan juga berperan dalam transportasi 

dan distribusi bahan pangan karena sebagian besar bahan pangan 

menghabiskan waktunya dalam perjalanan. Jadi, mengetahui peralatan 

untuk proses transportasi dan distribusi menjadi hal yang penting. 

Berikut beberapa peralatan yang biasanya dipakai  dalam 

proses pendinginan dan pembekuan : 

Cool box

Cool box merupakan wadah berpendingin yang biasanya 

dipakai  untuk menyimpan bahan – bahan yang sensitif terhadap 

suhu. Cool box terbuat dari bahan isolasi dengan konduktivitas termal 

rendah dan akumulator dingin ditempatkan di dalam untuk menjaga 

suhu di dalam kotak sehingga transportasi rantai dingin pangan dapat 

diselesaikan dengan mudah. Biasanya cool box dilengkapi dengan media 

pendingin seperti es batu atau ice gel untuk menjaga suhu tetap dingin. 

Peletakan dari media pendingin ini juga berpengaruh terhadap kinerja 

cool box terkait masalah pendistribusian suhu. Cool box yang umumnya 

dipakai  terbuat dari styrofoam dan plastik HDPE (High Density Poly  

Ethylene), khusus bahan HDPE dilengkapi lagi dengan bahan insulasi yang 

terbuat dari polyurethane. 

Penggunaan cool box ini sangat cocok untuk kebutuhan transportasi 

multi frekuensi dan volume yang kecil. Kinerja cool box dapat dievaluasi 

dari masa pemakaian  dan kemampuan untuk mendistribusikan panas 

serta mempertahankan suhu. Cool box cukup sering dipakai  sebagai 

peralatan penyimpanan suhu rendah karena memiliki beberapa kelebihan 

seperti kontrol suhu yang lebih mudah, fleksibel, biaya yang rendah, 

pengoperasiannya mudah, mudah dibawa karena ukurannya yang cukup 

kecil, dan dapat dioperasikan baik di dalam maupun di luar ruangan. 

Namun cool box juga memiliki kekurangan yaitu waktu penyimpanan 

yang cukup singkat, bergantung pada media pendingin yang dipakai  

dan desain dari cool box, suhu di dalam kabinet sangat dipengaruhi oleh 

lingkungan luar, dan ada batasan waktu untuk menjaga suhu didalam 

kotak.

Refrigerator 

Refrigerator merupakan suatu alat yang terdiri dari rangkaian 

mesin yang bekerja untuk menghasilkan suhu yang dingin dengan bantuan 

refrigeran. Refrigeran memiliki fungsi sebagai zat pendingin yang dialirkan 

oleh kompresor selama refrigerator bekerja. Pada awalnya refrigeran 

berbentuk liquid dan akan berubah menjadi gas kemudian berubah 

menjadi cair lagi selama siklus pendinginan dalam refrigerator. Beberapa 

jenis refrigeran yang bisa dipakai  yaitu  chlorofluorocarbons (CFCs), 

amonia, hidrokarbon (propane, ethane, ethylene), karbodioksida, udara 

dan bahkan air (pada aplikasi diatas titik beku). Pemilihan refrigeran yang 

baik hendaknya berdasarkan kondisinya, misalnya R-11, R-12, R-22, R-134a 

dan R502 yang dijual banyak di pasaran. Secara umum, mesin refrigerasi 

mekanik terdiri evaporasi, kompresi, kondensasi dan ekspansi. 

Proses kerja mesin pendingin secara umum yaitu  sebagai 

berikut: 

1. Evaporator, berfungsi untuk mengambil panas yang ada  

pada ruangan yang akan didinginkan. Didalam evaporator terjadi 

perubahan wujud refrigeran dari air menjadi uap. Perubahan wujud 

ini memerlukan energi (yang diambil dari lingkungan dan bahan yang 

disimpan dalam ruang ini ).

2. Kompressor: bekerja meningkatkan suhu dan tekanan refrigeran 

sesudah  keluar dari evaporator dalam fasa uap/ gas pada tekanan 

tinggi. Melalui proses kompresi suhu refrigeran dapat ditingkatkan 

sehingga melebihi suhu disekelilingnya.  Kemudian Refrigeran ini akan 

mengalir ke kondensor. 

3. Kondensor bekerja untuk mengembunkan uap refrigeran bertekanan 

dan bersuhu tinggi. Panas dilepas ke lingkungan, dan terjadi perubahan 

tahap  refrigeran dari uap ke >> cair.  

4. Katub Ekspansi dipakai  untuk mengendalikan laju refrigeran 

sehingga supply refrigeran konstan. Katub ekspansi ini akan 

memisahkan saluran bertekanan tinggi (saluran antara kompresor 

dan katub ekspansi yang melalui kondensor) dan saluran bertekanan 

rendah (saluran antara kompresor dan katub ekspansi yang melalui 

evaporator). Perbedaan tekanan ini  akan memicu  

refrigeran berbentuk cair pada tekanan tinggi dan akan sangat mudah 

menguap pada ruang evaporator. Keadaan mudah menguap ini  

bisa dimanfaatkan untuk mengambil panas dari lingkungan di dalam 

evaporator.

Mekanisme sistem refrigerasi dapat dilihat pada gambar, dimana A: 

refrigeran berada pada tahap  uap jenuh, B: refrigeran akan mengalami 

superheated vapor (Suhu tinggi dengan bertekanan tinggi), C: refrigeran 

akan mengalami saturated vapor, D: refrigeran akan mengalami saturated 

liquid dan E: refrigeran akan mengalami ekspansi dan berubah menjadi 

tahap  gas/ vapor 

Mekanisme Sistem Refrigerasi


Refrigerator merupakan salah satu alat elektronik yang 

mengkonsumsi daya listrik cukup besar. Hal ini dapat terjadi karena suhu 

rendah didalam refrigerator harus tetap dipertahankan sedangkan ketika 

pintu refrigerator dibuka dan ditutup memungkinkan adanya panas yang 

masuk dari lingkungan ke dalam refrigerator. Untuk mengembalikan 

suhu refrigerator sesuai suhu yang telah disetting membutuhkan daya 

listrik yang cukup besar. ada  tujuh cara yang dapat dilakukan untuk 

mengurangi konsumsi listrik dari pemakaian  refrigerator. Pertama 

menempatkan refrigerator pada tempat yang sejuk. Kedua minimalkan 

kegiatan membuka dan menutup pintu refrigerator, hal ini penting 

dilakukan karena untuk mengembalikan suhu sesuai dengan yang telah 

disetting membutuhkan waktu yang cukup lama dan akan berpengaruh 

terhadap pemakaian  listrik. Ketiga, usahakan untuk mengatur suhu 

refrigerator tidak terlalu rendah, refrigerator biasanya memakai  suhu 

2 – 4 °C untuk ruang pendingin dan -15°C untuk ruang freezer. Keempat, 

hindari memasukan makanan dan/atau minuman yang bersuhu tinggi. Hal 

ini menjadi penting dikarenakan makanan atau minuman yang bersuhu 

tinggi memicu  kenaikan suhu dalam refrigerator, sebagai akibatnya 

1

untuk mengembalikan ke suhu yang telah disetting membutuhkan daya 

listrik yang besar. Kelima, isi refrigerator sesuai dengan kapasitas yang 

tersedia. Jika refrigerator terisi melebihi kapasitas maka sirkulasi udara 

dalam refrigerator akan terganggu dan akan memperberat kinerja 

refrigerator yang berpengaruh kepada meningkatnya konsumsi listrik. 

Keenam, rawat refrigerator dengan benar serta pastikan komponen 

berjalan dengan baik. Ketujuh, jangan dibiarkan refrigerator kosong. 

Cold Room

Cold room merupakan sebuah ruangan yang didesain khusus 

dengan mesin berpendingin yang dipakai  sebagai ruang penyimpanan 

berbagai macam bahan pangan terutama yang mudah rusak (perishable) 

dengan tujuan untuk mempertahankan kualitas bahan pangan ini . 

Cold room terdiri dari beberapa jenis yang umumnya dipakai  seperti 

chilled room, freezer room, blast freezer, dan blast chiller. Fungsi dari 

keempat jenis cold room ini berbeda – beda. Untuk chiller dan freezer room 

umumnya berfungsi untuk menyimpan bahan pangan dengan kondisi 

tertentu. Sedangkan untuk blast freezer dan blast chiller berfungsi untuk 

menyimpan bahan pangan dengan kondisi tertentu dan membutuhkan 

waktu cepat dalam pendinginannya. 

Chilled room memiliki suhu yang berkisar antara 1°C sampai 7°C. 

Bahan pangan yang biasa disimpan dalam chilled room yaitu  bahan 

pangan segar seperti buah – buahan dan sayuran. Chilled room memiliki 

kesamaan fungsi dengan thawing room, karena untuk memakai  

bahan pangan yang sebelumnya dibekukan membutuhkan proses thawing 

yang tidak bisa langsung ke suhu normal melainkan di suhu chiller terlebih 

dahulu. Thawing room memiliki suhu sekitar 10°C. Sedangkan freezer room 

memiliki suhu yang berkisar antara -15°C sampai -20°C. Bahan pangan 

yang biasa disimpan dalam freezer room seperti daging, ikan, unggas, dan 

bahan pangan lain yang membutuhkan suhu beku. Blast chiller memiliki 

fungsi untuk mendinginkan bahan pangan secara cepat sesudah  selesai 

dimasak, dengan kisaran suhu penyimpanan 1°C sampai 4°C. Blast freezer 

memiliki fungsi untuk mendinginkan bahan baku untuk makanan beku 

atau olahan secara cepat dengan kisaran suhu -20°C sampai -35°C.

 

Penggunaan blast chiller dan blast freezer bertujuan untuk 

mencegah terjadinya kontaminasi dari bakteri, mengurangi kadar air, 

menjaga kadar zat gizi yang terkandung dalam pangan, mempertahankan 

cita rasa dan kualitas. Dalam pemakaian  cold room ada  hal penting 

yang harus diperhatikan yaitu menjaga kestabilan suhu. Kestabilan suhu 

menjadi penting karena bahan pangan yang disimpan dapat mengalami 

penurunan kualitas bahkan rusak jika terjadi ketidakstabilan suhu. Selain 

itu mesin pendingin yang ada  di dalam cold room juga akan rusak. 

Dalam cold room menjaga suhu tetap stabil menjadi sebuah 

tantangan tersendiri khususnya pada saat proses bongkar muat dari 

refrigerated truck ke dalam cold room tentu suhu panas dari lingkungan 

akan masuk ke dalam cold room. Tantangan kestabilan suhu pada saat 

bongkar muat dapat diatasi dengan loading system. Loading system 

membuat sebuah terobosan baru docking equipment yaitu stepped dock 

system. Stepped dock system ini memungkinkan refrigerated truck untuk 

membuka pintu dalam gudang sehingga tidak ada celah untuk panas dari 

lingkungan masuk ke dalam cold room.

Refrigerated Truck 

Refrigerated Truck merupakan salah satu peralatan yang sering 

dipakai  dalam transportasi dan distribusi bahan pangan. Refrigerated 

Truck memiliki panjang mencapai 17 m, lebar 2,6 m, dan tinggi 4,3 m. 

Refrigerated Truck ini harus memiliki body yang ringan dan kaku dengan 

karakteristik isolasi yang baik. Untuk dapat memiliki karakteristik isolasi 

yang baik maka dipakai lah lapisan insulasi yang tebal pada dinding 

body truck. Hal ini bertujuan untuk mengurangi laju panas yang masuk 

ke dalam ruangan pendingin. Namun hal ini  juga dapat berefek 

terhadap berkurangnya ruang untuk penyimpanan. Bahan insulasi 

yang umumnya dipakai  yaitu  busa uretana dikarenakan bahan ini 

memiliki konduktivitas termal yang rendah (k = 0,026 W/m.oC). Ketebalan 

poliuretan yang dipakai  berkisar antara 7,5 sampai 10 cm untuk 

freezer truck dengan suhu yang dipertahankan pada -18°C atau lebih 

rendah. Sedangkan untuk refrigrated truck ketebalan bahan insulasi yang 

dipakai  2,5 sampai 6,5 cm dan suhu dipertahankan diatas suhu beku. 

Permukaan luar dari refrigerated truck harus memiliki sifat yang tahan 

uap. Hal ini ditujukan untuk mencegah uap air masuk ke dalam isolasi dan 

kondensasi di dalam isolasi.

Secara teknis, sebelum bahan pangan dimuat ke refrigerated truck 

maka bagian dalam refrigerated truck dan bahan pangan harus didinginkan 

terlebih dahulu. Hal ini dilakukan karena refrigerated truck tidak memiliki 

kapasitas pendingin tambahan untuk mendinginkan produk dengan cepat. 

Pada refrigerated truck proses pembekuan dan pemanasan dipasang 

otomatis dan operator hanya perlu mengatur termostat pada tingkat yang 

diinginkan. Sistem penyimpanan pada refrigerated truck menyediakan 

suhu yang telah ditentukan. Termostat harus dikalibrasi secara teratur 

karena jika terjadi penyimpangan derajat dari pengaturan suhu yang 

telah ditentukan dapat berpengaruh pada kerusakan bahan pangan yang 

disebabkan oleh pembekuan atau pembusukan yang berlebihan. 

Bahan pangan yang akan dimuat dalam refrigerated truck 

biasanya memakai  wadah. Wadah ini  harus memungkinkan 

terjadinya pertukaran panas sekaligus melindungi bahan pangan. Wadah 

yang dipakai  juga harus memiliki sirkulasi udara. 

Media Pendingin Alternatif

Es Batu

Es batu merupakan media pendingin alternatif yang sudah 

dipakai  sejak zaman dahulu. Pemilihan es batu sebagai media 

pendingin alternatif dikarenakan beberapa pertimbangan seperti 

harganya yang relatif murah, mudah dalam pembuatannya, dan mudah 

dalam pengemasan. Namun media pendingin alternatif ini juga memiliki 

kekurangan seperti sifatnya yang mudah mencair, tidak dapat dipakai  

secara berulang, dan jangka pemakaian nya yang relatif singkat. Es 

batu yang dipakai  untuk media pendingin alternatif bahan pangan 

harus memenuhi persyaratan yang diatur dalam SNI No. 01 - 3839 - 

1995. Di dalam peraturan ini  dijelaskan  bahwa es batu yang layak 

dipakai   harus memenuhi syarat – syarat air minum yang sesuai dengan 

PerMenKes RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990. Dalam PerMenKes ini   

dicantumkan syarat mutu yang harus diterapkan untuk es batu yaitu 

syarat mutu mikrobiologi total Coliform tidak melebihi 0 bakteri/100 ml 

dan Coliform fekal tidak melebihi 0 bakteri/100 ml.

Es batu yang umumnya dipakai  terbagai menjadi 2 jenis yaitu es 

balok dan es kristal. Kedua jenis es batu ini memiliki fungsi yang berbeda. 

Untuk es batu jenis es balok biasanya dipakai  untuk mengawetkan hasil 

laut dan penyimpanan dingin pangan seperti yang ada dalam coolbox. 

Sedangkan untuk jenis es kristal banyak dipakai  dalam minuman 

karena lebih jernih, tidak perlu dipecahkan sebelum memakai nya, 

dan bentuknya lebih seragam. Es kristal dibuat memakai  alat yang 

disebut ice tube.

Ice Pack Gel

Ice pack gel yaitu  salah satu media pendingin alternatif yang 

sekarang mulai dikembangkan. Ice pack gel merupakan media pendingin 

yang berbentuk gel cair. Pada umumnya ice pack gel dibuat dengan 

formulasi khusus sehingga dapat menghasilkan gel yang lembut dan 

dapat dibekukan sehingga dapat mendinginkan produk. Ice pack gel 

diformulasikan dengan memakai  70% air, 25% propilen glikol, dan 

5% berat hidroksipropil metilselulosa dengan jenis KISMDGS yang telah 

dipasarkan oleh Minnosta Mining and Manufacturing Company, Amerika. 

Ice pack gel dapat menghasilkan dingin hingga -23°C. Ice pack gel penting 

memiliki viskositas 100.000 cP pada suhu ruang. Ice pack gel dipakai  

sebagai pengganti pemakaian  es batu dan dry ice yang dapat dipakai  

secara berulang dan dapat menjaga suhu rendah hingga 12 jam pada 

proses penyimpanan dingin dalam wadah box styrofoam. Ice pack gel pada 

umumnya dipakai  untuk menyimpan obat-obatan, ASI, dan beberapa 

produk pangan seperti penyimpanan sementara ikan segar. Ice pack gel 

akan bekerja lebik baik dalam kemasan yang tertutup. 

Ice pack gel memiliki karakteristik beku pada suhu rendah dan cair 

pada suhu ruang.  Jika dilihat dari material pembentuknya, ice pack gel 

terbagi menjadi dua jenis yaitu ice pack gel yang hanya berfungsi sebagai 

pendingin dan ice pack gel yang berfungsi ganda (media pendingin 

sekaligus media pemanas). Ice pack gel yang bewarna biru berfungsi 

sebagai media pendingin sedangkan ice pack gel yang bewarna putih 

berfungsi ganda yaitu sebagai media pendingin sekaligus pemanas. 

Bentuk Ice pack gel memiliki peranan penting dalam penyimpanan 

suhu rendah. Ice pack gel yang memiliki permukaan luas dan volume kecil 

akan lebih mudah mencair namun  tetap bisa mempertahankan produk 

dalam suhu rendah. Sedangkan ice pack gel yang memiliki permukaan 

yang kecil dan volume besar lebih bertahan lama namun  tidak dapat 

mempertahankan produk pada suhu rendah dalam waktu yang lama.

Phase Change Material (PCM)

Media pendingin alternatif semakin dikembangkan untuk 

memenuhi kebutuhan penyimpanan suhu rendah bahan pangan. Salah 

satu media alternatif yang dikembangkan dan mulai sering dipakai  

baik untuk industri skala kecil maupun skala besar yaitu  phase change 

material (PCM). Phase change material (PCM) merupakan media 

pendingin alternatif dengan prinsip penyimpanan energi termal sehingga 

mampu untuk menyerap dan melepaskan sejumlah besar kalor selama 

proses perubahan tahap . Secara umum PCM diklasifikasikan berdasarkan 

keadaan zat sebelum dan sesudah perubahan tahap  dan sifat kimiawinya. 

Diantara media pendingin alternatif yang sudah ada, PCM memiliki 

keunggulan yaitu suhu penyimpanan dapat disesuaikan dengan bahan 

pangan yang akan disimpan sehingga penyimpanan lebih optimal. 

Untuk menghasilkan PCM dengan kualitas yang baik maka ada 

beberapa parameter yang harus diperhatikan seperti jenis bahan, metode 

pembuatan, sifat termal fisik, dan mekanisme perpindahan panas. Jenis 

bahan yang dipakai  dibagi menjadi 3 klasifikasi berdasarkan sifat 

kimiawinya yaitu organik, anorganik, dan eutectic. Dari setiap jenis ini 

tentu memiliki kekurangan dan kelebihan masing – masing. Untuk jenis 

bahan organik memiliki kelebihan seperti tidak korosif, tidak beracun, 

tidak terjadi supercooling, dan tidak terjadi pemisahan tahap . Sedangkan 

kelemahan bahan organik yaitu  mudah terbakar, panas laten rendah, 

dan konduktivitas termal yang rendah. Untuk bahan jenis anorganik 

memiliki kelebihan seperti konduktivitas termal yang tinggi, perpindahan 

panas yang baik, dan harganya yang murah. Sedangkan untuk kelemahan 

 

jenis bahan anorganik yaitu terjadi pemisahan tahap , korosif, toksisitas 

yang relatif tinggi, dan terjadi supercooling. Untuk bahan jenis eutectic 

merupakan PCM yang terbentuk dari campuran antar PCM untuk 

mendapatkan PCM dengan karakteristik yang lebih baik. 

Metode pembuatan menjadi salah satu parameter yang penting 

karena dapat meningkatkan kinerja PCM sebagai media pendingin 

alternatif. Metode pembuatan PCM terbagi menjadi 3 yaitu metode 

enkapsulasi, struktur nano, dan composite. Metode enkapsulasi 

merupakan sebuah metode yang dipakai  dengan cara menyalut partikel 

padat, cair, atau gas dalam sebuah bahan penyalut yang kompatible. 

Penerapan metode ini bertujuan untuk melindungi PCM dari kebocoran 

jika digabungkan dengan bahan pangan, meningkatkan kinerja dari PCM, 

mengatasi kekurangan dari PCM tunggal, dan melindungi dari degradasi 

selama proses penyerapan dan pelepasan panas. Metode composite 

merupakan metode yang dibuat dengan menggabungkan salah satu 

jenis PCM dengan campuran biner atau multiple. Metode struktur nano 

merupakan metode yang membuat salah satu PCM menjadi struktur nano 

dan kemudian didispersikan pada PCM lainnya.

 Sifat termal fisik menjadi parameter yang penting karena dengan 

mengetahui sifat termal fisik dari PCM maka dapat diketahui karakteristik 

dari PCM ini . Hal ini menjadi penting dikarenakan PCM bekerja 

secara spesifik, sehingga untuk menghasilkan penyimpanan yang optimal 

maka karakteristik PCM harus disesuaikan dengan bahan pangan yang 

akan disimpan. Sifat termal fisik yang mempengaruhi PCM antara lain  

panas fusi, konduktivitas termal, panas spesifik, viskositas, densitas, dan 

suhu leleh. Mekanisme perpindahan panas menjadi parameter yang harus 

diperhatikan juga untuk mengetahui kualitas PCM sebagai media pendingin 

alternatif untuk mendinginkan dan mempertahankan suhu bahan pangan 

agar kualitasnya tetap terjaga. Dengan mengetahui parameter penentu 

kualitas dari PCM ini maka mengetahui keefektifan PCM sebagai media 

pendingin alternatif dan menyesuaikan karakteristik dari PCM dengan 

bahan pangan yang akan disimpan sehingga penyimpanan akan lebih 

optimal.


Pangan merupakan media tumbuh bagi mikroorganisme. Sifat mikroba yang 

dapat membusukan pangan yaitu  hal yang tidak dikehendaki karena dapat 

memperpendek umur simpan. Salah satu faktor pertumbuhan penting 

bagi mikroba selain dari karakteristik dan komposisi bahan pangan yaitu  

suhu yang berada disekelilingnya. Secara umum, aktivitas metabolisme 

akan terhambat pada penyimpanan suhu rendah. Namun, ada  jenis 

 

mikroba yang tetap dapat melakukan aktivitas metabolismenya yaitu 

mikroba psikrotrofik (baik psikrofilik maupun mesofilik). Mikroba ini  

memiliki rentang suhu pertumbuhan pada kondisi suhu chiller/ dingin, 

sedangkan pada suhu pembekuan aktivitas akan terhenti bahkan bisa 

terjadi kematian. Dengan demikian, penyimpanan bahan pangan pada 

suhu dingin tetap memiliki masa kadaluarsanya, terlebih sesudah  proses 

thawing berlangsung. Dikarenakan mikroba dapat melakukan aktivitas 

metabolismenya kembali sesudah  enzim atau protein teraktivasi pada 

suhu kamar.


Mikroorganisme Sebagai Organisme Pembusuk

Mikroorganisme atau mikroba yaitu  makhluk hidup yang 

memiliki peranan dalam kehidupan biosfer. Dari segi bahasa Yunani, 

mikroorganisme terdiri dari kata mikro (kecil), bios (hidup) dan logos 

(ilmu) yang berarti organisme berukuran renik yang tidak dapat dilihat 

dengan kasat mata, melainkan memerlukan alat bantu seperti mikroskop. 

Secara garis besar, ada  dua golongan mikroorganisme menurut 

peranannya di biosfer, yaitu mikroba yang berbahaya dan mikroba yang 

menguntungkan. Mikroba yang berbahaya atau yang biasa disebut dengan 

patogen, diantaranya yaitu  mikroba yang memicu  pembusukan 

pada makanan dan mikroba yang memicu  penyakit pada makhluk 

lainnya. Mikroorganisme tidak sepenuhnya bersifat patogen atau 

berbahaya, namun  ada pula yang bermanfaat bagi kehidupan. Diantaranya 

yaitu  mikroba yang berperan terhadap pembentukan makanan atau 

minuman fermentasi, serta mikroba sebagai dekomposer di alam semesta. 

Namun, berkaitan dengan penyimpanan pangan segar maupun 

pangan olahan, maka jenis mikroba yang berasosiasi yaitu  mikroba yang 

tidak menguntungkan karena sifatnya yang membusukkan makanan. 

Mikroba ini terdiri dari jenis bakteri, ragi maupun kapang. Setiap jenis 

mikroba ini  memiliki sifat dan karakteristik yang berbeda-beda 

sehingga akan tumbuh pada jenis makanan yang berbeda pula baik secara 

intrinsik yaitu pada komposisi penyusunan makanan, maupun faktor 

ekstrinsiknya yaitu lingkungan yang mengelilinginya.

Faktor Pertumbuhan Mikroorganisme

Mikroorganisme dapat tumbuh dan berkembang pada makanan 

dengan dipengaruhi faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik 

meliputi bagian yang terkandung pada bahan pangan diantaranya yaitu  

pH, kadar air, potensi redoks, kandungan zat gizi, konstituen antimikroba 

dan struktur biologis bahan pangan. Sedangkan faktor ekstrinsik terdiri 

dari suhu penyimpanan, kelembapan relatif lingkungan, keberadaan dan 

konsentrasi gas serta keberadaan dan aktivitas mikroorganisme lain. 

Dari faktor luar yang berpengaruh ini , suhu penyimpanan menjadi 

parameter penting untuk pertumbuhan mikroba. 

 

Mikroorganisme melakukan aktivitas metabolisme untuk 

menunjang kehidupannya. Sebagaimana layaknya makhluk hidup lainnya, 

mikroba memiliki aktivitas metabolisme, baik anabolisme maupun 

katabolisme. Dalam melakukan aktivitas ini , mikroba selalu 

membutuhkan enzim untuk mempercepat reaksi. Hal ini yang menjadi 

dasar suatu aktivitas enzimatis pada mikroba berfungsi dengan baik atau 

tidak. Masing - masing mikroba secara spesifik memiliki suhu optimum 

untuk tumbuh diantara rentang suhu pertumbuhannya. Pada kondisi suhu 

ekstrim yaitu suhu diluar rentang suhu pertumbuhan, mikroba memiliki 

sistem untuk mempertahankan kehidupannya. Enzim berupa protein 

juga membutuhkan suhu optimum untuk aktivasi. Aktivitas metabolisme, 

reaksi enzimatik dan pertumbuhan mikroba akan bekerja dengan baik 

pada suhu pertumbuhan optimumnya. Saat suhu rendah, aktivitas 

metabolisme mikroba akan melambat, karena laju katalis enzim sangat 

bergantung kepada suhu. 

Penggolongan Mikroorganisme berdasar  Suhu 

Pertumbuhan

Mikroorganisme, baik secara individu maupun berkelompok, 

dapat tumbuh pada rentang suhu tertentu. Suhu terendah mikroorganisme 

dapat tumbuh berada pada -34oC, sedangkan suhu tertinggi diatas 100oC. 

Pada prinsipnya, pertumbuhan mikroba dapat berlangsung dengan 

reaksi enzimatis. Setiap peningkatan suhu 10oC (50oF), laju katalitik enzim 

meningkat sebanyak dua kali. Begitu juga sebaliknya, laju reaksi enzimatis 

akan tereduksi setengahnya dengan adanya penurunan suhu 10oC. 

Dikarenakan suhu dapat berpengaruh terhadap reaksi enzimatis, hal ini 

menjadi sangatlah penting pada pertumbuhan mikroba. 

berdasar  suhu pertumbuhan mikroba, ada  lima golongan 

bakteri sebagai berikut:

1. Bakteri Psikrofilik

Organisme ini tumbuh dengan baik diantara 7 - 15oC dan rentang suhu 

yang masih dapat diterima yaitu (-5) - 20oC. Psikrofilik dapat tumbuh pada 

suhu lemari es maupun penyimpanan dingin (4,4oC). Karakteristik dari 

semua bakteri psikrofilik yaitu  akan tumbuh pada suhu 0 - 5 oC.


2. Bakteri Psikrotrofik

Merupakan definisi dari mikroorganisme yang dapat tumbuh pada 

makanan yang disimpan pada suhu lemari es terlepas dari jenis psikrofilik 

maupun mesofilik. Rentang suhu berada di antara (-2) - 35 oC. Mikroba 

ini dapat memicu  kebusukan makanan pada suhu 5 - 7oC seperti 

daging, ikan, unggas, telur dan jenis makanan lain yang biasa disimpan 

pada suhu ini . Pengujian angka lempeng total (ALT) pada suhu 7oC 

dengan waktu inkubasi setidaknya 7 hari menunjukkan nilai yang lebih 

tinggi dibandingkan dengan penyimpanan di suhu diatas 30oC. Hal ini 

membuktikan bahwa mikroba tetap dapat tumbuh pada suhu refrigerator, 

bahkan jauh lebih tahan terhadap suhu rendah dibandingkan suhu tinggi. 

Beberapa spesies mesofilik pun ditemukan pada suhu refrigerator ini. Ada 

jenis bakteri yang dapat tumbuh di kisaran rentang suhu yang luas yaitu 

bakteri Enterococcus faecalis.

3. Bakteri Mesofilik 

Untuk mikroba dikisaran 15 - 45oC dengan optimum tumbuh dikisaran 

30 -40oC, karakteristik mikroba ini dapat tumbuh pada suhu tubuh (37 oC), 

dan tidak dapat tumbuh pada suhu di atas 45 oC.

4. Bakteri Termofilik

Mikroba ini dapat tumbuh optimum pada suhu 45oC dengan 

kisaran suhu 40 -80oC. Spesies dari Bacillus, Clostridium, Pediococcus, 

Streptococcus, Lactobacillus termasuk dalam kelompok ini. Habitat 

bakteri termofilik yaitu  pada tempat -tempat yang mempunyai kondisi 

lingkungan panas, dapat hidup dan berkembang biak pada lingkungan yang 

ekstrem. Beberapa habitat ekstrem bagi bakteri termofilik diantaranya 

yaitu  sumber air panas, kawah gunung berapi, dan di celah hidrotermal 

kedalaman air laut.

5. Bakteri Hipertermofilik

Bakteri ini dapat tumbuh pada kisaran suhu 70oC dan 105oC (suhu 

yang dianggap membatasi kinerja enzim dan struktur sel). Sebagian 

besar mikroba ini berasal dari domain Archaea (terutama Kingdom  

Crenarchaeota), sebagian lagi dari domain bakteri. Mikroorganisme ini 

cenderung hidup di lingkungan dengan suhu rata - rata yang tinggi.


Pada kapang, pertumbuhan didukung dengan rentang suhu yang 

lebih luas sama seperti pada bakteri. Beberapa kapang ditemukan pada 

telur, bagian daging, dan buah - buahan. Sedangkan yeast lebih luas 

rentang suhu pertumbuhan di kisaran tumbuh psikrofilik dan mesofilik, 

namun tidak untuk termofilik.

Apakah mikroorganisme mati pada suhu rendah

Sel-sel mikroba terutama prokariot tidak dapat mengatur suhu 

dalam sistem intraselulernya sehingga suhu yang ada  di sekelilingnya 

menjadi bagian dari habitat alami mereka. Kelangsungan hidup mikroba 

tergantung pada kemampuan beradaptasi pada berbagai varian suhu. 

Suhu kisaran terdiri dari tiga titik kardinal, diantaranya suhu minimum, 

suhu optimum dan suhu maksimum. Suhu minimum yaitu  suhu terendah 

yang memungkinkan aktivitas metabolisme mikroba jika di bawah nilai 

ini  maka aktivitas menjadi terhambat. Suhu optimum yaitu rentang 

menengah antara minimum dan maksimum dimana metabolisme mikroba 

dalam kondisi aktif bekerja, dan tercapai pertumbuhan yang sangat baik. 

Sedangkan suhu maksimum yaitu  batasan suhu tertinggi mikroba untuk 

melakukan metabolisme, namun jika berada diatas suhu maksimumnya 

maka pertumbuhan akan terhenti, enzim dan asam nukleat akan menjadi 

tidak aktif atau dikenal dengan denaturasi, dan sel pun akan mengalami 

kematian. 

Pangan sejak dari pertanian hingga dihidangkan ke tangan 

konsumen tentu akan terpapar pada suhu yang berbeda-beda. Bergantung 

dengan proses pengolahan yang dipakai , suatu bahan pangan akan 

mengalami perubahan suhu dari sekitar 65oC menjadi lebih besar dari suhu 

100oC. Pada kasus penyimpanan yang panjang, makanan dapat disimpan 

pada suhu 5oC (lemari es) hingga -20oC atau bahkan dibawahnya (pada 

suhu pembekuan). Beberapa makanan yang relatif stabil disimpan pada 

suhu diantara 10 dan 35oC (dingin hingga suhu kamar). Beberapa produk 

siap santap (Ready To Eat/ RTE) disimpan pada suhu hangat (50 - 60oC) 

untuk beberapa jam. Perbedaan suhu juga dipakai  untuk merangsang 

pertumbuhan mikroba yang diinginkan dalam fermentasi makanan.

Pertumbuhan mikroorganisme pada rentang suhu di bawah 

optimal dapat memicu  sejumlah perubahan fisiologis dan morfologi. 

Perubahan produk metabolik dapat terjadi sebagai respon dari aktivitas 

enzim yang tertunda. Penurunan suhu selama pertumbuhan juga dapat 

memicu  ketidakseimbangan metabolik bahkan pertumbuhan dapat 

terhenti karena sensitivitas beberapa proses pengaturan metabolik. 

Inkubasi pada suhu rendah juga dapat mengubah komposisi lipid sel 

mikroba. Baik bakteri dan ragi mengalami peningkatan proporsi asam 

lemak tak jenuh seiring dengan penurunan suhu. Peningkatan proporsi 

asam lemak tak jenuh diyakini penting untuk fungsi membran pada suhu 

rendah. 

Ketika suhu diturunkan, beberapa komponen yang biasanya 

berbentuk cairan berubah bentuk menjadi gel, hal ini tentu dapat merusak 

fungsi protein sehingga memicu kebocoran membran bakteri. 

Protein pada membran sel baik integral maupun peripheral berfungsi 

dalam arus lalu lintas keluar masuknya zat. Namun, jika komponen  

membran berubah, dengan kata lain membran mempertahankan fluiditas 

saat suhu menurun, pembentukan gel dapat dicegah sehingga bakteri 

masih bisa melakukan pertumbuhannya. 

Respons lain terhadap penurunan suhu yang tiba-tiba melibatkan 

pola ekspresi gen, yang disebut “respons kejutan dingin”. Hal ini melibatkan 

induksi protein kejutan dingin, protein aklimatisasi dingin, dan represi 

protein kejutan panas. Suhu dapat mempengaruhi respon mikroorganisme 

secara langsung terhadap laju pertumbuhan, aktivitas enzim, komposisi 

sel, dan kebutuhan zat gizi, atau secara tidak langsung yaitu pengaruhnya 

terhadap kelarutan molekul zat terlarut, transpor ion dan difusi, efek 

osmotik pada membran, tegangan permukaan, dan kepadatan. Ketika suhu 

menurun, tahap  lag memanjang, laju pertumbuhan menurun, dan jumlah 

sel akhir dapat menurun. Selama tahap  lag, banyak perubahan fisiologis 

terjadi, termasuk penurunan saturasi asam lemak dan penghambatan 

DNA, RNA, dan sintesis protein. Pertumbuhan mikroorganisme pada suhu 

di bawah optimum pertumbuhannya juga dapat memicu  sejumlah 

perubahan struktural seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1. berikut:


Terjadi peningkatan produksi pigmen dan aktivitas enzimatis 

lainnya pada suhu rendah; misalnya, produksi lipase dan proteinase oleh 

Pseudomonas dan genera lain. Selain itu, Serratia marcescens memproduksi 

pigmen merah pada suhu yang lebih rendah (25°C) dibandingkan pada 

suhu 37°C. Toleransi terhadap suhu rendah juga dapat diamati sesudah  


perlakuan awal organisme terhadap suhu subletal dengan menghasilkan 

kelangsungan hidup yang lebih besar. Sebagai contoh, perlakuan awal 

pada 20°C dari Streptococcus thermophilus, menghasilkan peningkatan 

kelangsungan hidup 1000 kali lipat sesudah  4 siklus pembekuan -pencairan 

dibandingkan dengan sel-sel yang tidak diberi perlakuan sebelumnya. 

Sejarah suhu sel sebelumnya telah ditemukan menjadi penentu penting 

dari kelangsungan hidup dan pertumbuhan organisme karena pengaruhnya 

terhadap panjang tahap  lag sebelum pertumbuhan dimulai. Hasil ini  

menunjukkan lamanya waktu jeda pertumbuhan suatu organisme dalam 

makanan akan bergantung pada banyak faktor lain, termasuk suhu di 

mana organisme ini  sebelumnya diinkubasikan. 

Bakteri juga mungkin menghadapi sejumlah perubahan suhu 

dalam lingkungan pengolahan pangan. Misalnya, jika mikroorganisme 

dalam makanan yang didinginkan berasal dari sumber mamalia, 

kemungkinan jeda waktu akan menjadi maksimum; namun, jika organisme 

berasal dari lingkungan yang dingin, maka jeda waktu kemungkinan 

menjadi minimum. Dengan demikian, mikroba tidak akan mati pada suhu 

dingin, khususnya untuk mikroba golongan psikrotrofik yaitu psikrofilik 

dan mesofilik.

Pengendalian mikroorganisme pada suhu rendah

Penyimpanan makanan pada suhu rendah tentu menjadi alasan 

untuk memperpanjang masa simpan dari bahaya perkembangbiakan 

mikroba pembusuk. Namun, sensitivitas sel terhadap tekanan dingin 

bergantung pada beberapa faktor diantaranya suhu, laju pendinginan/ 

pembekuan, media pangan, regangan mikroba dan lama penyimpanan. 

Respon membran sel terhadap suhu rendah

Membran sel yaitu  sistem heterogen kompleks yang sifatnya 

sebagian besar ditentukan oleh komposisi dan organisasi spasialnya serta 

oleh pengaruh eksternal, di mana suhu yaitu  salah satu parameter 

penting. Membran sel disebut sebagai membran lipid lapisan berganda, 

terdiri dari bagian kepala hidrofilik yang berada di area luar sel serta di 

bagian dalam sel, dan juga bagian hifrobik di bagian dalam membran sel.


Pengaruh suhu pada serapan zat terlarut 

Mikroorganisme seperti psikrotrofik dapat tumbuh dengan cepat 

pada suhu rendah jika efektif mengangkut molekul yang larut melintasi 

membran sitoplasma. Psikrotrofik mampu mengoksidasi glukosa eksogen 

pada 0°C, sedangkan mesofilik tidak menunjukkan aktivitas metabolik pada 

suhu kurang dari 5°C. Namun, mesofilik mampu bermetabolisme secara 

endogen pada suhu kurang dari 5°C, hal ini menunjukkan bahwa faktor 

pembatasnya yaitu  kemampuan untuk mengangkut gula ke dalam sel 

pada suhu mendekati 0°C. Sebaliknya, penelitian lain telah menunjukkan 

pengambilan substrat sebagian besar tidak bergantung pada suhu. 

Berikut ini yaitu  perbedaan antara kemampuan psikrofilik 

dan mesofilik dalam mengangkut zat terlarut masuk ke dalam sel pada 

suhu rendah: kemampuan permeabilitas membran, Psikrofilik tidak 

sensitif terhadap inaktivasi suhu rendah dibandingkan dengan mesofilik; 

permeabilitas membran pada mesofilik sebetulnya tidak sensitif terhadap 

dingin, namun  ada  perubahan membran lipid lapisan berganda yang 

membuat mereka tidak dapat mengikat substrat dan pada suhu rendah, 

ada energi yang tidak cukup dalam mesofilik untuk memungkinkan 

transpor aktif melintasi membran. 


Perubahan suhu yang disebabkan komposisi asam lemak

Di dalam membran sel, molekul fosfolipid disusun dalam bentuk 

bilayer dengan gugus kepala kutub pada permukaan intraseluler dan 

ekstraseluler. Kelompok-kelompok ini dengan demikian dapat berinteraksi 

dengan tahap  air di dalam dan di luar sel. 


Sebaliknya, rantai asil asam lemak ditumpuk secara paralel 

pada sudut siku-siku ke bidang membran, dengan gugus metil terminal 

terletak di bagian dalam lapisan ganda. Mikroorganisme menyesuaikan 

komposisi membrane lipidnya sebagai respons terhadap perubahan suhu 

pertumbuhan untuk memastikan fungsi membran seperti aktivitas enzim 

dan transpor zat terlarut. Umumnya selama pertumbuhan suhu rendah, 

komposisi asam lemak fosfolipid dan glikolipid paling sering berubah 

karena fluiditas membran berubah pada struktur bagian asam lemak 

dibandingkan di kelompok kepala. Agar sel berfungsi normal, lapisan 

membran lipid ganda harus dalam kondisi cair sehingga protein membran 

dapat terus memompa ion, mengambil zat gizi, dan melakukan respirasi. 

 

Oleh karena itu, sangat penting mengondisikan membran lipid dalam 

keadaan kristal cair. 

Ketika suhu pertumbuhan mikroorganisme berkurang, beberapa 

komponen yang biasanya cair menjadi seperti gel, yang mencegah 

protein berfungsi normal; Oleh karena itu, agar komponen ini tetap cair, 

sejumlah perubahan pola asam lemak harus terjadi. Rantai asam lemak 

tak jenuh yaitu  perubahan yang paling sering ditemukan yang terjadi 

saat suhu diturunkan; hal ini meningkatkan fluiditas membran karena 

gugus asam lemak tak jenuh menciptakan lebih banyak gangguan pada 

membran daripada rantai jenuh dan dicapai oleh desaturase yang terletak 

di membran itu sendiri. Dengan demikian mampu bereaksi dengan 

cepat. Misalnya, Clostridium botulinum mengalami peningkatan tingkat 

ketidakjenuhan, dari 27% menjadi 40%, sesudah  penurunan suhu dari 37°C 

menjadi 8°C. Peningkatan asam lemak tak jenuh pada Aspergillus niger, 

Neurospora crassa, Penicillium chrysogenum, dan Trichoderma reesei juga 

diamati pada penurunan suhu.

Panjang rantai asam lemak rata - rata dapat diperpendek, yang 

akan berdampak pada peningkatan fluiditas membran sel karena interaksi 

karbon -karbon yang lebih sedikit antara rantai tetangga. Organisme 

psikrofilik, Micrococcus cryophilus misalnya, yang mengandung asam lemak 

tak jenuh dalam proporsi tinggi di bawah semua kondisi pertumbuhan, 

merespons penurunan suhu, dari 20°C menjadi 0°C dengan pengurangan 

panjang rantai rata-rata asam lemak. Rata-rata panjang rantai asam lemak 

pada ragi Zygosaccharomyces bailii juga menurun pada suhu rendah. 

Setelah penurunan suhu, peningkatan jumlah dan/ atau jenis asam lemak 

bercabang juga dapat terjadi. Mungkin ada penurunan proporsi asam 

lemak siklik dan dengan demikian peningkatan asam lemak rantai lurus 

tak jenuh tunggal seperti yang ditunjukkan pada Salmonella spp. dan C. 

botulinum. Ini lagi-lagi meningkatkan fluiditas membran karena ikatan 

rangkap menciptakan lebih banyak gangguan pada pengemasan rantai 

asam lemak di bilayer daripada cincin siklopropana. 


Semua perubahan ini, seperti dirangkum dalam Tabel 2, 

menghasilkan “membran yang mempertahankan fluiditasnya, dengan 

menghasilkan lipid dengan gel yang lebih rendah ke suhu transisi kristal 

cair, dengan memasukkan asam lemak titik leleh yang lebih rendah secara 

proporsional ke dalam membran lipid “. Hal ini memungkinkan membran 

berfungsi normal dan karena itu mempertahankan kemampuannya untuk 

mengatur aktivitas sistem transportasi zat terlarut dan fungsi enzim 

terikat membran esensial dan juga mengkompensasi penurunan suhu 

pertumbuhan. 

Efek penurunan suhu pada komposisi asam lemak membran L. 

monocytogenes telah dipelajari secara ekstensif. Enam spesies Listeria, 

termasuk L. monocytogenes, juga merespon suhu rendah dengan 

meningkatkan proporsi C

15:0

. Rantai C

15:0 

memiliki peran penting dalam 

pertumbuhan L. monocytogenes pada suhu dingin, mungkin melalui 

sifat fisiknya dan efeknya dalam mempertahankan keadaan cair, kristal 

cair dari membran lipid. Mikroorganisme lain dengan respon serupa 

termasuk Pseudomonas fluorescens, Escherichia coli ML30, Lactobacillus 

plantarum dan Yersinia enterocolitica yang merespons suhu rendah 

dengan mensintesis peningkatan proporsi asam lemak tak jenuh dengan 

mengorbankan asam lemak jenuh. Komposisi asam lemak juga telah 

dipelajari pada spesies Serratia, E. coli, Pseudomonads, dan ragi seperti 

Candida utilis dan Saccharomyces cerevisiae.

Respon Bacillus subtilis terhadap penurunan suhu dari 37°C 

menjadi 15°C. Selama respon kejut dingin, B. subtilis mengubah komposisi  

membrannya dengan meningkatkan kandungan asam lemak bercabang 

ante-iso dan menurunkan kandungan bercabang iso. Namun, strain yang 

kekurangan isoleusin tidak dapat mensintesis lebih banyak asam lemak 

bercabang ante-iso sesudah  penurunan suhu, menunjukkan pentingnya 

isoleusin untuk kelangsungan hidup B. subtilis untuk penurunan suhu dari 

37°C menjadi 15°C.

Efek lain dari penurunan suhu. Untuk mengkompensasi aktivitas 

metabolik yang berkurang pada suhu rendah, telah disarankan bahwa 

psikrofilik juga mensintesis peningkatan level enzim. Pada suhu rendah, 

aktivitas enzim spesifik yang tinggi dari mikroorganisme psikrofilik 

telah dianggap disebabkan oleh struktur konformasi yang lebih longgar 

dan lebih fleksibel dari protein. Karena kemampuan psikrofilik untuk 

menghasilkan enzim yang beradaptasi dengan dingin seperti galaktosidase 

yang menunjukkan aktivitas katalitik tinggi pada suhu rendah, dari enzim 

yang diadaptasi dingin ini  banyak dipakai  dalam pemrosesan 

makanan, seperti untuk memproses jus buah dan susu, dalam kondisi 

suhu rendah. Hal ini akan membantu mencegah pembusukan, yang 

mungkin terjadi jika diproduksi pada suhu kamar.

Pengaruh stres suhu rendah pada ekspresi gen: respon kejutan dingin

Penemuan awal dari respon syok dingin pada E. coli dan 

menggambarkan respon ini  sebagai pola ekspresi gen yang spesifik 

dalam menanggapi perubahan mendadak ke suhu yang lebih rendah. 

Pola ini sekarang diketahui mencakup pemasukan protein